JR udah resmi resign dari kantornya dan dia juga resmi jadi pengangguran sekarang. Ya sih dia masih tinggal sama orang tuanya, nggak perlu keluar biaya apa-apa, tapi kan dia punya pacar yang butuh segera dinikahi, jadi JR harus cepat dapat pekerjaan lain yang menghasilkan.
Hari-hari pertama seneng sih nganggur. Yang biasanya selalu bangun kaget karena alarm sekarang bisa bangun dengan alami di siang hari. Yang biasanya duduk sepanjang hari di depan komputer sekarang tiduran sepanjang hari sambil main hape. Yang biasanya lembur sampe tengah malem sekarang jam delapan juga udah merem. Santai banget.
Tapi itu cuma beberapa hari. Setelahnya dia malah jadi kebosanan sendiri mau apa. Mana pacarnya masih sibuk ngantor juga lagi.
"Mas, buatin makanan dong," pinta adiknya, Roa, hampir seperti memerintah.
"Makan apa, makan apa, makan apa sekarang. Sekarang makan apa, makan apa sekarang..." JR menyahut dengan nyanyian.
"Makan bebek, makan bebek, makan bebek sekarang, sekarang bebek apa, bebek apa sekarang," adiknya nyambung aja.
"Bebek bakar bebek bakar sekarang. Bakar apa, bakar apa, bakar apa sekarang. Sekarang bakar apa, bakar apa sekarang." Jr lanjut nyanyi aja, males bangun soalnya.
"Bakar rumah, bakar rumah, bakar rumah sekarang! Sekarang bakar rumah kalo nggak dikasi makan!" sebal Roa, udah kelaparan malah disuruh nyanyi.
"Iya, iya, masakin." Jr terpaksa bangkit, niatnya mau ke dapur tapi seekor bebek di sudut ruangan menarik perhatiannya. Ia meraih bebek itu dan melemparkannya ke pangkuan Roa. "Makan nih bebeknya!"
Roa meleparkan balik ke arah masnya, tapi sayang targetnya udah berlalu ke dapur. "Masakin apa aja yang penting bisa dimakan! Udah laper!"
Beberapa saat kemudian Jr kembali ke ruang tengah dengan panci dua kuping berisi mi ramyun spesial ala jr di tangannya. Ketimbang makan di ruang makan memang keluarga ini lebih suka makan di ruang keluarga, sambil nonton tv. Sedang meja makan justru dipakai buat belajar, mengerjakan tugas, dan les.
"Wa, Rowa," panggil Jr.
Roa nggak jawab. Karena dia udah tidur. Selonjoran di sofa yang paling panjang.
"Ya udah makan sendiri aja," Jr ngomong sendiri.
Akhirnya Jr masak sendiri makan sendiri, tapi berhubung dia masaknya sepanci tiga bungkus ya nggak habis. Belum lagi tambahan lain-lainnya.
Roa membuka matanya perlahan. "Lho? Udah jadi masakannya?"
"Udah dari tadi." Jr naik ke sofa, kekenyangan.
Roa langsung melompat menikmati ramyun buatan masnya. "Wuih! Enak banget!"
"Beneran?"
Roa mengangguk yakin. "Jualan aja kali daripada nganggur."
Jualan ramyun?
Masih belum yakin dengan pujian Roa, Jr membuat lagi sepanci ramyun spesial ala Jr dan membawanya ke rumah sang pacar. Munjung mertua.
"Ini kamu masak sendiri bener?" Calon ibu mertuanya curiga.
"Saya sendiri yang masak, tante."
Kebetulan Ren nya lagi pergi, jadi Jr cuma berdua aja sama Nana, mamanya Ren.
Papanya?
Papanya Ren di Malaysia, bukan jadi TKI, bukan, apalagi TKI ilegal. Papanya Ren jualan tape ketan (?) disana.
"Enak banget lho, boleh boleh ni tiap hari dimasakin."
Jr cuma senyum senyum malu aja.
"Oh ya, kamu kerja dimana sekarang?"
Pengangguran paling nggak suka ditanya kerja apa dan kerja dimana.
"Belum dapat lagi, tante."
"Lho kok buru-buru resign kemarin. Masa cowok nganggur."
"Iya, Tante, saya juga udah kirim-kirim." Padahal belom ada sebulan lho nganggur. Jr pengen nglamar jadi kuli pasar aja kalo gini caranya, malu. Tapi kok kurus, kalo nggak kuat terus pingsan kan ngrepotin orang.
"Kalo sampe awal bulan belom ada panggilan jualan ramyun aja."
Jualan ramyun lagi.
"Gimana?" Jr minta pendapat pacarnya setelah memberikan proposal lisan tentang rencana jual ramyunnya.
"Hmmm... Modalnya?" Ren memandang Jr yang duduk di sebelahnya. "
"Nah itu. Rencananya aku mau minjem kamu."
Ren langsung lemes, untung dia nggak jatuh ke belakang terus nancep di duri-duri bunga mawar.
"Ya kalo boleh, enggak juga gapapa, ntar aku minta ayah."
"Ya udah minta ayah aja."
"Kamu setuju kan?" Jr nggak mau kerja kalau calon pasangan hidupnya nggak setuju. Seperti saat ia bekerja di distributor lampu sebelum pekerjaannya yang terakhir, hampir semua karyawannya wanita dan Ren nggak suka, jadilah ia memilih mundur. Daripada pacarnya nggak tenang selama ia bekerja.
"Setuju, setuju, nanti pulang ngantor kubantu."
Jr merangkul Ren dan mengecup pipinya sekilas. "Makasih, sayang."
Ayah lagi latihan angkat besi sendiri di teras belakang waktu Jr sampai di rumah setelah malmingan sama Ren.
Jr mau ngomong, tapi ragu, takut. Habis bunmi nya lagi nggak ada sih, kan bunmi yang pinter ngrayu ayah buat nurutin permintaan anak anak.
Bikinin ramyun dulu aja kali ya, kalau enak baru ngomong, batin Jr. Ya, ayah kan pasti laper.
Jr masak ramyun sekali lagi, yang ketiga kalinya dalam hari ini. Sambil nungguin bunmi pulang arisan.
Sampai ramyunnya jadi bunmi belom juga pulang, baru Roa aja yang pulang bawa temen-temen buat pajamas party di rumah mereka.
"Yah, ayah," panggil Jr dengan sepanci hot ramyun di tangannya.
"Hmm?" Ayah sedang duduk di lantai teras, kelelahan. "Apa itu?"
"Ramyun, Yah, enak kan dimakan malem malem dingin gini." Jr meletakannya di meja kayu yang ada.
"Wah enak dong, tumbenan masak. Ayah mandi dulu ya."
Jr menunggu sambil celingak celinguk, nunggu bunmi nya, sekalian suruh nyobain daripada nanti dia masak lagi.
Tepat saat ayahnya kembali hanya dengan celana kolor dan sebuah handuk di pundak, bunmi juga pulang, bawa kardus gede isi panci. Dia yang dapet arisannya berarti.
"Bun, Bun, ayo sini nyoba masakannya Jr," panggil ayah.
"Ha? Jr masak? Nggak rusak kan panci bunmi?" Ia panik, menyusul suami dan anaknya di teras belakang.
"Enak lho, Bun, cobain aja."
Jr berdiri di ambang pintu, mengamati reaksi orang tuanya yang tengah mencicipi masakannya, berharap.
"Gimana, Yah, Bun?"
Ayahnya mengacungkan jempol. "Enak, enak!"
Bunminya mengangguk setuju.
Nah kalau begini kan Jr jadi mantap mau minta doa restu dan pinjaman modal.
.
.
