Title: Zero Class

Cast: EXO.

Summary: Huang Zi Tao adalah murid baru di SM High School. Dia tidak sadar bahwa diri-nya berada dalam pertempuran sengit. Kelas-nya, kelas 2-7, merupakan kelas yang diasingkan di sekolah-nya sendiri. Asal muasal masalah? Belum terdeteksi. Menurut rumor yang beredar, semua itu hanya-lah karena masalah sepele antara Oh Sehun dan Wu Yi Fan. Tao tentu saja tak tinggal diam, menghadapi situasi itu. Based On 'Zero Class' by Pricillia A.W. TaoRis/KrisTao fic. EXO. BL.

A/N: Fic ini terinspirasi dari novel dengan judul yang sama buatan Pricillia A.W. Jadi yang udah baca buku itu mungkin akan merasa familiar dengan cerita ini.

A/N 2: Di sini Tao manggil orangtua-nya Mama dan Papa, bukan Umma atau appa seperti yang biasa-nya. Namun di narasi mungkin akan di sebut sang umma atau semacam-nya.

-CKT-

Helaan nafas terdengar berkali-kali di dalam mobil dengan suhu dingin pagi itu. Ada aura kekecewaan yang mencekam. Perasaan kekecewaan itu bercampur dengan sebuah paksaan di sana. Paksaan mengambil keputusan.

"Tao, kamu masih kesal ya, sama Mama dan Papa?" tanya Mama Tao, Leeteuk, dengan lembut di balik kemudi mobil sambil sesekali melirik kearah putra satu-satunya yang duduk di sebelahnya.

"Hhh, kalau Tao jujur, iya, Ma. Tao masih kesal sama Mama dan Papa. Habis-nya, tiba-tiba aja Mama maksa Tao balik lagi ke Korea saat Tao udah kelas 2 SMA. Tao juga bentar lagi udah mau masuk semester dua di sana. Nanggung banget, Ma."

"Apa-nya yang nanggung, Tao-ie?" tanya Leeteuk sayang "Ini baru awal Oktober. Masih ada dua bulan sebelum naik semester dua, kan? Dan juga… pilihan untuk masuk SM High School sudah Mama pertimbangkan baik-baik."

"Baik-baik apa-nya?" tanya Tao sambil menatap Leeteuk setengah kesal "Mama masukkin aku ke sekolah itu hanya karena pemilik sekolah itu teman baik Mama, kan? Jadi tanpa persyaratan yang rumit aku bisa masuk sekolah itu."

Leeteuk menghela nafas-nya. Anak-nya memang begini. Kalau sedang dalam mood yang sangat buruk ia akan berbicara 'kasar' pada Leeteuk. Kasar dalam artian memakai kata 'aku' dan tidak menatap sang Ibu ketika berbicara.

"Hmm, Mama belum cerita ya sama Tao. Tao masih ingat sama Kibum ahjumma dan Siwon ahjussi?"

"Tetangga kita waktu masih di sini itu, kan Ma? Hmm, iya. Tao masih ingat," jawab Tao pelan "Memang kenapa?"

"Mereka itu teman baik Mama, Tao. Mereka pemilik sekolah SM High School. Saat kita balik ke Korea, Mama langsung telfon Kibum ahjumma biar Tao bisa masuk sekolah mereka. Dan mereka langsung setuju. Kamu masih inget Sehun, kan? Sehun juga sekolah di situ."

Tao hanya diam. Mendengar nama Sehun, perasaan-nya sedikit membaik. Lagipula, kalau-pun ia memilih untuk melanjutkan perdebatan dengan Mama-nya, ia tak akan menang. Hmm, tapi tetap saja. Meninggalkan China, negara yang sudah ia tinggali selama lima tahun lama-nya itu sangat berat. Dan juga, setengah hati-nya masih tertinggal di sana.

Kembali ke Korea memang bukan pilihan-nya. Ini semua keputusan sepihak kedua orangtua-nya. Bahkan orangtua-nya sama sekali tak menanyakan perihal hal ini kepada-nya. Tiba-tiba saja suatu hari sang Mama mengepak semua barang-barangnya dan bilang kalau keesokan hari-nya mereka akan kembali ke Korea. Dan alasannya? Tentu saja bisnis.

Padahal di China, Tao sudah menemukan dunia baru bersama , dia harus rela meninggalkan orang itu dan teman-temannya di China. Memang Korea bukan Negara yang buruk, hanya saja… Tao merasakan ada sesuatu yang hilang ketika ia menjejakkan kaki ke negeri ginseng ini.

Aneh memang, padahal Korea adalah tanah kelahiran Tao, tapi tidak ada rasa senang secuil-pun ketika ia kembali. Mungkin itu karena dia sudah sangat nyaman dengan kondisi di China.

"Oke Ma. Tapi… Minggu depan Maru ulangtahun dan-,"

"Tao," Leeteuk menatap Tao penuh arti "Mama udah bilang sama kamu, kan? Mama tidak suka kalau kamu deket-deket sama Maru, Kangjun, dan Rome, atau semua teman kamu di China dulu. Mereka baru SMA tapi kelakuannya udah kayak orang dewasa. Hobi ke klub-klub malam, lah, mempermainkan perasaan orang, dan juga suka bolos sekolah. Mereka bisa merusak kamu, Tao."

Karena omongan Mama-nya yang panjang lebar itu, Tao merasa amarah-nya sudah mencapai ubun-ubun. Kecewa, marah, dan sedih bercampur jadi satu. Siapa yang tidak sedih kalau dilarang untuk berteman lagi dengan orang yang sudah ia anggap teman baik sendiri?

"Mama… Mama tau apa soal aku?" tanya Tao sambil menatap Leeteuk tajam "Bukannya Mama dan Papa cuma pikirin pekerjaan kalian? Maru, Kangjun, dan Rome mungkin memang bukan anak baik dalam persepsi Mama, tapi-,"

"Udah, Tao. Udah. Jangan bikin Mama kesel pagi-pagi gini," kata Leeteuk. Ia tau anak semata-wayangnya itu akan mengatakan bahwa teman-temannya itu pengertian dan lain sebagainya. Dan ia sangat tidak ingin mendengarkan hal itu.

"Tapi Ma-,"

"Stop talking about this, okay?!" suara Leeteuk meninggi "Pokok-nya Mama ga akan ngijinin kamu buat deket-deket sama Maru dan kawan-kawannya itu!"

Akhirnya Tao hanya diam. Takut kalau Mama-nya akan membentak-nya lagi. Lagipula, ia tidak mau membuat darah Mama-nya mendidih pagi-pagi begini. Jadi… lebih baik ia diam.

-CKT-

Keluarga Tao memutuskan untuk pindah ke China saat anak itu berusia dua belas tahun. Alasan kepindahan mereka? Tentu saja karena sang Papa dipindah-tugaskan ke cabang di China. Karena kepindahan Papa-nya itu, perusahaan di China berkembang pesat. Membuat Papa mendapatkan keuntungan yang banyak.

Akibat-nya, tiba-tiba saja setelah lima tahun lama-nya, ketika ia sudah merasa betah dengan kehidupan baru-nya di China, perusahaan di Korea memanggil sang Papa untuk kembali ke Korea, mengurusi perusahaan di sana. Dan tentu saja, hal itu membuat keluarga Tao harus pindah sekali lagi ke kota kelahiran namja bermata panda itu.

"Tao, ayo. Ini udah sampai di sekolah. Kenapa kamu masih melamun?" tanya Leeteuk heran ketika melihat putra satu-satunya itu

"Iya, Ma. Dan.. aku ga melamun."

Tao membuka pintu mobil perlahan. Malas, rasa-nya. Ia harus berusaha berbaur di lingkungan baru sekali lagi. Bahkan panggilan sang Mama sama sekali tidak diacuhkannya.

"Permisi," Tao menepuk pundak seorang namja yang lebih tinggi dari-nya beberapa senti. Membuat Tao kaget juga. Pasal-nya, di China dulu, tidak ada orang yang menandingi tinggi-nya "Emm, maaf, ruang kepala sekolah-nya dimana, ya?"

Namja itu berbalik, dan membuat Tao harus memuji-nya sekali lagi. Wajah namja itu cukup tampan. Bahkan mungkin sangat tampan.

"Emm, anak baru, ya?" balas namja itu "Jalan aja lurus dari sini, pintu ruang kepala sekolah-nya mudah kok dikenalin. Soal-nya kaca sendiri."

"Makasih,"

Namja itu mengedikkan bahu-nya dan kembali berbalik. Tidak membalas ucapan terimakasih yang diucapkan oleh Tao.

'Menyebalkan,' batin Tao 'Kukira dia ramah. Ternyata… Hhh.'

Tao memutuskan untuk tidak memikirkan namja itu lama-lama. Walaupun paras-nya cukup menarik, dengan tinggi diatas rata-rata dan juga wajah yang tampan itu, tetap saja Tao menaruh kesan pertama yang buruk karena sikap cuek dan tidak peduli yang dilemparkan oleh namja itu.

Kemudian Tao mengikuti arah yang ditunjukkan oleh namja itu. Dan benar saja, sampai-lah dia di ruang kepala sekolah. Saat itu, tampak-nya sedang berlangsung pertengkaran yang cukup 'panas' di dalam sana. Terjadi di antara dua wanita. Mungkin mereka guru di sini.

"Saya tidak mau kalau Jin Ki harus di pindah-kan ke kelas 2-7! Ibu kan tau, di sana murid laki-laki jauh lebih banyak daripada murid perempuan!"

"Astaga! Kenapa anda tidak juga mengerti? Perilaku Jin Ki sudah terlalu berlebihan! Dan juga, ia memang harus dimasukkan ke kelas 2-7, cepat, atau lambat!"

"Sshh!" terlihat seorang lelaki yang sudah berumur, seperti-nya sang kepala sekolah, menengahi pertengkaran tersebut karena melihat Tao yang terpaku di depan ruang kepala sekolah "Tidak pantas kalian bertengkar di sini. Apa kalian tidak sadar kalau sedang diperhatikan oleh murid?"

Guru itu mempersilahkan Tao masuk dan memperkenalkan diri-nya pada Tao. Rupa-nya tebakannya salah. Guru itu bernama Hangeng Tan, biasa dipanggil Hangeng songsaengnim, dan merupakan guru bahasa Mandarin sekaligus wali kelas 2-7.

"Maafkan kekacauan yang harus-nya kamu tidak lihat. Dan… seperti-nya kamu murid baru, ya? Saya tidak pernah melihat kamu sebelum-nya."

"Hmm, iya, songsaengnim," balas Tao "Nama saya Huang Zi Tao. Kata nona Jung, petugas administrasi, saya harus menyerahkan berkas-berkas ini."

Usai membaca biodata singkat tentang Tao, tiba-tiba saja raut wajah Hangeng berubah cerah. Seperti mendapat hadiah yang sudah ia tunggu daridulu.

"Jadi kamu pindahan dari Qingdao High School?" tanya Hangeng "Dan… kamu juga baru kelas 2, kan?"

"Wah, wah! Rupa-nya anda juga berpikiran sama seperti saya, kan, Hangeng songsaengnim?" tanya salah satu wanita yang bertengkar tadi "Kalau begini, anak baru ini masuk ke kelas 2-7 saja! Bukan-kah kelas itu memang kekurangan anak?"

"Tapi kan, dia na-,"

"Bagaimana, Hangeng songsaengnim?" tanya wanita tadi itu tanpa memperdulikan perkataan wanita berkacamata yang menjadi lawan bertengkar-nya tadi "Anak baru ini bisa masuk kelas 2-7, kan?"

Entah mengapa Tao menangkap sinyal kemenangan dari kalimat yang diucapkan oleh wanita itu. Memangnya, ada apa dengan kelas 2-7? Kenapa seperti-nya kelas itu seperti kelas yang tidak diinginkan, atau, diasingkan?

"Tenang, YoonA songsaengnim," kata Hangeng "Murid baru ini memang akan masuk kelas 2-7, tapi tidak menutup kemungkinan kalau Jin Ki akan masuk kesana. Jika murid badung itu tidak mengubah kelakuannya, minggu depan 2-7 akan mendapatkan murid baru satu lagi."

Wanita yang bernama YoonA itu terlihat kesal. Namun ia tidak dapat mengatakan apa-apa lagi karena bel sudah berbunyi.

Hangeng mengantarkan Tao ke kelas-nya, kelas 2-7, kata-nya sekalian mengajar dua jam pelajaran pertama di sana. Posisi kelas 2-7 berada di ujung koridor dekat gudang sekolah. Di sebelah kelas itu, bukan-nya kelas lain, yang ada adalah tangga menuju lantai dua. Baru-lah, di sebelah tangga itu ada kelas 10.

Saat melintasi tangga, Tao dapat mendengar suara yang sangat ricuh berasal dari kelas 2-7. Bahkan saat ia dan Hangeng sudah masuk, suara ricuh itu tidak juga reda. Keadaan kelas terlihat kacau-balau. Bahkan ada namja yang naik ke atas meja dan menarikan tarian 'Nobody' milik Wonder Girls. Membuat Tao terkekeh pelan melihat-nya. Dan mata-nya berhenti pada seorang namja yang terlihat duduk tenang di dekat jendela, diam dan hanyut dalam buku bacaan-nya. Seolah tidak terganggu sama sekali dengan keributan yang diperbuat oleh teman-temannya itu.

Kericuhan berhasil diredam setelah Hangeng melemparkan penghapus kearah kerumunan yang dibuat oleh para murid di kelas itu.

"Selamat pagi, semua. Apa kalian tidak dengar bunyi bel? Dan… mana Suho?"

"Suho mungkin terlambat, songsaengnim," kata lelaki yang naik keatas meja itu "Atau… Mungkin songsaengnim yang datangnya kepagian?"

Tiba-tiba pintu kelas dibuka dengan kencang oleh seorang namja yang terlihat berusaha mengatur nafas-nya. Tao memperhatikan namja itu. Tinggi-nya, emm, bukan meledek, tapi, cukup pendek. Namun wajah-nya cukup tampan.

"Chanyeol! Kai! Kalian berdua bohong, kan, soal ada rapat ketua kelas? Ga ada rapat pagi ini! Aish! Aku sampai naik ke lantai tiga! Jadi telat masuk, kan?! Untung Hangeng songsaengnim belum datang!"

"Suho, kenapa kamu telat di pelajaran saya?" tanya Hangeng, sedikit nada kesal tercipta di sana

Namja yang bernama Suho itu terlihat terkejut,"Maaf, songsaengnim. Saya sudah datang sejak jam setengah tujuh, songsaengnim. Padahal kelas kan dimulai jam tujuh. Tapi tadi tiga menit menjelang bel, Kai dan Chanyeol menyuruh saya untuk ke ruangan OSIS. Mereka bilang ada pertemuan ketua kelas."

"Heh? Kok bawa-bawa nama-ku?!" tanya namja yang tadi menarikan tarian 'Nobody' "Kai, tuh!"

"Apa-apaan sih, Yeol? Kok jadi aku sendiri?" tanya namja berkulit tan yang ada di sebelah-nya "Kan kau yang mengusulkan untuk mengerjai ketua kelas itu sesekali! Ehh, ups."

Hangeng menatap namja yang menari tadi dengan tatapan kesal, "Sudah, sudah! Bereskan meja kalian dan duduk di tempat masing-masing!"

Suara gesekan meja dan lantai kini terdengar. Dalam sekejap, kelas telah beres. Beres dari kekacauan akibat 'pesta' tadi. Tao masih terdiam di sebelah Hangeng. Ia tidak mengerti dengan kelakuan anak-anak di kelas-nya yang 'ajaib' semua.

"Wah. Hangeng songsaengnim bawa murid baru, ya? Kok ga dikenalin ke kita?"

"Tau tuh. Jangan-jangan Hangeng songsaengnim kalau dapat mainan baru ga mau bagi-bagi."

Kembali tawa keras membahana karena lelucon yang dilontarkan oleh namja yang menari tadi. Kelihatannya dia adalah trouble maker di kelas ini.

Hangeng hanya dapat menghela nafas, seperti terbiasa dengan situasi seperti ini. "Anak-anak, perkenalkan ini Huang Zi Tao, murid pindahan dari China…"

Belum selesai Hangeng berbicara, tiba-tiba saja terdengar suara gebrakan meja yang sangat keras. Terjadi ribut-ribut di baris kedua.

"Udah deh, Lu! Kamu ga usah sok jadi pahlawan! Kamu siapa, sih, emang-nya? Sok-Sok an belain Kyungsoo!"

"Heh! Apa-nya yang sok pahlawan? Bukannya kamu, yang sok pahlawan?! Emang kamu berhak ngatur-ngatur siapa yang boleh belain Kyungsoo?"

"Kamu-!"

Kedua namja yang duduk di barisan kedua itu sama-sama berdiri dan menatap lawan masing-masing dengan tatapan membunuh. Kelas kembali ricuh.

"Here we go again! Luhan VS Ren! Sebentar lagi pasti bakal jambak-jambakan! Haha!" ujar seorang namja lain-nya yang duduk di sebelah namja yang tadi pagi Tao liat tampak sangat tenang

"Emang kamu kira mereka perempuan? Haha!"

"Luhan! Ren! Stop! Kalian tidak menghormati saya di sini?" hardik Hangeng "Atau kalian mau menyelesaikan pertengkaran kalian dengan YoonA songsaengnim, eoh?!"

Kemudian, entah terkena sihir apa, ketika Hangeng mengucapkan nama 'YoonA songsaengnim' kedua namja itu langsung duduk di tempat-nya masing-masing. Membuat Tao berdecak kagum. Kagum bercampur heran.

"Hhh, baiklah. Tao, kamu bisa duduk di pojok sana? Di dekat jendela. Hanya itu satu-satunya bangku yang tersisa di kelas ini. Dan juga, waktu pelajaran saya sudah terpotong dua puluh menit. Cepat sana kamu duduk!" kata Hangeng dengan nada memerintah dan juga sambil menunjuk bangku kosong di deretan paling belakang, dan juga paling pojok.

Ketika Tao menghitung, ternyata murid di kelas itu hanya dua puluh, kalau di hitung dengan diri-nya. Semua bangku sudah terisi. Tinggal bangku di baris paling belakang yang masih kosong. Dan deretan itu isi-nya namja-namja yang tadi terlihat tertawa paling keras. Bahkan namja yang menarikan 'Nobody' dan temannya, yang berkulit tan, juga duduk di sana. Bahkan yang lebih buruk, namja yang menarikan 'Nobody' itu duduk tepat di depan bangku-nya!

"Aduh, Hangeng songsaengnim tau aja. Barisan kami memang butuh seorang namja manis untuk menjadi pemanis, haha," ujar namja berkulit tan yang kini menahan tawa-nya

"Hai, aku Chanyeol," kata namja yang menari 'Nobody' tadi sambil menyodorkan tangannya

"Dan aku Kai," kata namja berkulit tan itu

"Tao," jawab Tao singkat sambil menyalami tangan kedua namja itu

Tiba-tiba saja raut wajah Kai seolah berfikir. Membuat Tao mengerutkan dahi-nya heran. Sedangkan Chanyeol hanya mengedikkan bahu, tidak peduli dengan tingkah sahabat-nya yang tiba-tiba aneh itu.

"Chan. Aku baru ingat, bukannya bangku di sebelah Tao itu bangku-nya Kris, kan?" tanya Kai "Kris-kan ga pernah suka kalau ada siapa-pun duduk di sebelah-nya."

"Benar juga, Kai," kata Chanyeol sambil menghela nafas "Tapi… Kris mana? Hibernasi di UKS lagi, ya?"

"Chanyeol, Kai. Kalau kalian masih mau mengobrol, lebih baik di luar saja. Jangan mengganggu konsentrasi anak-anak yang ingin belajar!" tegur Hangeng dengan tegas.

Ketika Chanyeol dan Kai membalikkan badan-nya, Tao dapat dengan jelas mendengar apa yang Chanyeol ucapkan. Lebih tepat-nya gumam-kan.

"Hhh, seperti ada anak-anak yang ingin belajar saja di kelas ini."

-CKT-

"Welcome to Zero Class, Tao. Tempat dimana orang-orang yang bukan siapa-siapa berada," kata seorang namja, kalau tidak salah nama-nya Xiumin

Tao mengerutkan alis-nya ketika mendengar 'sambutan' dari Xiumin. Apa tadi namja ini bilang? Tempat dimana orang yang bukan siapa-siapa berada? Kenapa Tao merasa makin aneh dengan kelas-nya sendiri?

"Jarang-jarang ada yang dapat sambutan hangat di sini. Apalagi dari Xiumin," kata seorang namja berpostur mungil yang berwajah cantik yang mendekati Tao sambil memasang senyuman-nya. Ah, Tao sangat ingat dengan namja ini. Ini-kan namja yang tadi pagi membuat keributan karena menggebrak meja. Nama-nya Luhan, seingat Tao.

"Luhan, apa-apaan, sih?" tanya Xiumin sambil mencubit pipi Luhan pelan. Membuat namja cantik itu mengaduh kesakitan.

"Lu, aku kan tidak mencubit-nya sekeras itu," kata Xiumin dengan tatapan minta maaf "Maaf, ya?"

"Tidak usah minta maaf pada-nya, Xiu," kata seorang namja lain, dan Tao juga ingat betul siapa namja ini. Ren, orang yang menjadi lawan bertengkar Luhan tadi pagi "Orang itu memang terlalu berlebihan."

Luhan menatap tajam Ren sebelum akhirnya menghela nafas. Sesaat tadi Xiumin menatap-nya tajam. Seolah mengatakan tidak-usah-meladeni-namja-itu-atau-kau-akan-kupukul. Begitu.

"Hmm, kok hawa-nya jadi panas gini, ya?" hanya itu yang Luhan keluarkan sebagai balasan.

Ketika bel istirahat berbunyi, semua orang yang berada di barisan Tao menghambur keluar kelas. Hanya Tao yang masih duduk manis sambil mencatat penjelasan Hangeng di papan tulis. Tak lama kemudian, seorang namja yang tidak ia kenal menghampiri diri-nya.

Selanjut-nya kelas pun kembali diwarnai keramaian. Luhan dan Ren kembali adu-mulut, karena alasan yang tidak diketahui oleh Tao. Padahal Xiumin sudah berkali-kali mencoba menghentikan adu-mulut antara kedua namja yang sama-sama memiliki wajah cantik itu. Tao merasa asyik melihat-nya. Tentu saja, jarang-jarang ia mendapat tontonan seperti itu.

"Jangan shock ya ngeliat adegan kayak gitu," kata salah seorang namja yang tadi menghampiri-nya "Udah jadi pemandangan sehari-hari di sini. Dan, oh ya. Nama-ku Baekhyun." Sama seperti Chanyeol, namja itu mengulurkan tangannya.

"Ah, iya. Nama-ku Tao," kata Tao sambil mengulas senyum-nya "Dan… umm, boleh tanya sesuatu?"

"Mau tanya apa? Kalau bisa jawab, ya aku jawab," kata Baekhyun sambil tersenyum hangat

"Umm, begini. Kenapa Luhan sama Ren bertengkar terus?" tanya Tao. Akhirnya pertanyaan yang sedaritadi mengganjal di otak-nya berhasil ia keluarkan juga "Aku lihat mereka bahkan ga pernah akur."

"It's a secret," kata Baekhyun sambil tersenyum misterius "Tanya yang lain aja, oke?"

"Humm, oke…" Tao mengangguk-anggukan kepala-nya "Kalau diperhatikan, jumlah murid di kelas ini sedikit, ya? Padahal di kelas lain kelihatannya banyak banget murid-nya. Bahkan mungkin satu kelas ga cukup nampung semua murid itu."

"Justru malah asyik!" kata Baekhyun sambil tersenyum senang "Kelas jadi luas, kan? Ga pengap."

"Baekhyun, aku serius," kata Tao sambil menatap Baekhyun dengan pandangan serius-nya.

"Oke, oke. Kamu dengar sendiri, kan, kalau Xiumin bilang kelas ini 'Zero Class'. Kelas tempat anak-anak terbuang eksis di sekolah ini."

"Jadi, maksudnya 'bukan siapa-siapa' itu anak terbuang?"

"Yup."

Tao menghela nafas. Kalau kelas-nya ini dibilang kumpulan anak terbuang, berarti diri-nya juga terbuang? Astaga.

"Yang dibilang sama Baekhyun itu ga seburuk kelihatan-nya," tiba-tiba seorang namja yang tadi Tao lihat tidak ikut kericuhan, yang hanyut dengan buku-nya, menghampiri meja Tao dan ikut dalam obrolan.

"Umm… jadi, kelas kita ini, semacam kelas terasing, gitu? Kelas buat mereka-mereka yang terbuang?" Tao mencoba menebak-nebak.

"Walaupun aku tidak ingin membenarkan hal itu, yah, kenyataan berbicara begitu," kata Baekhyun sambil tersenyum miris

"Baekkie! Kenapa buka kartu gitu sama murid baru?" tanya Luhan yang tiba-tiba saja ikut dalam pembicaraan. Rupa-nya pertengkarannya dengan Ren sudah usai. Membuat Tao menyesal tidak ikut menyaksikan akhir dari pertengkaran yang menurut-nya seru itu. Mungkin yang menyelesaikan adalah Xiumin, dilihat dari cara Xiumin mengikuti langkah Luhan. "Jangan bikin dia ga betah."

Tao menghela nafas-nya. Karena tidak begitu suka dikerubungi, Tao memutuskan untuk duduk di lantai. Membuat teman-teman baru-nya itu mengikuti langkah-nya. Pegal juga, berdiri terus.

"Sekarang kelas kita genap 20 orang. Tapi, seperti yang kamu lihat, murid perempuan di kelas ini sedikit sekali. Hampir ga ada malahan. Cuma ada Amber sama Minzy yang gaya-nya seperti namja betulan."

"Walaupun gitu, menurut-ku, suatu kehormatan kamu bisa gabung di kelas ini. Kelas 2-7. Kelas yang beda dari kelas lain!" kata Luhan dengan penekanan di kata 'beda'.

"Iya, saking beda-nya, bahkan para guru juga membeda-bedakan kita."

"Maksud-nya?"

Sebelum Baekhyun, Luhan, Kyungsoo, atau Xiumin menjawab, tiba-tiba saja seorang namja datang dan mengerutkan alis melihat kelima namja yang tengah duduk di lantai itu.

"Sejak kapan tempat-ku dijadikan tempat untuk mengobrol?" tanya namja itu dingin "Dan… ini tas siapa?"

Namja itu, yang ternyata Tao ingat sebagai orang yang ia tanyai dimana letak ruangan kepala sekolah berada, mengangkat tas bermotif panda milik Tao dengan gaya seolah-olah tas Tao adalah benda paling haram di muka dunia ini. Membuat Tao mengangkat alis-nya kesal.

"Itu tas Tao, Kris. Murid baru di kelas ini," kata seorang namja yang Tao tidak kenal sebelum-nya, yang berada di depan kelas "Salah sendiri kamu ga ada di kelas pas jam pelajaran Hangeng songsaengnim. Jadi kelewatan acara pengenalan murid baru ini."

"Wah, Lay. Kenapa ga kamu tukeran bangku aja sama murid baru? Kasihan kalau anak baru itu jadi mainan-nya anak-anak di barisan itu. Kan kamu tau sendiri kalau mereka itu macam penjahat semua."

Lay berdecak kesal sambil melihat Suho tajam. Membuat yang ditatap hanya dapat mengedikkan bahu. Tidak takut sama sekali.

"Udah perhatian aja, ya?" tanya Lay "Curiga jadi-nya. Jangan-jangan… kamu ada perasaan apa-apa sama murid baru itu?"

"Udah, deh. Jangan bikin panas suasana," kata Luhan tiba-tiba "Tao emang kasihan. Baru masuk kelas ini udah dapat jatah ga enak buat duduk di bangku ini. Deket para 'penjahat'."

Kris, Chanyeol, dan Kai, yang sudah berada di kelas, langsung menatap tajam Luhan. Yang ditatap sendiri sih, biasa-biasa saja. Ia sudah sering mendapat tatapan seperti itu. Entah dari keluarga-nya, guru-nya, ataupun teman-temannya. Ia seakan sudah kebal.

"Udahlah, Kris, biarin aja murid baru itu duduk di sebelah-mu. Sekalian biar jadi pemanis di barisan kita. Kan kau tau, kalau namja-namja di barisan kita sama sekali tak ada yang ber-tipe uke. Seme semua."

Perkataan Chanyeol membuat Tao tersentak kaget. Apa kata-nya? Ia dibilang… uke? Tao tau itu adalah sebutan untuk 'bottom' di hubungan Yaoi. Tapi, ya ampun. Diri-nya dibilang uke? Ia tidak percaya.

Ia memang tidak baru dalam dunia Yaoi. Kedua orangtua-nya bahkan merupakan pasangan Yaoi. Leeteuk, Mama-nya, memang merupakan seorang namja. Begitu pula dengan sang Papa, Kangin, yang juga seorang namja. Tao sendiri… ia tidak tau apakah ia straight atau tidak, tapi yang pasti, ia belum pernah merasakan ketertarikan pada siapa-pun seumur hidupnya ini. Ah, iya. Ia lupa pada Sehun. Ia kan dulu 'pernah' memiliki suatu ketertarikan aneh pada sahabat masa kecil-nya itu.

Kris menghela nafas-nya kasar. Benar juga kata Chanyeol. Barisan-nya memang butuh seorang 'pemanis'. Lagipula ia sudah bosan melihat namja-namja yang sama sekali tidak manis di barisan-nya itu. Dan akhirnya, yang bisa ia lakukan adalah menganggukan kepala-nya.

Tao menghela nafas-nya. Ia sudah khawatir saja kalau namja tinggi itu akan mengusir-nya dan menyuruh-nya untuk mencari tempat duduk lain. Ia sudah cukup nyaman duduk di situ, walaupun terletak di belakang dan paling pojok, pula. Tapi ia sudah cukup puas.

Dan sepenglihatan Tao, Kris adalah orang yang paling ditakuti di kelas. Lihat saja, hampir separuh murid yang berada di kelas tak berkutik ketika melihat Kris mengangkat tas Tao. Seolah-olah mereka akan berubah menjadi debu ketika berbicara dengan pemuda itu.

"Santai, oke?" Chanyeol menepuk pundak Kris "Lagian, salah kamu sendiri, kan? Bolos pelajaran Hangeng songsaengnim segala. Padahal kamu kan bisa protes, jadi-nya Tao ga akan duduk di situ."

Bel musik kemudian berbunyi, menghentikan suasana mencekam yang smpat mendera kelas 2-7. Kris lalu mendudukkan diri-nya kasar di tempat-nya. Membuat Tao sedikit takut untuk kembali ke tempat duduk-nya.

"Udah, ga usah takut," kata Xiumin sebelum ia melangkahkan kaki menuju tempat duduk-nya, mengikuti jejak teman-temannya yang lain "Kris ga akan makan kamu."

Tao tau itu, jelas. Mana mungkin Kris akan memakan-nya. Kecuali Kris itu seorang kanibal, dan, yeah. Mana ada kanibal yang akan diterima di sekolah ini? Kecuali kalau kanibal itu sangat pintar ber-akting.

Tapi, Tao masih merasa aneh. Kenapa kelas-nya disebut dengan 'Zero Class'? Dan juga… semua orang di dalam kelas itu seperti tunduk pada satu komando. Membuat Tao merasa sangat pening memikirkannya.

Yang pasti, tujuan Tao sudah bulat. Ia bertekad akan menyelidiki sendiri 'keajaiban' kelas-nya itu. Serta alasan mengapa para guru seperti-nya begitu anti terhadap kelas 2-7.

-CKT-

Mianhae udah nge-post FF baru padahal yang WGM belum dilanjut. Mianhae *deepbow*

Mind to review?