Gekkan Homo! Yaoi Bunkatsu
~Monthly Homo! Yaoi Club~
2016 . 03
Proudly Presented by The Peony Sisters
Characters by Yuusei Matsui
.
.
.
"Edisi bulan ini..."
"Ide?"
"Hm. Tema?"
"Harga pasar sedang naik di genre vanilla."
"Tapi ini masih awal Maret. Vanilla. Pasti karena White Day."
Bagian 01: Sensitif!
Elegan, berkelas, itulah gaya Gakushuu Asano, ketua OSIS SMA Kunugigaoka. Ia datang paling pagi, dan menikmati pagi yang syahdu di ruang OSIS yang mewah dengan secangkir teh, pagi itu teh yang ia seduh adalah orange pekoe, aroma sitrusnya menguarkan kesegaran yang elegan. Musik Spring oleh Antonio Vivaldi menemani pagi yang elegan itu. Sungguh elegan.
Mungkin paginya akan semakin elegan jika ia meminum teh memandang kebun bunga sekolah dari balkon luar ruang rapat. Ide yang bagus. Dengan kelingking terangkat, Gakushuu Asano membawa cangkir teh-nya dan menyibak terbuka tirai menuju balkon...
"Ayo cepat, adikku nggak bisa bangun selamanya."
"Habis ini boleh gambar anus?"
Dan pagi elegan Gakushuu Asano hancur begitu melihat wakil ketua OSIS, Ren Sakakibara, celana menganga, dengan gagahnya berpose di depan dua orang gadis memamerkan gajahnya.
"Ada yang tidak bisa ereksi?" mendadak seorang gadis lagi berambut pirang melongok ke balkon membawa botol air. "Mau melihat peragaan oral-ku dengan botol air ini? Hai, Ketos."
"Oh, hai, Ketos," sapa dua gadis yang tadi sibuk menggambar.
"Hai Shuu baby," Ren mengedipkan sebelah mata.
CRAT!
Ren masih kedip-kedip dengan senyum blo'on kendati baru disiram teh orange pekoe dari cangkir mahal sang ketua OSIS.
"Masukkan benda itu! Apa kau tidak tahu malu!?"
"Benda yang mana?"
Abang Ketos merona. Fuwa makin menggila—dalam kepalanya.
"Yang menggantung keluar dari celanamu!"
Ren memandangi batangnya sendiri yang sudah lemas dan keleleran.
"Kalau segitunya jijik kenapa tidak masukkan sendiri?"
Fuwa dan Hazama dengan refleks berkata; "Masukkan ke mana?"
"Ke dalam celana! Dan aku tidak mau pegang-pegang barangmu! Bisa-bisa orang-orang ini kesenangan!" Gakushuu kemudian melempar tatapan sengit pada Fuwa yang sudah kembali sok-sibuk menggambar.
Ren menghela napas dan memakai celananya dengan benar, wajahnya didera penyesalan teramat sangat dan melayangkan tatapan sendu pada Fuwa.
"Aku rasa ini adalah akhir menyedihkan pelajaran privat kita, malaikatku...Call me," dia mengedipkan mata pada Fuwa sebelum merangkul Shuu dan tangannya dipelintir ganas.
"Jangan. Sentuh. Aku. Sebelum. Kau. Cuci. Tangan."
"Oh astaga, Shuu, darling, siapa yang cuci tangan setelah pegang—"
Karena Ketos dengan sengit menyuruh ketiga gadis itu meninggalkan balkon, mau tidak mau mereka menurut dengan agak kecewa—meski Hazama sebenarnya masih sibuk dengan sketsanya sampai tidak sadar apa yang terjadi, dan Fuwa menggerutu soal Ketos mereka yang sensitif.
"Sensitif." Fuwa mendadak mengangkat wajahnya saat ketiga geng mereka melintasi koridor yang masih sepi di pagi hari. Mendadak matanya membulat sebesar tatakan cangkir. "Sensitif!"
"Yap, aku dengar itu," Rio Nakamura mengangguk-angguk syahdu, "Ketos kita sensitif."
"Karena dia perjaka tulen," Hazama mengangguk juga, akhirnya mengikuti percakapan dan memasukkan buku sketsa-nya ke ransel. Nakamura dan Fuwa memandangi Hazama dengan syok. "Apa?"
"Ketos perjaka!?"
"Dia model doujin kita yang seratus persen virgin mary...Hm, Virgin Gary." Hazama mengangkat bahu dengan santai. "Karena kita menganut paham reverse, kita butuh ekspresi raw mereka, bukan? Yah, kecuali para sensei ikemen kita, hm..."
"Oke, fokus! Aku bilang apa tadi? Sensitif!" Fuwa menjentik-jentikkan jari dengan tidak sabar, gayanya tiap berusaha mengingat sesuatu. "Tema doujin bulan ini, bagaimana kalau titik-titik sensitif saat menganu dan dianu?"
"Titik sensitif?" Nakamura mengerjap, masih awam dalam dunia perhomoan, "Maksudmu ada lagi selain prostat dan belalai?"
Hazama mengangguk-angguk, tertarik. "Boleh juga. Titik sensitif seperti telinga, leher, kaki, ketiak, kau tahu, Nakamura? Sekarang saatnya menentukan seme dan uke utama."
"Bagaimana kalau si Mae dan Akabane?" Fuwa bertepuk tangan. Mereka sampai juga ke ruang klub Yaoi. Nakamura membuka kunci.
"Lalu titik sensitif mereka apa?" Hazama menggeser pintu, membiarkan kedua temannya lewat.
"Hmm, head-canon-ku, ahoge-nya si Akabane itu titik ero...Mmn, dikulum...dijilat..." Fuwa mulai melalang buana ke dalam dunia head-canon-nya yang kotor saat pintu ditutup dan Nakamura harus mendudukkannya di kursi.
"Ooh, Ero-spots! Maksud kalian seperti saat keritingnya Italia ditarik dia jadi mesum, gitu?" Nakamura mendadak dapat ide. "Daripada menentukan siapa seme dan uke edisi bulan ini, bagaimana kalau kita teliti saja semuanya? Nanti juga bisa jadi referensi untuk doujin-doujin ke depannya, kan? Yang ero-spot-nya paling menarik akan difiturkan dalam doujin bulan ini,"
"Cerdas!" Fuwa bertepuk tangan.
"Tapi bagaimana caranya?" Hazama menyipitkan mata. "Bisa membayangkan kita meraba-raba tubuh Ketos? Aku hanya bisa membayangkan bagian kita dipelintir dan dilaporkan ke polisi."
Saat mengatakan ini, pintu ruang klub bergeser terbuka lagi, dan Nagisa Shiota masuk diikuti Yuuma Isogai yang menutup pintu. Melihat ini, baik Fuwa dan Nakamura tanpa sadar menyunggingkan senyum penuh nafsu.
"Soal Ketos dan lainnya kita pikirkan nanti saja..." ujar Fuwa.
"Kita grepe dulu yang bisa digrepe, iya kan, Nagicchi?" Nakamura menjilat bibir.
"Eh...?" Nagisa dan Isogai bertukar pandang polos.
~.X.~
Napas tertahan, Nagisa begitu malu, ia tidak berani menatap Isogai sementara pemuda berambut hitam itu menelusuri tubuhnya mulai dari dada, turun ke pinggul, turun ke paha kanan, dan perlahan merambat ke kaki.
"H-nnh..."
Isogai mengangkat wajahnya, menatap Shiota sementara tangannya masih bermain di paha kanannya.
"Kau merasakannya, Nagisa...?"
"Nn...Tidak...aku hanya g-geli di bagian itu..."
Mendengar ini, Isogai mendekatkan tubuhnya pada Nagisa, dan tangannya berpindah ke kepala pemuda berambut biru langit itu.
"Bagaimana...? Kau menyukai ini...?"
Jari-jari panas Isogai menangkup kedua telinga Nagisa.
"Yah, aku merasa...nyaman...Tapi aku rasa bukan itu..."
"CUT!" Fuwa mendadak berteriak, dan Nakamura menurunkan kameranya. "Isogai-kun! Kenapa pakai tangan!? Pakai lidahmu!"
"E-Eeeh! Kalau itu aku jelas akan menjerit!" seru Nagisa, wajahnya terbakar hebat. Lalu ia menyadari Isogai memandanginya dengan tatapan terkejut. "M-Maksudku...Menjerit karena malu..."
Isogai menyunggingkan senyum misterius dan tangannya mengangkat ujung dagu Nagisa.
"Kau tidak usah berbohong, Nagisa..."
Kedua tangan Isogai sekarang menuruni punggung Nagisa dalam posisi memeluk. Fuwa tahan napas, Nakamura menelan liur. Merasa janggal jika ia tidak bergerak, akhirnya Nagisa mengambil tindakan dengan membelai kepala Isogai. Melihat dua pucuknya yang lucu itu, dan karena wajah Isogai terbenam di dadanya, akhirnya Nagisa mendapat ide untuk mengulum pucuk Isogai.
"A-Ahh—Nnh...?"
Semua gerakan berhenti.
Rahang Nakamura dan Fuwa jatuh. Mata Hazama berkilau. Nagisa mengerjap, dan menjilati pucuk di kepala Isogai.
"Nnh...! Ahh...Ahh...N...Nagisa..." wajah Isogai merona hebat, matanya redup dijalari ekstasi, kenikmatan erotis, lututnya melemah, dan ia memeluk Nagisa erat sementara pemuda berambut biru itu terus melanjutkan ministrasinya pada pucuk Isogai secara oral.
Setelah itu Isogai harus keramas—dan sekalian mandi shower air dingin.
.
.
.
"Ahoge...Oke, jadi Nagisa belum ketemu ero-spot-nya," Hazama menggumam sambil mencatat penjelasan pelajaran Matematika pada periode awal itu. Fuwa yang duduk di belakangnya, malah sibuk menggambar story-board untukNagiIso pagi ini.
"Aku bertaruh koleksi JAV-ku selama tujuh tahun, ero-spot-nya si Sakakibara itu poninya," Fuwa mencetuskan dengan wajah penuh iman.
"Tujuh tahun? Jadi kau sudah mem-fujo selama itu?" bisik Mimura yang kebetulan duduk di sebelah Fuwa.
"Bukan begitu, itu sudah aku diskon tiga tahun! Kalau semuanya kupertaruhkan, aku mati dong."
"Astaga."
"Hayo yang di belakang itu!" Kou Ichirou Sensei, sang ikemen berambut hitam yang agak dramatis—guru mereka yang ter-alay se-akademi, dengan tajam melayangkan spidol ke kepala Fuwa.
DUAKK
Lemparan maut tepat sasaran dari depan kelas ke ubun-ubun Fuwa itu-lah yang membuat ikemen ini dikenal sebagai Koro-sensei.
"Sensei tega!" keluh Fuwa sementara sekelas menertawakannya.
"Siapa suruh membincangkan koleksi JAV di tengah pelajaran sepenting ini!?"
"Ihh tapi aku memperhatikan kok!"
"Ufu? Ya sudah kalau begitu kamu pecahkan transposisi matriks ini, Fuwa-kun," tantang Koro-sensei, dengan gesit membuat soal baru spesial untuk Yuzuki Fuwa ekstra pedas di papan dengan spidol yang mungkin bumerang karena sudah kembali ke tangan beliau entah bagaimana.
Fuwa serius memperhatikan, namun begitulah, Koro-sensei yang kekanakan, ngasih soal empat kali lipat lebih sulit dari yang beliau ajarkan. Menatap Mimura sedih, ia pun beranjak dengan langkah terseret ke depan kelas. Seakan reputasinya kurang hancur saja setelah si-telinga-tajam itu keras-keras mengumumkan kalau ia koleksi JAV! Demi Tuhan, dia hanyalah seorang fangirl! Ini semua terlalu berat untuknya!
"Nah, nah, sementara Fuwa-sama mengerjakan soal yang mudah ini, Sensei akan melanjutkan penjelasan, dan kalian akan mencatat—dan Hazama-kun dilarang meminjamkan catatan pada Fuwa-sama." Tambah beliau, sudah berada di deret belakang untuk menepuk kepala keriting si penulis homo itu.
"Um," Hazama menatap lurus ke depan. "Kalau tidak?"
"K-Kalau tidak...S-Sensei marahan sama Hazama-kun!"
Ini guru apa anak TK.
~.X.~
Pada jam istirahat makan siang, seorang Ketos tetaplah sibuk. Gakushuu langsung masuk ke ruangan OSIS. Hari itu tidak ada rapat, tapi banyak paperwork yang harus ia selesaikan, sehubungan dengan Karyawisata Musim Semi. Salah satu proposal mengajukan perjalanan ke luar negeri, dan sebenarnya ia ingin juga. Sayang, mereka akan butuh banyak sponsor dan seluruh tabungan OSIS...
Tidak mungkin ia minta ayahnya. PHFT! Meminta ayahnya, barangkali hal terakhir yang akan pernah Gakushuu lakukan dalam hidupnya. Pakai uang jajannya sendiri, mungkin cukup...namun akan terjadi pengurangan signifikan pada tabungan kuliahnya nanti...
Seseorang menjeda konsentrasinya dengan mengetuk pintu.
Yuuma Isogai, ketua kelas 2-B.
"Ada apa?"
"Aku ingin meraba tubuhmu—"
BLAMM
Gakushuu segera menyambar ponsel dan tas, mengunci pintu ruang OSIS, membuka jendela, memakai sepatu simpanannya di atas rak buku.
Klub Yaoi sialan...kalau Isogai sudah di sini, dan aku tidak segera hengkang, si Fuwa itu akan...
Dan saat sang Ketos tengah memanjat turun dari balkon secara serampangan dan tidak elegan, ternyata di bawah sudah menunggu sekretarisnya yang berambut helm dan Rio Nakamura, membawa tali tampar.
"Ketos mau ke mana? Awas jatuh, nanti mukanya nggak ganteng lagi loh~"
"TINGGALKAN AKU, KLUB YAOI!"
~.X.~
Tirai ditutup, teh disuguhkan, tiga remaja tampan duduk berjejer di ruang klub Yaoi yang sebenarnya dulu gudang alat olahraga. Mereka bungkam. Mereka tercekam. Di hadapan mereka adalah Ketua Klub Yaoi yang menyenteri wajah horornya—sungguh tak sanggup, bahkan Ketos sekalipun, memandang wajah itu. Semuanya menatap teh atau meja.
"Sudah tengah bulan," mulai Hazama serius, suaranya dalam. "Tidak ada waktu untuk membuat proposal tertulis, tapi aku akan meminta ijin secara verbal; ijinkan kami meraba tubuh kalian."
BLAM!
"TIDAK—"
"Oke—"
"Wani piro?"
Ren Sakakibara, tidak perlu dicemaskan. Hiroto Maehara, bisa diurus—lalu Ketos, harus ditangani dengan penuh hati-hati. Hazama menjentikkan jari.
Yuuma Isogai duduk di sebelahnya dengan kalkulator dan Buku Besar, dasar pembuatan laporan neraca dan laba-rugi keramat Klub Yaoi. Mau tak mau, bahkan mata ungu Ketos tertarik menatap buku ajaib itu. Kadang ia lupa, klub aneh ini menghasilkan jutaan untuk tiap penerbitan.
"Sebutkan hargamu, Maehara-kun,"
Maehara menyunggingkan senyum. "Aku..." ia menjilat bibir, "Ingin motor Harley David—"
DUAKK
Buku Besar Isogai nyaris membelah kepala Maehara jadi tujuh, dan pemuda manis itu melakukannya dengan senyuman malaikat (maut).
"Maehara-kun, kau masih SMA, kau tidak butuh motor seperti itu."
"Tapi—"
"Ma-e-ha-ra-kun..."
"—Aku ingin tiket konser KNG48 VIP dan Backstage Pass." Maehara cepat-cepat mengganti harganya di bawah nada 'ramah' Isogai. Ketua Kelas berpucuk segera mencatat dan menghitung, sebelum mencari-cari sesuatu dengan smartphone, dan berbisik pada Hazama.
Ketua Klub Yaoi mengangguk.
"Baiklah, anggap saja itu sudah terwujud, detil bisa kau bicarakan nanti."
"Hnnn..."
Ren Sakakibara melipat tangan, "Nah, kalau aku—"
"Kau tidak minta apa-apa tadi sudah setuju, jadi sekarang giliran Ketos." Potong Hazama sebelum si poni lempar sempat berkata, lalu pergi ke pojokan untuk meratap.
Gakushuu bersitatap dengan Hazama, agak sengit. Sebenarnya semua ini agak menyedihkan, karena OSIS nyaris sepenuhnya dalam pengampunan Klub Yaoi, lantaran Klub Yaoi mungkin satu-satunya klub dengan donasi terbesar di SMA Kunugigaoka. Mereka tidak mengharumkan nama sekolah, mereka tidak mencari prestasi, mereka sepenuhnya ada untuk kepuasan primal pribadi yang nista, dan sayangnya kepuasan primal pribadi yang nista adalah keinginan semua remaja.
Dan remaja-remaja nista sudah menjadi khalayak sejak era 2000, mereka akan membayar untuk 'kepuasan primal pribadi'. Klub Yaoi. Sungguh mengerikan.
Tapi ia harus mendapat sesuatu. Keperaw—keperjakaannya menjadi harga!
"Hm," ia memasang topeng arogannya dan bersandar. "Aku tidak akan terima kurang dari menjadi sponsor untuk membawa karyawisata kita ke Bora-Bora dengan resort terbaik untuk semua murid di sekolah ini."
KRAKK
Kali ini suara datang dari pensil di tangan Isogai yang patah bertepatan dengan perkataan Gakushuu. Pemuda berpucuk itu melayangkan senyum manis berbahayanya pada Gakushuu.
Ketos menyunggingkan senyum kemenangan. Ia aman! Tidak mungkin klub sekolah belaka bisa membiayai perjalanan sebegitu mewahnya!
"Ee! Bora-Bora? Jadi kita mau ke Bora-Bora untuk karyawisata?" Tanya Nagisa Shiota, ikut nimbrung dan duduk di pangkuan Isogai. Pemuda pendek berkucir dua itu menatap Hazama dengan mata biru berkilau. "Boleh juga!"
"Uu...T-Tapi Nagisa-kun! Nanti penghasilan kita habis...!" bisik Isogai, tampak hampir menangis.
Nagisa mengernyit prihatin dan membelai wajah Isogai.
"Hm, tenang saja, jangan takut, Isogai-kun..." dan ketika Nagisa tersenyum lagi pada sang Ketos, Gakushuu menyadari dengan siapa dia berhadapan. Iblis biru muda itu mengedipkan sebelah mata.
"Kalau boleh meraba tubuh ketos sampai puas cuma seharga karyawisata ke Bora-Bora, serahkan saja padaku~!"
"HOREEEE!"
~.X.~
Gakushuu Asano keluar dari ruangan klub Yaoi yang gelap itu dengan tenaga minus satu, seluruh raganya terasa lelah akan cobaan ini.
"Aku tidak sabar ke Bora-Bora bersama, A-sa-no-kun..." bisikan ikemen berpucuk tepat di tengkuk Ketos yang sangat sensitif.
Cup!
"Nnh!" Gakushuu sudah mau melayangkan karate-chop, namun Yuuma Isogai lebih cepat lewat, bergandengan riang dengan Nagisa Shiota dan melenggang di koridor menuju kelas mereka.
Di belakang, Maehara keluar dengan wajah penuh haru memegangi tiket VIP, sementara Ren yang tidak dapat apa-apa malah tampaknya sangat puas dengan semua perabaan yang ia alami, wajahnya kinclong berseri.
Menyadari tatapan sebal Gakushuu, Ren menepuk-nepuk punggungnya.
"Aku tidak percaya kita bisa karyawisata ke Bora-Bora dengan harga keperjakaanmu! Hahaha!"
"CIH"
DUKK!
"K-SOO! WHY DO YOU HURT ME SO, DARLING!?" Ren tertohok memegangi perutnya yang disikut sadis oleh sang Ketos yang sekarang menghentak pergi dengan wajah merah padam. Gakushuu dengan geram mengusap-usap tengkuknya yang sensitif itu, seakan berusaha menghapus kecupan Isogai barusan.
Ya Tuhan, jangan biarkan aku berurusan lagi dengan Klub Yaoi!
Sayangnya, terkadang, Tuhan menguji hamba-Nya dengan cobaan teramat pedih.
~.X.~
"Oh iya!" Nakamura mengangkat wajahnya dari story-board yang ia kerjakan. "Si Karma Akabane, kita kan belum tahu ero-spot dia?"
"Paha,"
Semua senyap menatap Hazama yang masih fokus mengerjakan story-board setelah perkataannya yang mencengangkan itu. Fuwa sudah melotot dan tangannya mengepal seakan sedang menggenggam pisau, karena semua straight-pairing adalah NOTP-nya.
"Saat renang dia kram, lalu Koro-sensei memijit pahanya, dia menahan desahan dengan wajah merah minggu lalu. Ini fotonya," tanpa mengangkat wajah dari kerjaan, Hazama menyodorkan ponsel-nya pada Fuwa yang langsung menarik napas berat.
"Hazama-kun kok nggak bagi-bagi sih!?"
"Aku agak lupa."
"Uh, apa tehnya tidak enak ya, kok tidak diminum, kan sayang," Isogai meski dengan nada sayang terus saja memasukkan teh sisa tamu tadi ke dalam botol minum, mendapat tatapan prihatin dari Nakamura karenanya.
Gadis pirang itu duduk di sebelah Nagisa yang sedang mengoreksi story-board.
"Ne, Nagisa-kun...apa tidak terlalu berlebihan kau membayar karyawisata ke Bora-Bora?"
"Kakak-ku Hotaru punya resort pribadi di sana, sudah lama tidak dipakai. Di garasi bandara pesawat jumbo-jet kami ada lima, sudah lama juga tidak dipakai, karena ibu dan ayah lebih suka pakai pesawat supersonik, dan Hotaru takut ketinggian. Akari-chan juga lebih suka naik pesawat komersial VIP-Class agar tidak menarik perhatian."
"SEBENARNYA KELUARGA SHIOTA ITU KELUARGA MACAM APA!?"
"Tapi karena pengeluaran untuk keperluan pengumpulan data kita tidak dipakai..." Isogai mondar-mandir memandangi Buku Besar-nya, "Entah kenapa terasa sedikit timpang neraca ini. Aku rasa harusnya kita bisa memanfaatkan sisa ini untuk sesuatu!"
Fuwa mendadak dapat ide.
"Bagaimana kalau..."
~.X.~
"AKU TIDAK SUDI NAIK PESAWAT SEPERTI ITU!" bentak Gakushuu Asano dengan wajah merah padam.
"Astaga, kamu manja sekali ya, Asacchi!" Fuwa mendecakkan lidah, menerima tiket teman-temannya yang masuk ke Jumbo-Jet dengan wajah menahan diri dan pura-pura buta. "Bisa ke Bora-Bora naik Jumbo Jet dengan harga grepe tubuhmu itu sesuatu sekali loh!"
"TAPI...Ini...Ini...!" Gakushuu dengan galak menunjuk-nunjuk desain stiker di Jumbo-Jet milik Shiota Private Airlines.
Di ke-lima Jumbo Jet itu terpampang fanart-fanart nista Gakushuu Asano (Pesawat 01), Kou Ichirou Sensei (Pesawat 02), Karma Akabane (Pesawat 03), Hiroto Maehara (Pesawat 04), dan Yuuma Isogai (Pesawat 05) bertelanjang dada berbaring di hamparan mawar, tak lupa kredit terpampang besar KNG YAOI CLUB di ekor pesawat.
"Kenapa memangnya? Yang lain saja tidak keberatan! Ini namanya promosi yang cerdik, tahu?" Fuwa melambai-lambai tidak sabar. "Ya sudah kalau Asacchi tidak mau naik pesawat ini sana cari penerbangan ke Bora-Bora sendiri, buuu!"
Gakushuu menampar jidatnya yang sebelumnya sudah merah, dan makin merah. Beberapa siswa-siswi lainnya akhirnya masuk diikuti Fuwa setelah menerima tiket yang sebenarnya untuk keperluan absensi. Gakushuu memutuskan untuk meditasi sejenak sebelum masuk ke dalam kendaraan nista itu.
Kepala Sekolah, tak lain dan tak bukan, ayahnya, mengangguk-angguk dengan wajah cukup riang memandangi pesawat-pesawat ini.
"Mungkin lain kali aku juga ingin digambar seperti itu dan dipajang di pesawat," Gakuhou Asano menepuk-nepuk kepala anaknya. "Dan dengan 'lain kali' maksudku 'tidak akan pernah', hahaha..."
Pria tampan itu melenggang masuk ke Pesawat 05 dengan tawa puas, meninggalkan anak semata wayangnya meratapi nasib, hingga akhirnya Ren Sakakibara menyeretnya masuk dengan ancaman akan menyebarkan bahwa mereka semua bisa karyawisata ke Bora-Bora karena Ketos mereka mengorbankan keperawanannya.
Bisa dibilang, Edisi Bulan Maret laku keras sampai mereka harus melakukan cetak ulang dan translasi karena sekali ini para penista mancanegara turut menyambut karya Klub Yaoi Kunugigaoka bulan itu.
.
.
.
~Omake~
"Kalau untuk para sensei ikemen...bagaimana caranya kita tahu ero-spot mereka ya...?"
"Ufufufu! Kalian mau tahu ero-spot-ku?"
"S-Sensei?"
"Ero-spot saya, ya...Hmm..."
"Pak Kepsek! Dihh!"
"Oh, Asano-sensei mengakui kalau punya titik sensitif juga?"
"Isogai-kun!"
"Hm, benar sekali, Isogai-kun. Bagaimana pun juga, saya ini manusia. Nah, soal ero-spot saya..."
"...?"
"Kalian akan tahu dengan harga nyawa kalian."
"...h-ha...haha...Pak Kepsek...b-bisa aja..."
"Ufu! Kalau sensei sih, ero-spot-nya...di hati~!"
"..."
"Bisa tolong bukakan pintu darurat, Isogai-kun? Saya mau melempar orang ini ke laut."
"EE! TAPI KITA MASIH DI ATAS DARATAN!"
"Siap Asano-sensei,"
"EEII!"
"Fuwa-san, tolong pegangi tangannya, saya akan pegangi kakinya, lalu kita ayunkan ke luar saat Isogai-kun membuka pintu darurat."
"Siap Pak Kepsek!"
"HYEEEHH!?"
