Mimpi.

Sebenarnya definisi mimpi yang sebenarnya itu apa?

Bunga tidur? Yang hanya terjadi di alam bawah sadar kita?

Jika seperti itu, mengapa mimpi yang kualami menjadi nyata?

Memimpikan seseorang yang tak pernah kukenal seumur hidupku sungguh membuatku berpikiran jika 'mungkin' saja itu merupakan sebuah pertanda.

Mimpi adalah sebuah pertanda. Benar begitu?

Aku tidak tahu.

Aku tidak mengerti.

Kenapa bisa terjadi hal seperti itu?

Pernah ku mendengar ada orang yang memimpikan salah satu anggota keluarganya meninggal, dan keesokan harinya hal itu benar-benar terjadi.

Mengerikan.

Kenapa dengan sebuah mimpi terjadi hal menyakitkan seperti itu?

Jika di dalam mimpi kita diberi pertanda, adakah hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah hal itu juga terjadi di dunia nyata?

Sampai saat ini aku tak tahu jawabannya. Adakah seseorang yang mau memberikan jawabannya padaku?


Naruto©Masashi Kishimoto

Another Sakura©Mizuira Kumiko

Genre : Supranatural/Mistery/Horror

Rated : T

AlternateUniverse

Warning : GaJe, Typo's, OOC(but, I try my best to make it IC), rushing.


Pemuda itu terbangun dari tidurnya di pagi buta. Di pagi di mana matahari belum menampakan sosoknya yang agung. Di mana para burung belum terdengar cicitannya. Pemuda berparas tampan itu sudah terbangun—secara terpaksa—akibat dari mimpi yang dialaminya.

Oh, tentu. Bermimpi didatangi oleh seseorang tiga hari berturut-turut bukanlah hal lazim yang terjadi. Dan hari ini menjadi ke empat kalinya ia terbangun dari tidurnya di pagi buta karena memimpikan hal yang sama.

Pemuda itu sungguh dibuat tertekan dengan mimpi yang dialaminya. Memang bukan mimpi yang begitu menyeramkan. Tapi tetap saja mengganggu keberlangsungan hidupnya.

Sebenarnya siapa sosok gadis yang selalu menghantui mimpinya selama ini? Pikir pemuda itu.

Pemuda itu sama sekali tak mengenalnya, bahkan pernah sekali melihatnya pun tidak. Ia sungguh-sungguh tidak mengenal gadis itu. Tapi, kenapa ia bisa memimpikannya selama empat hari berturut-turut?

Aneh? Jangan ditanya lagi. Hal itu sungguhlah aneh menimpa dirinya. Ia bukanlah orang yang mempunyai kekuatan istimewa yang orang-orang sering sebut dengan istilah bahasa inggris yaitu Sixth Sense.

Atau bahasa indonesianya adalah indera keenam.

Ia hanya pemuda biasa dengan keluarga yang luar biasa.

Sasuke Uchiha—adalah nama lengkap pemuda itu. Berasal dari keluarga Uchiha terpandang di kotanya. Memiliki wajah rupawan seperti pangeran-pangeran yang selalu digambarkan di dalam sebuah dongeng. Memiliki fostur tubuh bak seorang model meski baru menginjak usia 17 tahun. Namun memiliki sifat dan sikap yang dapat membuat jengkel orang jika sudah berbicara—bermulut pedas.

Selain wajahnya yang rupawan ia juga berbakat dalam berbagai bidang olah raga. Dimulai dari basket—makanan sehari-harinya. Beralih ke sepak bola—mainan setiap harinya. Lari—keunggulannya. Bela diri karate—coba kau memukulnya sekali maka ia akan membalas pukulanmu seratus kali lipat dan membuat kalian berakhir di rumah sakit. Renang—keahliannya melebihi seekor ikan. Ffttt! Silahkan tertawa karena sosok Uchiha Sasuke sama sekali tak bisa dibandingkan dengan hanya seekor ikan.

Kegemarannya selain berolah raga adalah menyanyi. Oh, kalian harus mendengarkan sekali saja suaranya saat bernyanyi dan tentunya kalian akan langsung terkena serangan jantung. Suaranya halus bak selembut kapas. Tapi jika sudah marah ia bisa mengeluarkan suara menggeram bahkan melebihi suara guntur saat hujan.

"Hhhh… " Pemuda bernama Sasuke Uchiha itu nampak menghela napas lelah setelah memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Menyambar sebuah handuk dan lantas memasuki kamar mandi yang terletak di pojok kanan dekat ranjangnya.

Dibawah kantung matanya tercetak jelas warna kehitaman yang menunjukan jika pemuda tampan itu tidak tidur nyenyak selama beberapa hari. Jangan lupakan juga wajahnya yang kusut dengan rambut acak-acakan sebahis bangun tidur.

Oh My—saat ini ia bagaikan makhluk ter-sexy yang pernah ada di muka bumi ini.

Meski berwajah kusut seperti itu namun tubuhnya yang topless membuat siapa saja gadis yang melihatnya akan dibuat jatuh pingsan, mungkin … mati.

Haha. Berlebihan meski mungkin itu yang akan terjadi.

Sasuke Uchiha—berjalan terhuyung ketika memasuki kamar mandinya. Ia menghadap cermin dan memerhatikan wajahnya yang menurutnya jauh dari kata 'tampan.' Menguap kecil ia akan beranjak dari cermin itu ketika lampu di dalam kamar mandinya tiba-tiba saja mati.

Ia tidak panik dan hanya mendengus kasar. Mungkin Ibunya lupa membayar tagihan listrik rumah ini sampai pihak PLN memutuskan hubungan listrik pada rumahnya secara sepihak. Oh, itu adalah pikiran terkonyol yang ada di kepalanya.

Keluarganya adalah keluarga terkaya di kota ini. Mana mungkin Ibunya sampai lupa atau tidak punya uang untuk membayar uang sewa listrik hanya untuk satu bulan. Jangankan satu bulan, untuk 10 tahun mendatang saja pasti keluarganya mampu.

Menggaruk belakang kepalanya santai Sasuke berniat untuk keluar dari dalam kamar mandi dan meneruskan tidurnya. Dasar!

Tapi, tiba-tiba saja ada hawa yang tidak mengenakan dibelakang punggungnya. Rasanya ada pandagan menusuk seseorang yang ingin meluncurkan ribuan jarum kecil pada punggungnya. Pandangan dingin yang begitu membuat jantungnya tiba-tiba saja berdebar kencang.

Sasuke sendiri tak mengerti kenapa tubuhnya bereaksi seperti ini. Membalikkan tubuhnya ia kini menghadap ke sebuah bath up. Kosong. Tak ada siapapun yang berdiri dibelakangnya. Meski dalam kegelapan kedua matanya masih bisa melihat dengan jelas.

Sedetik kemudian lampu kamar mandinya kembali menyala. Dan Sasuke dikejutkan dengan sebuah siluet seorang gadis yang tengah menundukan kepala tepat di belakangnya lewat pantulan di cermin. Seketika tubuhnya membeku tak bisa bergerak. Kedua matanya hanya bisa bergerak gelisah memikirkan bagaimana bisa menggerakan tubuhnya dan berlari keluar dari sini.

Ia tak menyangka jika gadis itu juga datang menemuinya di luar mimpi. Yang jelas kenyataannya saat ini adalah sosok yang ada di dalam cermin bersama dirinya itu adalah hantu.

Ya, benar. Sosok gadis itu hanya terlihat lewat pantulan cermin. Nyatanya sosok gadis itu tidak ada di belakang tubuh Sasuke ketika pemuda itu menengokan kepala untuk melihatnya.

Wajah pemuda itu langsung pucat pasi dengan keringat dingin memenuhi seluruh bagian kulit luar tubuhnya. Ia langsung merasakan rasa dingin yang menjalari punggungnya ketika melihat jika sosok hantu itu melingkarkan kedua lengannya yang pucat ke perutnya dan memeluknya dari belakang.

Sumpah demi apapun ia tak punya keiinginan untuk berpacaran dengan seorang hantu meski hantu itu cantik sekali pun.

Deg!

Lewat cermin itu Sasuke melihat jika sosok gadis yang tengah memeluknya dari belakang itu sedang menyeringai ke arahnya.

"AAAAHHHHHH!"

Sasuke langsung berteriak kencang dan kini mendapati dirinya masih berbaring di atas ranjangnya. Tadi itu adalah sebuah mimpi. Tapi Sasuke masih jelas merasakan sentuhan dingin tangan gadis itu di perutnya. Seolah yang barusan terjadi adalah nyata. Mimpi yang menjadi nyata.

"ADA APA?!" Itachi berteriak ketika membuka kamar Sasuke dengan napas tersengal. Wajah panik tercetak jelas dan sorot mata khawatir tereplekskasikan di kedua matanya yang sewarna batu obsidian. Ia lantas berlari mendekati Sasuke yang hanya terdiam membisu di atas tempat tidurnya.

"Sasuke?" Itachi kembali bertanya sambil mengguncangkan kedua bahu Sasuke keras. Berharap dengan begitu Sasuke tersadar dan menjawab pertanyaannya.

"Hn." Sasuke menggumam pelan dan berbaring kembali memunggungi Itachi. Kedua matanya terpejam dan tak lama kemudian suara dengkuran halus terdengar darinya. Pemuda itu kembali jatuh tertidur tanpa memusingkan dengan apa yang terjadi padanya barusan.

"Hah?" Itachi terbengong di samping tempat tidur Sasuke. Sedetik kemudian pemuda itu menggaruk belakang kepalanya kaku dan meringis pelan.

.

.

.

.

.

.

.

.

Uchiha Fugaku—kepala keluarga di rumah megah ini tengah membaca lembaran koran dengan ditemani secangkir teh di sampingnya. Konsentrasinya tertuang penuh pada barisan kata yang tercetak di koran dihadapannya. Sesekali terdengar suara gesekan kertas ketika Fugaku membuka lembaran berikutnya yang mau dibaca.

Mikoto yang berdiri di samping kanannya hanya bisa geleng kepala maklum. Suaminya itu jika sedang membaca terlampau serius sampai tidak memerhatikan sekelilingnya. Lihat saja teh yang sudah ia buat lima belas menit lalu sudah jadi dingin dan menjadi tidak enak di minum. Dan pada akhirnya ia harus membuatnya lagi.

Mubazir.

Tapi, mau bagaimana lagi.

"Banyak kasus penculikan." Fugaku yang dalam waktu dua puluh menit lalu terdiam karena serius membaca akhirnya membuka pembicaraan. Ia melipat koran yang dibacanya dan menaruhnya di atas meja. Ia mengambil telinga cangkir itu dan meminum tehnya. Sedetik kemudian kedua alisnya mengkerut satu sama lain. Ia berjengit ketika lidahnya hanya merasakan rasa dingin.

"Teh itu sudah dari lima belas menit yang lalu kubuat, dan sekarang menjadi dingin. Mau menggantinya dengan yang baru?" Tawar Mikoto dan mematikan kran air yang terhubung dengan selang panjang. Kegiatan yang ia lakukan sedari tadi—menyiram tanaman di belakang rumahnya.

Fugaku menggeleng dan menaruh kembali cangkir teh itu pada tempatnya.

Mikoto berjalan mendekat pada suaminya dan menyetuh bahu tegapnya dari samping. "Hari ini ingin melakukan kegiatan apa? Memancing atau berkebun?"

"Tidak keduanya."

"Begitu." Mikoto terdiam selama beberapa detik ketika pandangannya teralih dari wajah suaminya menuju lembaran dengan barisan kata yang memenuhinya. Ia meraih lipatan koran itu dan membaca judulnya yang dimuat dengan huruf besar. "Penculikan sedang marak."

Fugaku menggangguk. Sedikitnya ia cemas dengan kedua anaknya. Itachi selalu pulang malam karena kegiatan kuliahnya. Sasuke pun sama. Ia kadang-kadang selalu pulang terlalu sore karena harus mengikuti sebuah pelatihan untuk menghadapi ujian. Dan itu wajib dilakukan oleh setiap siswa tak terkecuali.

"Kau mencemaskan Itachi dan Sasuke?" Mikoto tersenyum kecil karena menyadari kecemasan dari raut wajah Fugaku yang selalu datar itu.

Enggan mengakuinya, Fugaku hanya terdiam dan beranjak berdiri meninggalkan Mikoto. Namun selangkah sebelum ia masuk ke dalam rumah tanpa membalikkan badan ia berkata, "Sebagai seorang kepala keluarga di rumah ini aku berjanji akan melindungi kalian. Dan di luar rumah aku pun punya kewajiban untuk melindungi semua orang."

Mikoto tersenyum lebar mendengar penuturan suaminya.

Ya, Fugaku adalah seorang kepala polisi. Ia tentu punya kewajiban untuk melindungi semua orang. Sekaligus menangkap pelaku penculikan yang marak diperbincangkan di media cetak. Di dalam hati Mikoto merasa bangga mempunyai keluarga 'kecil' yang memenuhi hidupnya ini. Rasanya ia tak ingin apapun—gelar dan kekayaan—selain keharmonisan keluarganya. Tidak. Sebisa mungkin ia menjaga hal itu.

Lama menatap pintu di mana suaminya menghilang, Mikoto merasa jika ada yang sedang menatap dirinya. Lambat laun ia memalingkan kepalanya ke belakang dan dahinya seketika itu juga terlipat. Tak jauh di mana dirinya berada, ada seorang gadis yang tengah menatap dirinya. Gadis itu berdiri diluar pagar belakang rumahnya.

Ragu, Mikoto berjalan mendekatinya dengan serta membuka pintu pagarnya agar lebih bisa melihat jelas rupa gadis itu. "Siapa?" tanyanya dengan pandangan menyelidik. Dari atas kepala sampai kaki, tak luput dari pandangan Mikoto.

Terbalut oleh sebuah dress putih polos yang panjangnya mencapai pertengahan betis di tubuh gadis itu membuatnya begitu terlihat manis. Kedua kakinya terbalut sebuah flat shoes berwarna coklat susu. Kulitnya putih seperti porselen—namun juga terlihat pucat. Rambutnya yang panjang berwarna seperti bunga sakura nampak terjatuh indah di punggung dan bahunya. Matanya yang berwarna seperti batu emerald memandang kedua mata onyx milik Mikoto begitu intens.

Mikoto balas menatap mata gadis itu, entah kenapa ia merasakan hatinya begitu sakit saat mereka bertatapan. Diluar keinginannya, Mikoto mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus lembut pucuk kepala gadis itu. Perbedaan tinggi badan membuat Mikoto sedikit merendahkan tubuhnya untuk menatap keseluruhan wajah gadis dihadapannya. "Mau menemani Bibi minum teh, sayang?"

Entah apa yang ada di pikirannya, tapi Mikoto sekarang merangkul pundak gadis itu dan menuntunnya menuju bangku di mana suaminya duduk beberapa menit lalu.

Tak berbicara sepatah katapun gadis itu menurut ketika Mikoto menuntunnya untuk duduk sementara wanita itu menuangkan air teh ke dalam cangkir kosong yang sudah tersedia di meja. Di dorongnya mangkuk datar untuk alas cangkir itu ke hadapan sang gadis. Tak banyak bicara, Mikoto pun segera duduk di samping gadis itu.

Ia kembali melihat ke dalam bola mata emerald gadis itu. Lagi-lagi ada rasa sakit yang menyerang bagian dadanya. Begitu sesak. Perasaan apa yang kini mulai menyerang hatinya?

Mikoto kembali memerhatikan gadis itu dalam diam. Ia merasa jika usia gadis itu masihlah sangat muda. Mungkin ia teman dari salah satu anaknya. "Kau teman Itachi?" Tanyanya memulai pembicaraan.

Gelengan kepala menjadi jawaban atas pertanyaan Mikoto terhadap gadis itu.

"Kalau begitu … kau teman Sasuke?"

Anggukan kepala dari gadis dihadapannya menjadi jawaban pertanyaan Mikoto.

"Kau datang kemari untuk menemuinya?"

Satu lagi anggukan kepala dari gadis itu.

Entah kenapa gadis itu tak menjawab pertanyaan Mikoto dengan kata-kata kembali. Bibirnya terkatup rapat tanpa memandang Mikoto saat menjawabnya. Yang dilakukannya hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan … kosong.

Ragu, Mikoto akhirnya bertanya apakah dia tak bisa berbicara, namun yang menjadi jawaban dari gadis itu adalah berdirinya ia dan melangkah pergi. Meninggalkan Mikoto yang sekarang merasa bersalah karena berbicara hal itu. "Tunggu!" Serunya kencang dan berusaha mengejar langkah gadis itu yang entah kenapa begitu cepat. Dan ia tak bisa mengejarnya setelah gadis itu menghilang di balik pagar rumahnya.

Dengan perasaan bingung Mikoto kembali duduk. Saat itulah datang Itachi yang mendekatinya karena mendengar seruan kencang ibunya yang sampai terdengar ke ruang tengah.

"Ada apa, Bu?" Tanyanya halus.

Mikoto menggeleng pelan dengan pandangan lurus. Sorot matanya terlihat kebingungan, seperti sedang mencari sesuatu dan ia tak menemukannya.

Itachi menyerngitkan dahi. Kedua mata onyx-nya melihat jika ada tiga cangkir teh di atas meja. Satu, ia mengira pasti bekas Ayahnya. Kedua, mungkin milik Ibunya yang masih belum diminum. Dan yang ketiga … menjadi pertanyaan. "Ada seseorang yang datang berkunjung?"

Mikoto tersentak mendengarnya. Ia memandang satu cangkir di samping di mana cangkir tehnya berada dengan dahi terlipat. "Rasanya tadi …"

"Hmmm?" Itachi memandang wajah Ibunya dengan bingung.

"… Ibu tidak tahu."

"Eh?"

Mikoto memegang kepalanya yang tiba-tiba saja berdenyut sakit. "Rasanya … tadi ada seorang gadis … yang menemani Ibu duduk di sini. Ibu tidak tahu namanya, tapi ia datang ke rumah ini unuk menemui Sasuke."

Namun entah kenapa sosok gadis itu samar-sama ia ingat. Seolah keberadaannya mulai terhapuskan dari ingatannya.

Kenapa?

o-o-o-o-o-o-o

Sudah berpakaian lengkap dan rapi—Sasuke menuruni anak tangga dengan sesekali memutar-mutar kunci mobil di ujung jari tangannya. Terlihat sekali jika mood-nya sedang bagus hari ini. Tentu. Hari ini adalah hari minggu. Hari libur bagi seorang pelajar dan beralih ke hal-hal yang menyenangkan. Tak ada buku, tak ada hapalan. Selama satu hari penuh terbebas dari 'belajar'.

Meski di luar terlihat segar dan baik-baik saja, tapi tidak di dalam. Mimpi nyata yang dialaminya masih sedikitnya membuat ia trauma. Baru kali ini ia merasa takut akan sesuatu.

Jika mimpi itu suatu pertanda, maka pertanda apa yang dimaksud? Pertanda jika ia akan bertemu dengan gadis itu?

Satu pertanyaan.

Kenapa harus gadis yang sama sekali tak ia kenal yang harus ia impikan?

"Kau mau kemana pagi-pagi begini, Sasuke?" Tanya Itachi yang menaikkan sebelah alisnya heran melihat keadaan Sasuke yang sudah rapi. "Kencan?"

"Jalan-jalan." Jawaban singkat, padat, dan jelas dari Sasuke membuat Itachi langsung mendengus keras.

Sasuke berjalan melewati Itachi ketika kakaknya itu menarik kerah baju bagian belakangnya. "Tadi ada temanmu yang datang ke sini."

Perkataan Itachi sukses membuat Sasuke terpaku. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba saja berdebar dengan begitu kencang. "Siapa?"

Itachi mengangkat bahu cuek setelah melepas kerah baju Sasuke. "Sepertinya ia salah satu teman kelasmu. Seorang gadis."

"…" Sasuke mengerutkan dahi sambil memandang wajah Itachi dengan sebelas alis terangkat. Sangatlah tidak mungkin jika ada salah seorang teman sekolahnya yang datang berkunjung ke rumahnya. Apalagi jika itu adalah seorang gadis. Mustahil.

Dari ia Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, sampai sekarang ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas kelas 2, tak pernah ada teman yang berkunjung ke rumahnya. Pengecualian untuk satu-satunya sahabat laki-laki yang ia punya.

"Kau bercanda."

Itachi nampak berdecak dan memajukan bibirnya. "Jika tak percaya, tanya Ibu sana. Karena yang mengajak masuk gadis itu adalah Ibu, bukan aku."

Seusai menjawab seperti itu Itachi melengos pergi menaiki anak tangga untuk kembali menuju kamarnya. Niat awalnya tadi adalah untuk pergi mandi, tapi saat ia bertemu Sasuke ia mengurungkannya beberapa saat—karena ingin menggoda adiknya terlebih dahulu perihal kedatangan seorang gadis ke rumah ini.

Berdecak pelan akhirnya Sasuke menuruti ucapan Itachi. Ia mencari keberadaan Ibunya. Dan kedua mata onyx-nya melihat jika Ibunya masih berada di kebun belakang rumah—tengah menyapu dedaunan kering yang terbawa angin sampai mengotori kebunnya.

"Benar ada temanku yang datang ke sini?" Tanya Sasuke langsung.

Mikoto menolehkan kepalanya ke belakang. Ia tersenyum simpul melihat anak bungsunya. Dengan kedua tangan yang masih memegang sapu Mikoto menjawab pertanyaan Sasuke, "Tidak ada yang datang berkunjung. Kenapa?"

Sasuke langsung menghela napas. Ia sudah mengira jika Itachi tengah mengerjainya. "Awas saja dia," batinnya kesal.

"Hn. Tidak apa-apa."

Setelahnya Sasuke meninggalkan Mikoto sendiri yang kini memasang raut wajah berpikir. Wanita berambut hitam kebiruan itu menaruh jari telunjuknya di dagu dengan dahi terlipat. Sepertinya ia sedang berpikir mengenai pertanyaan yang diutarakan oleh anak bungsunya tersebut.

"Teman yang berkunjung?" Gumam Mikoto dengan nada bertanya. Seingatnya ia merasa jika tak ada seorang pun yang datang ke rumah ini. "Aneh."

.

.

.

.

.

.

Dengan rasa kesal Sasuke meraih gelas kosong di atas meja dengan kasar. Setelahnya ia berjalan menuju kulkas dan membukanya. Mengambil satu botol susu segar dan menuangkannya ke dalam gelas. Ia menuang susu itu hampir melebihi batas tinggi gelas dan meminumnya dengan kasar. Sampai ada beberapa tetes yang meluber keluar dari sudut-sudut bibirnya.

Brak!

Sasuke pun menaruh kasar gelas itu yang hanya menyisakkan beberapa teguk lagi. Kembali ia pun menghela napas dan memejamkan mata erat. Nyaris saja ia percaya dengan apa yang dikatakan kakaknya mengenai adanya kedatangan seorang gadis ke rumah ini untuk menemuinya.

Rasanya … kesal juga jika dibohongi seperti ini. Entah kenapa Sasuke nyaris besar kepala karena adanya seorang gadis yang nekat datang ke rumahnya. Apalagi alasannya jika karena gadis itu menyukainya. Selama ini tak pernah ada seorang gadis yang bernyali besar untuk datang menemuinya di luar sekolah. Baru kali ini saja, namun itu hanya akal-akalan Itachi untuk mengerjainya.

Ah, andaikan kau tahu Sasuke, jika benar-benar ada seorang gadis misterius yang datang menemuimu.

Sasuke berniat untuk menaruh gelas kotor sehabis ia minum ke tempat cuci piring ketika tiba-tiba saja ia merasa bulu kuduknya meremang. Entah kenapa ia dibuat merinding. Sasuke mengedarkan pandangannya ke sekeliling dapur. Hanya di dalam pikirannya atau perasaannya jika di dapur rumahnya mendadak sepi sunyi seperti ini.

Meski sepi harusnya masih terdengar suara-suara kecil yang berasal dari ruang tengah ketika ia melihat saat itu ayahnya sedang menonton televisi. Atau pun suara gesekan sapu yang sedang ibunya lakukan di halaman belakang tak jauh di mana dapurnya berada.

Sasuke merasa ia sendirian di rumah ini. Sunyi. Sepi. Tak ada suara apapun. Yang terdengar hanyalah suara deru napasnya yang mulai beradu cepat dengan detak jantungnya. Ia merasa terasingkan dan berada di dunia lain. Ini bukan dunianya.

"Hiks! Hiks!"

Sasuke langsung membatu di tempat ketika indera pendengarannya mendengar sebuah suara isak tangis. Di dalam dapur ini hanya ada dirinya. Tidak ada orang lagi. Lantas suara isak tangis siapa itu? Pemuda itu berharap jika apa yang didengarnya hanyalah halusinasi belaka saja karena terlalu letih tak dapat tidur nyenyak beberapa hari.

"Hiks! Hiks!"

Namun, lagi … suara isak tangis itu kembali terdengar.

Sasuke sudah berkeringat dingin dengan debaran jantung menggila. Di satu sisi ia merasa takut. Namun, suara isak tangis yang didengarnya entah kenapa membuat dadanya sesak. Hatinya merasakan sebuah perasaan asing ketika mendengar suara isak tangis tersebut. Seolah-olah hatinya sudah disakiti dan dilukai sampai berdarah-darah.

Memundurkan langkahnya Sasuke menatap ke bawah meja tempat di mana tadinya ia berdiri. Seketika tenggorokannya tercekat. Pemuda itu menahan napas ketika kedua mata onyx-nya melihat sosok seorang gadis yang meringkuk dengan kedua lengan melingkari kedua kakinya. Kepalanya tertunduk dalam dan bahunya nampak gemetar.

Yang membuatnya takut sekarang ini adalah bagaimana bisa gadis itu berada di rumahnya. Duduk meringkuk di bawah meja. Dengan penampilan yang membuat Sasuke meneguk ludah beberapa kali.

Dress putih yang dikenakan gadis itu ternodai oleh bercak-bercak merah. Darah. Tak hanya itu, ada banyak bekas luka di sekitar kaki dan juga lengan gadis itu. Luka yang masih terlihat basah dengan darah yang menetes mengotori dress-nya. Terlihat juga jika dress yang dikenakan gadis itu terlihat kotor dan lusuh bercampur tanah.

Lagi—Uchiha Sasuke menahan napas sesaat ketika gadis itu mengangkat kepalanya perlahan.

Deg!

Perasaan sakit itu datang menyerang hatinya kembali ketika melihat seraut wajah penuh luka gadis itu. Lebam kebiruan seperti bekas pukulan. Sudut bibir yang meneteskan darah segar akibat sudut bibir yang robek. Sayatan-sayatan kecil di sekitar pipi dan dahi. Bibirnya yang pucat nampak berwarna merah merekah karena bercampur darah.

Begitu pun dengan rambut merah jambunya yang terlihat ada bekas darah mengering di samping sisi kepala bagian kanannya.

Sasuke menatap jelas ke dalam kedua mata emerald gadis itu. Sorot mata putus asa. Kesakitan. Kepedihan. Entah apa yang terjadi pada gadis itu sampai ia mempelihatkan sorot mata seperti itu.

Apa ia disiksa seseorang?

Setetes bulir air mata turun membasahi pipinya yang lebam dan penuh luka menyadarkan Sasuke jika gadis itu tengah mengucapkan sesuatu yang tak bisa ia dengar sama sekali. Yang ia tahu dan sadari dari pergerakan bibirnya adalah …

" … tolong aku!"

Sasuke tak bisa balas berucap. Bibirnya kelu untuk bergerak. Ia hanya bisa membatin di dalam hati, pertolongan apa yang bisa ia tawarkan untuk gadis sekarat dihadapannya tersebut?

"Kau kenapa, Sasuke?" Tanya Itachi yang baru saja tiba di dapur dan dibuat heran dengan sikap adiknya tersebut. Ia melihat jika Sasuke hanya berdiri mematung dengan pandangan ke bawah meja. Itachi yang diliputi rasa penasaran ikut melihat arah pandang Sasuke namun tak ada hal yang spesial. Di bawah meja tak ada apapun.

Ia melirik Sasuke kembali yang masih memasang tampang ketakutan sambil menatap ke bawah meja. "Woy, Sasuke!" Itachi menimpuk Sasuke dengan handuk kecil yang ia buat untuk mengeringkan rambutnya yang basah sehabis di sampo.

Sasuke nampak mengalihkan pandangannya dari bawah meja pada Itachi. Saat itu juga ia langsung tersadar dengan mengerjapkan kedua matanya beberapa kali.

"Tadi itu … aku …"

"Hn?" Itachi berjalan mendekati Sasuke dan mengambil handuknya yang terjatuh di lantai tak jauh di mana Sasuke berdiri.

Sasuke merasa bingung bukan main. Hal yang tadi dialaminya mimpi atau bukan?

Sekarang ia tak lagi melihat sosok gadis yang meringkuk di bawah meja. Entah bagaimana caranya ia menghilang sesudah ia mendengar suara Itachi mencapai telinganya.

Halusinasi?

Sasuke mengerutkan dahinya pertanda kini di dalam kepalanya ia sedang berpikir keras.

"Tadi itu—apa?" Tanya Itachi mengulang ucapan Sasuke dengan nada bertanya.

Sasuke langsung memejamkan kedua matanya dan berlalu begitu saja meninggalkan Itachi yang lagi-lagi menatap khawatir punggung adiknya.

"Sasuke … "

o-o-o-o-o-o-o-o

Sasuke melajukan mobilnya dengan santai di tengah hiruk pikuk kota yang mulai di penuhi oleh kendaraan sejenis dengan dirinya maupun roda dua. Pandangannya menatap lurus ke depan namun pikirannya masih diselimuti oleh rasa penasaran akan kejadian yang menimpa dirinya beberapa saat lalu.

Sungguh. Ini diluar logikanya.

Jika memang gadis itu adalah seorang manusia, bagaimana bisa ia sudah berada di rumahnya di pagi hari? Bagaimana ia masuk dan melewati para penjaga di depan gerbang? Atau Ibunya yang sudah membiarkan gadis itu masuk seperti apa yang dikatakan Itachi?

Lalu, kenapa gadis itu harus berpenampilan seperti itu? Memakai baju yang ternodai oleh banyak darah, namun bukan hal itu yang menggagunya. Banyak bekas luka disekujur tubuhnya seperti sebuah penyiksaan.

Sedetik setelah ia mendengar Itachi memanggilnya, gadis itu sudah menghilang dalam penglihatannya. Menghilang dalam sekejap, tak berbekas. Tak ada orang di dunia ini yang bisa pergi tanpa disadari oleh sekelilingnya.

Kecuali … jika keberadaannya memang sudah tak dirasa di dunia ini. Dengan kata lain … gadis yang tadi dilihatnya adalah sesosok arwah.

Mengingat permintaan tolong dari gadis itu, meyakinkan Sasuke jika memang gadis itu sudah mati dan arwahnya bergentayangan untuk meminta bantuan. Mungkin saja jasadnya belum dikuburkan secara layak atau orang yang sudah menyebabkannya mati belum tertangkap.

Apapun alasannya, hanya satu pertanyaan yang tidak dapat ia jawab.

Kenapa harus dirinya orang yang dimintai tolong? Ingatannya pun baru kali ini ia bertemu dengan gadis itu. Jadi tidak ada alasan untuk gadis itu meminta tolong padanya.

Harusnya ia meminta tolong kepada orang terdekatnya, katakan saja saudaranya. Atau mungkin bisa kepada temannya. Setidaknya orang yang mengenal dirinya. Bukan ia yang jelas-jelas orang asing.

Sasuke menghela napas pendek sebelum membelokan stir kemudi ke belokan arah kanan. Mobilnya berhenti di depan sebuah rumah bercat kuning madu dengan pekarangan rumah yang begitu terlihat luas, rapi dan cantik. Cantik dengan tumbuhnya bunga tulip di sisi kanan pagar.

Tin! Tin!

Membunyikan klakson sebagai tanda akan kedatangannya pada salah satu penghuni rumah dilakukan oleh Sasuke. Sedetik setelahnya keluar seorang pemuda yang memakai celana basket berwarna hitam dengan kaos oblong putih. Memamerkan lekuk otot-otot tangannya yang sudah mulai terbentuk, membuat kulit tan yang dimiliki oleh pemuda itu terliat sexy di mana kaum hawa.

Rambutnya yang berwarna kuning cerah tertimpa sinar matahari membuatnya nampak mencolok di mata setiap orang. Senyuman lebar di bibirnya bisa membuat gadis manapun yang melihatnya seakan meleleh seperti eskrim yang terkena siraman matahari langsung.

Pemuda itu berlari-larian menuju mobil Sasuke berada dan tanpa dipersilahkan masuk oleh pemilik mobil pemuda itu sudah duduk dengan santainya di samping kursi kemudi. Kedua mata biru laut-nya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Terlambat lima menit. Tumben."

"Hn."

"Dicegat oleh fans-mu, Teme?" Tanya pemuda berambut kuning tersebut dan terkekeh kecil.

Sasuke langsung merenggut kesal. "Berisik, Dobe!"

"Baiklah. Kita berangkat sekarang, Neji dan Shikamaru sudah sampai di tempat biasa."

"Hn."

Sasuke mulai menjalankan mobilnya ketika terdengar suara keras dari dalam rumah Naruto. Di ambang pintu keluar terlihat sosok wanita cantik berambut merah panjang dengan wajah khawatirnya yang tengah memegang segelas tinggi dengan isi cairan berwarna putih.

"Naru-chan, kau belum meminum susunya!" Teriak Kushina dengan suara volume kencang.

PEESSSHHHH!

Wajah Naruto seluruhnya memerah padam dan hanya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sasuke yang mendengar dan melihat hal itu hanya menyeringai. "Naru-chan, eh? Menggelikan sekali. Aku tak menyangka jika—"

"URUSAIII~~"

"Naru-chan!" Kushina masih berusaha memanggil anaknya yang nampaknya masih menutup telinga dan wajahnya.

Para tetangga mulai melirik ke arah Naruto yang berada di dalam mobil. Mereka langsung dibuat tertawa melihat respon dan wajah malu dari anak itu.

Sasuke langsung memberhentikan mobilnya, "Temui Ibumu dulu sana, dan minum susu buatannya," ucapnya jelas-jelas dengan nada mengejek.

Dengan berdecak keras Naruto keluar dari dalam mobil dan berlari mendekati Kushina. Segera saja ia mengambil gelas penuh berisi susu putih itu dan menenggaknya cepat. Ia hendak langsung pergi setelah memberikan gelas kosong itu pada Kushina ketika tangannya di tarik pelan oleh Ibunya. "Biasakanlah cium tangan Ibumu sebelum kau pergi kemana-mana, Naru-chan."

Tak banyak bicara segera Naruto melakukan ucapan Kushina dan setelah itu ia berlari ke dalam mobil Sasuke dan sekaligus menaikkan kacanya sampai menutup sempurna.

Demi Kami-sama … ia saat ini merasa menjadi pusat pandangan orang seluruh dunia dan mereka menertawakannya. Sigh!

Sasuke menahan tawa melihatnya. Sungguh ini pertama kalinya ia menjemput Naruto ke rumahnya. Dan untuk pertama kalinya juga ia disuguhkan pemandangan yang sungguh menggelikan sekaligus mengharukan. Oh, coba saja ia tadi merekam kejadian tersebut dan memperlihatkannya pada Neji dan Shikamaru. Haha. Terdengar sangat menarik.

"Jangan ceritakan mengenai kejadian tadi pada mereka berdua. Kalau kau melakukannya, aku akan membunuhmu, Uchiha Sasuke," ucap Naruto dengan nada mengancam dan memandang tajam sahabat yang duduk di sampingnya yang tengah menyetir dengan tenang.

Sasuke melirik Naruto lewat ujung matanya. Sahabatnya itu sedang dalam Mode serius. Sebaiknya ia menyetujui permintaan Naruto. "Hn."

Seketika wajah serius Naruto tergantikan dengan seraut wajah lega dan ia pun langsung tersenyum lebar. Naruto menggaruk pipi kanannya yang tidak gatal dan hendak mengucapkan sesuatu ketika kedua matanya menangkap sesuatu hal ganjil.

Manik saffir Naruto melihat lebih jeli ke dalam sebuah kaca yang berada di atas kepalanya yang memantulkan siluet seorang gadis yang tepat duduk di jok belakang. Pada pandangan pertama ia nampak berekspresi biasa-biasa saja. Ia melihat jika gadis itu tengah tersenyum padanya dan Naruto pun membalas senyumnya tak kalah ramah.

Naruto mengira karena ia terlalu sibuk akibat rasa malunya beberapa saat lalu jadi ia tak menyadari jika ada seseorang yang duduk dibelakangnya. Gadis manis berambut merah muda panjang dengan dress selututnya masih setia memberikan senyum ramah pada Naruto. Pemuda itu mengira jika dia adalah kekasih Sasuke dan ia mengajaknya untuk diperkenalkan pada dirinya dan pada Neji juga Shikamaru.

Dengan wajah ramah Naruto menengokan kepalanya ke belakang hendak menyapa dan sekaligus berkenalan. Tapi, tenggorokannya tercekat begitu saja ketika ia tak melihat gadis itu duduk dibelakangnya. Tak ada siapa pun. Yang ada di dalam mobil hanyalah ia dan Sasuke. Lantas, cepat-cepat Naruto menatap cermin itu kembali dan wajahnya langsung pucat pasi.

Di dalam cermin itu … ia masih bisa melihat gadis merah jambu itu tersenyum padanya dengan pandangan mata ganjil.

Glek!

Naruto menelan ludahnya secara susah payah. Bahkan saat ini ia merasa bernapas pun sulit. Tubuhnya kaku tak bergerak dan bola matanya bergerak gusar melirik Sasuke yang masih tenang-tenang saja menyetir dan bahkan nampak bersiul beberapa kali.

Jika gadis itu hanya bisa dilihat di dalam cermin … hanya ada satu jawabannya. Gadis itu adalah hantu.

Dan mengingat kata hantu itu sungguhlah bukan kata yang baik untuk jantungnya. Naruto begitu sangat membenci dirinya yang penakut. Melawan berpuluh-puluh preman saja ia berani, tapi menghadapi satu sosok hantu saja nyalinya langsung ciut saat itu juga.

Deg! Deg! Deg!

Naruto merasa jika jantungnya mulai berdetak abnormal. Sosok hantu itu tidak seseram bayangannya, malah sosok hantu gadis itu begitu terlihat manis. Tapi tetap saja, yang namanya hantu pasti akan membuat semua orang terbirit lari ketakutan.

"Sa—Sasuke…" Bisik Naruto pelan dan mengepalkan kedua tangannya erat di atas pahanya. Kepalanya menunduk dengan kedua mata terpejam. Keringat dingin nampak turun dari dahi ke sisi wajahnya.

Sasuke menengok sekilas keadaan sahabatnya yang banjir keringat tersebut dan langsung berjengit. "Kau merasa kepanasan? Akan kunyalakan AC-nya kalau begitu."

Dengan cepat Naruto menggeleng membuat tanda tanya di dalam kepala Sasuke. Tak hanya berkeringat dingin kini tubuh Naruto gemetar membuat Sasuke mau tak mau khawatir juga. Di sentuhnya pelan bahu pemuda tersebut dan ia dapat merasakan sebuah perasaan takut yang terpancar dari tubuh bergetar Naruto.

"Kau kenapa?"

"Sa—Sasu—" Naruto nampak bernapas dengan sulit terbukti jika kini ia semakin menundukan kepalanya. "—li-lihat kaca spion di atas ke-kepalamu!"

Sasuke langsung menuruti ucapan Naruto dan seketika itu juga ia membelalakan lebar kedua matanya. Gadis itu … yang tadi pagi ia lihat di bawah meja. Dan lagi kini ia berpenampilan masih sama. Dress putih yang terdapat banyak noda darah dengan wajah pucat.

Sasuke langsung memberhentikan mobilnya di sisi jalan dan mematikan mesinnya. Dengan berani ia menengokan kepalanya ke belakang dan mendapati kedua mata emerald gadis itu menatap dalam mata onyx-nya. Lagi—rasa sesak menyerang dadanya. Perasaan asing itu muncul kembali ketika ia bertatapan langsung dengan mata gadis itu.

"Aa—" Sasuke tak bisa mengeluarkan suaranya.

Naruto melirik lewat cermin dan ia masih bisa melihatnya, gadis itu tersenyum kembali padanya.

Berbeda dengan pandangan yang Sasuke tangkap dengan kedua mata onyx-nya, tangan pucat dengan bekas luka sayatan-sayatan kecil itu nampak menjulur seperti ingin menyentuhnya. Dan pemuda itu langsung bergidik ngeri dan secepat kilat baik ia dan Naruto keluar dari dalam mobil dan berjalan sejauh mungkin dari sana.

"Hhh! Hhh! Ka-kau melihatnya… 'kan?" Tanya Naruto yang terengah dan mengambil napas panjang-panjang.

"Aa." Sasuke langsung memasukkan kunci mobilnya ke dalam saku dan ia melirik ke arah Naruto. "Bagaimana menurutmu?"

"Apa?" Tanya Naruto tak mengerti ucapan Sasuke.

"Mengenai… kejadian tadi—sosok gadis itu… kau mengenalnya?"

Naruto menggeleng setelah menyeka keringat yang menetes di dahinya. "Tidak sama sekali. Baru pertama kali ini aku melihatnya. Kukira dia adalah kekasihmu sebelum aku menengok ke belakang dan ia tak duduk di sana sebagaimana semestinya terlihat di dalam cermin."

"Aku pun tak mengenalnya," jawab Sasuke dan memejamkan kedua matanya beberapa detik. Ia mulai berpikir saat ini kenapa gadis itu mengikutinya ke mana pun ia pergi.

"Apa kau percaya jika kukatakan aku pernah memimpikannya empat hari berturut-turut dan kemudian ia muncul di rumahku pagi ini?"

"Eh?" Naruto terkejut bukan main mendengarnya. "Bagaimana bisa—kau benar-benar tak mengenalnya?"

"Hn. Aneh 'kan? Aku tidak mengenalnya sama sekali tapi ia terus mendatangiku."

"Mungkin ia salah satu fans-mu. Ia sakit hati karena kau tolak, lalu bunuh diri dan sekarang arwahnya bergentayangan disekitarmu."

Sasuke mengerutkan dahinya. Jika dipikir secara logika meski agak memaksa, cerita seperti itu bisa diterima. Tapi, ia mempunyai ingatan yang bagus apalagi mengenai mengenal wajah seseorang. Jadi, hal yang diucapkan Naruto tidak bisa dipertimbangkan lebih jauh.

"… dia meminta tolong padaku." Sasuke berucap pelan dan masih bisa Naruto dengar.

"Nah, itu dia… mungkin ia bermaksud untuk meminta tolong padamu. Bisa saja jasadnya belum ditemukan dan ia jadi arwah penasaran. Ia tidak tenang mungkin juga karena jasadnya belum dikuburkan secara layak."

Kali ini hal yang diucapkan oleh Naruto bisa diterima tanpa pertimbangan lagi oleh Sasuke. Pertanyaannya pertolongan seperti apa yang diharapkan gadis itu padanya?

"Lalu kenapa aku?"

"Jangan tanya padaku. Kau saja tidak tahu apalagi a—"

Pluk!

Selembar kertas terbang terbawa angin dan menutupi wajah Naruto yang sukses membuat pemuda tersebut menghentikan ucapannya. Berdecak kesal dengan cepat Naruto mengambil kertas selebaran itu dan hendak merusaknya dengan meremas-remasnya seperti bola ketika kedua manik biru laut-nya melihat sesuatu—yang membuat ia tak jadi membuang kertas itu.

Dipandanginya lekat-lekat tulisan itu dan membacanya dengan seksama. Ia menarik ujung lengan jaket yang Sasuke kenakan dan memberikan kertas selebaran itu padanya.

"Lihat. Ini mungkin jawaban yang kau cari."

Sasuke mengambil kertas itu dan membaca tulisan yang tertuang di dalamnya beserta meneliti foto seorang gadis yang ikut tercetak di dalamnya.

.

.

Info Orang Hilang

Nama : Haruno Sakura

Umur : 16 Tahun

Status : Pelajar

Tinggi badan : 163 cm

Ciri-ciri fisik : Rambut berwarna merah muda panjang—lurus. Kulit putih.

P.S : Terakhir sebelum dikabarkan menghilang ia memakai dress putih berlengan pendek dengan panjang sebatas betis. Memakai syal berwarna merah dan terlihat di sekitar Jl. Red Fox.

Jika Anda pernah melihatnya silahkan hubungi nomor di bawah ini.

(0267)410989

Terima kasih.

.

.

Sasuke mengerjapkan kedua matanya berkali-kali setelah membaca info orang hilang tersebut. Jadi ini jawaban yang ia cari. Gadis itu meminta tolong padanya untuk ditemukan. Kemungkinannya sangat kecil jika gadis itu masih hidup, sudah jelas ia mendatanginya. Gadis itu … sudah meninggal. Meninggalkan arwah yang masih bergentayangan di dunia ini karena tidak dapat beristirahat dengan tenang.

Tapi, perasaan apa yang kini memenuhi rongga dadanya?

Rasa sakit ketika ia benar-benar mengetahui kebenarannya jika ia tak bisa menyelamatkan gadis itu sejak awal. Jika ia tahu atau mengenal gadis ini ia pasti akan melindunginya dengan taruhan nyawa. Bisa kah waktu di putar mundur dan membiarkan takdir membuat dirinya bertemu dengan Sakura sebelum ia menghilang?

Hal yang mustahil untuk terjadi.

"Naruto.."

"Hmm?"

"Kau mau membantuku?—menolong gadis ini?"

"Eh?" Naruto langsung membulatkan kedua matanya terkejut. Sasuke sudah jelas-jelas tahu jika ia begitu takut dengan hantu, mengapa ia malah mengajaknya?

Kedua mata onyx Sasuke melirik sudut kertas yang ada di tangannya yang tertera sebuah alamat rumah. Di mulai dari mendatangi rumah gadis itu dan berusaha mencari petunjuk lain. Ia harap bisa menolong gadis malang tersebut.

"Aku akan menolongmu—Sakura," batin Sasuke.

Sosok gadis berambut merah muda itu tersenyum memandangi sosok Sasuke. Dan sedetik setelahnya ia menghilang seperti debu yang terbang terbawa angin.

.

.

.

.

Tsuzuku

Yatttaaaa~*loncat2*

Ini adalah fic pertamaku dalam genre Horror/Supranatural. Semoga ga mengecewakan dan kesereman dalam fic ini terasa.

Entah kenapa, setelah nonton abis dvd anime Ghost at School(Gakkou no Kaidan) yg bru z q beli dan dapet di abang-abang yang jual film aku kepingin buat fic seperti ini.

Ide pasaran? Iya-banget/

Gomen kalau ga menarik. Aku lagi mencoba suasana baru z.

Diperkirakan ini cuma threeshot ga mntp kemgknan bkl lbh dr 5 chapter.

So, bakal lebih singkat dan simple.

.

.

Deg-deg-an nih nunggu respon dari reader kyk gmn.

Sore ja… kritik dan sarannya aku tunggu di kotak review.

Domo arigato—udah meluangkan waktu baca fic anehku*.*

Bye-bye:*