DECLAIMER : Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
enjoy :3
CHAPUTAA ICHI : "NANKA KAWAII NE"
"Yak, latihan hari ini selesai," ujar pelatih dan kami—anggota klub basket Shuutoku—pun bubar. Kulihat jam di layar HPku. Pukul 18.15. sebentar lagi waktu matahari terbenam.
Ramalan Oha-Sa hari ini mengatakan bahwa hari ini hari keberuntungan Cancer—hari keberuntunganku—dan puncak keberuntungan itu adalah saat matahari kembali ke peraduannya. Jadi, dengan segera aku berlari menuju pantai. Tak lupa, kubawa lucky itemku hari ini, sebuah dompet berbentuk katak berwarna hijau tua hasil pinjaman dari Naruto. *digeplak Midorima* (Midorima : Jangan salah, ye! Ini dompet aku beli sendiri, walau uangnya ngutang). Ketika sampai, kulihat horison pantai yang sudah penuh dengan warna oranye. Begitu pula langit musim panas yang tadi siang begitu biru kini telah berubah juga.
"Ternyata tak jelek juga," gumamku mengagumi warna indah senja ini mengacuhkan si author gila. Kutatap warna oranye yang semakin lama semakin tenggelam. Tiba-tiba kurasakan sesuatu menyentuh pundakku.
"Anou.. sumimasen…" ucap sebuah suara di belakangku. Sontak aku menoleh.
"Ya?" jawabku.
"Bisakah kamu minggir. Kamu menghalangiku melihat sunset," kata sosok yang kini berhadapan denganku.
Ee? Menghalanginya? Bukankah aku yang duluan berdiri di sini.
"Maaf, tapi aku duluan yang berdiri di sini," jelasku.
"Tidak.. tadi aku duluan yang di sini dan tiba-tiba kau berdiri di depanku," ucapnya bersikeras.
"Aku yang du—"
"Aa.. Kurokocchi, gomen, kau jadi menunggu lama." Kata-kataku terpotong oleh suara seorang pemuda berambut kuning. Pemuda itu menghampiri pemuda dihadapanku lalu menggandeng tangannya dan pergi.
WHAT THE-! Apa-apaan itu?
Kutatap kedua pemuda yang semakin menjauh itu dengan pandangan heran. Dia bilang aku mengahalangi pandangannya tapi setelah itu ia pergi begitu saja. Dasar aneh!
Tapi..
Sosok pemuda tadi. Bukan.. bukan pemuda berambut kuning tadi, tetapi pemuda yang satunya lagi. Ia bertubuh mungil. Kulitnya yang putih tertimpa cahaya matahari senja. Rambutnya yang biru bergoyang tertiup angin. Wajah datarnya yang menurutku manis, dan mata sendunya yang tadi menatapku. Juga, aroma vanilla yang tercium darinya.
"Siapa.. namanya..?"
*nanodayo*
Aku masuk ke penginapan—menuju kamarku. Kulihat Takao sudah berada di ruangan itu. Tanpa ada niatan untuk menyapa atau berbicara dengannya, kuhampiri tasku. Kuambil handuk dan peralatan mandiku, lalu kembali keluar.
"Mau mandi, Shin-chan?" tanyanya ketika aku hampir membuka pintu Shoji* di depanku.
"Hm.." hanya itu responku kemudian aku keluar dari kamar. Takao mengikutiku setelah ia mengambil handuknya. Kami berjalan ke kamar mandi. Setelah bebersih, kami masuk ke dalam onsen. Kupikir hanya ada aku dan Takao di sini, sebelum kulihat sekelebat warna biru di depanku.
Tunggu.. Biru..
Aa~~ sosok tadi juga.. biru bukan? Dia memang… Manis…
Dan tak kusadari bahwa aku kembali memikirkannya. Kuingat-ingat lagi sosoknya yang—menurutku—mungil itu. Warna rambutnya, bentuk wajahnya, tatapan matanya, harum vanilla yang tercium dari dirinya. Dia benar-benar….
"AHH!"
BRUUK!
Sebuah suara teriakan dan sesuatu yang terjatuh membuyarkan pikiran.
"Tetsu… sudah kubilang hati-hati, kan?"
Kulihat seorang pemuda berkulit tan mengulurkan tangannya pada seorang pemuda lain yang terduduk di lantai, tak jauh dari tempatku dan Takao berendam.
"Sumimasen, Aomine-kun," ucap pemuda yang dipanggil Tetsu itu sambil meraih tangang tan yang terulur padanya.
Tanpa sadar terus kuperhatikan kedua pemuda itu. Tidak, lebih tepatnya, terus kuperhatikan pemuda berkulit putih susu yang baru saja terjatuh itu. Pemuda mungil berambut biru itu… Itu dia! Dia pemuda yang tadi di pantai, kan? Tetsu kah namanya? Tapi, tadi di pantai…
'Kurokocchi..'
"Kurokocchi…" aku bergumam. Gumaman yang cukup keras sehingga orang lain dalam onsen itu bisa mendengarku. Takao, dan dua pemuda itu langsung menatapku. Segera kututup mulutku dengan kedua tanganku.
'Ya, ampun… apa-apaan aku…'
"Kau mengenal Tetsu?" tanya pemuda tinggi berkulit coklat itu sambil berjalan ke arahku.
"Eh.. Ah.." aku kelabakan menjawab. "Ee.. A.. Aku.. Aku tidak mengenalnya," ucapku akhirnya.
"Lalu, kenapa kau memanggilnya?" tanyanya lagi. Matanya memicing penuh curiga padaku.
'Mampus gue…'
"Aa, kau tadi yang menghalangiku menonton sunset, kan?" celetuk si pemuda manis dari arah belakang si pemuda tan.
"Aku bukannya menghalangimu, aku yang pertama kali berdiri di situ," jelasku yang tiba-tiba disusul oleh suara tawa keras si pemuda lain.
"Hahahaha, terjadi lagi ya, Tetsu," katanya. Si pemuda yang dipanggil Tetsu hanya diam tetap dengan wajah datarnya. Pemuda berkulit tan itu tiba-tiba masuk ke dalam onsen sambil menarik pemuda yang lain.
"Baiklah, kita di sini saja, Tetsu. Sekalian kita ngobrol dengan mereka," katanya.
Pemuda itu lalu mengenalkan dirinya sebagai Aomine Daiki, sedang si pemuda mungil bernama Kuroko Tetsuya. Kata '-cchi' yang kudengar di pantai hanya panggilan dari pemuda berambut pirang yang mereka kenalkan bernama Kise Ryouta.
"Dia ini," Aomine memulai pembicaraan. Ia mengarahkan ibu jarinya pada Kuroko. "Hawa keberadaannya tipis," ujarnya.
"Ha?" Aku bingung.
"Contohnya saat kalian di pantai tadi. Kau tak merasa berdiri di depan dia padahal dia sudah ada di sana sebelum kau datang. Sudah sering terjadi hal seperti itu," jelasnya. Aku hanya ber-oo.
Aomine kemudian menceritakan hal-hal lain tentang Kuroko. Seperti misalnya "Kuroko menyukai vanilla shake", atau "Kuroko sebenarnya menyukai basket, walau staminanya lemah". Sesekali Aomine merangkul Kuroko ketika menceritakan tentang kelebihannya, lalu ia tertawa. Aomine bercerita panjang lebar. Sedangkan yang diceritakan hanya diam bergeming tanpa ada niatan ingin protes atau menambahi.
Kami berhenti mengobrol—atau lebih tepatnya, Aomine berhenti bercerita ketika wajah Kuroko sudah semerah kepiting rebus. Kelihatannya ia kepanasan karena terlalu lama berendam.
"Ja, saki ni iku," pamit Aomine sambil menggandeng Kuroko. Aku mengangguk sebagai balasan.
"Ayo, kita juga, Shin-chan. Aku sudah kepanasan," ajak Takao. Ia keluar dari onsen. Aku mengikutinya.
*nanodayo*
Pagi ini, sebelum makan pagi, pelatih menyuruh kami berlari sepanjang pantai sebanyak 10 kali. Haah.. capek sekali. Pagi-pagi sudah berkeringat sebanyak ini. Kuselonjorkan kakiku di halaman penginapan kami. Memijitnya pelan berharap rasa capekku sedikit hilang.
"Waaahh.. sepertinya capek sekali," seseorang berbicara di belakangku. Dari suaranya yang datar dan aroma vanilla kucium aku langsung tahu siapa dia.
"Kuroko.." responku sambil menoleh ke arahnya.
"Mau minum?" tanyanya menyodorkan botol air mineral di tangannya.
"Un.. Arigatou," jawabku. Kuterima minuman darinya lalu kuminum. Tak ada yang bicara di antara kami setelah itu. Ia hanya duduk di sampingku tanpa bicara. Diam-diam, kulirik dirinya. Entah kenapa, aku tak bisa berpaling untuk tidak menatap wajahnya. Wajah manisnya itu, benar-benar menarik perhatianku.
Aku menyukainya..
Kata-kata itu langsung terbesit di kepalaku. Tak kusanggah. Memang benar adanya. Ia sudah menarik perhatianku sejak kami bertemu pertama kali.
"Shin-chan.." Sebuah panggilan membuyarkan pikiranku. Aku menoleh dan kudapati Takao di belakangku.
"Kau di sini.. Minna mau sarapan, ayo kau juga," katanya.
"Baiklah." Aku berdiri dari tempatku. Sebelum beranjak, kulihat Kuroko. Kusodorkan kembali botol minuman yang dari tadi kugenggam.
"Terima kasih," ujarku. Kulihat dia mengangguk, masih dengan wajah datarnya. Tapi tatapan matanya, kurasakan tak sepertinya biasanya. Ada yang berbeda, walau aku tak tahu apa itu. Dan entah kenapa kurasakan jatungku berdebar lebih cepat ketika melihatnya. Dia terasa lebih… kawaii.
"Shin-chan, ayo!" Takao lagi-lagi membuatku tersadar dari pikiranku.
"A.. E.. Ehm.." jawabku lalu mengikutinya.
Selesai sarapan, pelatih mengumpulkan kami di lapangan dan latihan pun dimulai kembali.
SKIP SKIP SKIP
ISTIRAHAT SIANG..
Pelatih menyuruh kami beristirahat ketika waktu menunjukkan pukul 13.00. Waktunya makan siang. Kami segera membuka obento yang baru saja dibagikan. Nasi, sayur, telur gulung, dan sosis. Khas obento supermarket.
Aku keluar dari ruang latihan sambil membawa obentoku. Kulihat pohon yang cukup rindang di dekat situ, dan aku pun kesana. Kubuka kembali obento yang kubawa.
"Itadakimasu." Kubuka sumpitku lalu mulai menyantap makan siangku. Sambil makan, bisa kudengar suara khas serangga musim panas. Suara miing-miingnya jelas sekali, mungkin karena di sini masih termasuk daerah pedesaan. Panasnya cahaya matahari juga tak terlalu menyengat. Banyaknya pohon di sekitar ruang latihan ini membuat tempat ini lebih sejuk walau tanpa kipas angin atau AC.
"Hijau* memang terbaik," gumamku bangga sambil menatap daun-daun hijau yang tertangkap mataku. Tiba-tiba kulihat semak yang tak jauh dari tempatku duduk bergerak. Kutautkan alis, heran. Tak berapa lama, dari tengah-tengah semak itu muncul dedaunan berwarna biru tua. He? Benarkah itu daun?
Semakin kuperhatikan, dedaunan biru semakin menampakkan wujudnya(?). Sesosok kepala muncul dari tengah semak itu.
"A.. Aomine?" panggilku ragu. Kepala biru tua itu menoleh ke arahku.
"Yo, Midorima.." sapanya. Ia kemudian bergegas keluar dari semak-semak lalu berjalan ke arahku.
"Sedang apa?" tanyaku.
"Mencari Tetsu. Kau melihat dia, kah?" Aomine balik bertanya. Aku menggeleng. Mencari Kuroko? Memangnya Kuroko kumbang apa, sampai di cari di semak-semak begitu. (Author : Kuroko bukan kumbang, Midorima, dia bunga yang mencuri hatimu.)
"Dasar, kemana dia!?" gumamnya yang masih bisa kudengar. "Ja, kalau begitu aku cari dia dulu," pamitnya. Ia sudah hendak melangkah pergi namun terhenti. Pandangannya kembali tertuju kepadaku. Eh, bukan! Ke sampingku. Kuikuti pandangan mata Aomine dan ternyata…
Aku terbelalak kaget. Kuroko!? Dia, dari tadi tidur di sini? Kenapa, aku tak menyadarinya? Kuperhatikan dia. Kuperhatikan dia yang terlihat begitu damai dalam tidurnya. Dadanya kembang kempis dengan teratur. Mulut mungilnya sedikit tebuka. Poninya jatuh ke samping menutupi wajah bagian kanannya. Mata azurenya hilang tertutup kelopak matanya.
'Nanka.. kawaii ne,' pikirku.
"Mattaku.. Tetsu, jadi dari tadi kau tidur di sini?" Aomine berjalan ke arah sampingku, menuju tempat Kuroko berbaring. Tangan tannya mendarat di kepala biru Kuroko lalu mengelusnya lembut.
"Tetsu, ayo bangun.. Sudah saatnya makan siang. Kise sudah menunggu kita. Ayo.." ujar Aomine. Pandanganku beralih. Tidak hanya memandang Kuroko tetapi seorang yang lain, dimana apa yang ia lakukan saat ini terlihat mesra di mataku. Pacaran kah, mereka?
'Tidak.. Tidak.. Tidak.. Apa yang yang aku pikirkan! Tapi.. tapi.. kenapa ini? Dadaku rasanya… sakit? Midorima Shintarou, ada apa denganmu!?'
"Ngh.. Ohayou.." Kuroko bangun sambil mengucek pelan matanya.
"Ohayou.." Aomine membalas. "Ayo kembali. Kise nunggu kita."
"Ng." Kuroko mengangguk. Ia berdiri dibantu Aomine.
"Jaa naa," pamit Aomine. Ia pergi sambil menggandeng tangan Kuroko. Terus kupandangi mereka hingga keduanya hilang dari pandanganku.
Rasanya.. sakit di dadaku semakin menjadi…
*nanodayo*
TSUZUKU...
A/N : Yokatta... Bisa publish ini juga akhirnya... setelah melewati segala halang rintang yang menghadang(?), akhirnya fic ini dapat selesai dengan selamat.
jaa, minna-san...
review please.. ^,^
