Disclaimer: bukahkah seluruh karakter dalam Naruto milik Masashi Kishimoto?
Genra: Com-Rom (Comedy-Romance), Teenagers Love
Main Chara: Haruno Sakura and Naruto Uzumaki
Warning: author amatiran, abal tak terkira, banyak kesalahan dalam penulisan, payah EYD, bergelimpungan typo(s), hanya berharap maklum dari para readers.
Summary: Sakura tidak pernah memperdulikan pernyataan cinta yang diterimanya dari Naruto, akan tetapi semua berubah tatkala ia memperhatikan pemuda itu dengan rinci dalam durasi dua ratus empat puluh detik. "Karena ada suatu kajian yang mengatakan, bahwa hanya dibutuhkan waktu empat menit, untuk memutuskan apakah kita memiliki perasaan terhadap seseorang."
Four Minutes
"Sakura-chaaann…!"
Aah, suara ini lagi! Intonasi serupa yang sudah sangat teridentifikasi oleh indera audiotorimu, bahkan terlalu mudah untukmu mengetahui siapa pemilik artikulasi. Kendati sekalipun seseorang itu sedari tadi memanggil-manggilmu, sama sekali tidak akan membuat langkahmu terhenti. Kau tetap meniti jalan di koridor, bersamaan dia yang seperti memiliki resistensi tinggi untuk bertahan pada prilaku acuhmu.
Kau memposisikan dirimu pada bangku yang memang atas kepemilikanmu, dan semerta-merta ia mengikuti dan mengambil tempat di sampingmu. Kau tatap wajahnya dengan rona kesal, di lima detik kemudian kau alihkan ke sembarang direksi. Ia tersenyum manis, "Sakura-chan!" ulangnya menyebut panggilanmu dengan mesra.
Braak…!
Jengah akan kelakuannya yang tak urung menyebalkan menurutmu, kau gertak dia dengan memberikan pukulan kuat terhadap meja. Memang, sebentar ia tampak terkaget, namun kejutan yang kau berikan tak berefek lama, ia kembali melempar sunggingan terimutnya padamu. Kau menghela napas bosan, berpikir sekiranya kenapa Tuhan mau menciptakan makhluk keras kepala seperti lelaki di sebelahmu.
"Jangan cemberut! Kau makin terlihat cantik," ia berujar lagi, menggunakan teknik rayuan kualitas rendahan, yang kau responi dengan mengerucutkan bibir dan mengangkat kedua bahumu – indikasi merasa jijik. Lebih gilanya, ucapannya terdengar begitu paradoks; raut muka kucel tertekuk, akan menambah daya tarik fisik. Sungguh, kajiannya sama sekali tidak memiliki dasar teori yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kau setengah mati untuk melapangkan dada; memperluas kesabaran yang kau miliki. Pasalnya, salah-salah sedikit, kau bisa melakukan tindak seperti apa yang ada dalam film bergenre horror-gore – kau akan memutilasi tubuh seseorang, memenggal kepalanya, dan membagi potongan badan anak manusia menjadi delapan. Tapi, sepertinya calon korbanmu tak peduli, ia malah anteng menempatkan kedua tangan di atas meja guna menumpu dagunya.
Entah kapan tepatnya, yang jelas kau merasa amat terganggu dengan ulahnya tersebut. Bukan hanya itu, ia tanpa kenal tanggung, berani mengatakan cinta untukmu di hadapan warga sekolah yang ada. Malu, terang saja kau merasa seperti itu, sebab yang ada kau mendapati beberapa siswa mentertawakanmu.
"Maumu apa, sih, Naruto?" sebenarnya kau hanya membuang waktu untuk bertanya demikian, sepertinya hanya mencoba mengusir tanda tanya penuh mengenai perangainya. Ia tertunduk terlebih dahulu, "jadilah pacarku!" tuturnya tak lama kemudian, dan kau selalu mendapati jawaban serupa saat kau melemparkan wacana introgatif yang sama.
Kau cermati ia baik-baik, mengamati ekspresi wajahnya yang tampak polos – tidak ada isyarat kalau Naruto ingin mengerjaimu. Satu detik, dua detik, hingga detik ke sepuluh, kau lemparkan arah pandangmu pada tempat yang berbeda. Lagipula, kau memang tidak berminat memberikan direksi netra pada ia lebih dari setengah menit.
Merasa enggan memperhatikan ia lebih lama, karena kau pikir cuma akan menambah rasa kesal yang terlanjur tinggal. Sia-sia, sebab tidak akan merubah citranya di matamu – menurutmu, Naruto akan selalu dan selamanya begitu. "Malas!" alih-alih menerima perlakuan sebanding, ia malah mendapatimu berlisan galak tersebut.
Tetap tak menyerah, Naruto masih saja akan terus berusaha sampai kau kalah – entah kapan tepatnya, yang jelas ia masih berupaya. Meski tak sedikit teman-teman sekelasmu yang telah berdatangan, di antara mereka sudah banyak yang terbisa dengan dramatisasi yang kalian ciptakan. Aksi penembakan Naruto terhadapmu, kini menjadi rutinitas harian sekolah – dan setiap orang akhirnya merasa wajar.
Sampai pada akhirnya bel tanda pelajaran akan dimulai berbunyi, rasanya nada itu bagai alunan datangnya penyelataman oleh para malaikat di surga. Bukan bermaksud hiperbola, tapi sungguh situasi tadi sama sekali bukanlah hal yang dapat dikatakan menyenangkan. Naruto terpaksa dideportasi dari posisinya semula, karena pemilik tempat yang asli telah menanti untuknya berpindah.
Ino, sahabatmu itu hanya tersenyum jahil ke arahmu saat telah menduduki bangkunya. Berbisik pelan padamu, agar sebaiknya kau terima saja pengakuan cinta pemuda tersebut. Menghela napas bosan, namun destinasi indera visualmu kembali tertuju pada dia yang sebelumnya menganggumu. Kau amati tindak-tanduknya, memperhatikan kelakuannya tatkala tidak sedang menjahilimu.
Tik…! Tok…! Tik…! Tok…!
Durasi meniti, hampir satu menit kau masih bertahan dengan aktivitas yang sama – memperhatikan Naruto. Sayang, diperjalanan waktu ke seratus dua puluh detik, kau terpaksa merubah poros acuan, sebab seorang guru di depan tengah memintamu dan semua yang ada untuk memperhatikan – karena akan ada pembagian kelompok tugas. "Apa, sih?" tak ayal kau berlisan begitu, kala sahabat pirangmu, Ino, memicingkan netra penuh selidik.
Selalu begini, kau tidak pernah bisa memfokuskan atensi pada anak lelaki yang tiap hari memintamu untuk menjadi belahan jiwa. Pasti saja ada rintangan yang menerpa, hingga kau tidak sempat mempertimbangkan ia dan sisi menariknya. Rasanya, semua pemikiran yang kau miliki, tidak lebih dari Naruto yang cuma bisanya membuatmu merasa keki.
Sensori pendengaranmu menerima informasi, bahwa saat sekarang, seseorang tengah menyebut-nyebutkan namamu pelan. Lantas ketika kau mencari asal-muasal desibel bunyi, kau temukan orang yang sedari awal mencoba merecokimu. Ia tersenyum manis di sana, tidak lupa membentuk lambang hati dari kesepuluh jarinya yang melengkung satu sama lain.
Bibir sebelah kanan bagian atasmu terjungkit, tubuhmu seakan terkena kejutan listrik ringan hingga tak ayal meliuk pelan – yang sebenarnya ini isyarat dari disgust feeling. Sial tak dapat dicegah, karena gagal memperhatikan pengajar di depan sana, sang guru dengan seenaknya memberikan tugas kelompok padamu dan ia untuk dikerjakan bersama.
Sempat saja matamu mengerjap pelan, cengo teramat sangat tidak bisa kau hindari. Berharap si sensei membacakan nama orang ketiga dalam timmu, yang rupanya itu hanya menjadi asa yang berlalu. Ugh! Berarti, ini kesempatan emas bagi Naruto untuk membuat perasaan kesalmu semakin menjulang. Untuk ke sekian kali, kau pindahkan lingkup pusat perhatianmu ke orang yang sekarang begitu kegirangan.
Lamat-lamat kau cermati ia, dan tidak tahu tepatnya sampai kau merasa sebegitu aneh – entah sebenarnya kau merasa terlalu sebal, atau ada sesuatu yang belum kau pahami. Enam puluh detik, menuju ke dua menit, akhirnya kau pulangkan atensimu pada sang guru di depan sana. Kau hela napas pelan, walau sesekali tidak kau mengerti, dengan sendirinya netramu langsung terdireksi pada Naruto. Ia balas menatapmu, yang kali ini senyumannya membuatmu tidak dapat memberikan reaksi nan merasa terganggu.
o
O
o
Disebabkan malas mengundang Naruto ke rumahmu, juga merasa enggan berada di satu tempat asing dengan pemuda itu, kau memilih untuk mengerjakan tugas yang kau dapatkan dengannya di kelas. Suasana sudah sangat hening, hampir seluruh warga sekolah telah pulang ke kediaman masing-masing. Lalu kau, dengan sangat tidak menyenangkannya, terpaksa berada di alokasi yang itu-itu saja.
Naruto di hadapanmu, setelah tadinya puas merayumu, sekarang ia bisa memperhatikan pada catatan yang menghiasi buku tulisnya. Itupun sebelumnya telah kau ancam akan pulang, dan membiarkan tugas dikerjakan olehnya seorang diri, baru ia menghentikan kegiatan flirting murahan. Kau amati dari ekor mata, ia sedang menggaruk-garuk tengkuknya, kode dari mencoba mengerti isi penjabaran tertulis itu.
"Kau yang kerjakan, aku yang memeriksa!" sesungguhnya, ada keuntungan tersendiri bekerja sama dengan orang yang menyukaimu; ia tidak akan membantah apapun keinginannmu. Mengiyakan dengan isyarat anggukan pelan, lalu dengan lincah ia mulai merumuskan permasalahan yang telah diberikan. Sesekali menghadapkan pandangan padamu, dan kau responi dengan mata membulat menyeluruh, serta jari telunjuk terarah pada objek mati di depannya.
"Aku pulang, yaa?!" gertak ringanmu mengimbuhkan, lalu karena tak ingin kau tinggalkan, ia pun kembali mengerjakan. Sementara, yang kau lakukan hanya membebankan setengah berat badanmu pada sandaran kursi. Matamu mengitari ke sekeliling, dan berakhir pada seseorang yang saat ini tengah berjibaku mesra dengan alat tulisnya. Kali ini, tidak ada satu pun penghalang untukmu mengamatinya dengan terperinci. Bersamaan waktu berjalan…
Saat awal enam puluh detik, kau perhatikan bagaimana cara ia menulis, menggerak-gerakan jari membentuk angka maupun huruf-huruf tertentu. Sesekali ia akan mengangkat kepalanya ke atas, tipikal manusia imajinator dalam berpikir. Menggembungkan pipinya, tatkala ia tidak sengaja salah mencoretkan sesuatu pada lembar putih itu.
Pada dua menit, kau amati wajahnya dengan mendetail. Naruto memiliki tiga goresan di masing-masing pipinya, yang rupanya itu membuat ia semakin imut saja. Belum lagi, iris kebiruannya yang menambah kesan manis di kala ia tersenyum seorang diri, saat berhasil menemukan jawaban atas tugas yang dikerjakannya.
Hampir seratus delapan puluh detik, kau merasa ia begitu menarik. Lamat-lamat, kau tersenyum sendiri dan tanpa sadar kau terlalu asyik meneliti. Beberapa kali ia menyenadungkan sebuah lagu, yang diam-diam dalam hati kau turut menyanyikan lirik-lirik serupa. "I see…!" verbalisasi pendeknya, bersamaan gerakan kepala naik-turun secara konsisten, menjadikannya tampak begitu menggemaskan.
Di perjalanan menuju menit keempat, kau tidak lagi mampu memungkiri satu fakta, bahwa Naruto memiliki daya pikat yang begitu hebatnya. Kontan, pada detik di mana kau tidak mampu lagi menampik, kau pegangi dadamu. Di akhirnya kau memang mampu membuang arah direksi wajahmu ke lain lokasi, yang kali ini merasakan sensasi berbeda dari biasa.
Terlambat, kau tak bisa lagi menganggap semuanya sama saja. Rupa-rupanya, kau salah dengan prediksi, kalau memperhatikannya lebih lama, ia hanya akan menjadikanmu semakin keki. Realita menunjukan bahwa keadaan terbalik, alih-alih merasa sebal, satu perasaan berisi afek positif merekah sebegitu cepatnya. Napasmu terasa begitu berat, kau sekuat mungkin tidak mau mengakui rasa yang baru menghampiri.
"Hei, Sakura-chan, aku menyukaimu!"
How unluck?! Otomatis netramu membulat dengan sempurna, tatkala sebentar saja ia berhenti mengerjakan, dan berlisan demikian. Berbarengan itu pula, gagal sudah kau yang setengah mati menipu kenyataan. Bukannya memberikan tanggapan semi destruktif yang biasa kau berikan, kini kau malah setengah mati melempar perhatian pada objek lain untuk menyembunyikan semua merah di pipi.
Tak tahan, akhirnya kau putuskan untuk beranjak. Cepat-cepat kau berlari ke luar ruangan, yang selekasnya ia langsung mengikuti jejak langkahmu. Namun cukup di ambang pintu, Naruto membiarkan kau berlalu. "Sakura, jadi pacarku, yaa?!" malah berteriak seperti itu, menjadikan tapakan kakimu kontan terhenti. Menatap ke arahnya, rona padammu akan terlihat jelas apabila rentang kalian tidak terlalu jauh.
"Terserahmu sajalah!" anggap saja, sekarang dewi Fortuna sedang sibuk melempari Naruto dengan keberuntungan bertubi-tubi. Jawaban yang kau berikan memang seperti mengacuhkan, tapi Naruto tahu ia sebuah penerimaan. Selesai, kau meninggalkan ia yang tengah menikmati euphoria. Sial, amat sangat tidak beruntung!
Ehmm… bukankah memang seperti itu?! Di mana ada satu kajian yang menyatakan bahwa hanya dibutuhkan waktu empat menit, untuk memutuskan apakah kita memiliki perasaan terhadap seseorang. Sekarang, gadis di cerita ini bisa menjadi contoh yang baik dalam aplikasinya. Cukup memperhatikan dengan rinci dalam kurun waktu dua ratus empat puluh detik, dan semua yang ia kira sebelumnya punah.
Jadi, girls, berhati-hatilah di waktu empat menitmu saat mencermati seorang pemuda! Bisa saja, ia yang awalnya tidak kalian pikirkan dapat menjadi teman, malah mengisi perasaan dengan daya pikat luar biasa.
Fin
A/N:
Haaii…! berjumpa lagi dengan author amatiran yang tidak kunjung meng-update fic lama, tapi malah membuat cerita baru (*dia melambai, dihajar semua readers). Sedikit cuap, ide fic ini datengnya saat saya tengah sibuk mengurus kartu ujian yang terlambat. Di perjalanan, saya malah terpikir mengenai kajian Empat Menit. Entah saya baca di mana, tapi seingat saya memang pada penelitian menunjukan demikian.
Mati-matian menyeret mood buat ngerjain, karena dari opening dan closing udah fix. Eeh, begitu selse, saya jadi cukup puas.
Awalnya mau belajar buat ficlet, tapi begitu dikerjakan, saya harus mengakui bahwa tidak akan mampu membuat cerita di bawah seribu kata (*itu menyedihkan). Ini saja, sudah di minimalisir agar gak nyampe 2K. Oke, saya akan berusaha mencari ide EMPAT MENIT ini, bila secepatnya dapat, maka judul ini akan beralih menjadi series. Maunya saya, pair selanjutnya itu ShikaIno. Mohon do'nya!*seenaknya minta doa.
Entahlah mau ngebacot apalagi, jadi saya harapkan teman-teman yang telah membaca cerita ini untuk sekedar memberikan tanggepan.
So, mind to review?!
Salam,
Pixie (Yank)-chan
