Loneliness Ice

Disclaimer : Boboiboy Animonsta Studio

Cast : Fem!Ice , Blaze

Happy Reading

"Agh! Sial aku terlambat!" Aku berlari cepat melewati koridor yang telah sepi dengan membawa bola sepak di tanganku. "Kalau saja aku tak lupa waktu," sesalku dalam hati. Yah, ini memang salahku sendiri karena terlalu asyik bermain bola.

Aku tak peduli dengan peluh yang membanjiri keningku, aku terus berlari. "Agh, ini sekolah atau labirin sih?" Aku seperti di permainkan dalam permainan maze karena aku tak kunjung menemukan kelasku. "Di mana sih ke-"

DUAK!

"Aduhhhh!"

"Dilarang berlarian di koridor! Dan apa matamu ditinggal di rumah HAH!?"

"Maaf, aku buru-astaga Super Mermaid Man jadi-jadian!" ujarku spontan, terkejut dengan orang yang baru saja aku tabrak. Seorang tinggi besar dengan kumis tebal dengan pakaian yang, umm, aneh. Sabuk besar dan pakaian ala super hero.

"HAH! APA KAU BILANG!? APA SEPERTI ITU CARAMU MENGHORMATI GURUMU?"

"Ah, maaf. Saya benar benar-benar tidak sengaja. Ini pertama kali saya melihat anda." Tukasku.

"Hah!? Berapa tahun kau sekolah di sini sampai tidak mengenal diriku?" ujar orang itu sambil menguncangkan bahuku.

"Saya murid baru di sini,"

Guru itu memandangku dengan intens, "Hmm, kau murid baru ternyata."

Hening..

"Selamat datang di SMA terbaik seeeee-Pulau Rintis. Nah, sekarang masuk ke kelasmu!"

"Nah, itu masalahnya. Saya tak tahu kelas 2-1 itu di mana."

"Oh, kelas itu ada di bangunan bagian barat."

-_-" pantas saja, mau aku cari 5 jam di tempat ini juga ngga akan ketemu,gerutuku dalam hati.

*Lucky13*

Tok.. Tok.. Pintu itu terbuka.

"Um, maaf bu saya terlambat,"

"Oh kau murid baru itu ya?" Aku menganggung, "Masuklah."

Iris jinggaku menebar pandang ketika langkah pertamaku memasuki ruang kelas 2-1. Akhirnya aku sampai juga, setelah setengah jam berputar.

"Hari ini kelas kita kedatangan teman baru. Perkenalkan dirimu."

"Hai, namaku Boboiboy Blaze. Panggil saja aku Blaze." Ujarku sambil tersenyum lebar.

"Nah, kau bisa duduk di bangku yang kosong."

Sejenak, aku mengedarkan pandanganku pada seisi kelas. Ada 2 bangku kosong dan 18 bangku yang tertempati, artinya setiap kelas berisi 20 siswa, sedangkan kelas ini berisi 19 dengan aku di dalamnya. Akhirnya aku memilih bangku no 2 dekat jendela.

"Baiklah, kita lanjutkan pelajaran hari ini."

Aku mendudukan diri, kemudian meletahan bola di samping mejaku. Beberapa orang di sekitarku mulai menyapa, termasuk anak bertubuh gempal yang duduk di barisan sebelah no 3, "Hai, namaku Gopal. Aku wakil ketua kelas di sini. Kau suka sepak bola? Tim kami kekurangan anggota untuk ikut turnamen musim panas, kau mau ikut?" tanya lelaki bernama Gopal itu.

Aku mengangguk cepat, "Tentu saja, pasti akan terbaik." Ujarku semangat seraya mengacungkan ibu jariku. Pandanganku segera berubah arah pada gadis yang duduk di belakangku. "Hai, namaku Blaze." Ujarku padanya. Gadis itu memakai hoodie panjang berwarna abu-abu dan memakai penutup kepalanya. Sepertinya dia baik.

"Seisi kelas ini juga tau kalau namamu Blaze." Ujarnya dingin.

'Eh gila, cuek banget ni cewek.' Pikirku. Ini membuat aku enggan melanjutkan pembicaraan ini. Aku mencorat coret bukuku yang masih baru tanpa memperhatikan pelajaran di depan sana. Ini masih pagi dan hari pertama aku masuk, tapi moodku sudah terjun payung.

*Lucky 13*

Detik demi detik terasa seperti balapan siput bagiku. Mataku terasa berat hingga beberapa kali kepalaku terjatuh (?) 'Ini pelajaran kimia seperti mendongengi anak kecil.' Pikirku. Aku menyenderkan kepalaku di atas meja dengan tangan sebagai bantal, hendak menuju alam mimpi. Namun semua itu kembali terfokus ketika satu nama terpanggil untuk mengerjakan soal di depan.

"Ice, kerjakan no 7 ke depan." Ujar guru di depan sana. Namun detik jam di dinding terus berjalan, tak seorangpun yang maju. 'Mana sih yang namanya Ice?' tanyaku dalam hati.

"Psssttt, Ice. Bangun!" bisik Gopal. Aku melihat Gopal yang kini juga melihatku, tangannya menunjuk arah ke arah belakangku. Astaga, anak ini bisa tertidur pulas di dalam kelas?

Aku menepuk bahu gadis itu, "Hey, bangun!" Ia nampak menggeliat tak nyaman, namun akhirnya bangun juga.

"Ice, maju ke depan! Kerjakan no 7!" ulang guru itu.

Dengan santai, ia berjalan hanya membawa buku ke depan. Padahal aku melihat catatannyanya masih kosong, belum terisi coretan sedikitpun. Namun satu hal yang membuatku terkejutkan, ia mampu mengerjakannya dengan sempurna.

"Ya, jawabannya benar. Tapi lain kali jangan tidur di kelas."

"Maaf Bu."

Gadis itu kembali ke tempat duduknya kemudian bertompang dagu.

*Lucky13*

Bel istirahat berbunyi nyaring mengisi setiap sudut ruangan.

"Sekian dulu pelajaran kimia hari ini, jangan lupa tugas yang ibu berikan. Sekarang boleh istirahat."

Dengan cepat kilat, kelas hanya berisi beberapa orang termasuk aku dan Ice.

"Oh ya, Ice bisa kau ajak Blaze berkeliling sekolah ini?"

"Baik Bu."

Hah!? Aku sama cewek dingin ini? Jangan bercanda! Dia bahkan sudah menghancurkan pandangan pertamaku tentangnya.

Ice berjalan mendahuluiku, namun aku belum beranjak dari tempat dudukku, hanya memperhatikannya saja. Sampai di ambang pintu, "Hei, kenapa kau masih diam? Cepatlah, waktu istirahat pertama tidak panjang." Ujarnya.

"E-eh, o-oke."

Selama berkeliling, dia tak banyak bicara. Ia hanya menyebutkan tempat-tempat yang kami lewati. "Ini ruang musik, dan di sana kantin."

Di koridor yang kami akan kami lewati, dua pemuda berdiri bersandar pada tembok, seolah memang sudah menunggu kami. Dan memang, kami berdua dihadangnya,

"Ice, bagi duit dong." Ujar orang yang memakai topi berwarna biru menghadap ke samping, dengan hoodie yang senada dengan topinya.

"Bukannya kemarin sudah?" ujar Ice masih dengan nada dinginnya.

"Alah, kau kan punya banyak uang. Apa salahnya sih bagi kesenangan sama temen?" tanya orang bertopi hitam merah menghadap ke depan.

Ice hanya menghela nafas panjang dan mengeluarkan dompet dari sakunya,

"Hei, kalau berani jangan sama cewek dong." Ujarku lantang.

"Apa urusanmu?" tantang lelaki bertopi hitam merah.

"Jelas urusankulah, dia temanku. Ice jangan beri mereka!"

"Hah!? Kau cari masalah?" ujar si topi merah mulai mendekatiku.

"Justru kalian yang cari masalah." Balasku.

"Kau siapa HAH?" ujarnya lagi dan mulai mencengkram kerah seragamku.

"Sudahlah Halilintar, Taufan. Dia anak baru, percuma saja." Ujar Ice sambil menyodorkan beberapa lembar uang. Setelah mendapat apa yang diinginkan, mereka pergi begitu saja.

"Ice! Kenapa kau beri mereka?"

"Apa urusanmu?" untuk kesekian jawaban dinginnya menusukku. Aku mendengus kesal.

Ia kembali berjalan mendahuluiku. Hening cukup lama menguasai, hingga akhirnya Ice buka suara.

"Blaze?"

"Hm?" gumamku.

"Apa maksudmu dengan perkataan 'aku temanmu'?"

"Hah!? Kau bodoh ya?"

Tampak perempatan kecil bertengger di keningnya, "Jawab saja!"

"Kupikir orang bodohpun tahu arti kalimat sederhana itu." Ujarku.

Ice terdiam. Ini membuatku agak canggung, takut kalimatku terlalu kasar untuknya.

"Eh, em Ice?"

Namun beberapa detik kemudian suara lain bergabung di antara kami "Ice!" Ia menengok ke sumber suara.

"Gempa? Ada apa?"

"Kau dipanggil ke ruang guru."

"Oh, oke. Oh ya Gempa, tolong ajak anak ini keliling sekolahan ya. Bye"

"Bye." Ice dengan cepat menghilang dari pandangan. Seperti memang sengaja menghindariku, dia marah? Sepertinya aku harus minta maaf.

"Oh ya, perkenalkan namaku Gempa, ketua kelas 2-1. Kalau ada yang ingin kau tanyakan, tanyakan saja padaku." Suaranya menghancurkan lamunanku.

"Aku Blaze." Aku menjabat tangannya, "Hei, apa kau tau murid yang bernama Halilintar dan Taufan?"tanyaku.

"Tentu saja. Siapa yang tidak mengenal mereka. Mereka itu berandalan di sekolah ini, apa mereka mengganggumu?"

"Hm, ya begitulah."

"Setauku, mereka tidak mengganggu murid baru, mungkin karena kau bersama Ice. Biasanya sasaran mereka hanya murid populer yang menyebalkan."

Aku mengernyitkan dahi, "Apa maksudmu?"

"Hmm, bagaimana cara menjelaskannya ya?" Gempa nampak berpikir sebentar, "Orang tua Ice itu pemegang saham terbesar di yayasan sekolah ini. Selain itu juga karena kecerdasannya, membuat orang lain tak bisa merasakan bangganya jadi juara satu. Yah, sebenarnya itu alasan yang bodoh untuk membencinya. Tapi kau tau kan rasanya bersekolah di sekolah terfavorite?" Aku mangut-mangut, mulai memahami permasalahannya.

"Tapi bukankah seharusnya ia banyak teman?"

"Memang, seharusnya ia jadi bintang sekolah. Tapi seperti yang aku katakan tadi, gengsi di sekolah ini terlalu tinggi. Kau tidak membencinya?"

"Tak ada alasan untukku membencinya, kecuali sifat dinginnya." Aku kembali berapi-api. Gempa tertawa,

"Dulu ia tak pernah seperti itu, tapi sejak kematian ibunya ia menjadi pendiam. Dan mungkin juga karena ia dibenci karena posisinya yang selalu dipuncak dan tidak memberi kesempatan pada yang lain, membuat ia tampak egois dan selalu menang sendiri."

Aku ber-oh ria.

Kringggg... Bel masuk kelas telah berbunyi, "Ah, sayang sekali waktu istirahat pertama telah habis. Kita lanjutkan nanti ya."

TBC

Reader : Nggantung -_-"

Lucky : Hehehe, *ketawa canggung*

Hai-hai! Lucky kembali :D Huhu, senangnya bias buat cerita baru. Sepertinya terlalu lama ngetiknya, padahal ide-nya udah nongol sejak tahun lalu X( dan terlalu banyak menyimpan dibuku dan belum tertuangkan.. Hmmm, gimana ya? Padahal Lucky mau UKK, minta doanya minna Semoga naik kelas 12.. Amin…

Kayaknya cukup segitu deh,, tunggu chapter berikutnya ya..

Regard Lucky