Alice Wa Maid-sama!

Disclaimer: Jun Mochizuki

Author: Shinjuku Risa

Warn before read, this fict contains with typo, garingism, gajeness, OOC, OOT, and more unpleasable thing inside.

Join it and review! :)

1

.

.

2

.

.

3

.

.

ACTION!

Sore di Kota Sabrie selalu dihiasi langit jingga berpadu dengan cahaya oranye. Tidak lupa dengan indahnya formasi burung-burung yang beterbangan di langit sore yang indah. Namun, hari ini berbeda..

Tak ada langit dengan siluet jingga dan oranye, burung-burung yang beterbangan ketika sore hari sama sekali tak menampakkan sepasang sayapnya.
Sore itu cuaca memang sedang mendung. Langit abu-abu kelam disertai awan hitam yang bergulung-gulung memberi kesan mencekam di kota Sabrie. Orang-orang memilih untuk tetap dirumah ketika
cuaca sedang buruk. Berbeda dengan orang ini.

Semua murid di Latowidge telah kembali ke asramanya masing-masing, kecuali Alice. Ia menunggu Oz yang berjanji untuk bertemu dengannya setelah urusan kedua orang ini selesai. Urusan?
Ya, hari ini Oz dan Alice mempunyai urusan masing-masing. Oz sang ketua OSIS ditunggu oleh tumpukan kertas yang menanti untuk di tanda tangani. Bukan tanda tangan seorang idola terhadap fans-nya, melainkan tanda tangan untuk selebaran pengumuman yang nanti akan disebarkan ke ribuan murid Latowidge. Sepertinya hari ini dia akan meminta Gilbert untuk memijat tangannya yang keram.
Bagaimana dengan Alice? Urusan apa yang dia miliki? Bergabung dengan klub sains? Melatih junior cheerleaders, atau membaca buku di perpustakaan?

Tidak, bukan itu. Itu kegiatan yang sangat tidak Alice
Alice sibuk mengikuti pelajaran tambahan. Khusus bagi murid-murid tertentu. Murid-murid yang nilai ulangannya C seminggu berturut-turut.

Kini Alice sudah selesai dengan urusannya. Ia menunggu dengan raut wajah kesal di koridor dekat Planetarium.

"Oz, kau berani membuatku menunggu?" Alice menggerutu kesal ditengah-tengah kesunyian. Ia menggeretakkan giginya, tanda kalau kekesalannya nyaris mencapai puncak. Alice khawatir Oz belum datang ketika hujan sudah turun. Artinya, Alice tidak bisa kembali ke asrama sebelum hujan reda. Ia menatap cemas ke arah langit-langit koridor yang transparan. Dilihatnya awan abu-abu yang menggumpal, dan sesekali sinar putih tipis terlihat di sela-sela awan mendung.

Tap..tap..tap..
Alice mendengar suara langkah seseorang. Langkah kaki itu terdengar semakin mendekati dirinya. Samar terdengar deru nafas yang terengah-engah.
"Alice!" Oz memanggil gadis yang berada didepannya. Ia terus berlari, mengejar sosok gadis yang menunggunya di koridor. Sesekali Oz mengelap keringat yang merembes di dahi dengan punggung tangannya.
"Alice, maaf telah membuatmu menunggu.." Kata Oz sambil menundukkan kepalanya tanda menyesal. Lalu, ketika ia mengangkat kepalanya lagi, Oz melihat Alice tersenyum manis padanya. Benar-benar manis, pikir Oz.
"Oz, permintaan maafmu.." Alice tersenyum manis kepada Oz sambil menyipitkan matanya. Terlihat sangat manis, namun siapa sangka kalau itu..

Palsu.

"TIDAK KUTERIMAAA!"
DUAAAAKKK!
Baiklah pemirsa, Alice menendang muka Oz seperti murid karate yang sudah sabuk hitam. Dan di wajah Oz, terjiplak dengan indah bentuk sepatu Alice. Mantap.

"Aduh..ke..kenapa Alice?" Oz meringis kesakitan. Tanpa sadar, darah segar mengalir perlahan dari hidung mancung Oz.
"Kenapa? Kau tanya kenapa? Beraninya kau membuatku menunggu!" Alice ngomel-ngomel sembari menarik kerah seragam Oz. Ia sudah benar-benar kesal rupanya. Oz hanya bisa diam.
Lengkap sudah penderitaannya hari ini. Tangan keram, hidung mimisan, ukiran cantik berbentuk sepatu–brutal lebih tepat- yang menjamahi wajahnya, ditambah dengan omelan yang mengucur dengan deras bak air terjun dari mulut gadis manis ini.

"Ma..maafkan aku Alice" Kata Oz sambil menaruh tangannya di kedua pundak Alice. Alice melirik tangan kanan Oz yang menempel di pundak Alice melalui ekor matanya. Ia melihat beberapa urat berwarna biru yang sebelumnya tak pernah Alice lihat, kini muncul di balik kulit putih Oz. Menandakan bahwa tangannya benar-benar lelah bekerja keras hari ini. Dengan iba, Alice melepaskan cengkeramannya pada kerah Oz. "Kali ini kumaafkan. Sekarang, apa tujuan dari pertemuan ini?" Tanya Alice monoton. Refleks Oz blushing mengingat apa tujuan ia memanggil Alice kesini.

"E—eh anu..Alice, aku..se-sebenarnya.."

BLAAAARRR!
ZRAAASSSHHH...ZRAAAASSSHH

Titik demi titik air turun dengan derasnya dari langit. Dan voila, dua orang ini terjebak di Latowidge, tidak bisa kembali ke asrama sebelum hujan reda. Ketakutan Alice akan kegagalannya untuk kembali ke asrama menjadi kenyataan. Jujur saja, ia sangat kesal kali ini. Ingin sekali ia menonjok pilar kokoh tempat tubuhnya bersandar. Namun, Alice berusaha sekuat menahan amarahnya, ia mengerti keadaan Oz yang sedang lelah. Kali ini ia hanya memandangi Oz dengan tatapan yang mengisyaratkan 'Ini salahmu, Oz!' kepada pemuda di sampingnya kini. Tak lama kemudian Alice terbawa suasana. Ia menikmati irama derai hujan di depannya kini. Ia mengangkat tangannya, membiarkan tangannya dibasahi oleh tetes demi tetes air hujan. Oz terpana melihat pemandangan indah seperti ini. Namun, bosan juga kalau harus memandangi Alice terus sampai hujan reda. Oz mencari cara untuk mencairkan suasana.
Oz membuka Luggagge-nya, lalu mengeluarkan sebuah kotak bertuliskan 'UNO'.

"Hei, sambil menunggu hujan reda, main kartu UNO, yuk!" Bujuk Oz sambil memamerkan kotak yang berisi kartu UNO. Alice menurunkan tangannya yang dibasahi air hujan, lalu menatap remeh kepada kotak bertuliskan 'UNO' itu.

"Hahahaha! Kau bercanda, Oz? Kau berani menantang juara kartu UNO di Latowidge?" Sanggah Alice dengan nada mengejek. Alice juara kartu UNO di Latowidge? Benar sekali. Sampai sekarang, tidak ada yang bisa menandingi keunggulan Alice dalam bermain UNO. Bahkan Rufus Barma, orang terpandai sepanjang sejarah Latowidge –kini senior Alice- kalah telak bermain UNO dengan gadis ini. Namun, gelar yang disandang Alice tidak membuat pemuda ini gentar.

"Siapa takut?" Tantang Oz sambil mengusapkan ujung jempol kirinya ke hidung. Alice merasa tertarik dengan keberanian manservant-nya ini.

"Yang kalah, harus menuruti semua permintaan yang menang. APA SAJA. Setuju?" Alice berbalik menantang Oz. Ia yakin kalau ia pasti menang. Alice membayangkan kalau saja Oz kalah, ia akan memintanya untuk memasak daging 20x sehari selama setahun berturut-turut.
Oz memutar matanya. Ia berpikir sejenak sebelum ia menyerukan satu kata.

"Setuju!"

Alice lalu mengocok kartu-kartu UNO ala om-om yang sering main kartu di cafe. Setelah beberepa menit, Alice berhenti mengocok kartu lalu membagikan kartu-kartu itu. Masing-masing mendapat 7 kartu. Senyum Alice mengembang ketika ia melihat 3 dari kartunya adalah kartu skip (Ø), dan 2 kartu yang lainnya adalah angka 5 berturut-turut. Sisanya? Kartu biasa.
Ia melirik lawannya, Oz yang memasang wajah cemas. Sepertinya ia mendapatkan kartu yang jelek.

SRAT!

Pertandingan UNO dibuka dengan kartu merah berangka 5. Alice langsung mengeluarkan kartu merah skipnya, dan mengeluarkan kartu merah berangka 2 dari tangannya. "Giliranmu, Oz"Ucap Alice dengan ekspresi merendahkan Oz. Diam-diam ia melirik Oz yang kebingungan untuk memilih satu diantara 7 kartunya. Oz benar-benar bingung. Di awal permainan saja, ia sudah kena skip. Oz harus berhati-hati. Kalau saja ia tidak memperhitungkannya matang-matang, kartu ditangannya bisa saja sedikit demi sedikit menggiringnya kepada kekalahan.
Suasana menjadi genting. Alice senyam-senyum dengan sombongnya. Sementara Oz memijit dagu dan menatap tajam pada 7 kartu yang ada ditangannya.

Kartu apakah yang akan Oz pilih?

Apakah Alice akan menang telak?

TBC.

Oke, ini fict kedua Shinju di ffn ini! Shinju peringatin dari sekarang, khusus yang nggak begitu tahu cara bermain UNO, disarankan untuk melewati sebagian atau setengah fict di chap depan karena akan diisi full-UNO game. Tapi bagi yang masih nekat, dibaca juga nggak apa-apa..dengan resiko akan kebingungan sendiri..hahaha :D
Nah, saatnya Shinju sang newbie menagih REVIEW,saran,dan kritik dari andaaa~
?RnR?