Quotes ::
Cinta? Makanan apa itu? Rasa-rasanya aku belum pernah mendengar makanan yang bernama "Cinta". Tunggu! Cinta itu pasti nama musuh baru kerajaan kami. Sehebat apakah cinta itu? Aku jadi penasaran. ─ Gan Ning
Cinta itu sama saja dengan penyakit. ─ Ling Tong
Cinta itu rumit, penuh rintangan dan juga harus penuh kesabaran. Tapi jika bisa terbalas, rasanya menyenangkan dan membuat orang yang merasakannya bahagia. Sebaliknya jika kehilangan rasanya seperti ingin mati. ─ Shang Xiang
.
.
T r i ─ a n g e l
BY : Mrs Goldenweek
Disclaimer : Dynasty Warrior © Koei
Warning : OOC, AU, grammatical error, misspelling, etc
Pairing : Shang Xiang and Ling Tong ─ Gan Ning
.
Chapter 1 :: Prolog ?
.
Seorang gadis berambut coklat tua duduk di ambang jendela dengan pandangan kosong. Terlihat dari kantung mata super hitam dan besar ─dia habis menangis. Bibirnya sangatlah pucat. Apa yang dilakukannya sendari tadi hanya duduk dan menangis. Sesekali dia memukul-mukul dinding atau melempar-lempar benda-benda kesayanganya. Sesudah itu pasti dia tertidur di kursi bambu kamarnya, karna kelelahan dan kelaparan. Kelaparan? Ya, sudah hampir 5 hari dia hanya mengisi perutnya dengan air, bukan dengan makanan bergizi. Ini bukan program diet, tapi memang saat ini tubuh dan jiwanya sangat menolak makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.
"Tuan Putri, hari ini makan ya. Yang Mulia Sun Ce menghawatirkan kondisi anda," samar-samar terdengar seorang pelayan mengetuk dan membuka pintu kamar gadis itu perlahan. Tapi respons apa yang di dapat?
JLEB! ─Sebuah anak panah melesat dan menancap di ambang pintu. Nyaris saja mengenai kepala sang pelayan tak berdosa itu.
"AKAN KUBUNUH, KALAU KAU MASIH NEKAT MASUK!" bentak gadis lusuh itu, tangannya bergetar tapi masih nekat menggenggam busur dan mengambil posisi siap membidik lagi.
Dengan pandangan penuh ketakutan, sang pelayan langsung membungkuk dan segera mengambil langkah seribu untuk meninggalkan tempat itu. Kamar besar itu kembali hening. Sang gadis menyimbakkan poninya sesaat, lalu mengusap peluh yang mulai menghujani wajahnya. Mendadak dia mendapati panas tubuhnya meningkat. Nafasnya pun mulai tersengal-sengal. Sejenak dia menatap dirinya sendiri yang begitu pucat di balik cermin besar.
"Liu Bei─" bisik gadis itu.
BRUK ─Baru sedetik gadis itu menatap cermin, dia jatuh pingsan tak sadarkan diri.
.
.
Seorang pemuda berambut coklat muda panjang, sedang asik menatap pemandangan rerumputan yang bermandikan cahaya mentari dari atas pohon jati besar. Hari ini adalah hari ke-5 yang sangat cerah untuk menyambut kemenangan Wu dari Shu. Sudah 5 hari terlewati semenjak Sun Ce dan Su Quan menusuk jantung Liu Bei dan anaknya Liu Shan. Wu menang mutlak. Sejenak pemuda itu menghembuskan nafasnya yang terkesan berat. Entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Seharusnya dia sekarang berada bersama teman-temannya sesama prajurit ─atau sesama para jendral yang sedang menghabiskan waktu mereka dengan berpesta.
"Hahh...," lagi-lagi dia menghembuskan nafasnya dengan berat. Lalu perlahan dia menutupkan kedua matanya dan bersandar pada batang pohon jati yang keras. Dia berusaha untuk tidur.
Semilir angin yang berhembus membuatnya semakin terlelap dalam dunia mimpi. Di dalam mimpi dia melihat seorang wanita yang sangat dia sayangi di masa lalunya, wajahnya sangat samar ─hanya rambutnya saja yang terlihat jelas dengan warna coklat chestnutnya. Untuk beberapa detik, pemuda itu terbuai dengan apa yang di tatapnya dalam mimpi itu.
"Jangan pergi, Wu sudah menang. Jangan pergi," bisik pemuda itu mulai mengigau.
Di pandangannya wanita itu berjalan menuju sebuah sungai berkabut dan bermaksud menyebranginya. Dengan segala usaha pemuda ini juga berlari mengejar sang wanita pujaan hatinya ─yang sudah mencelupkan kedua kakinya ke dalam sungai dan berjalan maju. Tapi usahanya terlambat. Wanita itu, wanita yang sangat disayanginya itu sudah menghilang di balik kabut. Perlahan sebuah rasa sakit dan nyeri mulai menyerang rongga dadanya kembali. Dan merangsang kedua pelupuk matanya untuk mengeluarkan air mata.
Tes ─Setetes air mata menetes menuruni pipi mulus pemuda itu.
Pemuda itu termangu melihat wanita pujaannya menghilang, menghilang untuk selamanya. Perlahan pemuda itu berjalan mundur, berusaha menerima kenyataan yang ada. Tapi mendadak jerit tangis seorang gadis mengejutkannya. Dari jeritannya dia dapat merasakan hawa kehadirannya sangat dekat darinya. Dan benar saja, pemuda ini mendapati seorang gadis sedang berlari mati-matian mengejar seorang pria berambut hitam yang juga sedang melewati sungai kabut itu. Wajah perempuan itu sangat pucat dan basah karna air mata.
"Tunggu Liu Bei! Kumohon jangan pergi!"
Gadis itu menjerit sekali lagi, kali ini larinya semakin cepat dan berusaha menggapai pria berambut hitam yang dipanggil Liu Bei tadi. Karna merasakan hal yang sama, entah mengapa pemuda ini langsung berlari menghampiri sang gadis yang masih nekat ingin ikut menyeberangi sungai berkabut itu demi sang pria. Dengan satu gerakan pasti, sang pemuda berhasil menghentikan langkah sang gadis dengan pelukannya.
"Hentikan! Dia sudah tiada, kau harus relakan dia! Hentikan!" sang gadis yang mendengar bentakan pemuda itu sontak berhenti menangis dan menatap pria itu sendu.
"Kau tau apa tentang perasaanku, Ling Tong?"
Gadis itu kali ini malah bertanya dan terus bertanya. "Ling Tong?"
"Ling─ Ling Tong! LING TONG!"
Dari panggilan tadi, sudah dapat di pastikan nama pemuda ini adalah Ling Tong ─Seorang Jendral yang sangat berperan di setiap kemajuan dan keamanan negara Wu. Perlahan pemuda itu membuka matanya ─begitu ia mendengar suara seseorang memekakkan telinganya tadi. Iris karamelnya menatap ganas sang tersangka yang tak lain adalah rival sejatinya ─Gan Ning. "Berisik! Aku sedang istirahat, kalau mau menantang duel nanti saja," ucapnya malas. Lagi pula dia masih penasaran dengan mimpinya tadi. Gadis yang sedang berlari mengejar pria bernama Liu Bei dalam mimpinya itu, rasa-rasanya mirip dengan seseorang.
"Sial! Aku datang kemari hanya ingin memberitau kalau Yang Mulia Sun Ce memanggil para Jendral untuk rapat penting!" kembali Ling Tong mendengar suara Gan Ning dari bawah. "Katanya Putri manja itu jatuh sakit," ulasnya lagi.
"Putri Shang Xiang?" kali ini Ling Tong segera bangkit dari posisi tidurnya, entah mengapa kabar mengenai Shang Xiang jadi mengingatkannya pada mimpi anehnya. Sejenak Ling Tong membenarkan ikatan rambutnya yang panjang, lalu melesat turun dari atas pohon.
"Ayo cepat, yang lainnya juga sudah menunggu di ruang rapat," ajak Gan Ning dengan berjalan balik.
"Iya," ucap Ling Tong sekedar memberikan jawaban dari ajakan Gan Ning.
'Apa ini ada hubungannya dengan mimpi aneh tadi?'
.
.
"Maaf kalau saya mengganggu kalian ─yang seharusnya sedang berlibur tanpa tugas. Tapi ini mengenai adik bungsuku, Putri Shang Xiang. Sudah 5 hari dia mengurung diri di kamar tanpa makan setelah peperangan kita melawan Shu. Dan pagi ini saya mendapatinya demam tinggi. Saya khawatir, takut terjadi hal yang lebih parah lagi. Mungkin kalian ada ide untuk menghiburnya?" Sun Ce, pemimpin kerajaan Wu yang bijaksana dan selalu bersemangat. Tapi kali ini wajahnya kusut dan tak bersemangat, dia sangat mencemaskan keadaan adik perempuannya itu. Bagaimana pun juga, dia masih merasa sangat bersalah atas kematian Liu Bei ─yang merupakan alasan utama adiknya jadi seperti itu.
Semua Jendral yang mengisi kursi meja rapat terdiam membisu. Terutama untuk Ling Tong dan Gan Ning. Jujur saja, Gan Ning saat ini malah asik berhalusinasi mengalahkan Ling Tong di duel. Sedangkan Lin Tong, dia malah sibuk memikirkan maksud dari mimpi anehnya ─yang dia anggap itu sebagai firasat. "Yang Mulia, saya ada usul," mendadak suara wanita memecahkan keheningan ruangan itu.
"Ya, Xiao Qiao?"
"Begini Yang Mulia, saya punya usul ─bagaimana kalau kita mengirim putri Shang Xiang ke luar negeri. Mungkin di sana dia bisa menemukan sesuatu yang baru dapat menenangkan hatinya," beberapa orang yang mendengar penjelasan Xiao Qiao, ada yang menggangguk setuju.
"Usulmu bagus Xia Qiao, tapi entah mengapa saya takut dia luput dari pengawasan selama di sana. Lalu dia akan melakukan hal buruk. Kalian kan tau? Putri Shang Xiang itu lincah, pasti baru mengedipkan mata saja dia pasti sudah menghilang," Sun Ce mengomentari ide dari Xiao Qiao dengan beberapa pertimbangan-pertimbangan.
Ruangan rapat kembali hening. Bagi beberapa jendral senior seperti Huang Gai dan Zhou Tai, ini adalah hal yang paling sulit ketimbang bertarung melawan puluhan musuh. Bagaimana tidak? Selama ini hidup mereka hanya diisi dengan pertarungan dan misi demi masa depan Wu. Bukan dengan mengurusi anak gadis yang sedang dimabuk asmara dan kehilangan. "Suamiku, ah maksudku Yang Mulia," kembali ruang rapat dihidupkan dengan suara seorang wanita lugu.
"Ya, Istriku. Kau punya usul?"
"Itu.. Aku rasa yang dibutuhkan putri Shang Xiang adalah kasih sayang," Da Qiao sang istri raja Sun Ce, ditatap bingung oleh setiap mata yang ada di dalam ruang rapat itu ─kecuali Gan Ning dan Ling Tong. Karna mereka masih asik dengan pikiran dan fantasy mereka masing-masing.
"Jiejie, Apa maksudmu?" Xiao Qiao langsung memberikan respons to the point yang cukup mendapat perhatian dari beberapa jendral lainnya. "Iya, apa maksudmu Da Qiao? Aku tidak begitu tanggap," kali ini Lian Shi ikut mengomentari.
Da Qiao menggantungkan sebelah rambutnya ke telinga. Lalu dia menatap para jendral yang sedang menunggu jawabannya dengan malu-malu. "Begini, sebagai seorang wanita aku sangat memahami perasaan putri Shang Xiang. Perasaan kehilangan yang dialaminya terhadap kaisar Liu Bei, bagiku merupakan suatu pukulan berat setelah kepergian Baginda raja Sun Jian. Dua kali dia kehilangan pria yang sangat peduli dengan dirinya. Jadi maksudku dengan kasih sayang di sini itu... Seperti kita harus lebih mendekatkan diri padanya. Seperti memberikan perhatian khusus yang memiliki pesan abhwa dia tidak sendiri. Aku tau mungkin Putri Shang Xiang orangnya sangat rewel dan terlalu bersemangat. Tapi coba kalian lihat sekarang? Apa itu adalah dia?" semua jendral tertegun mendengarkan penjelasan dari wanita lugu itu. Jujur menurut semua jendral termasuk Sun Ce dan Sun Quan sebagai kakak, penjelasan Da Qiao sangat tepat dan benar.
"Kau benar Istriku," gumam Sun Ce sesaat.
"Lalu tindakan apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Ce?" Sun Ce menengok ke arah adik laki-lakinya yang duduk di sebelah kirinya. Sedangkan Sun Quan sang adik yang bertanya tadi, malah terdiam menunggu jawaban.
Sejenak Sun Ce menopang dagunya dengan telapak tangannya yang besar. Pikirannya rumit, dan rasa-rasanya denyut nadi di kepalanya berdenyut lebih cepat dari biasanya. Jujur, saat ini Sun Ce benar-benar bingung. Jika membuat strategi peperangan dia kan masih punya Zhou Yu, Lu Xun dan Lu Meng. Lalu sekarang? Dia harus memikirkan strategi untuk membuat adik perempuan kesayangannya jadi ceria, siapa yang akan menolongnya? Qiaos bersaudara sudah pasti akan selalu mendampingi adiknya itu, tapi itu belum cukup bukan? Lalu Lian Shi, yang dulu seorang pembimbing Shang Xiang dan sangat mengerti sifatnya pasti juga tidak akan tega. Tiga orang wanita tidak akan cukup, harus ada pria juga yang mendampingi adiknya itu. "Quan, kau mau menemani Shang Xiang?"
Sun Quan membulatkan bola matanya tak percaya. Dia berpikir pasti kakaknya, Sun Ce ini sudah jadi gila. "Ce? Kau pasti bercanda!" jawab Sun Quan tak percaya.
"Tidak, aku tidak bercanda Quan. Kau mau atau tidak? Jawab saja!"
Sun Quan menarik nafas berat, lalu dia menatap kakaknya dengan tegas. "Maaf, aku tidak sanggup jika harus berhadapan dengan Shang Xiang," tukasnya. Lian Shi melirik ke arah Sun Quan ─suaminya dengan pandangan menyerah. Dia tau suaminya itu pasti akan menolak. 1000 musuh lebih baik ketimbang Shang Xiang ─itulah ucapan Sun Quan kepadanya sesaat sebelum memasuki ruang rapat tadi.
"Sudah kuduga itu, aku juga tidak mungkin menemaninya setiap saat. Lalu siapa yang cocok?" desah Sun Ce pasrah. Pekerjaan menemani dan mendampingi adiknya ini bukan pekerjaan yang mudah diserahkan kepada orang. Kembali ruang rapat diisi dengan keheningan setiap penghuninya.
Lu Xun menggertakkan jari-jari tangannya yang ramping berulang kali ke atas meja rapat, dia ikut pusing. Iris hazelnya melirik ke arah Lu Meng dan Zhou Yu yang sedang asik membuat diskusi sendiri. Lalu perlahan irisnya berjalan menuju sebelah kirinya. Di sana dia mendapati Gan Ning sudah asik terlelap akibat terlalu banyak menghayal. Sedangkan Ling Tong di seberang kursi Gan Ning juga sudah mulai nampak bosan dan mengantuk akibat topik rapat yang baginya sangat tidak menarik itu. Lu Xun menggosok-gosokan dagunya dengan sebelah tangannya. Sebuah ide cemerlang mendadak terlintas di otaknya yang super cedas itu.
"Yang Mulia Sun Ce, saya ada usul! Ah─ bukan, maksud saya rekomendasi," semua mata mulai tertuju pada ahli strategi muda Wu, Lu Xun.
"Silahkan Lu Xun, katakanlah," pinta Sun Ce, ada sedikit kelegaan ketika melihat Lu Xun sudah angkat bicara. Lu Xun adalah orang yang cerdas, sama denga Zhou Yu dan Lu Meng. Tapi Lu Xun spesial, dia muda ─pasti punya pemikiran yang berbeda dan kreatifitas ide yang lebih baru. Harapan kecil mulai tumbuh di otak Sun Ce yang mulai gersang.
Lu Xun bangkit berdiri, dia melirik ke arah Ling Tong dan Gan Ning sekilas ─lalu dia mulai angkat bicara. "Seperti Yang Mulia Sun Ce katakan tadi, bahwa Yang Mulia Sun Ce dan Sun Quan sangat sibuk dan sulit membagi waktu untuk memperhatikan putri Shang Xiang. Saya ingin merekomendasikan prajurit yang akan mengantikan anda berdua,"
Sun Quan tersenyum lebar mendengar penjelasan Lu Xun, dia benar-benar lega. "Siapa yang kau rekomendasikan? Aku tak akan setuju jika dia bukan orang yang kuat dan cukup muda untuk adikku," tanya Sun Ce protektif tapi ada unsur penasaran di sana. Lu Xun sekali lagi melirik ke arah Ling Tong dan Gan Ning yang tidak mengikuti pembicaraan, lalu dia mulai angkat bicara kembali.
"Saya... Saya merekomendasikan jendral Ling Tong dan Gan Ning sebagai pengganti anda berdua Yang Mulia,"
GLEGAR! ─Entah petir dari mana, mendadak menyambar otak Ling Tong yang sendari tadi bengong menjadi aktif begitu namanya disebut Lu Xun. Iris karamelnya melotot tak percaya, Lu Xun benar-benar sudah gila menurut Ling Tong yang baru sadar dari bengongnya tadi. Melihat Ling Tong yang sudah mulai sadar, Lu Xun hanya tersenyum simpul.
"Kau pasti bercanda Lu Xun!" sentak Ling Tong masih dengan shocknya.
"Kau bisa lihat wajahku, aku tidak bercanda kan?" balasnya dengan tenang. Tapi entah mengapa senyuman simpul Lu Xun membuat makna lain di pandangan Ling Tong. Sejenak Ling Tong mengerutkan keningnya tanda dia benar-benar menolak dan kemudia baru memberikan jawaban.
"Aku tidak setuju,"
"Jadi kau tidak setuju? Jendral Ling Tong?" Ling Tong menelan ludahnya pelan, lalu iris karamelnya menangkap Sun Ce sedang menatapnya dengan senyum. Senyuman spesial dengan aura kegelapan mengitarinya. Sepertinya kaisar Sun Ce tidak senang dengan jawaban yang dia berikan.
"Tidak, saya setuju Yang Mulia. Hanya saja saya tidak setuju jika harus bersama dengan landak gila ─ah maksud saya jendral Gan Ning," ucap Ling Tong beralasan.
Sun Ce menggelengkan kepalanya sejenak. "Saya rasa, kalian berdua sudah pas untuk menggantikan saya dengan Sun Quan. Lihat jendral Gan Ning saja sampai pingsan bahagia mendengarnya,"
"Dia itu hanya tidur Yang Mulia! Ya, ampunn," batin Ling Tong frustasi.
"Oke sudah ditetapkan, rapat kita akhiri dengan usul dari Lu Xun," Sun Ce bangkit berdiri dan meninggalkan ruang rapat beserta para jendral senior seperti Sun Quan, Zhou Tai, Huang Gai, Da Qiao dan Lian Shi. Lalu sesaat kemudian baru Zhou Yu, Xiao Qiao, Taishi Ci, dan Lu meng.
"Lu Xun! Kau mempermainkan aku!" tuduh Ling Tong cepat, begitu para jendral-jendral itu sudah meninggalkan ruangan.
"Tidak, aku hanya ingin memberikanmu tugas. Sepertinya kau sedang senggang. Lagi pula bukannya kau suka misi yang berhubungan dengan duel bersama Gan Ning?" jawab Lu Xun tanpa dosa.
"Dia yang suka! Aku tidak!" cepat-cepat Ling Tong meralat ucapan Lu Xun yang sangat berbeda dengan kenyataan.
"Oke dia yang suka. Sudahlah, kuharap kalian rukun selalu. Dan jalanku tugas dengan baik ya. Kalau gak Yang Mulia ─ah sudahlah. Kau juga tau kan resikonya? Aku duluan," Lu Xun meninggalkan ruangan itu beserta Ling Tong yang masih termangu di tempat.
"Ck, Lagi-lagi aku harus menjalankan tugas yang merepotkan! Mohon kerja samanya ya landak!" gerutu Ling Tong sendiri pada Gan Ning yang masih asik membuat danau liur di kursinya.
"ZzzZzZ," saut Gan Ning.
.
.
TBC
.
.
Author spik :
Aduh aku gak bisa ngomong apa-apa selain "Mohon bantuannya" Aku author baru di fandom ini. Jadi ya mohon bantuan dan bimbingannya. Spesial thank's aku tujukan pada Nee-san kutercinta Morning Eagle, karna sudah membantuku dan berjasa dalam pengetikan Fic laknat ini. Hatur Nuhun ya teteh... *plak. Dan semua para reader yang sudah mau membaca jangan lupa kirimkan kritik dan sarannya ke PO BOX Review di bawah ini. Aku tunggu lho. Sampai ketemu lagi. :*
