Title: A.M

.

Author: Kim Ara

Cast: -Jeon Jungkook as Jungkook

-Kim Taehyung as Taehyung

.

.

Seluruh alur cerita murni hasil pemikiran sendiri.

Jika ada kesamaan nama atau jalan cerita, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan.

This is Jungkook and Taehyung fanfiction, i'm not accepting any flame for the cast!

.

Enjoy~

.

.

.

Song for this chapter:

One Direction – A.M

.

.

You and me were raised in the same part of town
Got these scars on the same ground
Remember how we used to kick around just wasting time?

.

Baik Taehyung maupun Jungkook sama-sama lupa kapan pertama kali mereka secara tidak resmi menetapkan dini hari sebagai waktu bicara.

Seingat Jungkook, semua bermula ketika mereka sudah cukup besar untuk menentukan jam tidur mereka sendiri, mungkin saat ia kelas 6 sekolah dasar.
Saat itu, Taehyung yang satu tingkat diatasnya, baru saja lulus. Mereka kehilangan sekitar 7 jam waktu bertemu karena terpisah sekolah, namun menebusnya dengan cara saling bertukar cerita malamnya, dengan ponsel baru Jungkook.

Hanya cerita acak, tentang bagaimana kehidupan sekolah menengah pertama yang asyik, dan tahun terakhir Jungkook di sekolah dasar yang melelahkan. Juga rayuan-rayuan cheesy, yang disukai anak seusia mereka.

Seperti–

.

Hey, Jungkook-ah, kenapa air dan minyak tidak bisa menyatu?

Received by: Bidadari Sebelah Rumah

.

Sender: Bidadari Sebelah Rumah

Karena massa jenisnya berbeda?

.

Tidak! Tapi karena mereka bukan kita :D

Received by: Bidadari Sebelah Rumah

.

Atau…

.

Hei, kau itu seperti ujian…

Received by: Bidadari Sebelah Rumah

.

Sender: Bidadari Sebelah Rumah

Hah?

.

Karena kau menyita semua perhatian dan pikiranku hehehe :D

Received by: Bidadari Sebelah Rumah

.

Dan jutaan pesan singkat tanpa faedah lain, yang jika sampai dibaca dan ditiru akan menghancurkan generasi muda Korea Selatan. Tapi selebihnya, mereka bahagia. Dengan Taehyung yang terkikik-kikik tak bisa tidur, dan Jungkook yang berakhir tertidur dengan seulas senyum senang dan wajah merona.

.

Feels like this could be forever tonight

.
Beruntungnya, ancaman kehancuran generasi itu segera bisa diatasi karena Jungkook kemudian menyusul Taehyung di sekolah yang sama pada tahun ajaran berikutnya, mengurangi frekuensi berbicara tengah malam mereka, karena ia bersama dengan Taehyung nyaris setiap ada waktu luang di sekolah.

Ia yang memiliki segudang teman, dan tak pernah kesepian, entah kenapa lebih suka mendatangi meja Jungkook di jam makan siang, menenangkan sedikit rasa khawatir sahabatnya tentang dikelilingi banyak orang. Jungkook benci tempat ramai, tapi Taehyung selalu memberikan ilusi barrier di sekeliling mereka, menciptakan perasaan nyaman instan yang hanya bisa ia temukan setiap mengunci diri di kamarnya yang hangat.

Taehyung juga selalu membolos mata pelajaran yang bertabrakan dengan jam olahraga Jungkook, tak peduli seberapa berpengaruh itu pada nilai rapornya. Jungkook benci olahraga, karena asmanya akan membuat aktifitas yang berat akan mendorong Jungkook ambruk 2 minggu di ranjang rumah sakit. Jadi ia termasuk dalam pengecualian, berakhir mengerjakan tugas khusus ditemani Taehyung di perpustakaan. Berbagi earphone dengan Taehyung yang tidur telungkup di meja, menggenggam tangan Jungkook di pangkuannya.

Mereka bahkan selalu pulang bersama. Jungkook selalu menunggu, tak peduli seberapa larut seniornya itu pulang, asal ia tidak pulang sendirian.
Biasanya, jika pulang terlambat, Taehyung akan membeli binggrae dan tteokbokki sebagai permintaan maaf, memakannya bersama Jungkook di depan minimarket sambil bertukar cerita hingga larut malam, membicarakan apapun yang mereka lewatkan saat tidak sedang bersama.

.

Break these clocks, forget about time

.

"Tadi aku diminta mengisi kuesioner, tentang karir." Jungkook, secara tidak biasa memulai percakapan malam itu, menusuk kotak susunya dengan cemas, entah karena apa.

"Ah, dari bimbingan konseling?" Taehyung menyahut sambil lalu, menyuapkan potongan tteokpokki terakhir kepada adik tingkatnya. "Dan?"

Jungkook mengendikkan bahu. "Cita-cita hyung apa?"

Taehyung mengernyit, seolah memprotes 'kenapa jadi aku?', tapi menjawab juga, "Hal yang ingin ku lakukan? Entahlah, yang jelas aku ingin bersamamu selamanya."

Jungkook memukul pundak Taehyung kesal, memintanya berhenti main-main.

Anehnya, Taehyung tidak terkekeh, padahal baru saja melontarkan lelucon garing. Ia bersungut dengan wajah serius, kesal karena ucapannya dianggap candaan. "Tapi aku sungguh ingin bersamamu selamanya!"

Kali ini butuh usaha ekstra keras untuk tidak tersipu. Jungkook menunduk, memandangi lengan sweater-nya, lagi-lagi merasa cemas tanpa alasan. "Cita-cita yang berupa profesi…"

"Tidak tahu. Masa depanku masih kabur, satu-satunya yang bisa kupastikan hanyalah keberadaanmu disana. Selain itu, entahlah." Taehyung menjawab ringan, tidak mengerti bahwa ucapannya baru saja mendatangkan koloni kupu-kupu di perut Jungkook. "Bagaimana denganmu?"

"Apa aku harus melanjutkan sekolah lagi? Aku bosan belajar."

Taehyung terkekeh melihat Jungkook yang menggerutu, "Memangnya kau mau melakukan apa kalau tidak kuliah?"

"Um, menyanyi? Atau menggambar, dan hal-hal menyenangkan lainnya."

Dibanding Taehyung yang sudah pintar tanpa harus repot-repot belajar, Jungkook sedikit kesulitan mengikuti pelajaran formal di sekolahnya. Tidak peduli seberapa keras ia berusaha, tampaknya tak ada yang berubah. Berbeda dengan saat-saat pulang sekolah, ketika ia akhirnya berlatih dengan klub paduan suara, dilanjutkan dengan menggambar di rumah. Jungkook bahkan punya setumpuk sketsa wajah Taehyung-hal yang paling ia sukai di dunia-.

"Mengapa tidak masuk jurusan seni saja?"

Jungkook mengerjap, "Memangnya ada yang seperti itu?"

"Tentu saja ada." Taehyung tidak dapat menahan diri untuk tertawa, merasa gemas. "Setahuku, setelah beberapa semester disana, kau bisa menentukan bidang yang ingin kau tekuni, misalnya musik, tari, dan sebagainya."

Jungkook masih menatap Taehyung, terkesima. Kim Taehyung yang mengerti segalanya seperti ini selalu berhasil membuatnya kagum.

.

There could be a World War 3 going on outside

.

"Tak usah cemas." Taehyung membereskan bungkus makanan mereka, membuangnya ke tempat sampah, lalu menggandeng tangan Jungkook untuk berjalan pulang ke rumah. "Tulis saja hal-hal membosankan seperti PNS atau jaksa di lembar itu, agar guru-guru tidak banyak bertanya."

Ketika mereka berhenti di gerbang rumah Jungkook dan raut muram masih menghiasi wajah sahabatnya, Taehyung menghela nafas. Ia membungkuk, mengangkat dagu Jungkook dengan jemarinya untuk membawa mata mereka berada pada satu garis. "Kita cari mimpimu pelan-pelan, oke? Aku tak akan membiarkan impianku berkeliaran tanpa mimpi."

.

.

.
Rutinitas yang selalu mereka akhiri dengan pelukan ekstra lama di gerbang rumah Jungkook, sayangnya hanya berlangsung selama 2 tahun. Terasa amat singkat, karena Jungkook tak bisa berhenti berharap bisa merasakan itu selamanya, tapi Taehyung harus meneruskan pendidikannya di pusat kota, mengejar bus pagi-pagi sekali, sebelum Jungkook sempat berdiri di depan rumahnya untuk mengucapkan selamat pagi.

Taehyung juga pulang larut sekali, karena setelah jam tambahan di sekolah, ia masih harus belajar di akademi, dan mulai memarahi Jungkook karena menungguinya di depan rumah dengan piyama padahal udara dingin.
Sempat ada drama, dengan tangisan Jungkook, dan makian frustasi Taehyung, tapi semuanya terselesaikan dengan satu solusi: Taehyung akan menyelinap ke rumahnya setiap malam.

Taehyung membuat Jungkook berjanji untuk tidur dan jangan menunggunya, karena selarut apapun, Taehyung pasti datang.

.

Won't you stay 'til the A.M.?

.

Benar saja, sahabat sejak kecilnya selalu datang, tak peduli sesingkat dan dalam keadaan selelah apapun. Kadang hanya untuk memberikan Jungkook kecupan di kening, mengusak dahinya, dan mengucapkan selamat tidur. Tapi sering juga tinggal lebih lama, membantu Jungkook melompat dari jendela kamarnya, berbaring dengan alas sprei Jungkook, bergulung dalam selimut untuk menghalau dinginnya malam.

.

All my favourite conversations

Always made in the A.M.

.
Taehyung akan bercerita tentang banyak hal di sekolah barunya, terdengar begitu berbeda dengan kehidupan yang Jungkook alami sekarang. Membuatnya berpikir, memangnya satu tahun bisa membuat perubahan sebanyak itu? Namun ternyata waktu yang singkat itu pula yang berhasil menggiring Taehyung menemukan impian yang sesungguhnya. Impian yang tak lagi melibatkan Jungkook di dalamnya.

"Jungkook-ah, aku ingin menekuni geodesi." ia berkata tiba-tiba malam itu, dengan sebelah tangan menggenggam erat jemari Jungkook.

Jungkook menoleh, mengernyit karena tak yakin pernah mendengar kata itu sebelumnya. "Geodesi?"

"Ilmu yang mempelajari pengukuran permukaan bumi dan semacamnya. Mirip geometri. Entahlah," Taehyung mengendikkan bahunya tak peduli, "pengertian yang kupahami agak rancu."

.

Cause we don't know what we're saying

.

Jungkook hanya mengangguk, menyamankan kepalanya di pundak Taehyung. Ia memang tipe yang lebih suka mendengar daripada berbicara.

"Tapi sulit sekali, aku tidak yakin tahan banting dengan segala babnya."

"Kau pasti bisa." Jungkook bergumam yakin, karena Taehyung selalu membuatnya kagum dengan pemikiran-pemikiran cerdasnya, semangat yang menggebu, dan kemauan ekstra keras.

Dipercayai seperti itu, Taehyung bisa apa selain membuktikannya?
.

We're just swimming round in our glasses

And talking out of our asses

.

Setahun berlalu, dan rutinitas mereka sepertinya tak akan berubah dalam waktu dekat karena Jungkook memilih masuk ke sekolah menengah atas di dekat rumahnya. Mengejar bus pagi, jam tambahan hingga malam, tidur hanya beberapa jam, Jungkook tak yakin bisa menjalani jadwal Taehyung yang sepadat itu dengan paru-paru ringkih miliknya.

Seiring dengan berjalannya waktu, hubungan mereka juga berkembang ke tahap baru. Taehyung masih memperkenalkannya sebagai, 'sahabatku, Jungkook' ketika bertemu dengan temannya di jalan, tapi tindakannya membuktikan hal yang bertolak belakang.

Caranya memeluk, mengecup dahi, dan mengelus pipi Jungkook menjadi begitu berbeda dengan yang ia lakukan belasan tahun terakhir.
Ada kerinduan, damba, dan afeksi yang sarat di matanya.
Membuat Jungkook merasa seolah ia begitu berharga di hidup Taehyung.

Dan ia memang begitu berharga.

Karena Taehyung yang muncul dengan raut cemas ketika Jungkook dirawat untuk ketiga kalinya dalam bulan itu akibat asma yang tak lagi bisa ditangani oleh inhaler. Dan itu setengah jam sebelum ujian masuk perguruan tingginya digelar.

"Apa yang kau lakukan disini?" Jungkook terbatuk, mengusak mata kuat-kuat karena kekurangan oksigen cenderung membuatnya berhalusinasi.

Tapi tentu saja sosok itu tak menghilang. Taehyung nyata, berdiri dengan gagah di depannya, mengusap pipi Jungkook yang hangat. "Prioritas, Jungkook-ah." Ia melarikan jemarinya untuk menyingkirkan rambut berantakan di kening Jungkook. "Aku harus memastikan keadaanmu dulu, baru bisa fokus mengerjakan soal dengan waktu yang tersisa."

.

Like we're all gonna make it

.
Dan betapa Jungkook berharap bisa merasakan kehangatan Taehyung selamanya. Terus-menerus dihujani dengan kasih sayang, menjadi besar kepala karena mengira Taehyung terlampau jatuh cinta untuk meninggalkannya.

Tapi takdir memiliki jalannya sendiri–

dan hubungan yang mulus, bukanlah sesuatu yang tertulis untuk Taehyung dan Jungkook.

Semuanya runtuh dengan kecepatan lambat yang amat menyakitkan, ketika Taehyung datang lebih awal untuk rutinitas mereka, dan hal pertama yang ia lakukan adalah membalut Jungkook dalam pelukan yang meremukkan tulang.

"Aku akan pergi ke Hokkaido. Bumi menungguku disana."

Lalu, masih dengan senyuman lebar yang sama, ia mencium Jungkook.
Menghujani kening, mata, hidung, dan pipi Jungkook dengan kecupan.
Jeda sejenak, dengan ia yang masih menatap dalam-dalam mata Jungkook, memegangi wajahnya penuh kasih sayang, ketika mendadak begitu berani mengeleminasi jarak di antara mereka. Mencium Jungkook di tempat yang tak tersentuh sebelumnya, di bibir.

Dan Jungkook tidak bisa menentukan mana yang lebih mengejutkan, ciuman pertama mereka, atau kenyataan bahwa ia akan segera berpisah dengan Taehyung.

Jungkook tahu, hal pertama yang harus ia lakukan adalah tersenyum dan memberi selamat. Tapi pribadi tenangnya sedang cukup lelah hari ini. Sebagai gantinya, ia malah terburu menjauhkan badannya dari Taehyung, "Apa?"

"Aku akan mempelajari Geodesi di jurusan Seismologi dan Volkanologi Universitas Hokkaido, Kook. Impianku sejak dulu."

Air mata Jungkook menetes lebih cepat dari kemampuan otaknya mencerna informasi. "Kau akan meninggalkanku disini?"

Taehyung membeku di tempat. Ia hanya membutuhkan pelukan yang sama erat, dan mungkin bonus kecupan di pipi karena sudah selangkah lebih dekat dengan mimpinya. Mimpi yang, kata Jungkook, pasti bisa ia raih. Kekecewaan besar tertumpuk di sorot sendu Taehyung, tapi Jungkook terlalu marah untuk peduli. Yang ada di pikirannya hanyalah betapa hancur ia nanti jika Taehyung pergi.

Taehyung tak mengatakan apa-apa lagi, jadi Jungkook memberi satu dorongan kasar terakhir sebelum membanting pintu di depan wajahnya.


TBC


Halooo, otak macet buat lanjutin MBHJ sama sequel LDRs, jadi kalian baca ini dulu aja ya?

Sebenernya ini oncshoot, tapi bagian belakangnya belum selesai edit, padahal aku udah pamer di instagram, jadi terpaksa aku pisah jadi twoshoot biar kalian nggak merasa dipehape hehehehehehe

Udah dari lama pengen bikin AU yang Jungkooknya malu malu pendiem kayak predebut, kangen habisnya, hikzeu. Kalian suka nggak?

Jangan protes sama alur yang ngebut abis, soalnya kalo dilambatin tar nggak selese selese, oqe bro?