Title: Kisah Sang Pangeran Dan Tuan Putri
Author: Firenze Firefly
Rating: T
Characters/Pairings: Sasuke-Hinata
Genre: Humor, Romance
Warnings: AU. Selamat membaca cerita ini sebagaimana saya menulisnya. Cerita ini hanya diperuntukkan untuk hiburan semata.
Summary:
Chapter 1: Siapakah The Hottest Couple Of The Year di Konoha High? Sasuke dibuat terheran-heran. Gara-gara dia dan Hinata, lomba fashion pun jadi heboh. A Sequel. AU
Disclaimer: Sekali lagi, Naruto bukan milik saya.
…
Chapter 1
.
Para murid Konoha High tidak sabar menantikan weekend ini. The student council alias OSIS mengadakan acara di hari Sabtu. Mereka sudah melobi para guru supaya kegiatan klub hari itu ditiadakan. Berdasarkan proposal yang telah dirancang, rencananya hari itu diisi dengan kegiatan yang akan diikuti tiap kelas, mulai dari kelas sepuluh sampai dua belas. Masing-masing kelas berhak mendirikan stan dan menjual produk unggulannya. Kelas Tata Boga akan menjual kue, cakes dan minuman. Kelas Multimedia tak mau ketinggalan. Berdasarkan kesuksesan mereka menjual merchandise SasukexHinata, para siswa kelas sebelas itu juga berencana menggelar stan serupa. Mereka menerima pesanan pin, kalender, kartu nama, dan cetakan mug atau kaos. Namun acara yang wajib diikuti tiap kelas adalah lomba fashion show.
Ada dua perwakilan dari tiap kelas yang harus berpartisipasi, satu cewek dan satu cowok. Hal ini tidak jadi masalah di kelas Multimedia, Tata Boga maupun TIK yang jumlah kaum adam dan hawanya terbilang lumayan. Keluhan datang dari kelas Otomotif.
"Tanya!" salah seorang siswa mengacungkan tangan ketika anggota OSIS memberi kesempatan untuk menanyakan hal yang kurang jelas. "Bagaimana bagi kelas yang tidak ada murid perempuannya sama sekali?"
Tawa dan suara cekikikan membahana di aula luas Konoha High itu. Para murid kelas lain maklum bahwa murid perempuan terbilang langka di kelas itu. Bahkan tahun ini tidak ada seorang pun murid perempuan yang daftar sehingga hanya ada anak cowok di kelas sepuluh jurusan Otomotif.
"Bagaimana enaknya?" sang ketua OSIS malah balik tanya.
Dengungan yang lebih heboh dari sekawanan lebah segera terdengar riuh. "Boleh tidak kami pinjam siswi dari kelas lain sebagai perwakilan?" celetuk seorang siswa.
"Kami bayar deh, dengan sebotol besar minuman soda," tawar siswa lain.
"Heeh, kas kelas cukup kalau cuma buat beli minuman."
Lirikan berpasang-pasang mata langsung terarah pada kerumunan anak Multimedia yang kebetulan tempat duduknya persis di sebelah kelas mereka.
"Boleh tidak 'nyewa' anak MM?" pertanyaan lantang ini mengundang tawa.
"Cantik-cantik sih."
"Pasti kelas kami menang."
Karin dkk melirik sebal. Para dewi Konoha High itu mendecak kesal, terang-terangan tidak suka usul iseng dan tak bertanggung jawab itu.
Solusinya, khusus untuk anak Otomotif, perwakilannya boleh dua cowok.
Acara yang diadakan OSIS itu bertajuk 'Dari Siswa Untuk Siswa'. Karena itulah lomba dan acaranya memang yang berhubungan dengan minat dan bakat siswanya. Para murid sangat antusias menyambut event tersebut. Sesekali hiburan memang diperlukan supaya otak tidak jenuh dijejali materi pelajaran.
…
"Hinata, kau bisa menghias scarf ini secepatnya, kan?" tanya Ino agak cemas.
Hinata mengangguk kalem. "Jangan khawatir, akan kuberikan scarf ini sehari sebelum lomba," ujarnya mantap.
Ino tersenyum lega. Dia mengangsurkan scarf berbahan lembut miliknya pada Hinata. "Terserah mau kau lukis dengan bunga jenis apa," katanya. "Tapi bener nih, catnya tidak usah diganti dengan kas kelas?"
"Tidak usah," tolak Hinata segera. "Cat akrilikku sudah terpakai agak banyak, kok. Lagipula, aku senang kalau bisa membantu," tandasnya tegas.
Perwakilan dari kelasnya untuk lomba fashion adalah Ino dan Naruto. Ino sengaja dipilih karena gadis itu memang rupawan dan feminin. Ino menguarkan aura kewanitaan yang kental. Terlebih lagi, dia tipe gadis yang percaya diri dan berkarakter kuat. Partnernya juga berambut pirang dan bermata terang sepertinya.
Sebentar! Tidak salah memilih Naruto untuk lomba macam ini?
Tadinya kandidat terkuat siswa cowok adalah Yang Mulia Sasuke Uchiha. Tidak bakal ada yang heran atau bahkan sekedar menaikkan alis jika dia yang terpilih mewakili kelas. Sayangnya, usaha teman-temannya-termasuk Yang Terkasih Hinata Hyuuga- dalam membujuknya berakhir sia-sia. Kalau ada yang paling dibenci Sasuke, itu adalah ikut lomba semacam ini, dimana dia musti mempertontonkan kemolekan wajahnya dan lekukan tubuh langsingnya yang aduhai. No way!
Shikamaru jelas menolak mentah-mentah. Daripada memaksa si jenius pemalas ini, mereka akhirnya memilih Naruto. Naruto suka diperhatikan, dia juga tidak jelek. Rambutnya pirang indah, kulitnya kecoklatan. Kalau dipandang lama –yang tak cukup jika sekali- semuanya bakal setuju dengan kenyataan bahwa Naruto cakep. Gorgeous, tak membosankan. Bocah itu memiliki rupa yang unik. Bukannya anak-anak sengaja memilih kandidat lomba fashion yang dua-duanya memiliki ciri fisik nyaris serupa. Jika Ino dan Naruto sama-sama pirang, bermata cerah dan cakep, why not?
"Hei, aku dengar ada juga lho lomba untuk pasangan," seloroh Karin.
"Misalnya?" tanya Hinata seraya membolak-balik scarf merah bata Ino.
"Pasangan paling romantis, paling serasi, harmonis," Karin mengedikkan bahu. "The Hottest Couple," lanjutnya.
"The Hottest?" tawa Ino pecah seketika.
"Sepanas apa?" Hinata menimpali, terkikik.
"Sepanas setrika," jawab Karin asal. Tak urung seringai menghiasi wajah cantiknya. Setelah beberapa lama matanya mengikuti tangan Hinata yang membolak-balik scarf Ino. "Kau cewek banget, ya," komentarnya.
"A-aku?" Hinata menunjuk dirinya, tak percaya.
Karin mengangguk. "Kau pintar melukis kain, memasak, jago Ikebana," tunjuknya. "Aku sih tidak akan telaten."
Hinata tersenyum simpul mendengarnya.
Gadis berambut indigo itu menyadari kekurangannya. Dia tidak lincah seperti Sakura, tidak juga seperti Ino yang jelita dan jadi magnet cowok-cowok. Hinata juga bukan cewek nyentrik seperti Karin yang pede dengan tatanan rambut tak biasa, sebelah rapi sebelah riap-riap. Dia merasa cewek yang so and so, biasa saja, tidak istimewa. Pendiam, pemalu, suka gugup. Dulu sekali Hinata merasa minder, merasa semua yang jelek-jelek bersarang di dirinya. Menyadari dirinya yang tak pandai bergaul, Hinata menenggelamkan diri: merajut, merangkai bunga. Lama-kelamaan dia bertemu dengan teman-teman yang baik, yang menghargai dirinya apa adanya. Dia tak pernah menyangka bahwa di kemudian hari cowok incaran kelas wahid bakal terpana dan menyatakan cinta padanya.
"Pst, kekasihmu datang tuh," bisik Karin, yang saking pelannya sampai-sampai seluruh kelas mendengarnya. Sontak wajah Hinata sepucat tomat matang.
"Kau suka menggoda gadisku, rupanya," ujar Sasuke datar. Beberapa teman yang dekat dengannya cekikikan. Mereka tak menyangka bahwa Sasuke Uchiha yang sehari-harinya menonjolkan kepribadian sehangat es ke khalayak ternyata bersikap jauh berbeda ketika berhadapan dengan pacarnya.
Tak ingin dikatai lalat pengganggu, Karin cs menyingkir. Mereka memberi tempat pada dua sejoli itu.
Sasuke duduk bersila di karpet hijau yang menjadi alas Lab MM. "Mau bikin apa?" tanyanya.
Hinata melirik si scarf merah. "Melukis ini dengan cat akrilik," jawabnya lembut.
Sasuke manggut-manggut. "Serasi dengan warna kulitmu," puji Sasuke.
Selama ini Hinata hanya mengasosiasikan warna ungu dengan berbagai gradasi sebagai warna favoritnya. Dia gemar mengenakan jaket ungu, rambutnya juga memiliki warna serupa. Tak pernah sebelumnya dia berpikir merah cocok untuk kulit pucatnya.
"Ini bu-bukan punyaku," elak Hinata. "Punya Ino. Aku hanya melukisnya untuk dikenakan saat lomba fashion."
"Bukan ya…" Sasuke tercenung.
Diam-diam Hinata menimbang, mungkin sebaiknya dia mengenakan gaun merah yang dibelikan ibunya beberapa saat lalu untuk dikenakan saat acara kelas Sabtu ini.
…
"Apa-apaan ini?" tanya Neji terkejut.
"Pin dan mug," jawab Sasuke kalem.
"Ta-tapi, kok gambarku ada di situ?" tukas Neji terbata. Melihatnya tergagap seperti itu menyakinkan Sasuke bahwa Neji dan Hinata memang benar sepupu.
"Ada yang pesan, minta gambarmu," ujar Hinata, menahan tawa.
"Kenapa? Argh… Aku tidak suka melihat benda-benda ini dengan print gambarku," protes Neji, yang tidak dihiraukan Sasuke dan anak Multimedia lain.
Sabtu pagi itu Neji keliling, mengunjungi stan satu ke stan lain. Ketika sampai di stan Multimedia kelas sebelas, dia berhenti agak lama. Yang menarik perhatiannya adalah beberapa deret mug, pin dan kalender yang terpajang di meja paling kiri. Betapa tidak, item-item itu bergambar dirinya. Setelah pulih dari kekagetannya, remaja berambut panjang coklat itu segera menghampiri Hinata dkk dan protes.
Sasuke nyengir. "Begitulah perasaanku waktu itu," tunjuk Sasuke,mengungkapkan kejengkelannya sewaktu anak-anak kelas lain membeli merchandise bergambar dirinya dan Hinata.
Neji menyipitkan mata. Normalnya dia remaja tenang, dewasa dan tidak suka meledak-ledak. Melongok item berprint dirinya membuatnya berdecak kesal. "Tapi aku tak pernah memberi persetujuanku," dalihnya.
"Para fansmu membawa fotomu, kemudian meminta kami mencetaknya. Yah, demi pemasukan kelas, kami setuju saja," terang Sasuke enteng. Dia puas menyaksikan raut jutek Neji. Sejujurnya Sasuke agak sakit hati karena dulu Neji menertawakan nasibnya yang bisa dihitung dengen Yen.
"Kau punya banyak fans, Neji," goda Hinata.
"Aku juga ngefans, lho, Senpai," Karin menimpali. Dia mengedip sebelah matanya dengan nakal.
Wajah Neji sedikit memerah. Siapa sih yang tidak jika digoda cewek sebohai Karin?
"Omong-omong, juri untuk lomba fashion sudah ditentukan," ujar Neji, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Aku menolak," sambar Sasuke datar. Dia mengutak-atik kamera digital kelas Multimedia. "Lagipula, aku lebih memilih jadi seksi dokumentasi kelas."
"Gara-gara itu, aku yang disuruh menggantikanmu," gerutu Neji. "Juri dari pihak guru ada dua dan satu dari siswa. Setelah ditimbang lagi, OSIS menyadari kesalahannya."
"Kesalahan apa?" tanya Hinata heran. Tangannya yang menata pin di kardus terhenti.
Neji melirik sepupunya. "Tadinya OSIS mengira meminta Sasuke jadi juri akan semakin memeriahkan acara. Tapi setelah dia menolak, barulah mereka sadar bahwa lomba itu bisa saja jadi ricuh. Takutnya penonton bukannya memperhatikan modelnya, tapi malah mengelu-elukan Sasuke," jelas Neji.
Hinata tertawa kecil. "Tak bisa kubayangkan kau jadi juri fashion," katanya.
Neji menggeleng. "Aku juga menolak," tuturnya. "Aku buta fashion, bisa kacau penilaiannya. Akhirnya mereka meminta Tenten."
Hinata manggut-manggut. Dia baru saja meletakkan pin di meja ketika seruan terdengar. Refleks dia menoleh.
Ino berjalan mendekati stan mereka. Para cowok di koridor sebelah bersuit melihatnya. Ino yang berseragam sudah terlihat cantik. Melihatnya memakai baju bebas, yaitu terusan kuning cerah, hak tinggi dan rambut emasnya tergerai melewati bahu sungguh membuat mata yang redup karena ngantuk jadi langsung melek.
"Wow," puji Hinata. "Kau cantik banget."
Ino meringis. "Trims. Ibuku bersemangat sekali sampai-sampai memaksa datang. Untung Ayah mengajaknya mengunjungi bibi di kota sebelah, tidak jadi deh," kata Ino lega.
Diam-diam Neji membatin, bahwa kelas Multimedia memang dihuni oleh makhluk berparas rupawan. Tak heran anak Otomotif kerap menggoda cewek-cewek ayu itu. Tak hanya murid perempuannya, murid laki-lakinya pun juga cakep. Ada Sasuke, Naruto, Shikamaru.
"Hei, Neji, tidak usah sampai melongo seperti itu. Kalau mau kenalan, bilang saja," usik Sasuke usil.
Neji menutup mulutnya. Walau malu, dia berusaha menutupinya.
Hinata terkikik sedang Ino tersenyum senang. Biasanya dia tidak suka diusili seperti itu. Lain cerita kalau cowok yang digoda itu Neji. Gadis pirang itu tahu reputasi Neji: cakep, jangkung dan jenius.
"Aku tidak keberatan, kok," sahut Ino sambil menyibakkan rambut indahnya.
…
Karena lomba fashion diadakan di koridor empat kelas di lantai satu, banyak siswa yang menonton. Ada yang bergerombol dan melongok dari koridor lantai dua dan tiga, banyak juga yang berkumpul tepat di lapangan, depan tempat lomba. Para jurinya adalah Kurenai Sensei, Kakashi Sensei dan Tenten. Mereka orang-orang yang memahami seni dan keindahan.
Meski ini acara siswa sendiri, namun karena mereka masih berstatus pelajar dan berada di sekolah, ada aturan mengenai busana yang boleh diperagakan, yaitu tidak vulgar, tidak buka-bukaan dan sopan. Artinya tidak ada rok yang pendeknya lebih dari sepuluh senti di atas lutut dan lebih banyak kulit yang tertutupi.
Menurut Hinata, lomba itu lebih tepat disebut uji mental. Bayangkan saja, ketika kau sedang berlenggak-lenggok di 'catwalk', beratus-ratus pasang mata mengawasimu dari koridor atas sampai bawah. Banyak kerumunan siswa yang bersuit-suit saat murid yang mereka anggap rupawan melintas. Di ujung kiri koridor, Sasuke membidik gambarmu. Begitu masuk ke 'arena' dari ruang kelas tempat para model dadakan berkumpul, kau harus memberi salam pada audience. Yang diperhatikan oleh anak-anak bukan baju dan aksesoris yang kau kenakan, melainkan dirimu sebagai model. Ugh! Hinata tak mampu membayangkan jika dirinya yang terpilih mewakili kelas. Baru menjejakkan kaki di koridor, gadis itu yakin sekali dirinya bakal pingsan seketika. Pokoknya, para model itu harus tahan malu. Hinata salut pada mereka yang bisa melintasi koridor dengan tenang dan menuntaskan tugasnya sampai kembali masuk ke kelas lagi.
Tadinya Ino meminta Hinata menemaninya ke ruang kelas dan memakaikan scarf yang sudah dilukisnya. Begitu lomba hendak dimulai, Hinata keluar dan berdiri di samping Sasuke.
Naruto sama sekali tidak gugup. Bahkan remaja periang itu terlihat sangat menikmati perhatian yang dicurahkan padanya. Dia melambai dengan antusias dan menyunggingkan senyum cerahnya ketika Sasuke mengarahkan kamera padanya.
Senyum menawan menghiasi bibir Ino ketika gadis itu tampil. Apresiasi yang diterimanya luar biasa. Sayang ketika dia harus melewati satu putaran lagi scarf yang dipakainya melorot dan terjatuh.
Para penonton tertawa-tawa.
Sesaat Ino terkejut. Warna merah menghiasi rona wajahnya. Namun gadis itu masih mampu menguasai diri.
Hinata tak tahu apa yang menggerakkannya sehingga dia maju ke koridor dan membungkuk untuk mengambil scarf merah yang telah dilukisnya itu. Di belakangnya Sasuke buru-buru mengikutinya.
Sontak teriakan membahana memekakkan telinga mereka.
"Kyaa… Itu Hinata-sama!"
"Dia jadi model juga, ya?"
"Lho, Sasuke-sama!"
"Wah wah, Pangeran dan Putri ikut lomba juga!"
"Serasi!"
"Aku pilih yang Merah," seseorang menunjuk Hinata yang saat itu mengenakan terusan merah selutut.
"Juri, saya pilih Sasuke dan Hinata!"
Hinata yang berusaha memakaikan scarf Ino diserang gugup luar biasa. Sasuke sampai menarik lengannya supaya dia tidak terantuk sepatunya sendiri.
"Aww… Pangeran melindungi Tuan Putri!"
"So sweet."
"Romantis."
Tentu saja lomba itu jadi kacau. Sasuke dan Hinata berkali-kali membungkuk dan meminta maaf. Para juri kewalahan mendengar teriakan audience. Dengan tegas Kurenai Sensei menyatakan hasil akhir lomba itu mutlak berdasarkan penilaian para juri.
…
Ino berhasil memboyong juara satu untuk lomba fashion. Partnernya, Naruto, juga mengharumkan nama kelas dengan meraih juara tiga.
Salah seorang siswa melontarkan celetukan supaya ada juara dari kategori pilihan penonton. Serentak teman-temannya menyorakkan nama Hinata dan Sasuke. Tentu saja, nama dua sejoli itu ditolak mentah-mentah karena tidak valid. Meski berhasil menimbulkan kegemparan, Sasuke dan Hinata tidak terdaftar sebagai peserta lomba fashion.
Rupanya nama mereka masih membawa hoki. Gelar pasangan paling hot tahun ini jatuh ke tangan mereka. Sasuke sampai menepuk dahinya, tak habis pikir dengan pemilihan aneh itu. The Hottest Couple Of The Year? Mananya yang panas? Mananya yang keren? Apanya yang hot?
Hinata menerima kalung tembaga yang dibakar. Rantainya panjang, bandulnya bundar dengan pinggiran yang indah. Itu hasil kolaborasi anak Tata Busana dengan anak Otomotif. Yang tak diketahui Hinata, Sai-lah yang mendisain bandul itu. Remaja yang awam soal emosi itu sesekali melirik ketika berpapasan dengan Hinata. Bukan karena Hinata cantik, karena masih banyak sekali gadis yang lebih cantik yang bertebaran di sekelilingnya. Ketertarikan Sai bermula ketika dia menyaksikan lukisan cat akrilik di payung yang kemudian dibelinya beberapa waktu lalu, ketika kelas Multimedia menyelenggarakan jualan, ehem, lelang, bergambar Sasuke dan Hinata. Cowok berambut hitam itu menduga bahwa scarf yang dikenakan salah satu model di lomba fashion tadi memiliki sentuhan tangan dingin Hinata. Corak dan goresannya khas.
Tak jauh darinya, Hinata bersuka cita mengamati kalung barunya.
Sai tersenyum. Bukan senyum palsu yang biasa ditunjukkannya. "Hei, kau tidak terlihat jelek memakai kalung itu," tegurnya ketika melewati Hinata.
Gadis itu tercengang, bingung dan tak mampu mengartikan kalimat Sai.
Neji kesal. "Apa maksudnya tidak jelek? Kau suka sekali menghina sepupuku."
Remaja itu sudah maju hendak meraih baju Sai saking marahnya. Untung saja Hinata sempat mencegahnya. Gadis Hyuuga itu tak ingin membayangkan kalau Sasuke juga mendengar ucapan Sai.
Oh, Sai tidak menghina Hinata seperti yang dikira Neji. Dia parah sekali dalam menyampaikan emosi, tidak pula pandai memuji. Ada kira-kira yang tahu maksud Sai? Dia tidak bermaksud jahat, lho.
…
TBC
Fire's Note: Duluuuuu sekali ketika menulis Tali Oh Tali saya tidak berpikir akan ada sequelnya. Atas dukungan teman-temanlah, cerita ini bisa lanjut sampai sini. Saya menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya atas support, permintaan dan kesempatan yang diberikan pada saya.
Preview Chapter 2:
"Sasuke, kau punya pacar? Wah, kok tidak bilang pada Ibu, sih. Kenalin dong, Ibu ingin tahu seperti apa gadis yang sudah membuat putra bungsu Ibu sering senyum dan terbuka."
Sasuke pusing ketika ibunya memintanya mengenalkan Hinata padanya. Apakah Neji rela sepupunya diajak ke rumah sang pacar? Hoho, waspadalah Sasuke!
