Tired

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Story (c) Hydrilla

AU/OOC/Typos/Shortfic/gak ada feel, dll.

Tidak mengambil keuntungan material apapun dari pembuatan fanfiksi ini.

a/n: Well, ngerasa lelah dan sedang stuck pas ngerjain essay meski deadline besok… tetiba dapat inspirasi (iya, inspirasi emang datangnya pas waktu 'kejepit' gini, ugh) dan jadilah ini. Beware of gajeness and cliffhanger :'3

.

.

.

Ada kalanya Sasuke merasa lelah.

Ada masa di mana bukan hanya fisiknya saja yang laksana didera puluhan batu hingga nyeri, namun juga hatinya yang ikut terasa seperti dibebat tali tambang dengan kuat. Kadang, ia merasa lelah tanpa ada alasan yang pasti. Ia akan merasa harinya terlalu berat untuk dilewati. Bahkan hanya untuk respirasi pun terasa sesak.

Ada saat di mana ia ingin melempar semua tugas yang dibebankan padanya. Merobek dasi yang mencekik lehernya hingga ia merasa bebas, kemudian menjatuhkan diri pada gumpalan awan yang beriring dengan pelan. Tidur dalam buaian nyaman yang membuatnya lupa akan apa yang harus ia kejar di dunia; strata harta benda pemuas kehidupan, biarlah ia singkirkan sejenak.

Ada waktu di mana ia hanya ingin terdiam di bawah terik matahari. Tertimpa paparannya hingga kulitnya yang terbiasa bercumbu dengan pendingin ruangan bisa merasakan hangatnya mentari. Hingga kulitnya menggelap dan tak lagi pucat; memberi tanda bahwa yang ia lakukan tak hanya berjibaku dengan deretan kalimat yang membuat kepalanya berdenyut.

Sekalipun ia terkenal sebagai sosok pekerja tak tahu waktu (tipikal workaholic yang umum ditemui pada masa urban ini), tentu saja, ia masih bisa merasa lelah. Bukan hanya tentang masalah materialitas, namun juga masalah sosial dan keluarganya yang tak kunjung usai. Semua itu bisa ia singkirkan. Tetapi, semakin ia sering singkirkan, acap kali hal itu malah semakin membayangi harinya.

Dulu, dulu sekali, ketika ia merasa begitu lelah, Sasuke lebih memilih pergi ke apartemen itu. Kode kuncinya masih sama, tak pernah sekalipun dirubah. Masih angka 2328 yang menjadi pembuka pelat kayu berukir bunga melati. Akan ada semerbak apel dan bunga-bungaan yang terkesan manis dan segar, yang mana akan memanja indra penciumannya hingga ia harus kembali pergi.

Ketika itu, ia akan duduk di ujung sofa. Kemejanya kusut dan tak terkancing dengan sempurna. Ia selalu nyesap kopi yang ia sediakan hingga tersisa ampasnya saja sambil mengganti channel televisidengan bosan. Di ujung lain, ia akan menghirup aroma teh yang tak begitu Sasuke sukai. Akan ada obrolan kecil yang membuat Sasuke lupa dengan rasa lelahnya.

Atau, Sasuke akan membaringkan diri di atas beledu yang menaplaki ranjang besar. Ranjang itu sesekali akan berdecit karena terisi oleh dua orang. Sasuke akan memeluknya dengan hangat sebagai bukti bahwa mereka masih tetap dalam ikatan janji suci yang terucap dengan syahdu. Ia bahkan masih ingat bagaimana nuansa agung yang mereka cipatakan dari depan altar.

Memeluknya, menghirup manis madu dari sabun yang ia pakai… semuanya laksana penawar dari segala rasa lelahnya. Semuanya seakan pergi dengan sendirinya hingga Sasuke lupa dan tertidur dalam damai.

Namun, kini ia tak lagi berada dalam apartemen yang sama. Tidak dengan sofa yang sama. Bukan pula dengan ranjang beledu yang hangat. Semuanya sudah berbeda dengan semua sisi yang tampak semakin kaku. Sudut-sudut ruang yang ia tempati, ranjang yang makin dingin….

Tak lagi ada sosok Uchiha Sakura yang menghangatkannya seperti dulu. Bukan lagi Sakura yang membuat kopinya laksana dulu. Tiada lagi yang mengajaknya bercengkerama untuk menghilangkan rasa lelahnya.

Kepergian Uchiha Sakura makin menambah bebannya. Dan Sasuke merasa semakin lelah.

END