KP: Well, inilah dia lanjutan fic HaH (Hero apa Heroine?) setelah chapter 40. Untuk awal ku-upload dua chapter dulu. N kira-kira fic ini bakal tamat gak sampe sepuluh chapter, trus habis itu bakal balik lagi ke HaH yg sesungguhnya.

Tokoh utama di fic ini adalah Gaara, Shukaku, Utakata, n Sasori. N maaf aja gak ada sasunaru atau pun itakyuu di sini (hey! Aku kan udah bikin itakyuu di fic lain!). N pair yg ada di sini adalah ShuGaa n UtaSaso (gak tau deh yg UtaSaso ini bisa dibilang kayaq pair beneran apa kagak. Soalnya hubungan mereka lebih terkesan… 'aneh'?)

Oh iya. Aku udah menetapkan sekarang kalo Gaara bakal kupasangin ama Shu. Jadi Kyuubi ama Itachi. (sori, para pecinta KyuuGaa…*angkat topi*)

Desclaimer: Naruto punya Kishimoto Masashi-sensei. Not mine.

Warning: Dark. Gore. Sangat Out Of Character. nonEYD! N kalo dibanding ama fic2ku yg lainnya, humor di fic ini sungguh sangat minim n lebih terkesan berat ketimbang ringan. n beberapa chapter ke depan bakal ada yaoi-rape! Don't like it? Then get the hell out of here.

I'm a villain = Aku adalah penjahat

.

.


Chapter 1: Welcome to Akatsuki Fortress


Putih.

Warna itulah yang pertama kali dilihat ama Gaara gitu doi buka mata. Warna putih tsb berasal dari kain tirai gede yang menutupi tempat tidur di mana dia berada dengan pola persegi panjang. Sebuah tirai putih lebar agak tembus pandang yang ditopang ama empat buah tiang besi dengan ukiran unik setinggi dua meter.

Ini… di mana?. Iris aquamarine tadi pun bergerak ke kanan, trus ke kiri. Sebelum akhirnya kembali ngeliat ke atas. Kenapa gue bisa ada di sini? Batinnya sambil bangkit buat duduk. Apa yang barusan-

Tiba-tiba sekelebatan memori tentang kejadian yang ngebikin dia pingsan berkumpul dalam kepalanya.

Hujan deras.

Potongan jari manis kiri.

Mata merah yang tajam n kelam.

Kemarahan.

Teriakan.

Tawa yang gila.

Gunting.

Rasa sakit.

Darah.

Air mata.

Sesak.

Kegelapan.

Kyuubi.

"Aaaaaaaaagh!" Gaara tereak keras sambil mencengkram kedua sisi kepalanya gitu teringat kejadian tsb.

'SREK!'

Terdengar suara tirai di sebelah kirinya yang dibuka, kasar. Di baliknya muncul seorang pemuda berpenampilan ala Chinese kuno, yang dari bagian leher sampe ujung sepatu serba putih. Kecuali pada bagian pinggang yang dilingkari kain kuning pendek.

"Napa si loe? Berisik, tau!" marahnya, melotot. Gaara tersentak kaget n terbelalak ngeliat cowok Chinese tsb.

Mata itu… mata ala kucing yang tajem itu…

Doi gemetar, nelen ludah.

Mata Kyuubi!

Akamizu tadi pun segera turun dari Canopy-bed tempat dia berada, ke arah yang berlawanan ama cowok asing barusan. Dia terus berlari panik menuju pintu pertama yang terlihat, yang langsung diasumsikannya sebagai pintu keluar.

"Ck!" Shukaku mencengkram bagian belakang baju pasien rumah sakit yang dipake Gaara, menahannya. Kenapa gitu liat gue dianya malah kabur kayaq habis ngeliat hantu gitu? Tanyanya dalam hati, kesal. Emangnya tampang gue seserem itu, apa?. Dia lalu maju n berdiri di depan Gaara plus mencengkram kedua pundaknya, membelakangi pintu.

Jeda sejenak.

Kedua mata mereka beradu.

"…?"

Cyan-eyes, huh? Warna yang jarang banget… . Batin Shukaku, angkat alis. Baru nyadar ama warna unik tsb.

Kuning…? Bukan merah…?. Kali ini si Gaara yang membatin. Dia… bukan Kyuubi… . Cowok ini pun ngehela nafas lega. Gue ini mikir apa,si? Wajah mereka juga beda banget, kan?. Tapi, dia masih belum bisa ngerasa tenang 100%. Orang ini siapa?

Ini emang yang baru pertama kalinya dia ngeliat Shukaku. Lalu tiba-tiba aja dia tersadar akan sesuatu. Akamizu tadi pun ngeliat ke kedua telapak tangannya cepat. Trus megang kedua pahanya yang sempat ditusuk ama Kyuubi.

Sama sekali nggak sakit.

Dia lalu ngeliat ke telapak tangannya sekali lagi, bolak balik. Bekas lukanya sedikit pun nggak ada!

Apa gue baru aja mimpi buruk?

Gaara kembali menatap Shukaku, mo nanya apa yang terjadi. "A... aa… aa… " Dia langsung menutup mulutnya, kaget. Shukaku miringin kepalanya dikit, memicingkan sebelah mata.

Kenapa… ?. Lidahnya kerasa sakit n kelu. Sulit buat ngomong. Kenapa lidah gue bisa sesakit ini?

Dia lalu ingat lagi ama kejadian di mana Kyuubi ngegigit lidahnya tanpa ampun.

"Ubh…" Gaara jatuh terjongkok, masih nutup mulut. Bukan mimpi… . Dia ngos-ngosan. Tiba-tiba aja jadi ngerasa kayaq kehabisan nafas. Kejadian itu bukan mimpi!. Kedua telapak tangannya jatoh n mencengkram lantai yang dingin. Badannya jadi makin gemetaran hebat. Ta-tapi… tangan n kaki gue baik-baik aja… . Dia ngegelang, cepat. Ada apa ini sebenernya…?

Shukaku makin terheran-heran ngeliatnya. Kenapa si nih orang? Di data yang gue punya nggak ada tertulis kalo dia bisu.

Somehow cowok tadi ngerasa tersinggung atas reaksi Gaara. "Oey, Hongse." Dia berlutut dengan satu kaki di depan cowok berambut merah tadi n ngangkat dagunya supaya ngadep dia, kasar.

'Hongse'? Siapa?. Itulah yang bakal ditanya ama Gaara kalo aja dia lagi gak susah ngomong.

(KP: Hong Se *mandarin* = merah. Bingung hongse apa huangse yg bener)

"Loe ini kenapa, ha? segitu horrornya ama gue…" Dia mencengkram dagu Gaara lebih keras. "Ayo ngomong! Gue tau elo bisa ngomong!" marahnya, seiring dengan wajahnya yang makin mendekat dengan maksud ngebentak.

Akamizu tadi otomatis ngedorong wajah tsb, panik. Doi ngeluarin suara-suara protes yang gak jelas (karna lidahnya masih kelu). Kaki kanannya juga ikutan ngedorong perut n dada cowok Chinese tadi supaya menjauh.

Shukaku berdecak kesal n menahan kaki kanan pengganggu tadi di pinggangnya. Dia lalu menepis kedua tangan Gaara dari kedua pundaknya hanya dengan satu tangan. Trus doi ngegunain sebelah tangan tadi buat mencengkram bagian depan yukata ijo marun rumah sakit yang dipake ma cowok tsb. Mata kuningnya melotot. "Heh. Denger ya. Elo-!"

'DUG!'

Tiba-tiba pintu di belakang Shukaku dibuka n nyenggol punggungnya. Hal itu lantas aja bikin dia jadi kedorong ke depan n gak sengaja menyentuh bibir atas Gaara dengan bibirnya sendiri!

"Wah? Ini di luar dugaan…" Utakata yang barusan ngebuka pintu keliatan terkejut. "Dari reaksi datarmu saat kutunjukkan majalah porno baik perempuan maupun laki-laki dulu, aku kira kau itu asexual, Shukaku-san…" katanya, nyengir. Yagura ikutan muncul dari sisi kiri cowok ber lab-coat tsb.

'TAR!'

"Whoa!" Sang Rokubi terlonjak kaget nyaris kena ama cambuk besinya Shukaku. "Ke-kenapa?" Dia ngeliat ke cowok berambut coklat muda panjang yang lagi marah tsb, gak ngerti.

"Kalo mau masuk tuh ketuk dulu!"

"Mana bisa pintu batu setebal itu diketuk-Ah?" Utakata nepuk telapak tangan kirinya dengan kepalan kanan, paham. "Kau malu karna kepergok, ya?"

'TAR!'

Dia langsung berjongkok sambil nyengir, menghindar dari cambukan kedua sambil ngelindungin kepala.

"Gue bunuh loe~…" ancam cowok 20 tahun tadi, angker. Dia nekan tombol khusus di gagang cambuknya hingga bikin senjata tsb berubah jadi pedang. Bersiap nusuk Utakata.

"Maaf. Shukaku-sama. Pein-sama bisa marah kalau anggota Jinchuuriki saling bunuh satu sama lain." Yagura maju, mengingatkan. Ngedenger itu, Shukaku berdecak kesal n kembali mengubah pedangnya jadi cambuk, trus memasangnya di pinggang kiri setelah dirapikan. Dia pun langsung pergi ke kamar mandi yang ada di kamar tsb n kumur-kumur di wastafel, sepuluh kali. Sial… ciuman pertama gue… . Mukanya memerah, dongkol. Meski Shukaku nggak pernah mikirin soal ciuman n sejenisnya plus nggak peduli soal itu, tetep aja kejadian tadi bikin dianya ngerasa risih.

"By the way…" Cowok berambut hitam di situ bangkit berdiri seraya nepuk-nepuk bagian belakang coat putihnya. "… Yagura-kun bilang kau memanggilku ke sini. Ada apa?" tanyanya, ke arah pintu kamar mandi yang dibuka.

Shukaku ngelap mulutnya bentar pake tisu yang selalu doi bawa-bawa di balik 'sabuk', sebelum akhirnya ngebuang tisu tadi ke tempat sampah di situ n keluar kamar mandi. "Tadinya gue mau elo bikin dia bangun secepatnya. Kasih dia elixir lagi or apa gitu supaya cepet buka mata. Gue bosen nungguin. Tapi, ternyata sebelum elunya ke sini dia udah bangun…" katanya, beralih ngeliat ke kandidat yang jadi tanggung jawabnya tadi. Tapi orangnya malah tergeletak pingsan di lantai!

Pantesan dari tadi nggak ada suaranya sama sekali. Dahi Shukaku berkedut-kedut kesal. "Koq malah pingsan lagi! Payah banget sih nih orang! Mati aja loe sekalian!" Rasanya doi pengen nginjek cowok itu supaya kembali bangun. "Maa~. Tenang, tenang…" Utakata buru nyerobot n mengangkat Gaara sebelum bener-bener diinjak ama pemuda tadi. Dia pun lalu kembali ngeletakkin cowok 15 tahun tsb ke tempat tidur.

"Hmm… " Sang Rokubi beralih lagi ke cowok Chinese di sana. "Apa ketika aku masuk tadi dahi kalian sempet terantuk keras? Mungkin dia pingsan gara-gara itu…"

"Nggak koq! Gue tadi sempet nahan badan gue sendiri sebisa mungkin supaya nggak terlalu kedorong maju-"

"-sampai akhirnya bagian yang nempel di kalian adalah bibir daripada dahi." Sambung Utakata, nyengir. Shukaku langsung ngedeath-glare dia n siap-siap ngeluarin cambuk lagi, bikin pemuda tadi langsung angkat kedua tangan. "Just kidding. Man~, you're not fun." Cowok rambut item tsb duduk di sisi bed yang tirainya udah dibuka. "Terus kenapa dia pingsan?"

"Mana gue tau. Mungkin dia emang selemah itu." Ketus Shukaku, sambil jalan n duduk di kursi deket jendela berterali. Ngeliat hujan abadi yang selalu turun di kota Ame. Ya, kota ini emang selalu dilanda hujan tanpa henti. Karna itulah nih kota dinamai Ame yang artinya 'hujan'. Pohon-pohon pun cuma jenis-jenis tertentu aja yang bisa tumbuh n bertahan di sini.

Kota ini punya banyak banget selokan di mana-mana buat ngalirin air hujan yang ada ke sungai supaya nggak banjir. Nyaris semua bangunan di kota ini terbuat dari besi n batu. Nggak ada yang pake kayu or semen di luar. Yang tembok luarnya dicat juga nggak ada. Coz, kalo pake semen or cat, pasti nggak bisa kering karna selalu kena hujan.

Markas Akatsuki tempat mereka berada sekarang merupakan bangunan tertinggi di Ame. Tingginya mungkin hanya sekitar lima lantai (coz tanahnya nggak bakal kuat kalo lebih dari itu), tapi lebarnya luas banget. Lebih luas dari kediaman Hyuuga di Konoha. Markas ini keliatan kayaq fortress alias benteng yang didominasi ama batu n besi. Bagian pagarnya sekilas mirip ama tembok besar Cina. Yah, walau warnanya hitam n nggak sepanjang itu, sih.

"Tapi, dia tidak punya riwayat sakit-sakitan, kok. Dia tidak pernah menderita penyakit serius. Dia juga bukan penderita darah rendah atau kurang darah dan sejenisnya." Inget Utakata, yang dulu emang sempet baca data soal Gaara juga. "Otaknya bagus. Fisiknya sehat dan daya tahan tubuhnya oke. Terus terang, menurutku dia termasuk kandidat yang akan mampu bertahan lebih lama daripada para kandidat lain."

"Huh. Siapa bilang…?" dengus Shukaku, licik.

"Aaah… tapi… kalau kau yang jadi Mentornya… kurasa dia tidak bisa bertahan lama juga…" Rokubi itu geleng-geleng ngehela nafas. Shukaku tersenyum sinis. Semua sepupunya, alias semua anak-anak Pein, alias lagi yang lebih sering mereka sebut sebagai 'kandidat penerus Pein-sama' itu emang nggak bakal tahan lama kalo sampe ada dalam 'bimbingan' Shukaku. Coz semua kandidat yang jadi tanggung jawab cowok ini selalu mati dalam latihan atau ujian pertama.

Shukaku jalan n berdiri di samping Utakata sambil nyilangin lengan di dada dengan sombongnya. "Gue pinjem Bashon buat ngetest dia besok."

"Hey, hey. Serius?" tanyanya, meski udah tau kalo sang Ichibi emang nggak pernah becanda. "Kau ini bener-bener no mercy, ya…?" Dia berpaling ke Yagura yang lagi nyander tembok kamar sambil mainin Yoyo. "Gimana dengan Nagato-kun yang jadi tanggung jawabmu, Yagura-kun? Kau akan memberikan 'latihan' macam apa ke dia besok?"

(KP: Nagato di sini beda ama Pein. Dia masih anak-anak)

"… sama dengan Shukaku-sama." jawab Yagura datar, nggak beralih dari yoyonya.

Utakata terperangah. "Kalian ini… niat mau melatih atau mau membunuh, sih?"

"Buat kami… si Bashon bisa ditaklukin dalam waktu kurang dari satu menit… gak sulit." Sahut sang Ichibi, nyantai.

"Jangan samakan manusia biasa macam mereka dengan kalian…" gerutu cowok rambut item di situ, geleng-geleng. Kalo dia sendiri sih ngalahin Bashon perlu waktu 5 menit.

"Kalo segitu aja langsung mati, mereka sama sekali nggak pantes disebut penerus Pein-sama." ucap Shukaku, menatap ke arah Gaara dengan pandangan benci. Dia emang sama sekali nggak suka ama semua anak-anak Pein. Buat dia, Pein sama sekali nggak tergantikan. Beliau adalah satu-satunya keluarganya yang ada sekarang. Pamannya.

Pein, sang pemimpin Akatsuki, emang banyak banget punya anak. Sudah banyak wanita yang dihamili olehnya. Usianya saat ini sepantaran ama Fugaku n Minato, tapi dia udah berpikir buat nyiapin penerus dari sekarang. N semua anak-anaknya dari banyak wanita itulah calon-calon penerus dia. Penerus mafia besar bernama Akatsuki, yang punya banyak usaha gelap macam perjudian, pelacuran, penjualan budak, penjualan organ, pembunuh bayaran, etcetera.

Meski para anak Pein bisa dibilang sepupunya sendiri, Shukaku sama sekali nggak menganggap mereka keluarga. Buat dia, keluarga satu-satunya yang doi miliki adalah Pein doang.

"Aaaah, udah-udah… buruan bangunin dia lagi sana. Gue nggak mau nungguin lagi!" Shukaku jadi gusar.

"Kasih aja dia nafas buatan. Terbukti efektif buat bikin orang sadar, lho." Rokubi tadi nyengir. Shukaku tersenyum sinis. Dia lalu naik ke atas bed tempat Gaara terbaring. "Gue punya ide yang lebih bagus…" katanya, ngacungin tinju

"Kau bermaksud memukulnya?"

"Why not? Dia pasti bakal langsung bangun."

"Mmgh…" Suara-suara di dekatnya itu bikin cowok berambut merah di sana terbangun. Matanya terbuka, nyeri. Nyeri karna kepalanya serasa rada pusing.

Apa…?

Dia bangkit duduk ngeliat sekeliling sambil megang sebelah dahi. Ternyata tadi gue emang nggak mimpi… . Pandangannya lalu teralih ke dua cowok bermata kuning di sisi kirinya. Yang satunya lebih terkesan ramah, sedangkan yang satunya terkesan angkuh.

"Hai, Gaara-kun. Kau siuman di saat yang sangat tepat, lho." Tegur Utakata, senyum. Dia ngulurin tangan buat kenalan. "Namaku Utakata. Panggil saja 'Uta', 'Kata', atau 'Taka'. Terserah kau." Katanya, ramah.

Gaara mengangguk sedikit n menyambut tangan itu, agak kaku. Siapa mereka ini? Koq dia tau nama gue?. Dia mau menanyakan itu, tapi suara yang keluar malah suara-suara gaje yang gak bisa dipahami. Dia pun kembali nutup mulutnya, lidahnya masih kerasa nyeri.

Rokubi tadi berpaling ke cowok Chinese di sebelah, curiga. "Shukaku-san~… kau apakan dia sampai tidak bisa bicara begini…" tanyanya, datar. "Gue belum ngapa-ngapain dia, koq!" sergah yang dicurigai, marah.

Mata Gaara melotot sekilas ngedenger kata 'belum' itu. Apa dia punya rencana sebaliknya buat nanti?. Doi mulai ngerasa makin nggak nyaman ama tuh orang.

"Hmm, apa ini ada kaitannya dengan penyebab dia dirawat di rumah sakit…?" gumam Utakata, nyubit dagu sambil merhatiin muka Gaara, lekat. Yang diperhatiin nelen ludah, risih. "Aku ingin menanyakan itu, sih. Tapi sepertinya kalau pun ingin menjawabnya, kau tidak akan bisa… oh!" Dia menjentikkan jari satu kali n beralih ke Yagura di ruangan tsb. "Yagura-kun. Bisa tolong ambilkan pena dan kertas?"

Pemuda bertubuh bocah tadi cuman diam sambil terus mainin yoyo, ngacangin dia.

"Yagura, ambilkan kertas n bolpoin." Kali ini Shukaku yang nyuruh. "Baik. Shukaku-sama." setelah ngomong gitu, orangnya pun menghilang dari sana.

"Yee~, pilih kasih…" gerutu Utakata, cemberut. "Oh iya…" Doi ngambil botol kecil dari saku dalamnya. Botol elixir. "Hmm, coba kau tahan cairan ini dalam mulutmu selama satu menit." Katanya, nyerahin tuh botol ke remaja lima belas tahun di hadapan. "Tapi, jangan langsung ditelan, ya? Biarkan nanocmachine yang terkandung di dalamnya menyerap masuk dan memperbaiki lidahmu."

Gaara ngeliatin botol kecil di tangannya, curiga.

"Itu obat, kok. Bukan racun. Haha!" Tawa cowok tadi, bikin remaja tsb nyaris otomatis bilang 'maaf' tanpa suara karna udah nggak sopan seenaknya ngeduga yang enggak-enggak. Sementara itu Shukaku berdecak kesal n ngerebut botol elixir dari tangan Gaara n ngebuka tutupnya hanya dengan ngegeser satu jari jempol. Tangan satunya mencengkram rambut merah itu di bagian belakang, bikin orangnya kaget n dipaksa mendongak.

Shukaku pun langsung meminumkan semua cairan yang ada di dalam botol tsb ke dalam mulut Gaara. Lalu doi menutup mulut tsb dengan tangan kanannya. Sementara tangan kiri yang masih mencengkram bagian kepalanya kini ngedorong kepala tsb supaya nunduk sampe dahinya nyentuh bed.

"Ingat. Tahan di dalam mulut loe n jangan ditelan. Kalo enggak, gue cambuk." Dia lalu beralih ke Utakata, cepat. "Perlu berapa lama buat nyembuhin lidah doang?"

"Kau itu ya…" Cowok rambut hitam di situ geleng-geleng senyum sambil garuk-garuk sisi kepala, biasa ngeliat sikap kasar pemuda di hadapan. "Kalau kau sengaja merendahkan kepalanya dengan tujuan agar dia sulit menelan cairan itu… sia-sia saja. Karena manusia tetap bisa minum dan makan meski jungkir balik sekalipun. Itu karna kontraksi otot dinding esophagus manusia yang-"

Dia langsung dapat death-glare gue-gak-peduli-soal-itu-jawab-aja-pertanyaan-gue-tadi-brengsek dari Shukaku. Utakata angkat bahu sambil memejamkan mata, senyum. Trus kembali ngomong. "Karna kemarin dia sudah sempat dikasih elixir… kurasa tidak perlu waktu lama…"

"Nggak perlu waktu lama yang loe maksud tuh berapa lama, ha?"

"Entah…" Utakata angkat bahu. "Sebelumnya tidak pernah ada yang hanya terluka di lidah saja…"

Gak sampe 1 menit kemudian…

Gaara kembali duduk tegak, megangin leher n mulutnya.

"Nah, sekarang… ayo coba bicara…" suruh Utakata, ramah.

Diam.

"Oey!" Shukaku nepuk punggung remaja tadi, keras. "Ayo ngomong!" perintahnya, gak sabar.

Gaara menatap cowok Chinese tsb, gak suka. Trus dia beralih ke Utakata, mengangguk sedikit."… terima kasih atas obatnya."

Cowok berambut item di situ nyengir. "Ternyata berhasil. Heheh… kalau begini sih… tidak perlu alat tulis lagi." Katanya, ngelirik ke arah pintu di mana Yagura baru aja datang.

"Ano…" Suara Gaara menarik perhatiannya lagi. "Maaf. Ini di mana, ya? Bukan rumah sakit, kan?" tanya remaja tadi sambil ngeliat sekeliling, bingung. Dia make atasan yukata pendek n celana panjang longgar ijo marun khasnya rumah sakit Konoha, kayaq Matsuri. Tapi ruang ini alias kamar ini sama sekali nggak keliatan kayaq kamar pasien.

Utakata tersenyum sekali lagi sebelum ngomong. "Sebenarnya ini tugas Shukaku-san sebagai Mentormu untuk menjelaskannya…"

"'Mentor'…?"

Dia mengangguk. "Tapi… kurasa dia tidak akan mau repot menjelaskan semuanya. Karena dia memang sangat membenci semua anak Pein-sama. Jadi-"

"Pein?" potong Gaara, kaget. Rasanya dia sudah bisa menebak di mana dia saat ini.

"Hehh!" Cowok Chinese di situ langsung aja mencengkram kain di dada remaja tadi, hingga hidung mereka hanya terpisah lima senti. "Gunakan kata '-sama' kalo nyebut nama beliau, dasar nggak sopan!"

'PAK!'

Gaara otomatis menepis tangan tsb, luar biasa kuat untuk kategori hanya ngerasa terganggu. Dia pun beringsut mundur menjauh sampe punggungnya mentok nyentuh sandaran bed di belakang. Wajahnya keliatan pucat pasi. Tubuhnya juga keliatan jelas banget gemetaran. Keringat dingin mulai keluar. Mata aquamarinenya keliatan membesar, ekspresinya horror. Ada raut marah juga di sana.

Shukaku ngeliat dia dengan dahi berkerut. "Hey, hey… reaksi lebay macam apa itu?". Sedangkan Utakata nyubit dagu sambil angkat alis. Sementara Yagura tetep datar kayaq biasa, nyander pintu sambil mainin yoyo.

"Gaara-kun…?" Suara sang Rokubi memecah keheningan sesaat. Gaara tersentak, sadar. "Oh…" Tangannya meraba dahi, mencengkramnya sedikit. Dia pun menarik n menghela nafas panjang, nenangin diri. "Maaf…" katanya, nunduk.

Utakata bergeser buat duduk lebih dekat dengannya. "Kenapa… lidahmu bisa terluka seperti tadi? Kau berada di rumah sakit bukannya karena mau mencoba untuk bunuh diri dengan menggigit lidahmu sendiri, kan?"

"Tentu aja bukan!" sergah Gaara, cepat. Dia sama sekali nggak suka dengan kata 'bunuh diri'. Kata itu sama aja buat dia kayaq ngebunuh orang lain. Yaitu suatu tindakan yang nggak bakalan mau dia lakukan.

"So?" Utakata angkat alis.

"Uh…" Cowok berambut merah tadi kembali tertunduk. "Gue… nggak yakin…" Kejadian ama Kyuubi itu… beneran apa mimpi, sih? Kalo emang beneran, kenapa luka-luka gue nggak ada? Luka-luka macam itu nggak bakalan bisa sembuh hanya dalam sehari dua hari, kan? Apa guenya yang udah tidur kelamaan hingga nggak nyadar?. Dahinya berkerut, mikir. Trus, kalo emang mimpi… kenapa lidah gue tadi sakit…?

Bola mata Gaara membesar sekilas, tersadar akan sesuatu. Doi langsung menoleh cepat ke arah botol elixir kosong di dekat Shukaku yang tadi sempet di(paksa)minumnya. Lalu ia pun keingat lagi ama kalimat Utakata yang 'Karna kemarin dia sudah sempat dikasih elixir… kurasa tidak perlu waktu lama…'. Tadinya Gaara nggak gitu ngeh ama maksud tuh cowok. Tapi sekarang dia sudah bisa mulai ngebaca semuanya.

Mereka nyembuhin luka-luka gue dengan cepat pake cairan aneh itu. Karna mereka tadi bilang soal Pein, di sini pasti markasnya Akatsuki or sesuatu yang terkait dengan itu. N dari apa yang gue pake, mereka pasti ngebawa gue ke sini dari rumah sakit diam-diam. Lalu… . Doi ngelirik ke arah Utakata yang tersenyum, waspada. Sebaik apa pun dia keliatannya, kalo dia termasuk anggota Akatsuki… berarti dia juga sama bahanyanya...

Sedetik kemudian, Gaara bergegas ngelewatin sang Rokubi n turun dari tempat tidur. Trus lari menuju pintu keluar sekali lagi. Ada Yagura di situ. Tapi, doi nggak menganggapnya sebagai ancaman karna tuh orang keliatannya cuma anak kecil yang nggak berbahaya.

Tapi sesampainya di sana…

Pintunya sama sekali nggak bergeming!

Yagura yang bersandar di tembok deket pintu itu hanya diam n terus mainin yoyonya. Dia n dua orang lainnya tau kalo sang tawanan nggak bakal bisa keluar sendiri so nggak perlu dicegah.

"Kapan dikuncinya…?" tanya cowok berambut merah tadi, lirih. "Bodoh. Pintu itu nggak ada kuncinya." Suara Shukaku kedengaran dari belakang. Tiba-tiba aja tubuh Gaara di bagian tengah terlilit oleh sesuatu.

Oleh cambuk.

Shukaku narik ujung cambuknya n bikin cowok tsb kelempar beberapa jarak dari pintu n jatuh terjerambab dengan punggung duluan. Sebelum dia sempet buka mata, sebuah kaki kanan menginjak cambuk yang melilit perut n kedua lengannya tsb. Gaara ngebuka matanya, memicing. Sepasang mata kuning nun tajem dari sang pemilik yang kini lagi menginjaknya ngebales ngeliat dia dengan angkuh.

"Kalo loe mo keluar, loe musti ngedorong tuh pintu."

"…? Ng-ngedorong…?"

"Ya. Beratnya dua ratus kilogram."

"Dua ratus kilo?" Gaara langsung down ngedengernya. Nggak mungkin dia bisa ngebuka pintu seberat itu. Kyuubi aja setaunya nggak bakal bisa, apalagi dia?

"Ngomong-ngomong…" Utakata turun dari tempat tidur, trus jalan n ngejongkok di sisi kepala Gaara. "Kenapa tadi kau pingsan saat kau dan Shukaku-san berciuman?" tanyanya, nyengir. Kedua tangannya disilangkan di atas kedua lutut yang masih jongkok.

"Yang tadi itu bukan ciuman, sialan!" protes Shukaku, cepat.

"Iya-iyaaa~…" Utakata angkat tangan, nenangin dia. Trus ngeliat ke Gaara lagi. Orang yang diliat mengalihkan wajah ke samping, ke arah yang berlawanan ama tuh orang. Nggak nyaman.

Diam.

"Udahlah! Ngapain juga lu nanyain hal itu. Nggak penting banget, tau nggak?"

"Habisnya…" Utakata keliatan manyun. "… aku bosan. Sasori-kun terus diam dan cuek semenjak bangun. Untunglah kebetulan waktu itu Yagura-kun datang dan memberi tahu kalau kau menyuruhku ke sini. Aku senang karena rasa bosanku langsung hilang kalau sudah berkumpul denganmu, Shukaku-san. Tolong jangan buat aku kembali hanya untuk diacuhkan sama Sasori-kun, please?" Mohonnya.

Shukaku sweatdrop. Oey, koq kayaqnya malah si Sasori itu yang lebih megang kendali dibanding dia, si? Dasar…

"Sasori?" Gaara kaget. "Dia ada di sini?"

"Yup. Dan aku adalah mentornya." Sahut Utakata, nunjuk diri pake jempol. "Maaf. Dari tadi… 'mentor' itu maksudnya dalam hal apa?" tanya Gaara lagi. "Kalau maksudnya dalam hal 'membimbing untuk menjadi penerus Pein…" kalimatnya keputus sejenak ngerasain death glare Shukaku. 'Ngerasain', bukan 'ngeliat'. Karna saat ini dia emang lagi nggak menatap cowok Chinese itu.

"Kalau maksudnya dalam hal membimbing untuk menjadi penerus 'Pein-sama'…" ulangnya, nambahin kata '-sama'. "…Gue nggak berminat. Gue nggak ikutan."

"Soal loe ikut ato enggak tuh bukan pilihan, bodoh." Sela si Chinese-boy, nyingkirin kakinya yang tadi dipake buat nahan Gaara di bawah. "Tapi takdir loe. Takdir sebagai salah satu anak beliau."

"Hah? Hey-" Gaara masih mau protes, tapi orangnya udah keburu berpaling. Nggak lupa narik kembali cambuk silver yang tadi melilit tubuh cowok tsb, hingga bikin Gaara berputar alias terguling empat kali sebelum akhirnya lepas n jatuh tengkurap di lantai.

Utakata ikutan berdiri n tersenyum prihatin. "Yah~, pokoknya sekarang kau nikmati aja apa yang ada di sini." Katanya, ngeliat sekeliling kamar sebelum kembali natap Gaara yang bangkit duduk di lantai. "Semua fasilitas nyaman ini juga 'hadiah' atas takdirmu yang terlahir sebagai salah satu anak Pein-sama." katanya, trus nyusul Shukaku n Yagura yang jalan keluar.

Remaja lima belas tahun tadi ngeliat sekeliling sekali lagi. Segala perabotan di kamar ini, baik tempat tidurnya, lemarinya, meja n kursi single-nya, cermin seluruh badannya, lampu hiasnya, permadaninya, gordennya, bahkan kamar mandi dalamnya yang keliatan bagus n mahal tsb emang termasuk mewah banget buat kategori 'kamar tahanan'. Hanya aja kamar ini nggak ada TV, AC, kulkas or segala hal yang modern kayaq gitu. Semua yang di sini kesannya antik nun elit tempo dulu.

"Tunggu!" seru Gaara, berdiri. "Sasori… Gue mau ketemu Sasori!" Dia khawatir ama tuh cowok.

Sang Rokubi ngelirik dia dari balik bahu. Matanya berkedip sejenak sebelum menatap langit-langit kayaq mikir. "Hmm, besok kalian berdua juga akan bertemu, kok." Dia tersenyum. "Tidak usah buru-buru, Gaara-kun." Katanya, seraya ngelepas pegangannya dari sisi pintu batu yang langsung kembali tertutup rapat dalam dua detik.

Gaara bergegas nempelin kedua telapak tangannya ke pintu batu tsb. Trus ngedorongnya sekuat tenaga.

Sama sekali nggak bergeming.

Doi nyoba sekali lagi.

Tetep gak bisa.

Cowok berambut merah itu terperangah. "Kenapa tadi keliatannya mereka gampang banget ngedorong nih pintu…?"

.

.

"So… elo juga bakal ngetes kandidat yang jadi tanggung jawab loe besok pake Bashon?" tanya Shukaku sambil terus jalan tanpa ngeliat ke orangnya. Yagura ngikut di belakangnya sambil mainin Yoyo.

"Begitulah…" Utakata angkat bahu.

"Tumben. Biasanya elo kan suka 'main-main' dulu ama mereka n bikin eksperimen gila macam-macam ketimbang langsung nyuruh terjun dalam tes yang kemungkinan gagalnya di atas 50%?". Buat Utakata: kalo gagal bisa berarti mati. Artinya: hal yang bisa dieksperimenkan jadi lebih terbatas.

"Soalnya…" Cowok berpolem hitam tadi nyilangin kedua lengannya ke belakang kepala, masih jalan. "Sasori-kun diam terus. Sama sekali tidak mengacuhkan penjelasanku…"

"Itu udah jelas karna dia benci ama loe…" sahut Shukaku, muterin bola mata. Utakata tertawa kecil. "Haha! Iya sih…" Doi kembali nurunin lengannya n ngambil serta ngebuka arloji perak di saku lab-coat, ngeliatin jarum-jarum n angka-angka yang ada. "… tapi, aku tidak tertarik pada subjek yang terus cuek diam dan membosankan sepertinya. Jadi… kurasa kalau pun dia mati, tidak masalah."

.

.

KucingPerak


KP: Haha! Pintunya yang berat itu niru pintu super gedenya kediaman Zoldyck di Hunter x Hunter! N soal mentor itu juga keingat ama Angeal yg jadi mentornya Zack di game FF7 Crisis Core. N Bashon kuambil dari nama roh panglima perang Cina punyanya Tao Ren dari Shaman King. Konsep nano-machine dari anime/manga Black cat. Elixir dari game FinalFantasy. Yoyonya Yagura terinspirasi dari Yoyo Yoko dari game Ehrgeiz. (Duh! Aku punya banyak inspirasi dari segala yg pernah kuliat n baca! Apa musti kutulis semua?)