Jangan ingkari rasamu.

Jangan abaikan apa yang ada dalam hatimu.

Mungkin saja mereka adalah bagian dari halaman suratan takdirmu.


Sulit

(Amaliah Black)

Inuyasha © Rumiko Takahashi

Warning: Gajelas dsb.


Sulit.

Satu kata untuk menginterpretasikan apa yang ada dalam benak sosok itu sekarang.

Atau... mungkin dia hanya tak paham?

Entahlah.

Rinai hujan mendera bumi. Berbondong-bondong menyerang atap-atap rumah yang ringkih. Gelegar petir bergemuruh sana-sini. Sosok dingin itu berdiri dengan kedua bahunya yang tegap. Memandangi bulir-bulir yang saling berjatuhan. Sekilas ia lirikkan permata safir emasnya ke arah gadis kecil yang kini tengah meringkuk di sekat gubug. Sepasang matanya kini terpejam dengan seulas senyum tipis di antara lelap tidurnya. Sesshomaru kembali mengalihkan tatapannya.

Kini kedua alisnya berkerut. Ia sandarkan kepalan tangannya ke dinding.

Sulit.

Satu kata yang saat ini tengah mengobrak-abrik batinnya.

Atau... hanya dirinya saja yang tak mengerti?

Entahlah.

Dalam rindu dendam, ia rasakan getaran asing yang tak pernah jera menerkam ketangguhan hatinya. Yang kerap kali ia tepis—namun muncul kembali. Yang seringkali ia abaikan—tetapi, tak juga luput dari rasanya.

Ia bukanlah makhluk berperasaan yang percaya akan makna cinta, kasih, dan omong kosong lainnya. Bukan juga makhluk keji yang dengan bengisnya mengabaikan perasaan dirinya sendiri.

Ia makhluk terkuat. Kokoh akan segalanya. Tak kan pernah hancur. Tak kan pernah menjadi puing-puing nista. Tak pernah.

Lantas apa yang tengah berada di relungnya sekarang?

Cintakah?

Cih. Ia mendesis. Persetan dengan segala kebodohan itu.

Cinta hanya tercipta untuk manusia-manusia keparat itu, bukan dirinya. Cinta adalah kelemahan. Ia sama sekali tak membutuhkannya.

Hujan-hujan semakin reda. Berganti akan gemericik-gemericik air yang tersisa.

Sesshomaru masih berdiri menghadap jendela kecil, membelakangi gadis yang masih tertidur dengan dengkuran halus yang menyejukkan.

"Sesshomaru-sama—aku ingin selalu bersamamu..."

Kedua pupil sosok itu seketika melebar serentak dengan kalimat yang ia dengar sekian detik yang lalu. Ia palingkan kepalanya sedikit. Namun, yang ia dapatkan hanyalah anak manusia yang sedang terbuai nyenyak.

"Sesshomaru-sama. Aku ingin selalu bersamamu..."

Dan lagi, gadis itu membisikkan kalimat yang sama di sela dengkuran halusnya.

Sesak.

Sesshomaru mengeraskan rahangnya. Tak pernah ia pikir dirinya akan seperti ini.

Ia cukup bodoh untuk mengartikan getaran itu...

Tidak!

Ia tidak bodoh. Ia hanya tak sanggup. Atau hanya tak ingin.

Sebab—dia tak ingin lemah. Tak ingin satu hal kecil sekalipun mengendalikan dirinya. Tidak ingin hal itu membutakan matanya terhadap dunia yang sama kejamnya.

Ia memang tak mampu lagi mengingkari semuanya. Tetapi, hati bajanya tak usah lumer. Biarkan getaran itu menjadi kekuatannya... atau hiasan dalam jendela harinya. Biarkan.

Mengapa sulit ungkapkan cinta?

Padahal ia ada.

Mengapa sulit mengaku cinta?

Padahal ia terasa...


-End-


Mohon review-nya ya hadiriiiiiin 333