Disclamer: Vocaloid belongs to Yamaha and Crypton Future Media

A/N: Minna, aku kembali lagi...^^ Ada yang masih ingat dengan cerita Angel's Song? Ini another story yang pernah aku janjikan. Semoga suka...

Ket: AU, OOC


Angel's Song: Another Story

Chap 1: Len x Rin


Sudah beberapa bulan berlalu sejak Len dan Rin berpacaran, meski sudah lumayan lama tetap saja Meiko belum sepenuhnya merestui hubungan mereka. Bagaimana bisa sepasang anak kembar saling berpacaran? Itulah yang ada di dalam benak Meiko.

Sekarang Rin sedang mempersiapkan sarapan, hari ini adalah hari Minggu yang cerah. Meiko janji hari ini ia tidak pergi bekerja, karena itu Rin semangat untuk memasak. Rin melirik ke arah jam dinding, sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

"Okaa-san belum bangun juga?" gumam Rin sambil melepas celemek masaknya. Ia segera menuju kamar Meiko dan mengetuknya pelan. "Okaa-san, bangun. Aku sudah membuat sarapan."

Tidak lama Meiko keluar dari kamarnya, wajahnya terlihat masih mengantuk. Tapi ia berusaha agar tidak merusak suasana hari ini.

"Terima kasih, Rin. Okaa-san lelah karena pekerjaan kemarin." ujar Meiko yang perlahan turun dari tangga menuju ruang makan, diikuti pula oleh Rin.

"Tidak apa-apa, ayo makan." ujar Rin.

"Itadakimasu." ujar keduanya serempak dan mereka mulai makan. Tidak lama ponsel Rin berbunyi, Rin langsung melihat layar ponselnya dan tersenyum begitu melihat nama siapa yang tertera di ponselnya.

"Halo... Iya, nanti aku bisa kok... Iya, jangan lupa." ujar Rin santai pada orang yang menelponnya. Setelah selesai dengan urusannya, Rin kembali melanjutkan sarapannya.

"Len ya?" ujar Meiko langsung.

Wajah Rin mendadak memerah, ia mengalihkan pandangannya dari Meiko. Ia malu kalau Meiko tahu siapa yang menelponnya. Meski Rin sudah berpacaran dengan Len, tetap saja Meiko sedikit menunjukkan rasa ketidaksukaannya.

"Benar kan tebakan kaa-san." gumam Meiko sambil memakan kembali sarapannya.

"Iya." ujar Rin.

Lalu mereka berdua terdiam, hanya terdengar suara peralatan makan saja juga dentingan jam dinding. Entah kenapa mereka berdua menyukai suasana yang sepi seperti ini, tapi Rin tahu kalau seperti ini Meiko sedang berusaha menyembunyikan perasaan tidak sukanya.

"Gochisou sama." ujar Meiko. Ia menaruh peralatan makannya di tempat cuci piring dan mencucinya, lalu ia menuju kamar mandi. Rin langsung bangkit dari kursinya dan menghentikan langkah Meiko.

"Okaa-san masih tidak suka aku berpacaran dengan Len?" tanya Rin sambil memegang lengan Meiko, matanya menunjukkan rasa bersalah. Meiko hanya tersenyum melihatnya, ia mengelus rambut Rin pelan.

"Aku memang masih tidak suka, tapi apa yang bisa kulakukan? Menghalangi kalian? Kalian malah akan berbuat makin jauh dan membuatku tambah tidak suka. Lebih baik begini." jawab Meiko.

"Aku tidak..."

"Sudahlah, Rin. Kau lakukan yang kau suka saja, tapi jangan harap tidak luput dari pengawasanku."

Lagi-lagi mereka terdiam, Rin tahu meski Meiko mengatakan semua itu dengan pelan tapi ada nada ketidaksukaan disana. Rin tahu Meiko yang paling tidak suka ia berhubungan dengan Len, kakak kembarnya. Orangtua mana yang ingin kedua anaknya berpacaran?

"Kamu nanti pergi dengan Len kan? Hati-hati... Okaa-san juga mau siap-siap dulu, ada jadwal pemotretan." ujar Meiko yang langsung masuk ke kamar mandi. Rin hanya terdiam, tampaknya akan butuh waktu yang lama agar Meiko bisa benar-benar memahami perasaannya pada Len.

.

.

.

Lain lagi dengan Len, ia sedang bersiap-siap untuk kencannya dengan Rin. Meski mereka sering bersama tapi entah kenapa Len tetap ingin menghabiskan waktu dengan Rin, seolah-olah tidak ingin terpisahkan.

Kaito yang saat ini sedang melihat beberapa berkas model baru yang masuk di agensinya terlihat serius. Tiba-tiba ia merasa dipeluk dari belakang.

"Otou-san..." panggil Len.

"Hei Len, ada apa?" tanya Kaito yang melepaskan pelukan Len itu.

"Bagaimana penampilanku?"

Kaito memperhatikan Len dari atas hingga bawah, ia memakai kemeja berwarna hijau terang dengan celana jeans dan memakai jaket berwana abu-abu. Kaito hanya tersenyum melihat penampilan Len.

"Bagus kok. Ternyata anakku tahu fashion yang sedang trend." ujar Kaito.

"Tentu saja!" seru Len. "Sebaiknya aku pergi dulu. Sampai nanti."

"Baiklah."

Akhirnya Len meninggalkan Kaito di rumah, ia ingin segera bertemu dengan Rin. Kaito hanya tersenyum saja melihat kepergian anaknya itu.

"Aku memang tidak bisa menghalangi perasaannya pada Rin." gumam Kaito.


Meiko sudah selesai siap-siap, sekarang ia ingin berangkat keja. Rin mengantar Meiko menuju pintu depan, ia ingin membuat Meiko senang bagaimanapun caranya. Baru saja Meiko membuka pintu sudah ada sosok Len di depan.

"Len?" tanya Meiko heran.

"Oh... Halo Meiko-san dan Rin." sapa Len sambil tersenyum.

"Rin, Len sudah datang. Aku harus pergi," ujar Meiko yang berjalan meninggalkan mereka berdua. Meiko hanya tersenyum tipis. 'Meski benci mengakuinya, kurasa tidak apa mereka memiliki perasaan seperti itu.' batin Meiko.

.

.

.

Sekarang hanya tinggal Len dan Rin di depan pintu apartemen, mereka berdua terdiam. Rin melirik ke arah Len yang sudah rapi dengan pakaiannya, ia terlihat sangat keren. Wajah Rin tiba-tiba saja memerah. Menyadari wajah Rin memerah, Len berjalan mendekatinya.

"Kau kenapa?" tanya Len sambil menyentuh kening Rin.

Jantung Rin berdetak sangat kencang, wajahnya makin memerah. Ia menggelengkan kepalanya dan melepaskan tangan Len yang berada di keningnya.

"Aku baik-baik saja. Tunggu ya, aku siap-siap dulu." ujar Rin berusaha menahan debaran jantungnya.

"Penampilanmu begini juga bagus kok." ujar Len sambil tersenyum.

Rin memperhatikan penampilannya, ia memakai kemeja putih dan celana panjang hitam. Penampilannya cukup manis bagi Len. Len segera menggengam tangan Rin, Rin merasa jantungnya kembali berdetak kencang.

"Ayo kita jalan." ajak Len.

"Eh? Baiklah..." gumam Rin pelan. Lalu mereka berdua mulai pergi kencan berdua.


Seperti biasa, tampaknya kencan mereka tidak pernah absen dari toko ice cream yang berada di dekat taman. Mereka selalu kesana, terkadang makan ice cream atau hanya memesan roti yang ada ice cream di dalamnya.

"Kita selalu pergi kesini ya, Rin?" tanya Len sambil memakan rotinya.

"Iya. Aku suka." jawab Rin sambil tersenyum. Ia memakan rotinya dengan cepat, dan ice cream yang ada di dalam roti itu melumer keluar dari roti. Len hanya tersenyum melihatnya, ia melihat Rin makan roti ice cream itu seperti melihat anak kecil yang makan ice cream. Ada noda ice cream di sudut bibir Rin.

"Rin, kau seperti anak kecil kalau begini." ujar Len sambil menghapus noda ice cream di sudut bibir Rin dengan tisu. Wajah Rin mendadak memerah, ia hanya tersenyum saja.

"Maaf..." gumam Rin.

"Tidak, kau manis kalau begitu." ujar Len.

Lagi-lagi jantung Rin berdetak kencang, entah kenapa setiap ucapan dan sentuhan Len membuatnya lemas. Ia tidak mampu berkata-kata lagi. Meski sudah lumayan lama berpacaran tapi rasanya seperti pasangan yang baru berpacaran.

Setelah selesai memakan pesanan mereka, mereka berdua pergi menuju taman hiburan. Sebenarnya kencan mereka tidak pernah jauh dari tempat-tempat tadi, tapi itu tidak membuat mereka bosan. Rasanya seperti melihat kenangan mereka, itulah yang membuat tempat itu berkesan.

"Kita juga selalu kesini." ujar Rin senang sambil melihat beberapa wahana di taman hiburan.

"Semuanya tidak pernah berubah, Rin." ujar Len sambil menggengam tangan Rin lembut.

"Iya."

Mereka berdua menaiki beberapa wahana dan mereka menikmatinya. Rasanya seperti baru kemarin mereka bertemu dan berpacaran, meski hubungan mereka terlarang tetap saja tidak menghentikan mereka untuk saling mencintai.

.

.

.

Ternyata hari cepat berlalu dan sudah hampir menjelang senja, Len meminta Rin untuk menaiki wahana kincir putar berdua. Rin menyetujuinya dan mereka berdua menaiki wahana itu. Mereka duduk saling berhadapan dan melihat pemandangan senja. Langit terlihat lebih indah jika dilihat dari tempat yang tinggi.

"Wah... Senja jadi terlihat lebih indah." gumam Rin.

"Kau benar. Syukurlah kau menyukainya..." ujar Len.

"Kau kan tahu kalau aku menyukai yang seperti ini."

Len hanya tersenyum, ia berjalan mendekati Rin dan memeluknya dari belakang. Rin cukup terkejut dengan tindakan Len itu, ia bisa merasakan kalau jantungnya berdetak sangat cepat. Tangan Len memeluk pinggang Rin, Rin menyentuh tangan Len.

"Hari ini juga terima kasih, Rin." gumam Len.

"Untuk?" tanya Rin.

"Terima kasih untuk mencintaiku hari ini dan beberapa bulan kemarin."

"Sama-sama. Aku akan selalu mencintaimu."

"Benarkah?"

"Iya."

Len segera melepaskan tangannya dari pinggang Rin dan menyentuh kedua pipi Rin, ia mendekati wajah Rin dan mencium bibirnya lembut. Rin menutup matanya dan melingkarkan kedua tangannya di leher Len, ia menikmati ciuman dari Len.

'Len, aku senang...' batin Rin.


Akhirnya mereka berdua telah turun dari wahana itu dan berjalan pulang. Tapi Len tidak mengantar Rin ke apartemennya, mereka berjalan ke arah yang berlawanan. Rin bingung kemana Len akan membawanya.

"Len, kita mau kemana?" tanya Rin.

"ikut saja. Kau pasti suka." jawab Len sambil terus menggengam tangan Rin dan berjalan menuju suatu tempat. Akhirnya mereka berhenti tepat di depan cafe, Len mengajak Rin masuk ke dalam.

"Oh, Len-kun. Selamat datang." ujar sang pemilik cafe yang juga merupakan temannya atau lebih tepatnya teman Kaito, Hiyama Kiyoteru.

"Selamat malam, Hiyama-san," ujar Len. "Rin, kamu duduk di ujung sana ya. Itu kursi kita." Rin mengangguk pelan dan berjalan menuju meja yang ada di paling ujung, tepatnya meja itu berada di luar ruangan. Dan di tempat itu posisi untuk melihat langit lebih jelas.

Len berjalan mendekati Kiyoteru yang sedang sibuk melihat-lihat jenis wine yang akan dimasukkan ke gudang. Len langsung duduk di kursi dekat Kiyoteru.

"Bagaimana persiapannya?" tanya Len.

"Tenang saja, Len-kun. Aku sudah mempersiapkannya untukmu." jawab Kiyoteru santai.

"Baiklah. Terima kasih," Len langsung pergi meninggalkan Kiyoteru dan menghampiri Rin yang sedang memandang ke arah langit, langit malam terasa menenangkan baginya. "Maaf membuatmu lama menunggu."

"Tidak apa-apa." ujar Rin.

Tidak lama ada seorang waiter yang menghampiri mereka untuk menanyakan pesanan mereka. Setelah selesai memesan mereka tinggal menunggu datangnya pesanan mereka, mereka berdua terdiam melihat pemandangan langit.

"Oh ya, Rin. Kau pernah bilang ingin melihat bintang dengan jelas kan?" ujar Len untuk memecahkan keheningan diantara mereka.

"Iya. Aku ingin sekali." ujar Rin sambil tersenyum.

"Kalau begitu hari ini kau beruntung."

"Eh?"

Tiba-tiba ada kembang api yang menyala di dekat sana, menambah indahnya pemandangan langit. Tidak lama berselang Rin melihat ada banyak bintang di langit. Seolah-olah kembang api tadi memperbanyak jumlah bintang di langit.

"Wah... Indah sekali..." gumam Rin dengan mata yang berbinar-binar.

"Tentu saja. Apalagi bintang yang paling bersinar ada di sampingku." ujar Len sambil menggengam tangan Rin.

Wajah Rin kembali memerah, jantungnya berdetak sangat kencang bahkan terasa hampir menyesakkan. Ia bahagia Len mengatakan itu padanya, tidak salah ia mencintai Len. Rin langsung saja bangun dari kursinya dan memeluk Len.

"Terima kasih untuk hari ini, Len." ujar Rin.

"Sama-sama, Rin." ujar Len sambil mengelus rambut pirang Rin dengan lembut.

Tidak lama waiter itu datang membawa pesanan Len dan Rin, lalu meninggalkan mereka berdua. Len dan Rin tersenyum saja. Len segera mengantar Rin kembali duduk di kursinya.

"Silahkan makan, Rin. Itu menu terbaik di sini." ujar Len.

"Baiklah." ujar Rin sambil memakan makanan yang ia pesan tadi.

Mereka berdua menikmati makan malam hari ini, seperti sedang mengadakan candle light dinner. Tanpa lili atau apapun mereka sudah menikmatinya, dengan berada bersama dan tidak pernah melepas genggaman tangan itu sudah cukup.

"Rin..." panggil Len.

"Ada apa?" tanya Rin bingung.

Len tidak menjawab, ia kembali menggengam tangan Rin. Kali ini genggamannya terasa kuat, Rin sedikit bingung apa yang ingin Len katakan. Tapi ia hanya tersenyum saja, ia juga menggengam tangan Len.

"Berjanjilah kau tidak akan melepaskan genggaman tangan kita ini." ujar Len.

Mata Rin terbelalak lebar, ia tersenyum pada Len. Ia semakin menggengam tangan Len dengan lembut.

"Tentu!" seru Rin sambil tersenyum.

"Aku ingin dunia ini, dunia kita bisa dilalui bersama." ujar Len lagi.

"Iya. Aku ingin melaluinya denganmu, Len."

Len bangkit dari kursinya, hanya sekedar untuk mengecup pelan kening Rin. Rin menutup matanya perlahan dan kembali membukanya. Ia tersenyum melihat Len, tapi wajahnya juga mulai memerah.

"Dunia ini akan kita lalui bersama." ujar Rin.

"Iya. Dunia dimana kita akan selalu bersama." gumam Len.

Mereka hanya bertatapan satu sama lain dan Len langsung mencium bibir Rin, hanya sebentar karena mereka berada di tempat umum. Rin senang karena Len akan selalu berada di sampingnya. Dunia akan terasa indah jika mereka lalui bersama, dunia milik mereka.

Genggaman tangan yang tidak akan pernah lepas, ucapan cinta yang selalu diucapkan, kebahagiaan milik berdua. Semuanya kenangan indah yang ada dalam dunia milik mereka berdua.

The End

A/N: Akhirnya selesai juga minna...

Chap ini menceritakan kisah LenRin dan sudah tamat.

Chap depan menceritakan tentang Kaito dan Meiko sekaligus juga last chap.

Semoga minna masih mau membacanya.

Jangan lupa reviewnya. Hehe...^^