Chapter 1 : Sasuke-sama, otaku level kreatif
Otaku-kun to Asuriito-chan
Copyright © Kiiroame
Happy Reading!
Di sebuah kamar yang cukup besar terdengar suara tembakan yang cukup nyaring. Kamar bercat putih itu cukup terang, mengingat hari masih siang. Poster-poster animasi banyak menghiasi dinding kamar itu. Beberapa rak berisi komik berjejer rapi melekat di dinding. Sebuah kasur berukuran cukup besar terletak di tengah ruangan. Di ujung kasur itu, terdapat seorang pria yang bersandar sambil memegang sesuatu berbentuk pistol dengan air muka yang serius. Dia mengarahkan benda itu ke depan dan menekan pelatuknya.
Bunyi tembakan terdengar lagi. Namun, kali ini diiringi dengan suara 'Game Over' dari stereo. Decakan kesal terdengar dari pelaku tembakan, bukan, dari seorang pemain game. Dia adalah Sasuke Uchiha, seorang otaku level kreatif sampai-sampai dia menjadi seorang game developer demi hobinya. Dia juga pemilik saham terbesar di sebuah perusahaan yang memproduksi 'asupan' para otaku. Seperti yang orang bilang, 'umur tidak akan menghentikan hobi', pria dewasa berumur 24 tahun ini juga masih suka menonton anime bergenre mecha seperti Doraemon dan Crayon Shin-chan.
Tapi dia ini sama sekali bukan anak-anak. Sekali kedipan mata mampu membuat para gadis jatuh cinta. Jika suara berat dan dalamnya terdengar, orang-orang akan meneguk ludah karena terpesona. Mau bagaimana lagi, Sasuke-sama (dia inginnya dipanggil begitu) ini terlahir dengan wajah yang sangat tampan yang didapat dari gen Uchihanya. Kulitnya yang pucat dan tinggi badannya yang mencapai 176 cm juga mendukung dirinya untuk menjadi tuan populer di manapun dia berpijak. Rambutnya yang hitam ditata khas karakter anime, yakni poni panjang sepipi membingkai wajah dan bagian belakangnya mencuat berantakan. Gaya rambutnya ini kadang malah terlihat seperti pantat bebek.
Sasuke menaruh 'pistol'nya di lantai. Kepalanya menengadah, matanya menerawang melihat ke langit-langit kamarnya, memikirkan game apa yang harus dimainkannya setelah ini. Sepasang mata hitamnya melirik pintu yang baru saja terbuka. Seorang laki-laki berdiri di sana sambil bersedekap memandangnya.
Dia adalah Itachi Uchiha, kakaknya. Umurnya sekitar 28 atau mungkin 29 tahun, Sasuke tidak begitu ingat. Yang jelas waktu dia memasuki tahun terakhir sekolah dasar, kakaknya itu sudah menjadi siswa sekolah menengah atas. Aniki, begitu panggilan Sasuke pada pria berambut hitam panjang yang lebih sering diikat ke belakang. Kadang-kadang Sasuke bingung, bagaimana kakaknya itu bisa mempertahankan rambut panjangnya padahal dia adalah seorang akuntan. Kalau soal penampilan seperti warna kulit, mata, warna rambut, dan tinggi badan mereka berdua hampir sama, hanya satu yang membuat Sasuke berpikir kalau mereka berbeda. Sasuke-sama lebih tampan.
Ingat kalau ketampanan Sasuke berasal dari gen Uchihanya? Nah, menurut Sasuke, Itachi tidak memiliki gen yang satu itu. Dia hampir mengira kalau kakaknya itu adalah anak pungut melihat dia sudah memiliki keriput di usia yang tergolong cukup muda. Untung saja Sasuke ini cukup cerdas untuk mengetahui penuaan dini kakaknya itu disebabkan oleh pekerjaan yang membuatnya kaya raya namun cukup berat untuk dijalani dan jangan lupa karena seorang isteri yang pemarah.
"Kenapa kau melihatku seolah kau sedang melakukan pengenalan karakter?" ucap Itachi setelah bosan dari tadi adiknya hanya meliriknya tanpa berkata apapun.
Sasuke menegakkan duduknya dan mengambil sebungkus keripik yang sudah terbuka. "Oh, jadi kau tau sesuatu tentang game? Kukira barang elektronik yang bisa kau pakai hanyalah kalkulator." sahutnya di sela-sela mengunyah keripik kesukaannya jika main game. Matanya mengikuti sang kakak yang berjalan masuk. Bunyi derit kasur menandakan kalau Itachi tengah mendudukkan dirinya di kasur milik Sasuke.
"Mulutmu itu sangat manis, Ototou-kun." kata Itachi dengan nada sarkastik. Matanya berkeliling melihat kamar adiknya yang tidak berubah, hanya koleksi yang semakin bertambah setiap kali dia masuk. "Kenapa kau hanya bermain game? Kau tidak punya pacar untuk digoda?" lanjutnya lagi. Adiknya ini lumayan tampan dan banyak gadis (dan pria) yang mengantri hanya untuk bisa berbicara dengannya. Mendapatkan seorang pacar harusnya tidaklah sulit.
Itachi terkejut ketika Sasuke tiba-tiba melompat ke atas tempat tidur dan duduk di sebelahnya. "Aniki, kau ingat bagaimana kau bertemu kakak ipar pertama kali?" tanya Sasuke dengan mata yang serius.
Satu alis Itachi terangkat,"Aku bertemu dengannya di pernikahan temanku, saat itu aku tidak sengaja menumpahkan sampanye ke gaunnya. Apa hubungannya dengan kau yang tidak memiliki pacar?" jawab Itachi sedikit heran. Adiknya ini sangat membingungkan dan berubah-ubah. Kadang dia sangat hiperaktif dan terkadang dia sangat dingin. Dan sepertinya saat ini Sasuke sedang berada di hyperactive mode-nya.
"Nah, aku sedang menunggu itu." jawaban Sasuke membuat alis Itachi naik satu senti.
"Menunggu pernikahan temanmu?" tanya Itachi.
Sasuke tergelak. Matanya memandang kakaknya seolah kakaknya adalah seorang stand-up komedian yangbaru saja mengeluarkan punch-line. Sedangkan sang kakak balik menatap heran. Tuh kan, adik satu-satunya ini aneh maksimal.
"Bukan begitu, bodoh." urat kemarahan imajiner Itachi muncul mendengar kata-kata Sasuke. Tanpa rasa bersalah karena sudah mengucapkan hal yang tidak sopan, Sasuke malah berdiri menghadap Itachi. "Yang aku maksud adalah, sebuah special event yang mempertemukanku dengan jodohku. Di mana semuanya berkilauan dan membuat mataku hanya tertuju padanya. Saat itu, musik yang lembut mengalun mengiringi jantungku yang berdegup keras. Doki-doki suru~" tangan Sasuke yang awalnya tadi bersedekap sekarang membuat pose berkilauan dengan tangan kanan menyentuh dada dan tangan kiri teracung miring ke atas, sungguh dramatis.
"Setelah special event itu terjadi, aku akan meninggalkan semua route dan hanya mengikuti flag yang akan menuntunku menuju akhir bahagia bersamanya." Sasuke kembali bersedekap bangga, seolah dia baru saja mengatakan sesuatu yang sangat bermakna. Sedangkan Itachi malah menepuk dahinya setelah mendengar perkataan konyol adiknya.
"Lalu, mau sampai kapan kau menunggu? Lagipula bagaimana mungkin kau mengalami hal seperti itu jika kau hanya main di kamar? Asal kau tau, aku tidak ingin kau bertemu jodohmu di Akihabara." kali ini Itachi yang bersedekap dan Sasuke yang keheranan.
"Apa maksudmu? Memangnya ibu tidak ada rencana menjodohkanku dengan seseorang? Padahal umurku sudah cukup untuk dijodohkan, loh." Sasuke mengibaskan tangannya seperti ibu-ibu penggosip.
Urat kemarahan imajiner Itachi kembali muncul. 'Hoi, jangan berbicara seolah itu adalah trivia yang penting!' hati Itachi berteriak mulai tidak kuat menghadapi adiknya.
Sasuke menjatuhkan dirinya di kasur dan meraih sebuah PSP yang tergeletak di samping Itachi.
"Jadi kau mau special event konyolmu itu dari sebuah perjodohan?" tanya Itachi setengah kesal. Otak ber-IQ tingginya selalu mendadak jongkok jika adiknya ini mulai menampakkan identitas otakunya.
Sebenarnya Sasuke kesal karena Itachi mengatakan special event-nya konyol tapi dia tetap menjawab pertanyaan kakaknya. "Iya, iya, jodohkan aku dengan seseorang yang manis dan spesial. Laki-laki atau perempuan tidak masalah asalkan dia bisa membuatku berdebar." tangannya meng-klik PSPnya dengan antusias, tidak memerdulikan Itachi yang menghela napas berat.
"Aku akan memberitahu ibu, kumohon dengan siapa pun kau dijodohkan jangan tunjukkan sifat otakumu ini." Sasuke tidak mennghiraukan Itachi yang meninggalkan kamarnya.
Itachi menutup pintu kamar adiknya. Dia tidak habis pikir. Jadi itu alasannya selama 24 tahun ini Sasuke selalu menolak untuk memiliki kekasih? Konyol sekali adiknya itu. Sedikit banyak dia menyesal dulu pernah mengajari Sasuke bermain game sewaktu kecil.
Itachi langsung menemukan ibunya ketika dia memasuki dapur. Ibunya yang cantik itu menoleh saat mendengar seseorang menarik kursi dan duduk. Senyuman teduh khas seorang ibu terpatri melihat anaknya sedang bertopang dagu seperti sedang frustasi (memang iya) dan hal ini membawanya duduk di seberang Itachi.
"Apa ada masalah, Itachi-kun?" tanya sang ibu dengan lembut. Itachi menghela napas sebelum menyentuh tangan ibunya dan menggenggam tangan putih itu erat. Mata mereka beradu sambil menyiratkan kasih sayang ibu-anak. Suasana dapur megah yang damai dan aroma kopi yang kuat seolah menenangkan pikiran Itachi tentang adik otaku setengah tidak waras yang dimilikinya.
"Aku rasa ibu harus menjodohkan Sasuke, laki-laki atau perempuan tidak masalah katanya." kata Itachi setelah lagi-lagi menghela napas. Berapakali dia harus menghela napas karena Sasuke? Memangnya dia tidak tahu kalau menghela napas satu kali itu sama saja dengan membuang satu kebahagiaan.
Sang ibu memiringkan sedikit bingung namun lalu dia tersenyum maklum. "Seperti biasanya Sasuke-kun tidak mau repot, ya." Itachi langsung melihat seperti ada cahaya malaikat di sekitar ibunya. Ibunya ini memang sangat baik hati dan menerima anak-anaknya apa adanya.
"Karakter kesukaan Sasuke itu adalah Kise-kun, Orihime-chan, Karma-kun, Akashi-kun, Chitoge-chan, Hayama-kun, Noiz-kun, Don-kun, Shouyo-kun. Hee, jadi berambut merah atau pirang ya." Seketika Itachi sweatdrop mendengar ibunya membuat kesimpulan sambil berbicara seperti dia memiliki pengetahuan luas tentang anime game.
Tapi hebat juga ibunya bisa memaklumi anak macam Sasuke, padahal dia sendiri yang memberi tahu Sasuke tentang anime dan game kadang sampai lepas kendali. Kalau diingat-ingat ibunya juga yang membuat ayah setuju dengan pilihan karir Sasuke. Pada awalnya ayahnya ingin Sasuke menjadi dokter dan entah bagaimana ibu bisa membujuk ayahnya yang lumayan keras kepala itu. Ya! Pasti ayahnya sudah jatuh terlalu dalam pada pesona malaikat ibunya ini!
Itachi menangis gembira dalam hati sambil menatap ibunya yang sepertinya sedang memikiran calon jodoh yang potensial untuk Sasuke. Kemudian tiba-tiba terdengar suara dering ponsel yang Itachi yakin bukan miliknya. Tangan ibunya yang bergerak merogoh kantong celemek yang dipakainya menandakan itu adalah bunyi ponselnya. Setelah menyentuh ikon berwarna hijau dia langsung menempelkan benda gepeng itu ke telinga.
"Halo? Kushina-chan?" sapa ibunya pada orang yang dipanggil Kushina itu. Itachi tau siapa yang menelepon ibunya. Kushina Namikaze atau yang kadang-kadang dipanggil ibunya Habanero-chan entah apa sebabnya dan dia sediri memanggilnya dengan sebutan Kushina-san, adalah teman ibunya sewaktu kuliah. Itachi pernah bertemu dengan Kushina-san beberapa kali. Dia juga mengenal anak sulungnya.
"Hee, jadi kau sudah sampai di Jepang? Tentu saja aku akan menemuimu nanti, sebaiknya kau istirahat dulu, ne Kushina-chan?" obrolan akrab terdengar. Wajah sang ibu terlihat sumringah karena dapat berbicara dengan temannya yang berambut merah itu.
Eh, merah?
Dia jadi teringat sesuatu, "Kushina-chan, Karin-chan itu berambut merah kan? ... apa kau bersedia menjodohkannya dengan Sasuke?"
Itachi tidak tau jawaban apa yang diterima ibunya tapi melihat ibunya yang tersenyum semakin lebar, sepertinya itu hal yang bagus. Dan hal itu semakin diyakininya ketika ibunya mematikan telepon lalu mengacungkan jempol ke arahnya sambil berkata, "Ibu sudah mendapatkan calon potensial, dattebene!"
"Da-dattebene?"
Itachi sweatdrop mendengar kosakata yang asing di telinganya.
