Sherry's Life Series
Fanfiction: Detective Conan
Disclaimer: Detective Conan, always and always belongs to Gosho Aoyama.
Start from ch.1008
ONE
Ai Haibara menghela nafas, dan melanjutkan berjalan kembali. Beberapa meter di depannya para Detective Boys riuh bercanda, wajah mereka penuh kepuasan setelah menyelesaikan kasus dan menemukan Maria. Ai tersenyum simpul.
"Ai-chan, kita berpisah di sini," sahut Ayumi. Mitsuhiko dan Genta berdiri di samping gadis tersebut sembari menunggu Ai tiba.
"Baik lah, sampai berjumpa besok kalau begitu, Yoshida-san." Ai menghampiri mereka bertiga. "Berhati-hati lah di jalan," kata Ai. "Tidak mampir kemana pun, Kojima." Ai memberikan pandangan peringatan kepada Genta.
"Baik lah, Haibara," jawab Genta.
"Sampai jumpa besok, Haibara," kata Mitsuhiko bersemangat.
Ai melanjutkan berjalan dan melambai kepada mereka bertiga sebelum kemudian berbelok ke blok berikutnya sehingga Detective Boys menghilang dari pandangan. Ai mengeluarkan ponselnya, Ia mencari berita terbaru mengenai Shinichi Kudo dan berhenti berjalan. Ai membaca judul artikel tersebut dan dengan membuka dan membaca seluruh isi artikel. "Sepertinya Ia telah menyelesaikan masalahnya," gumam Ai pelan, memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas dan melanjutkan perjalanan.
/
"Aku pulang," sahut Ai ketika membuka pintu rumah Profesor Agasa dan menutupnya kembali. Ia berjalan memasuki ruang utama dan berhenti ketika melihat Conan Edogawa duduk, wajahnya tegang. "Pengkhianat," kata Ai mencemooh.
"Maafkan aku, Haibara," kata Conan sambil mengatupkan kedua tangannya memohon maaf. "Tidak akan terulang."
Ai menahan emosinya, mengambil nafas dan menghelanya dengan helaan yang berat. Ia berjalan melalui Conan dan meletakkan tasnya di meja sebelum mengambil posisi duduk tepat dihadapan Conan. "Jadi, apa yang kau lakukan?"
Conan tersenyum lega mengetahui Ai tidak berteriak marah seperti biasanya. "Well, mendapat sedikit bantuan." Terdengar langkah menuruni tangga dan kemudian Profesor Agasa muncul.
"Kau sudah pulang, Ai," kata Profesor Agasa dan bergabung bersama mereka. "Ku dengar kalian sudah menyelesaikan kasus, bersama anak-anak lainnya?"
"Ya, profesor. Kami kembali setelah memberitahukan keberadaan Maria pada Kobayashi sensei." Ai memberikan perhatiannya pada Profesor Agasa, dan kemudian kembali pada Conan. "Apa yang kalian lakukan?" Conan dan Profesor saling berpandangan.
"Ayah dan Ibu ku membantu menyelesaikan urusan tersebut," jawab Conan cepat. "Mereka menemui sang penulis blog, kau tahu—ia penggemar keluarga Kudo—dan memintanya merahasiakan hal tersebut." Conan melirik Profesor Agasa, memperingatkan. Ai memicingkan matanya penuh curiga, ia tidak mudah percaya.
"Begitu. Kemudian—?" tanya Ai pelan, penuh penekanan.
"Eee, kemudian?" tanya Conan bingung, hati-hati. "Setelah itu kabar tersebut mereda, begitulah..."
"Yukiko san dan Kudo san kembali ke Jepang?" tanya Ai melanjutkan.
"Ah, ya, mereka kembali... sementara," sahut Conan. "Tapi mereka akan berada di sini beberapa waktu hingga kabar tersebut benar-benar hilang."
Ai membenahi posisi duduknya dan menyandarkan punggungnya ke sofa. "Ini tidak sesederhana yang kau bayangkan, Kudo kun." Ai memandang Conan dengan serius, pandangan memperingatkan yang telah dikenali Conan dan Profesor Agasa dengan baik. "Mereka akan menyelidiki."
"Aku tahu," kata Conan. "Karena itu lah, aku akan lebih berhati-hati. Tidak, bukan hanya aku, —kita."
"Apa mereka akan datang kembali, menyelidiki kediaman Kudo?" tanya Profesor Agasa. "Bagaimana menurutmu, Ai kun."
Ai tidak lekas menjawab. Ia menatap kediaman Kudo dari jendela rumah Profesor Agasa. "Kau harus memperingatkan mereka, maksudku Subaru san dan kedua orang tuamu." Ai berdiri dan berjalan ke arah tangga menuju basement, berhenti dan berbalik menatap Conan dan Profesor Agasa. "Mereka akan mulai menyelidiki, secepat yang tak kau bayangkan." Ia berlalu kembali dan berjalan menuruni tangga basement.
Setelah Ai tak terlihat, Profesor Agasa berbisik pelan pada Conan. "Kau yakin tidak memberitahu Ai kun? Tentang organisasi?"
Conan berkata pelan, "Ya. Tidak perlu memberitahunya." Conan berdiri. "Kau mengenal bagaimana Haibara, Profesor..." Profesor Agasa hanya diam dan mengulang percakapan sebelumnya dalam ingatannya.
/ Beberapa saat sebelumnya.
"Kau perlu memberitahu, Ai chan," kata Yukiko. Ia menatap Conan dan Profesor Agasa.
"Apa kau akan memberitahunya?" tanya Yusaku.
Conan diam untuk berpikir sejenak. "Aku hanya akan memberitahunya masalah ini terselesaikan dengan bantuan kalian, dan kalian akan berada di Jepang sementara." Conan menatap kedua orang tuanya. "Tapi tidak lebih."
Yukiko berkata cepat, "Tapi akan berbahaya bila apa yang kalian pikirkan itu benar, tentang organisasi itu. Ku pikir—" Yukiko menatap suaminya. "Tidak kah lebih baik memberitahunya? Akan sangat berbahaya."
"Tidak, bu. Karena berbahaya, kita tidak perlu memberitahunya, sampai kita menyelidiki lebih lanjut," kata Conan perlahan. "Lagipula—" Profesor Agasa memandangnya.
"Tapi—" kata Yukiko cepat.
"Sudah lah, yukiko." Yusaku memegang pundak istrinya. "Shinichi tahu apa yang ia lakukan. Kita akan membantunya." Yukiko masih terlihat tidak yakin.
"Tidak apa-apa, Yukiko san," kata Profesor Agasa menenangkan. "Kita tidak perlu membuat Ai khawatir." Profesor Agasa beranjak dari tempatnya menuju konter dapur. "Kau ingin minum hangat, Yukiko?"
Yukiko memandang Shinichi dan suaminya, dan kemudian berjalan mengikuti Profesor Agasa meninggalkan ruangan. "Terimakasih, Profesor. Ku rasa Yusaku tidak keberatan dengan kopi panas sebelum kami kembali ke rumah."
Yusaku memastikan istrinya berada cukup jauh sebelum menghadapi Shinichi kembali. "Kau tahu bahaya nya kondisi saat ini."
"Ya, mereka akan bergerak," kata Conan menatap Ayahnya. "Akan berbahaya untukku dan Ai... juga orang-orang di sekitar kami."
"Meskipun begitu, kau tidak akan bisa merahasiakan hal ini pada gadis itu terus-menerus." Yusaku memandangnya lebih serius. "Seorang dari kalian—yah, keberadaan kalian mempengaruhi keberadaan lainnya."
"Aku tahu," kata Conan penuh keyakinan, tersenyum simpul. "Bahwa bila salah seorang dari kami diketahui keberadaannya—" Ia berhenti sejenak. "—atau bahkan mati," kata Shinichi—kini pandangannya terarah pada kejauhan. "Maka yang lain akan mati pula..."
Shinichi berjalan meninggalkan Yusaku di belakang. Tanpa mereka tahu, seorang laki-laki mendengarkan percakapan tersebut dari jauh di kediaman Kudo.
/
Ai membuka pintu laboratorium bawah tanah—menutupnya kembali dan berjalan menuju komputernya. Ia menyalakan komputer tersebut dan duduk pada kursi di sampingnya dan menutup mata.
"It won't be easy," gumam Ai pelan. Ia membetulkan posisi duduknya dan mulai membuka beberapa file komputer. "Aku harus segera menyelesaikannya." Ia melirik kalender di sudut meja.
/
"Selamat pagi, Ai kun," sahut Profesor riang. Di tangannya terdapat piring dengan beberapa lembar roti bakar. Ia mengarahkan Ai agar duduk di samping Conan dan menyajikan roti bakar dan susu untuknya.
"Selamat pagi, Profesor," kata Ai.
"Selamat pagi—Haibara," kata Conan ringan sambil mengunyah roti bakar di mulutnya.
Ai Haibara menaikkan salah satu alis matanya. "Apa yang kau lakukan, sepagi ini, dan di sini tepatnya, Kudo?" Ai berjalan menghampiri meja dapur untuk memulai sarapan. "Di hari libur," kata Ai melanjutkan dan menatapnya. "Berdiskusi dengan Profesor?"
Conan mengambil segelas susu di depannya. "Melihat kondisi," jawabnya simpel. Ketika dilihatnya Ai masih menampakkan pandangan bertanya ia melanjutkan. "Aku rasa, aku akan menginap beberapa waktu di rumah Profesor."
Ai menatapnya dalam diam, kemudian beralih dan mengambil sepotong roti, mengunyahnya hingga habis sebelum berkata kembali. "Kau merencanakan sesuatu?" tanya Ai tanpa menatap Conan. "Aku tidak ingin kau menyembunyikan sesuatu dariku, Kudo."
"Tidak, tentu saja tidak."
"Aku akan mengetahuinya," kata Ai tajam.
"Tentu saja," kata Conan cepat. "Aku berada di sini hanya untuk memastikan, bila mereka menyelidiki kembali rumahku." Conan menepuk bahu Ai sambil berlalu. "Dan aku tidak akan bertindak ceroboh—janji."
"Apa kau pikir aku percaya?" tanya Ai tak peduli. "Kau mau kemana, Kudo?" tanya Ai kembali ketika dilihatnya Conan menuju belakang rumah.
"Aku akan ke rumahku menemui Subaru san dan orang tuaku," kata Conan. "Lewat belakang, langsung." Ia berlalu menuju bagian belakang rumah, terdapat pintu tersembunyi pada dinding pemisah yang menghubungkan antara rumah Profesor Agasa dan kediaman Kudo.
Ai mendengus, "Apa dia selalu setenang itu?" gumamnya sambil mengambil sepotong roti kembali.
Profesor Agasa menatap Ai sambil tersenyum simpul. "Tentu saja tidak. Bila kau melihat bagaimana kemarin Shinichi—kau tidak akan berkata begitu." Ia mengambil roti bagiannya sendiri dan memakannya dengan lahap.
"Jadi, dia bisa khawatir pula?" Ai menyeringai.
"Ya," kata Profesor Agasa tidak jelas, ia menelan rotinya dan meminum teh dihadapannya. "Apa yang akan kau lakukan hari ini, Ai kun?"
Ai membereskan piring dan gelas sarapan dan berjalan menuju dish washer. "Aku akan ke luar sebentar, Profesor." Ia mulai mencuci piring dan gelas hati-hati. Profesor Agasa memandang penuh tanya.
"Kau akan kemana?" tanya Profesor heran. Ai diam sejenak sebelum menjawab.
"Ah, hanya ke Supermarket di ujung blok sebentar, Profesor." Ia mengelap piring dan gelas tersebut dan meletakkannya kembali ke rak. "Ada yang ingin ku beli. Tidak perlu khawatir Profesor," lanjutnya cepat.
"Aku akan merasa khawatir, mengingat apa yang sedang terjadi," kata Profesor Agasa. "Akan lebih aman bila aku menemani—,"
"Tidak apa-apa, Profesor," potong Ai cepat. "Aku akan segera kembali." Ai segera berlalu menuju pintu dan keluar tanpa memandang Profesor Agasa.
/
"Subaru san," sapa Conan begitu melihatnya. Subaru bersama kedua orangtuanya duduk di meja makan.
"Conan," kata Subaru sambil mengangguk.
"Shin—Conan," sahut Yukiko. "Apa kau sudah sarapan?"
Conan mengiyakan dengan anggukan dan menempatkan diri di samping Yukiko. Tak ada yang berbicara untuk beberapa saat.
"Aku rasa, kita akan berbicara?" tanya Subaru memulai.
Yusaku dan Yukiko menatap Conan. Conan memandang mereka bertiga sejenak sebelum berkata. "Aku rasa—kita sudah saling mengerti."
Subaru tersenyum. Yusaku menyeruput tehnya kembali.
Ia memandang ketiga Kudo. "Aku tidak akan berkata aku tidak tahu, atau aku ingin tahu." Ia menatap Conan penuh perhatian. "Kecuali bila kau ingin memberi tahu, cukup katakan." Ia tersenyum kembali dan berkata, "Tentu saja, tanpa paksaan."
"Ya—ku rasa sudah saatnya." Conan menutup matanya dan membalas senyum Subaru sejenak, sebelum melanjutkan berbicara.
/
Hi, this is my first fanfict.
Enjoy!
Psst...
I write to kill the time while waiting the next DC chapt which is still on hiatus.
