Hai….

Apa kabar semuanya? Sepertinya saya rajin sekali buat fic sekarang. Entah kesambet apa. Ini juga ngetik waktu jam kantor. Untung juga belum sibuk, dan bosnya kabur melulu. Gak pernah di kantor. Yah…saya jadi lowong. Wkwkwkwkwk…..

Fic ini terinspirasi, lagi-lagi terinspirasi dari movie korea yang judulnya Jeni and Juno. Entah betul gak tulisannya. Tapi kalau movienya sekali habis, disini saya buat multi chapter tapi gak banyak. Mungkin sampe lima chapter ajah. Mungkin.

Maaf juga kalau karakter kesukaan kalian saya buat jadi ooc. Ini kan tuntutan peran *plak*.

Enjoy sama ceritanya yah…

Disclaimer : Bleach bukan punya saya. Bleach tetaplah punya Tite Kubo seorang sampai kiamat pun.

Rated : T

Genre : Romance, Drama

Pairing : Kurosaki Ichigo x Kuchiki Rukia

Summary : "Kalau aku buta bagaimana?". "Aku akan menjadi matamu," . "Kalau tangan kananku putus?". "Aku akan menjadi tangan kananmu," . "Kalau aku hamil bagaimana?". "Hah?"

Warning : Semua karakter disini sangat OOC. Ide juga contek. Cerita abal. Harap maklum. Oleh sebab itu, don't like don't read.

.

.

.

Rukia's POV

Hai. Salam kenal. Aku Kuchiki Rukia. Kelas dua SMA di Karakura High School. Kehidupanku? Biasa saja. Ayahku Kuchiki Byakuya, seorang pegawai kantoran. Sedangkan ibuku. Kuchiki Hisana adalah anggota komite di sekolah. Diluar itu, ibu mengurus butiknya yang tidak terlalu besar. Keluarga kami hidup pas-pasan. Tidak kekurangan apapun.

Hm…ah. Aku lupa menceritakan soal kakakku. Kakakku namanya Kuchiki Orihime. Umurnya 20 tahun. Sekarang dia kuliah di Karakura University. Tidak seperti kami, warna rambutnya lain daripada yang lain. Orange kecoklatan. Aku juga tidak tahu warna rambutnya itu diikuti dari anggota keluarga kami yang mana. Jika aku mengejeknya, maka dia akan mengamuk.

Dia punya pacar. Namanya Ulquiorra Schiffer. Katanya sih keturunan Spanyol. Apanya keturunan Spanyol. Lihat saja wajahnya yang sudah seperti dilumuri tepung saking putihnya. Rambut hitam, mata hijau. Cuek bebek. Tapi didepan kakakku, sikapnya langsung melembut seperti kapas.

Kakakku saja yang punya pacar? Jangan salah. Aku juga punya pacar. Malah kami berdua sudah jalan setahun lebih. Dia pasti sudah datang.

RUKIA'S POV END

Kuchiki Rukia mengayuh sepeda yang biasa ia gunakan untuk pergi ke sekolah. Sepeda yang ayahnya berikan saat dia baru masuk SMA. Setelah diparkirkannya sepedanya, langsung saja ia menuju ke kelas bertanda 2-A yang ada di lantai dua. Matanya mengedar seperti sedang mencari sesuatu. Matanya terhenti saat ia menemukan yang dicarinya. Dilangkahkan secepatnya kakinya hingga sampai ke bangku tengah, tempat para pemuda sedang bercanda ala anak laki-laki.

"Ichigo, ikut aku sekarang," Rukia berkata pada pemuda yang seumuran dengannya yang sedang bercanda bersama pemuda berambut merah, seorang lagi berkacamata, seorangnya lagi pemuda berambut biru.

"Hah?" pemuda berambut orange yang dipanggil Ichigo tersebut bingung. Tapi sepertinya Rukia sedang tidak sabaran. Dengan cepat ditariknya tangan pemuda tersebut dengan langkah yang buru-buru.

Sedangkan teman-temannya hanya melihat kepergian sang teman yang diseret paksa. "Kuchiki-san kenapa sich?" tanya si kacamata heran.

"Mungkin Rukia sedang sensitive hari ini. Kau tahu kan maksudku, Ishida," jawab pemuda berambut merah nanas tersebut.

"Mungkin Ichigo ketahuan selingkuh. Kau ingat Nel kan, Renji? Bukankah dia selalu berusaha mendapatkan Ichigo," sambung pemuda berambut biru tersebut.

"Tapi kan sudah jelas-jelas, Ichigo menolaknya kemarin," sambung Ishida lagi.

"Aku harap bukan karena itu. Atau Nel yang akan mati dari tangan Rukia, bukan Ichigo," jawab Renji. "Hah…susah juga punya pacar seperti Rukia,"

.

.

.

"Rukia, ada apa sih?" sekarang pemuda tersebut mulai meronta-ronta karena tangannya yang sedari tadi dipegang. Ia tidak mengerti kenapa pagi-pagi begini dia sudah ditarik-tarik.

Rupanya tujuan mereka adalah lantai paling atas. Dengan masih menyeret tangan pemuda yang berambut orange terang itu, dibukanya pintu paling atas. Rupanya tujuannya atap. Setelah sampai, Rukia pun melepaskan tangan pemuda itu dan menatapnya.

"Kita perlu bicara, Ichigo," tukas gadis berambut hitam dan bermata violet ceria itu.

RUKIA'S POV

Ini dia kekasihku. Namanya Kurosaki Ichigo. Dia tampan bukan? Aku sangat beruntung bisa jadi kekasihnya. Sudah tampan, pintar pula. Sayang aku tidak sekelas dengannya. Dia berada di kelas 2-A, sementara aku di kelas 2-G. Jarak kelas kami pun cukup jauh. Tapi, lihat rambut orange terangnya, itu akan menjadi sasaran enak untuk dijambak, jika aku marah. Gampang pula dikenali saat sedang mencarinya. Cukup lihat rambutnya, karena didunia ini tidak ada yang berambut orange sepertinya. Dan mata hazelnya itu, bisa membuat ku terperangkap saking indahnya. Ya Tuhan, mimpi apa aku bisa menjadi kekasihnya.

RUKIA'S POV END

.

"Oi…oi…Rukia. Kau tidak apa-apa?" Ichigo memecahkan lamunan Rukia. Ia memandang kekasihnya dengan heran.

"Y..ya, Ichigo. Hahahaha…, maaf aku tadi melamun," jawab Rukia yang salah tingkah dan menggaruk-garuk kepalanya.

"Apa yang mau kau bicarakan?" tanya Ichigo kali ini.

"A..ano. Jawab dulu pertanyaanku," ujar Rukia memasang wajah memelas. Ichigo bingung kali ini. Dia sama sekali tidak mengerti maksud perkataan Rukia.

"Ehm…kalau aku buta bagaimana?" tanya Rukia tanpa menunggu jawaban dari Ichigo tadi.

"Aku akan menjadi matamu," jawab Ichigo masih dengan tampang bingung.

"Kalau tangan kananku putus bagaimana?" tanya Rukia lagi.

"Aku akan menjadi tangan kananmu," jawab Ichigo. Lagi.

"Kalau aku sama sekali tidak punya kaki, bagaimana,?" tanya Rukia yang semakin membuat Ichigo bingung.

"Tentu saja aku akan menjadi kaki untukmu. Jika kau buta, biar aku yang akan membimbingmu dan menjadi matamu. Jika tangan kananmu putus, maka aku yang akan menggantikan fungsi tangan kananmu. Aku akan menyuapimu, menuliskan PR mu. Pokoknya apapun yang tangan kananmu itu lakukan. Lalu, jika kau sama sekali tidak punya kaki, aku akan menggendongmu, dan jadi kakimu. Lalu, sebenarnya ada apa denganmu? Kau bicara aneh," Ichigo sampai terengah-engah karena perkataannya yang luar biasa panjang yang ia lontarkan untuk kekasihnya.

"Apapun akan aku lakukan un..,"

"Bagaimana kalau aku hamil," Rukia memotong kata-kata Ichigo.

"Hah?" kali ini Ichigo dibuat bingung setengah mati.

"Bagaimana kalau aku hamil, Baka!" kali ini Rukia mengulanginya dan menambah kata 'baka' kesayangannya.

"Hamil? Berarti ada bayi di dalam perutmu. Lalu aku akan menjadi ayah, kau menjadi ibu. Maksudmu begitu?" kali ini Rukia yang dibuat emosi dengan perkataan Ichigo yang kali ini lambat loading.

"Iya, baka! Ada bayi di perutku. Aku akan menjadi ibu. Kau menjadi ayahnya. Kau ini, apakah pertanyaan seperti itu pantas untuk anak sejenius dirimu?" seru Rukia yang jengkel dengan kebodohan kekasihnya kali ini.

"Kapan kita melakukannya?" tanya Ichigo lagi dan kali ini kemarahan Rukia sudah mencapai titik didih.

BUGH

"Kau tidak ingat, hah. Kita melakukannya saat liburan musim dingin lalu. Aku tidur dirumahmu, saat ibu dan ayahmu tidak ada. Jangan bilang kau lupa, baka! Baka! Baka!" teriak Rukia kali ini.

Ichigo terdiam. Seperti sedang mengingat sesuatu. Sedangkan tangannya masih mengelus kepalanya yang dijitak oleh Rukia. "Ah, aku ingat sekarang," jawabnya.

"Lalu bagaimana?" tanya Rukia kali ini.

"Kita pikirkan caranya nanti," jawab Ichigo kali ini. Tiba-tiba saja, suasana menjadi suram.

.

.

"Tadaima…,"

"Okaeri. Ichigo…ayo makan dulu," seru seorang wanita dari arah dapur.

"Tadi aku sudah makan, bu. Jadi makanlah dengan ayah," kali ini Ichigo menjawab dan langsung masuk ke kamarnya.

"Ada apa dengan Ichigo, Masaki? Sebelumnya dia tidak pernah menolak masakanmu," tanya seorang pria berbadan tegap kepada wanita yang sekarang sudah duduk bersama di meja makan panjang tersebut.

"Entahlah. Mungkin dia hanya lelah saja. Lagipula tadi kan dia mengatakan dia sudah makan, jadi wajar saja kalau dia menolak masakanku. Tidak perlu mengkhawatirkan Ichigo. Ini umur saat anak-anak seperti mereka mengalami masa pubertas. Jadi wajar kalau sikapnya berubah terhadap kita." jawab Masaki sambil mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya.

"Tapi tampaknya ia tidak bersemangat. Apa dia punya masalah dengan Rukia-chan?" tanya Isshin lagi yang kali ini mengambil sumpit.

"Sepertinya mereka baik-baik saja," jawab Masaki dan mulai menyantap makan malamnya.

.

.

ICHIGO'S POV

Haaahhhh. Hari ini aku lelah sekali. Pikiranku berat. Satu masalah hari ini sudah menyita waktu ku. Tidak ada konsentrasi belajar, dan tidak ada nafsu makan. Maupun gairah untuk sekedar bercanda.

Ah…aku lupa memperkenalkan diri. Aku Kurosaki Ichigo. Anak sulung dari keluarga Kurosaki. Dengan rambut orange mentereng yang entah kenapa justru menarik banyak kaum hawa untuk mendekatiku, walaupun ku tolak mentah-mentah dan tahu aku sudah tidak single lagi, alias sudah ada yang punya. Mataku berwarna hazel. Ibu paling suka dengan warna mataku.

Keluargaku sederhana. Ayah membuka klinik di rumah, sedang ibu adalah ibu rumah tangga. Aku mempunyai adik kembar perempuan yang sejujurnya dari wajah maupun tingkah laku, mereka tidak mirip seperti anak kembar. Karin dan Yuzu. Itu nama mereka. Mereka sekarang tinggal di asrama, karena mereka bersekolah di Tokyo saat ini.

Kehidupan sekolah? Baik. Sejak tahun lalu, saat pertengahan tahun ajaran, aku pindah ke Karakura, karena ayah lebih memilih membuka klinik sendiri, daripada menjadi dokter ahli di rumah sakit Tokyo. Sebagai anak baru satu-satunya, aku menjadi pusat perhatian saat datang ke sekolah itu. Para gadis pun mengerubuti kelas baruku seperti semut mengerubuti gula hanya ingin melihat tampang 'anak baru'. Akhirnya entah karena apa, aku pun menjadi populer diantara para gadis. Senang sih senang, apalagi ditambah dengan otak brilianku dan kemampuan prestasi olahraga ku yang tidak bisa dianggap remeh, dalam sekejap anak baru ini menjadi idola baru di sekolah. Hanya saja saat para gadis tersebut mengerubuti ku, aku merasa…risih.

Tapi entah kenapa aku malah jadian dengan gadis yang sama sekali tidak menarik bagi kebanyakan orang. Ya, dia Kuchiki Rukia. Dengan mata violet dan rambut hitamnya, ia telah membuatku mati-matian mengejarnya.

Dia berbeda menurutku. Saat para gadis datang ke kelas ku dan menyambutku dengan gila-gilaan, hanya dia yang biasa saja. Aku terlihat biasa di matanya. Itu pikirku. Aku pun penasaran.

Akhirnya Tuhan membuka jalanku. Saat kelasku dan kelasnya bergabung untuk pelajaran olahraga, dari situlah aku mengenalnya. Aku yang membawanya ke ruang UKS atas bentuk tanggung jawabku karena membuatnya pusing akibat lemparan bola basket yang aku lempar tepat di kepalanya. Namun, dia sama sekali tidak pingsan. Hebat, bukan?

Awalnya ia marah saat aku membantunya untuk berjalan ke ruang UKS. Dia mengeluarkan umpatan-umpatan kasar untukku. Saat itu aku tahu kalau dia galak. Tapi aku semakin tertarik padanya. Saat di ruang UKS, aku yang merawatnya, dan saat menurutku waktunya tepat, aku memperkenalkan diriku. Begitu pula dengan Rukia. Dari situlah kami menjadi akrab, hingga kami menjadi seperti ini.

Ah…tidak ada gunanya menceritakan masa lalu. Sekarang aku harus fokus dengan masalahku tadi pagi. Aku tidak menyangka hubungan kami akan sejauh ini. Hingga Rukia…hamil. Salahkan aku yang saat itu mengajaknya menginap dirumahku karena hujan lebat. Orang tua ku pun ada di Tokyo, mengunjungi adik kembarku. Aku hanya tidak menyangka ini akan terjadi dengan sekali melakukannya.

Aku harus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan untuk bertanggung jawab? Masa depanku masih cerah kedepannya. Haruskah aku melarikan diri? Tidak…tidak. Aku akan menjadi seorang pengecut jika hal itu terjadi. Aku mencintai Rukia. Sangat. Aku tidak ingin membuatnya menderita karena hal ini. Tapi aku pun tidak ingin mengecewakan orang tua ku. Apa yang akan mereka lakukan padaku? Terlebih lagi, apa yang akan orang tua Rukia lakukan padaku dan juga Rukia?

END ICHIGO'S POV

.

.

Drrrt…Drrrrt…

Ponsel Ichigo yang ber-wallpaper kan wajah Rukia yang sedang berfoto dengan boneka chappy miliknya bergetar, saat Ichigo tengah berusaha untuk tidur. Dibukanya matanya untuk melihat siapa yang menelponnya.

"Rukia,"

Begitu dilihatnya nama Rukia, ia segera menaruh ponselnya kembali dan membiarkan begitu saja panggilan yang membuat ponselnya terus bergetar.

"Maaf, Rukia,"

.

.

Di tempat lain. Kamar Rukia.

"Kenapa Ichigo tidak mengangkat teleponku sih?" kali ini Rukia kembali merebahkan badannya di kasurnya yang empuk. Matanya mengamati setiap sudut kamarnya yang bernuansa ungu tersebut. Dipeluknya Chappy yang berwarna putih. Sebenarnya diatas ranjang Rukia yang berukuran king size itu cukup banyak Chappy berwarna-warni, namun dia memilih yang putih, karena merupakan hadiah pertama dari Ichigo. Diraihnya bantal yang berbungkus wajahnya dan Ichigo. Barang ini dibuatnya dengan susah. Foto dirinya dan Ichigo yang tersenyum bahagia ada dibantal itu. Kalau dia punya, Ichigo pun punya.

"Padahal baru jam 8. Apa Ichigo lelah hari ini?" dan Kuchiki Rukia pun tertidur.

.

.

.

Sudah seminggu ini, Ichigo selalu menghindar dari Rukia. Tidak mengangkat teleponnya, tidak membalas email maupun pesan dari Rukia. Ichigo selalu pergi ke tempat lain saat jam pelajaran tidak ada, ataupun saat istirahat. Sebisa mungkin, ia tidak bertemu Rukia walaupun hatinya sangat merindukan gadisnya tersebut. Berpisah dengan Rukia bukanlah perkara mudah, karena selama satu tahun lebih kebersamaan mereka, mereka terus lengket bagai perangko dan amplop. Tidak pernah terpisahkan. Bahkan sekuruh isi sekolah tahu, Kurosaki Ichigo adalah kekasih Kuchiki Rukia.

"Renji, Ichigonya ada?" Rukia melongokkan kepalanya di pintu kela 2-A dan bertanya pada Renji dimana kekasihnya tersebut, karena dia tidak melihat adanya kehadiran Ichigo.

"Aku tidak tahu, Rukia. Mungkin dia belum datang," jawab Renji.

"Oh, begitu yah. Kalau begitu terima kasih," ujar Rukia dan langsung meninggalkan kelas Ichigo.

Beberapa saat kemudian, sesosok manusia tampak keluar dari tempat persembunyiannya. Ia keluar dari samping loker dan langsung masuk ke kelasnya.

"Terima kasih, Renji," ucap pemuda itu yang tak lain adalah Ichigo.

"Ada masalah apa kau dan Rukia?" tanya Renji penasaran. Ia heran kenapa Ichigo tampak menghindari Rukia.

"Tidak ada apa-apa," jawabnya singkat dan langsung duduk di tempat duduknya.

Ishida, Renji, Sado dan juga Grimmjow yang tahu sahabatnya berbohong itu pun langsung mengerubuti mejanya dan menginvestigasi Ichigo.

"Kau bohong, Kurosaki," timpal Ishida.

"Kalau punya masalah, setidaknya ceritakan pada kami. Kelihatan sekali kau ada masalah dengan bukti menjauh dari Rukia. Ada apa,?" kali ini Grimmjow yang berkata.

"Ini bukan masalah yang mudah dicari jalan keluarnya," jawab Ichigo yang tampak frustasi dengan desakan teman-temannya.

"Kalau begitu, kita cari jalan keluarnya bersama-sama," jawab Renji dan menepuk bahu Ichigo.

"Baiklah….begini ceritanya,"

.

.

.

"Ohayou, Rukia-chan," sapa gadis berambut hitam yang menyanggul rambutnya.

"Ohayou, Momo," sapa Rukia balik dan langsung duduk di tempat duduknya yang bersebelahan dengan gadis bernama Hinamori Momo tersebut.

"Kau tidak bersemangat hari ini, Rukia-chan," ujar Hinamori yang melihatnya sahabatnya itu lesu.

"Apa ada masalah dengan Ichigo-kun,?" kali ini seorang gadis yang bernama Nemu Kurotsuchi menegurnya dari belakang. Yah, karena Nemu kan duduk tepat di belakangnya.

"Wajahmu juga pucat, Rukia-chan," kali ini gadis berambut panjang hitam, Sun-sun mendekati Rukia.

"Minna….aku baik-baik saja. Jadi jangan khawatir. Aku dan Ichigo juga baik-baik saja kok, " jelasnya pada ketiga teman dekatnya itu.

"Hoooeeek…," tiba-tiba saja Rukia menutup mulutnya dan merasakan sesuatu yang akan keluar dari perutnya.

"Rukia-chan, kau kenapa?" tanya Hinamori seraya mengelus punggung Rukia.

"Tidak apa-apa. Aku ingin ke kamar mandi dulu. Hoeeekkk," segera saja Rukia meninggalkan kelasnya dan berlari menuju kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.

.

.

.

"Jadi, jalan keluarnya adalah, kau harus bertanggung jawab," suara Ishida berhasil memenuhi telinganya. Kali ini di tempat lain, tepatnya kelas Ichigo, mereka baru saja mendengarkan pengakuan seorang Kurosaki Ichigo. Awalnya mereka terkejut dengan hal yang diceritakannya. Mereka tidak menyangka, si jenius ini bisa melakukan hal di luar kendali. Tapi bagaimana pun mereka harus memberikan solusi dan hanya ini satu-satunya cara.

"Ya, kau harus bertanggung jawab, Ichigo," kali ini terdengar suara dari temannya yang berambut merah. Jawaban yang sama yang seperti dikatakan oleh teman berkacamata nya itu.

"Jadi, kau menghindar dari Rukia karena belum siap? Dan saat kau melakukan itu pada Rukia, apa kau juga tidak siap? Jika tidak siap kau tidak mungkin melakukannya. Berarti kau siap dengan segala resiko yang ada," kali ini si rambut biru ikut menceramahi Ichigo.

"Aku memang belum siap, Ishida, Renji, Grimmjow. Aku memang belum siap, saat tahu Rukia mengandung anakku. Aku bingung harus bertindak seperti apa," jawab Ichigo yang menunduk dalam-dalam. Tampaknya ia menyesal.

"Semua perbuatan akan ada resikonya, Ichigo. Selalu ada. Oleh karena itu kau harus menerimanya," timpal Renji yang mencoba menenangkan temannya yang selalu membantunya saat pelajaran matematika tersebut.

"Bicarakanlah dengan Kuchiki-san. Hadapi kenyataan, Kurosaki Ichigo. Nasi sudah menjadi bubur," Ishida menambahkan. Walaupun mereka bertiga cukup kesal dengan perbuatannya, namun mereka mengerti Ichigo seorang tipe manusia yang bertanggung jawab.

"Akan ku usahakan,"

.

.

.

Tepat dua minggu Ichigo dan Rukia tidak bertemu. Tepatnya Ichigo yang tidak ingin menemui Rukia. Ia masih menghindar dan terus menghindar beberapa hari ini Rukia tidak mencarinya lagi. Mungkin, Rukia lelah mencarinya. Ponselnya pun tidak pernah ia aktifkan begitu pulang kerumah. Saat pulang sekolah pun, ia hanya melihat Rukia yang menunggunya di depan gerbang sekolah. Ia akan pulang setelah Rukia bosan menunggunya dan pulang dengan sendirinya.

Sedangkan Rukia, ia sudah terlalu lelah untuk mencari Ichigo terus menerus, dan menungguinya terus menerus. Ia tahu, Ichigo pasti menghindarinya dan menjauh. Mungkin Ichigo memang tidak ingin bertanggung jawab atas janinnya yang sudah ia kandung selama sebulan ini. Tapi, ia tidak menyalahkan Ichigo. Karena ini juga salahnya. Tak ada paksaan saat mereka melakukannya. Hanya saja mereka tidak memikirkan ke depannya dan resikonya akan jadi seperti apa nanti. Benar-benar bodoh.

Sahabat-sahabat Ichigo terus mendesak Ichigo agar mau bertemu Rukia dan bertanggung jawab atas semuanya, namun lagi-lagi Ichigo beralasan belum siap. Sementara teman dekat Rukia dan diyakini Rukia bisa dipercaya pun sudah tahu perihal kehamilannya. Mereka ingin sekali menghajar wajah Ichigo. Mereka tidak akan segan-segan pada wajah tampannya yang selalu mereka kagumi itu akan hancur. Namun, Rukia menahan mereka dengan lagi-lagi berdalih kalau itu juga kesalahannya yang tidak bisa menolak dan mengendalikan diri.

.

.

.

"Ichigo-kun…Ichigo-kun!" kali ini pandangan Ichigo yang sedang membuka buku pelajarannya pun teralihkan oleh suara yang ia kenal.

Di depannya berdiri Hinamori Momo yang sedang terengah-engah dan mencoba mengatur nafasnya. Ketiga sahabatnya pun ikut melihat Hinamori yang sesak napas.

"Ichigo-kun. Rukia-chan pingsan," mendengar hal itu, Ichigo segera berlari menuju ruang UKS. Berlari dengan sangat kencang. Ia salah sudah mengabaikan kekasihnya dan er…anaknya. Kali ini jika terjadi sesuatu pada mereka berdua, maka ia siap dipersalahkan dan siap dibunuh.

"Rukia!"

.

.

Sementara di ruang kelas Ichigo.

"Sudah kubilang, cara ini akan berhasil," tiba-tiba Nemu dan Sun-sun masuk ke dalam ruangan kelas Ichigo.

"Ya, sepertinya Ichigo masuk perangkap kali ini," sambung Grimmjow yang tersenyum ringan.

"Tidak percuma aku berlari dari UKS kesini. Toh, reaksi Ichigo-kun seperti yang Renji-san duga," Hinamori masih menarik nafas dalam-dalam akibat kecapekan setelah berlari untuk merencanakan sandiwara mereka.

"Sudah kami bilang kan, reaksinya akan seperti itu kalau menyangkut Rukia," ujar Renji percaya diri dengan analisanya.

"Dan Rukia-chan sangat polos dan menurut saat kami bilang Sun-Sun jatuh pingsan. Dia langsung saja ke ruang UKS," Nemu berkata lagi.

"Kalian harus minta maaf padaku karena menggunakan namaku," sambung Sun-sun sedikit terkekeh.

"Sekarang biarkan Kuchiki-san dan Kurosaki yang menyelesaikan masalah mereka," Ishida ikut nimbrung dan tetap asyik dengan pulpen yang sedang menari diatas bukunya. Sepertinya ia sedang mengerjakan tugas.

.

.

.

Dua mata berbeda warna saling bertemu. Violet dan juga hazel. Ada sedikit rasa canggung saat kedua mata mereka saling beradu. Mungkin karena sudah sangat lama, itu bagi mereka berdua, tidak bertemu satu sama lain. Tidak bertemu karena mempunyai masalah yang seharusnya tidak terjadi pada mereka yang masih berusia 16 tahun tersebut.

"Rukia…,"

"Ichigo…,"

Mereka berdua saling memanggil. Ada nada rindu saat mereka memanggil nama pasangan mereka masing-masing.

"Sedang apa kau disini, Ichigo?" tanya Rukia yang membuka percakapan yang sedari tadi tidak ada yang memulainya.

"Dan kau sedang apa disini?" Ichigo bertanya kembali pada Rukia. Pertanyaan dijawab denga pertanyaan. Ia sempat melihat tangan kanan Rukia yang terus berada di atas perutnya. Dan Ichigo tahu apa yang Rukia lakukan. Mengelus janin yang baru berumur, seingatnya satu bulan.

"Tadi, Momo mengatakan Sun-sun pingsan dan dibawa ke UKS. Ternyata mereka menipuku," kali ini Rukia menjawab terlebih dahulu.

"Tadi juga Hinamori mengatakan bahwa kau pingsan. Sepertinya aku pun tertipu," jawab Ichigo. Jawaban dibalas dengan jawaban.

"…,"

"…..,"

"Apa kabarmu,?" kali ini Ichigo yang mencoba untuk bertanya pada gadis mungil di depannnya itu.

"Kabarku baik-baik saja. Seperti yang kau lihat," jawab Rukia dan memasang senyum yang coba ia keluarkan. Namun tidak berhasil. Yang ada hanyalah senyum kaku.

"Ah…syukurlah," jawab Ichigo seraya tersenyum seperti biasa, membuat jantung Rukia kembali berdetak dengan kencang. Sungguh. Ia benar-benar merindukan senyuman itu.

"…,"

"…,"

"Ichigo, bisakah kau menemaniku untuk beradu panco?" tanya Rukia, yang kembali memecahkan keheningan antara mereka.

"Baiklah. Disana saja," tunjuk Ichigo pada sebuah meja dan dua buah kursi yang berhadapan yang ada di ruangan tersebut.

.

.

.

Saat ini mereka sedang malakukan adu panco. Ini kebiasaan mereka sejak mereka pacaran. Lebih tepatnya Rukia yang membuatnya menjadi kebiasaan. Rukia mempunyai hobi adu panco. Bukan saja hobi, melainkan seantero sekolah sudah tahu Rukia sangat hebat kalau sudah soal adu panco. Bahkan Ichigo pun kalah darinya, belum pernah menang.

"Maafkan aku," Ichigo membuka percakapan. Kali ini mereka terlihat serius untuk menjatuhkan lawan terlebih dahulu. Namun sepertinya mereka sama-sama kuat.

"Untuk apa,?" tanya Rukia berusaha mati-matian untuk mempertahankan tangannya agar Ichigo tidak menjatuhkannya.

"Untuk semua," jawab Ichigo singkat. Kerutan permanen nya semakin mengeras karena menahan tangannya agar terus bertahan.

"Kenapa kau menghindariku?" kali ini Ichigo terkejut saat ia berhasil menjatuhkan tangan Rukia. Atau lebih tepatnya tangan Rukia tiba-tiba melemah dan akhirnya jatuh sendiri.

Ichigo menatap Rukia yang sedang menunduk. Bahunya bergetar. Ichigo mencoba untuk menanyakannya, namun diurungkan niatnya. Ia tahu Rukia saat ini tengah susah payah untuk menahan emosi.

"Kenapa menghindariku?"

"….,"

"Kenapa kau tidak menjawab teleponku?"

"….,"

"Kenapa tidak membalas pesanku?"

"….,"

"Kenapa kau menghindariku, seolah-olah aku ini virus bagimu!" kali ini Ichigo bisa melihat dengan jelas airmata yang jatuh dan menganak sungai di mata Rukia saat Rukia sedikit berteriak dan terisak dan langsung menatap Ichigo tepat pada hazelnya.

"…..,"

"Aku tidak akan meminta mu bertanggung jawab. Aku tahu kau menghindariku, karena takut aku akan minta tanggung jawabmu. Tidak Ichigo, sama sekali tidak,"

"…,"

"Aku pun bersalah atas kehadiran anak ini. Aku sama sekali tidak menyalahkanmu. Yang aku butuhkan hanyalah kepastian darimu. Bukannya menghindariku seperti ini,"

"Tinggal bilang saja kalau kau tidak mau bertanggung jawab. Tinggal bilang saja bahwa kau keberatan dengan adanya anak ini, tinggal bilang saja kalau kau mau aku menggugurkan anak ini,"

Kali ini Ichigo kaget dengan pernyataan Rukia. Menggugurkan? Itu adalah perbuatan yang keji. Ditahannya tangan Rukia yang telah bangkit dari kursi dan ingin meninggalkannya. Ia pun bangkit dan dengan sekali hentakan, ia membuat Rukia sudah berada dalam pelukannya.

"Aku tidak mempunyai pikiran untuk meninggalkanmu dan anak kita. Hanya saja aku perlu mempersiapkan mentalku untuk menghadapi yang akan terjadi setelah ini. Kau tahu kan kita perlu menghadapi orang tua kita setelah ini. Mereka pasti marah dengan perbuatan kita," Ichigo masih merasakan Rukia menangis walaupun sudah berada dalam pelukannya. Kali ini Rukia tidak akan diam begitu ia memeluknya, karena ini masalah berat.

"Aku akan bertanggung jawab. Kau harus percaya padaku, Rukia. Mulai sekarang kita besarkan anak ini bersama-sama. Soal orang tua kita, akan kita bicarakan pada mereka jika kita sudah siap. Kau setuju kan?" Ichigo bertanya pada Rukia yang masih ia dekap dengan eratnya.

"Hm, aku percaya padamu," Rukia melepaskan pelukannya dan mendongak sehingga ia bisa melihat mata hazel Ichigo. "Arigatou, Ichigo,"

Dan secara perlahan mereka mendekatkan bibir mereka masing-masing dan mulai manautkannya satu sama lain. Ciuman yang sudah lama sekali menurut mereka, tidak mereka rasakan selama mereka terlibat konflik. Ciuman yang membuat mereka merasa tenang sekali. Dan sekali lagi, UKS tempat mereka berbagi suka duka.

Ichigo melepaskan ciumannya pada Rukia karena memang mereka membutuhkan oksigen.

"Rukia, tunggu disini," Ichigo melepaskan Rukia dan berlari meninggalkan ruang UKS. Rukia tidak sempat memanggil kekasihnya , karena larinya sangat cepat.

"Itu ayahmu," ujar Rukia kembali mengelus perutnya.

.

.

.

Rukia tersentak dari lamunannya saat mendengar suara riuh rendah yang memenuhi pendengarannya. Sepertinya suaranya berasal dari luar. Namun, apa yang mereka katakan tidak jelas di pendengaran Rukia.

"RUKIAAA!"

Rukia tersentak karena mendengar suara yang tidak asing di telinganya tersebut. Ia bangkit dari ranjang UKS yang ia duduki sejak tadi, lalu membuka jendela, tempat suara itu berasal. Dari situ ia bisa melihat apa yang ada dibawah karena ia ada di lantai tiga. Sebuah tulisan yang sepertinya diukir menggunakan kayu atau semacamnya yang diukir di atas tanah lapang Karakura High School.

I LOVE YOU, KUCHIKI RUKIA

Begitulah tulisannya. Ia melihat Ichigo sedang berdiri disana dengan cengirannya, seakan-akan ia mendapat hadiah undian 1 miliar. Rukia tersenyum yang ditujukannya untuk Ichigo. Ichigo bisa membaca gerakan mulut Rukia. Rukia tidak berteriak, hanya berbisik. Namun dia tahu apa ucapan Rukia.

"I love you too," begitulah yang diucapkan Rukia.

Dan kali ini baru Rukia bisa mendengar apa yang diteriakkan oleh anak-anak satu sekolah. Dilihatnya kepala para gadis seantero sekolah Karakura High School sudah keluar jendela dan berebut untuk membaca tulisan yang dibuat Ichigo.

"Ichigo-kun romantis sekali!"

"Aku iri pada Rukia!"

"Seandainya tulisan itu untukku,"

"So Sweett!"

Begitulah teriakan para gadis memenuhi satu sekolah tersebut. Sebenarnya masih banyak lagi, hanya saja Rukia hanya bisa mendengar teriakan itu saja.

Rukia berbalik dan berlari meninggalkan ruangan UKS. Tujuannya hanya satu. Ichigo.

.

.

"Ichigo," suaranya membuat Ichigo mengalihkan pandangannya. Sebenarnya dari tadi ia mendapatkan teriakan pujian dari gadis-gadis. Ia pun mendapat teriakan mengejek dari pemuda-pemuda yang mengatakan ia norak. Termasuk ketiga sahabatnya. Yang hanya Ichigo lakukan hanya nyengir menanggapi teriakan tersebut.

Rukia terlihat ngos-ngosan, namun dengan langkah pasti, ia melangkah menuju tengah lapangan untuk sampai ketempat kekasihnya yang menunggunya dengan sabar sambil menunjukkan senyuman menawannya.

"Tidak perlu melakukan ini, baka!" Rukia sekarang berada di depan Ichigo. Pandangan matanya berkaca-kaca karena menyadari betapa pentingnya ia bagi Ichigo, sampai Ichigo malu karena aksinya ini.

"Aku harus melakukannya, Rukia," jawab Ichigo yang juga menatap Rukia dengan pandangan yang sangat antusias.

"Bagaimana kalau kau memelukku untuk ucapan terima kasihmu?" tanya Ichigo yang awalnya hanya bercanda. Namun sedetik kemudian, Rukia memeluk Ichigo di depan para siswa Karakura High School. Langsung saja, terdengar suara para siswa menggema, siulan dan juga decak kagum. Akhirnya Kurosaki Ichigo dan Kuchiki Rukia kembali seperti dulu.

.

TBC

.

Belum tamat. Jadi tetap tunggu lanjutannya yah. Untuk chapter-chapter berikutnya tidak ada ketegangan seperti diatas. Bahkan sampe ada acara nangis lagi. Mulai chapter depan, dimulai dengan saat-saat Rukia hamil. Gimana Ichigo menjalankan perannya dan bagaimana mereka berusaha merahasiakan kehamilan Rukia dari keluarga mereka. Mungkin chapter depan ada humor.

Kemunculan keluarga Rukia bakal ada di chapter depan. Lengkap dengan kakak yang entah kenapa saya pilih Inoue. Hehehehe….

Akhir kata , mohon reviewnya. Dan apa fic ini bisa dilanjutin atau tidak?