"Ya ampun! Itachi! Kenapa kamu sampai berdarah begini?"

"Ah, maafkan aku ibu... aku terjatuh dari atas pohon."

"Bagaimana bisa?"

"Kucingnya memanjat terlalu tinggi."

Manik matanya terpejam. Sentuhannyatak akan lagi ia rasakan. Tatapan penuh kasih itu… tak akan lagi memancarkan ketenangannya yang menyejukkan. Tidak ada air mata yang mengalir, hanya kehampaan yang kini mengisi relung-relung hatinya.

"Fugaku! Bangun, hari sudah pagi!"

"Ayah! Selamat datang! Aku sudah menyiapkan air panas untukmu!"

Fugaku Uchiha menghempaskan pantatnya ke atas kursi dan menenggelamkan mukanya di balik kedua lengannya. Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan frustasi. Kasih sayang yang tak terlukiskan itu, tak akan pernah ia rasakan lagi.

"Ibu… kenapa aku tidak bisa sehebat kakak...?"

"Sasuke, kamu ya kamu, Itachi ya Itachi. Kalian adalah dua orang yang berbeda. Tapi ada satu persamaan yang kalian miliki."

"Eh? Apa itu?"

"Kalian berdua adalah anak kebanggaan ibu."

Tangannya gemetar, ia terus menggenggam erat tangan malaikat kehidupannya itu, mengharapkan sebuah genggaman balik penuh arti. Butiran-butiran hangat mengalir di sela-sela isakannya, tatapannya nanar menatap sosok yang terbaring diam di hadapannya.

"Ini… bohongkan ?" ujar Sasuke dengan parau. Genggamannya semakin erat. Air mata semakin membanjiri wajahnya.

"Katakan semua ini hanya lelucon tak berarti! Ibu! IBUUUUU! BUKALAH MATAMU!" Sasuke mendekap tangan Uchiha Mikoto. Kesunyian menyapanya. Sesaat kemudian, sebuah telapak tangan kokoh mendarat di bahu kecilnya, membuatnya mendongak untuk menangkap sosok seorang Fugaku.

"Sasuke… Ibu" Fugaku menarik napas sebelum melanjutkan ucapannya.

"Ibu telah tiada…"

Sasuke terenyuh. Iapun memutar kepalanya, memandang wajah ibu yang sangat ia kasihi tersebut.

Kemana wajah secerah mentari itu meredup? Kemana kehangatan tangan yang ia genggam ini menghilang? Kemana kehangatan itu pergi? Kemana mentari itu sirna? Kemana?

Untuk apa?

"Ibu" Sasuke menundukkan wajahnya, menyembunyikannya dibalik jari jemari tangan ibunya yang telah kaku.

"Kumohon…"