THE CONTRACT

Cast: Namjoon, Jin, Jungkook, BTS and Others

Pairing: Namjoon x OC, Namjin, Jin x Other

Rate: T to M

Warning: typos

(cerita ini murni karya saya, jika menemukan yang hampir sama, itu hanya kebetulan belaka)

.

.

.

Prolog

.

.

Apa itu cinta?

Seokjin juga tidak tau sebenarnya. Ia tidak pernah menyukai seseorang. Hidupnya terlalu biasa. Masa remaja nya juga tidak dihabiskan dengan cerita cinta picisan. Bukannya ia tidak laku, asal kalian tau saja, Seokjin selalu mendapat surat cinta dan hadiah hadiah di lokernya dari namja maupun yeoja.

Bahkan ada yang terang terangan mengajaknya berkencan. Tapi, Seokjin selalu menolak dengan halus. Ia bahkan masih tersenyum sopan pada penggemarnya yang nekat itu.

Karena Seokjin memang belum tertarik pada siapapun. Bahkan sampai sekarang, disaat pria itu sudah berumur 25 tahun, usia yang sangat cukup untuk memulai sebuah hubungan.

Ia hanya tak ingin.

Atau memang tuhan sedang merancanakan hal lain untuknya?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"kalian sudah bekerja keras. Terima kasih semuanya." Kata Seokjin dengan senyum nya yang manis kemudian pamit pada seluruh pegawai coffee shop nya yang malam itu tengah sibuk bersiap menutup kedai kopi mungil miliknya.

Seokjin memang lahir dari sebuah keluarga pengusaha yang memiliki bisnis cukup menjanjikan. Namun, tampaknya, anak tunggal dari keluarga Bang itu tak tertarik meneruskan perusahaan. Dan malah membuka usaha coffee shop kecil kecilan dari hasil tabungannya sendiri.

Awalnya Seokjin memang merasa sangat bersalah, namun ayah dan ibu Seokjin akhirnya menyetujui keinginan itu. Seokjin anak yang baik, dia tidak pernah membantah dan selalu menurut. Keinginan memilih jalannya sendiri bukanlah permintaan yang muluk muluk. Meskipun sedikit kaget, tapi Tuan Bang dan istrinya akan selalu mendukung keputusan anaknya itu.

.

.

.

"aku pulang." Suara Seokjin terdengar bersamaan dengan langkah kakinya yang semakin mendekat ke ruang keluarga. Dimana tuan Bang dan Istrinya tampak sedang dalam pembicaraan serius. Pria berbahu lebar itu sedikit bingung saat menatap kedua orang tuanya sedang duduk berhadapan dengan raut wajah yang tegang.

Apa mereka bertengkar?

"Seokjin." Nyonya Bang menoleh. Baru sadar bahwa anaknya berdiri tak jauh dari mereka.

"kau sudah pulang nak" kata sang Ibu dengan senyum manis. Namun Seokjin yang melihat itu, bisa merasakan ada sebuah rahasia dibalik wajah manis ibunya. Hal itu juga diperkuat oleh pemandangan ayah Seokjin yang sedang menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tampak sedang berfikir keras.

"ayah? Ibu? Apa yang terjadi?" tanya Seokjin bingung.

Seolah baru sadar, tuan Bang mengangkat wajahnya, dan menatap Seokjin yang masih diam di temaptnya berdiri.

"ah, Seokjin. Kau sudah pulang."seulas senyum yang terlihat dipaksakan dan nada suara yang terdengar lelah, membuat Seokjin yakin kalau memang ada sesuatu hal yang terjadi dengan kedua orang tuanya.

"ada apa ayah?"

"tidak apa apa nak. Mandilah dulu. Ibu akan membuatkanmu makanan." Sanggah nyonya Bang sebelum anaknya semakin curiga. Seokjin memandang ibunya, meminta penjelasan, namun wanita cantik itu tetap dengan raut wajahnya. Seolah berkata "turuti saja dulu"

Seokjin menghela nafas. Mungkin sebaiknya ia tidak mencampuri urusan orang tuanya dulu untuk saat ini. "arraso." Katanya kemudian, lalu segera berlalu menuju kamarnya.

"kita tak ada pilihan lain." Kata tuan Bang tampak putus asa begitu Seokjin sudah menghilang. Pria paruh baya itu bahkan tak memandang istrinya yang tengah memandang sang suami dengan pandangan sedih.

.

.

.

.

.

.

.

Beberapa hari kemudian

Seorang wanita dengan pakaian khas pasien dan selang infus ditangannya sedang bersandar diatas ranjang rumah sakit dengan papan nama "NY. Kim", sambil menggonta ganti channel tv di depannya. Tak lama, sebuah ketukan terdengar diruang rawat itu, dan tampak seorang pria membuka pintu lalu menyembulkan kepalanya.

"selamat siang eomma." Kata si pria sambil tersenyum

"Namjoon-ah" sahut sang wanita, Nyonya Kim, tampak sangat bahagia, melihat respon ibunya itu, sang pria lalu membuka pintu dan menghampiri si ibu.

"Selamat siang, bagaimana harimu?" kata Nyonya Kim sangat bahagia.

"baik sekali eomma. Hari eomma bagaimana? Menyenangkan?" Namjoon menarik sebuah kursi yang berada disamping ranjang. Mendudukan dirinya diatas benda berkaki 4 tersebut, sambil tak lupa mencium kening sang ibu.

"tentu Namjoon-ah." Namjoon tersenyum. Belum sempat pria berlesung manis itu menjawab, tiba tiba pintu itu terbuka lagi tanpa ketukan. Seorang anak muda kisaran 20 tahun masuk dengan tatapan wajahnya yang acuh. Rambut nya tampak sedikit berantakan meskipun masih terlihat tampan, Cocok sekali dengan tampilannya yang hanya menggunakan jins ketat dengan aksen robek robek di kedua lutut. Serta atasan dan sepatu dengan harga selangit.

"Jungkook-ah, kau disini?" tanya sang ibu lembut, begitu melihat anak bungsunya masuk. Sementara jungkook hanya mengangguk singkat tak perduli lalu mendudukan dirinya di sofa sudut ruangan.

"bagaimana harimu nak?" bukannya menjawab pertanyaan, jungkook malah mengeluarkan ponselnya dari saku.

"haruskah aku menjawab itu?" katanya santai. Ia bahkan menyibukan dirinya dengan benda pipih itu tanpa melihat sedikit pun kearah ibunya yang sedang sakit.

"JUNGKOOK!" bentak Namjoon. siapapun orang yang sedang berlalu lalang di depan ruangan bisa dipastikan akan terlonjak kaget saat mendengar suara pria itu. namun Jungkook yang seolah sudah terbiasa hanya diam saja, masih dengan ponselnya dan raut wajahnya yang acuh.

"Namjoon" tegur sang ibu pelan sambil mengusap bahu anak sulungnya. Meminta Namjoon untuk menahan emosi. Ruangan itu masih hening. Jungkook yang masih tak perduli, Namjoon yang masih memandangi adiknya dengan pandangan tajam serta Nyonya Kim yang masih mencoba menenangkan kedua anaknya yang memang selalu seperti ini.

"Jungkookie, kau sudah makan?" kata Nyonya Kim mencoba mencairkan suasana.

"belum."

"pergi lah cari makan. Aku dengar restoran sebrang rumah sakit sangat enak." Kata Namjoon dengan nada dingin. Jelas sekali bukan benar benar menyuruh adiknya makan. Jungkook yang sedang menulis pesan mendongakkan kepalanya. Ia mendengus, saat melihat tatapan sang kakak yang berkilat penuh emosi.

"baiklah." Sahut Jungkook sambil mengedikkan bahunya, lalu keluar dari ruangan tanpa berpamitan sepatah kata apapun. Namjoon yang melihat tingkah adiknya itu hanya menghela nafas, lalu kembali menatap sang ibu.

"eomma. Seharusnya eomma lebih keras padanya. Jangan memanjakannya seperti itu."

"dia masih kecil namjoon-ah." Kata nyonya kim lembut, masih dengan senyumnya yang cantik meskipun terlihat pucat.

"dia sudah 19 tahun!"

"tetap saja dimata eomma, ia masih terlihat seperti bayi."

Selalu seperti itu. selalu saja ibu Namjoon akan berkata seperti itu jika Jungkook bermasalah. Jika dipikir pikir bahkan Jungkook terlihat terlalu dimanja sehingga menjadi kurang ajar. Dan sialnya, keputusan Jungkook bersekolah di luar negeri tampaknya membuat maknae dikeluarga Kim itu semakin bertindak sesuka hati.

"Namjoon-ah, kau sudah dewasa sekarang. anak eomma sungguh tampan" kata Nyonya Kim sambil menelusuri wajah Namjoon dengan jemarinya yang semakin kurus. Ia mengusap kepala Namjoon dengan penuh sayang. Membuat si pemilik surai tersenyum.

"apakah kau sudah punya kekasih?"

Namjoon tersenyum simpul. "sudah eomma."

"ah… wanita itu ya." Ada yang berbeda dari raut wajah Nyonya Kim. Wanita itu menarik tangannya kembali, ia bahkan tampak sedikit muram. Namjoon hanya bisa memaklumi. Ia tau benar sang ibu tidak suka pada kekasihnya. Terlihat dari gelagat saat Namjoon memperkenalkan wanita itu pada sang ibu. Namun namjoon yakin, itu hanya karena nyonya Kim belum mengenal kekasihnya lebih jauh.

"apakah aku mengganggu?" sebuah suara dari pintu memecah kecanggungan keduanya. Namjoon dan nyonya Kim menoleh, mendapati sebuah kepala menyembul dari balik pintu. Persis seperti apa yang Namjoon lakukan tadi.

"yeobo? Kupikir kau tidak kemari siang ini." kata nyonya Kim kaget saat mendapati suaminya dipintu.

"tentu saja aku kemari." Sahut Tuan Kim sambil berjlaan mendekati istri dan anak sulungnya. Namjoon sendiri juga menatap ayahnya dengan penuh tanda tanya. Ia tidak tau bahwa sang appa akan menjenguk ibunya juga disini.

"ada yang ingin aku bicarakan pada ibumu Namjoon." kata tuan Kim begitu melihat ekspresi heran putranya. Mendengar kalimat barusan, dahi Namjoon makin berkerut karena semakin heran. Bukannya apa apa, eomma Namjoon baru saja dirawat berhari hari dirumah sakit. sebuah pembicaraan penting tampaknya bukan hal yang tepat untuk sekarang ini.

"pergilah, appa ingin bicara berdua dnegan eomma. Kau bisa kembali ke kantor." Lanjut sang appa kemudian, dengan nada tegas, meminta Namjoon untuk mengerti. Namjoon melihat sang appa dengan tatapan sedikit tak rela. Namun akhirnya ia menurut juga.

"sampai bertemu kembali dirumah eomma." Kata Namjoon pada sang ibu, lalu mengecup keningnya sebelum pria itu bangkit lalu menghilang dibalik pintu. Hari ini adalah hari kepulangan Nyonya Kim kerumah. Mungkin appa nya hanya ingin berbicara seoal rentetan prosedur check out nanti.

Semoga saja.

.

.

.

..

.

.

"baiklah.. ada apa yeobo. Kau tampak serius." Saat itu mereka sudah berdua diruang rawat inap. tuan Kim juga tampaknya tak yakin dengan apa yang ingin ia sampaikan. Namun, sepertinya ia juga tidak memiliki waktu banyak untuk membicarakan hal tersebut dengan sang istri.

"begini.. kau… apakah kau masih ingat keluarga Bang?"

"Bang yang mana?" tanya nyonya Kim sambil menerawang. Mengingat ngingat semua teman keluarganya yang memiliki marga Bang.

"keluarga Bang yang anak laki lakinya cantik." Dan tepat saat itu, sebuah bayangan anak kecil laki laki yang mencuri perhatian nyonya Kim muncul dibenaknya. Membuat wanita itu menjadi tersenyum sumringah, teringat akan wajah anak kecil yang lucu itu.

"ah… Seokjin. Tentu saja aku ingat. Aku sangat menyukai anak itu. ada apa yeobo"

Tuan kim menghela nafasnya. Ada keheningan diantara mereka sampai akhirnya kepala ruamh tangga itu menoleh kepada istrinya

"mereka membutuhkan bantuan kita yeobo. Dan aku punya ide gila"

.

.

.

.

.

.

.

.

Malam itu seharusnya menjadi malam yang bahagia untuk keluarga Kim. Sang ibu sudah diperbolehkan pulang, Jungkook yang sudah kembali dari studi nya, makan malam keluarga yang hangat.

Namun nyatanya ada satu hal lain yang merusak kesenangan Namjoon hari itu. sebuah ide gila yang tiba tiba dicetuskan sang ayah.

"APA?! ITU TIDAK MUNGKIN, APPA. SANGAT TIDAK MUNGKIN!" raung Namjoon dengan mata terbelalak. Namjoon, tuan Kim dan Jungkook saat itu sedang berada di ruang kerja ayahnya. Setelah makan malam, tiba tiba saja tuan Kim meminta kedua putranya untuk berbicara diruang kerja.

Awalnya Namjoon pikir ini mengenai bisnis mereka, namun ia salah.

Dan ia benci salah.

"Namjoon, pelankan suaramu!" tegur tuan Kim. Pria itu masih duduk tenang di kursi besarnya, di depannya, Jungkook sedang duduk sambil menatap Namjoon dengan tatapan meledek. Sementara si kakak yang tadi duduk disampingnya, sekarang malah bangkit dan berjalan mondar mandir dengan gusar.

"tapi appa tau, aku punya kekasih! Dan aku-astaga-demi tuhan aku straight appa!" kata Namjoon sambil menahan emosinya yang bisa saja meledak tiba tiba. Bagaimana mungkin, appa nya sendiri meminta Namjoon melakukan hal gila seperti ini.

Hal gila tentang perjodohan dengan anak laki laki dari keluarga sahabat eomma dan appanya. Bang Seokjin.

Namjoon benar benar kaget luar biasa, sementara Jungkook menemukan obrolan ini sangat menarik. Adiknya itu hanya menatap hyung dan appa nya bergantian dengan smirk khasnya yang menyebalkan.

"seperti appa dan eomma, menyukai kekasih jalangmu itu saja." Celetuk Jungkook dengan dengusan remeh.

"JAGA BICARAMU TUAN MUDA KIM" Namjoon membalikkan badannya dengan cepat. Emosinya yang baru saja mulai reda kembali naik karena si ketidak sopanan adiknya.

"Jungkook, appa tidak memintamu kesini untuk memperkeruh suasana!" demi tuhan, istrinya sedang istirahat dan kedua anaknya malah sibuk cekcok. Tuan Kim meminta jungkook untuk ikut keruang kerja, karena bagaimanapun juga Jungkook adalah bagian dari keluarga Kim. Ia juga harus tau siapa orang asing yang akan masuk kedalam keluarganya. Terlebih, Jungkook adalah pribadi yang dingin dan bisa dikatakan kejam.

Sungguh, Tuan kim sangat berharap anak bungsunya itu bisa menerima keberadaan orang baru dengan baik.

"Namjoon. keluarga Bang adalah teman dekat appa dan eomma dulu. Mereka membutuhkan bantuan. Dan eomma juga membutuhkan bantuan." Pinta sang appa dengan nada memelas.

Namjoon menautkan alisnya heran. "maksud appa?"

"eomma ingin kau bersama orang yang bisa menjagamu. Kau tau waktu eomma tidak banyak kan? Dan yang eomma minta hanya pernikahan ini. setidaknya…" tuan Kim terdiam sebentar.

"setidaknya sampai eomma…"

"setidaknya lakukan ini demi eomma." Kata tuan Kim akhirnya. Gagal menemukan kalimat yang lebih baik untuk diucapkan. Namjoon terdiam. Ia tau sekali bahwa ibunya tak memiliki waktu banyak yang tersisa. Ia tau sekali sang ibu ingin dirinya menikah dengan orang yang baik. Dan ia juga tau sekali bahwa tak sedikit pun sang ibu menyutujui wanita pilihannya. Namun ia selalu berusaha, ia tak pernah menyangka bahwa usahanya masih belum cukup untuk sang ibu bisa menerima kekasihnya.

"tapi bagaimana dengan kekasihku appa?" kata Namjoon pelan. Ia mencintai kekasihnya, menjalani hubungan bertahun tahun membuat mereka memiliki perasaan yang dalam dan sudah siap untuk jenjang selanjutnya. Mereka rela jika harus menunggu untuk izin sang ibu, namun tampaknya ini semua terlalu berlebihan jika harus melakukan ide gila seperti ini terlebih dulu.

"kau tau yang harus kau lakukan Namjoon. kau akan menikah." Kata Tuan Kim kemudian. Emosi Namjoon menguap sudah, yang ada hanya hatinya yang mencelos dan kakinya yang terasa lemas tiba tiba. Pria itu pun tertunduk. Ia mengusap wajahnya kasar,berharap ia akan terbangun dan smeua ini hanya mimpi.

"ini demi eomma, Namjoon." tuan kim kembali menekankan. Ia berjalan kearah anak sulungnya yang masih shock luar biasa. Lalu menepuk bahu Namjoon sambil berkata "pikirkanlah. Ini hanya untuk ibumu." Dan pria paruh baya itu pun keluar. Meninggalkan Namjoon yang masih bergeming dan Jungkook yang daritadi duduk dan menikmati adegan drama di depannya.

Merasa tak ada kejadian yang menarik lagi, jungkook bangkit dari kursi. Memasukan tangannya kekantung celana, lalu menghampiri Namjoon.

"kuharap selera appa dan eomma tidak buruk." Sahutnya singkat sambil lalu.

Untuk pertama kalinya, Namjoon menyesal terlahir dikeluarganya.

"aku harus mencari sebuah cara."

.

.

.

.

.

.

.

"maafkan ibu dan ayah Seokjin. Ayah tidak tau harus bagaimana lagi. Keluarga Kim memberikan penawaran seperti itu, ayah tidak enak hati menolaknya." Jelas ayahnya berulang ulang. Seokjin dan kedua orang tuanya sedang duduk diruang keluarga sampai tiba tiba sang ayah bercerita tentang masalah mereka.

Masalah perusahaan ayahnya yang terancam bangkrut. Tentang ayahnya yang meminta bantuan pada Kim Corp dan ujung ujungnya CEO itu meminta Seokjin menikahi anaknya, Kim Namjoon. Meskipun terdengar seperti sedang menjual anaknya, namun tuan Bang tau, tuan Kim tidak bermaksud seperti itu.

Ada sesuatu yang ia tutupi dan tuan Bang tak enak hati jika menolak. Ia tidak punya pilihan. Jika mereka bangkrut, mau bagaimana nanti keluarga dan karyawan mereka.

"aku mengerti ayah." Kata Seokjin pelan. Matanya masih menatap lurus kedepan. Mencoba mencerna ucapan ayah nya tadi.

"aku mengerti. Tenang saja aku tidak akan apa apa." Lanjutnya. Sebelum ayah dan ibu Seokjin mengucapkan sepatah kata lagi, Seokjin langsung pamit dan pergi kekamarnya.

Seokjin tak tau banyak soal Kim Namjoon. mereka sempat bertemu beberapa kali, tapi itu dulu sekali. saat mereka masih kecil. Hanya ayah nya saja yang masih berhubungan baik dengan keluarga itu.

Seokjin tak tau cinta. Apalagi menikah. Namun yang Seokjin tau adalah, ia tidak bisa membantu masalah keluarganya sekarang.

Ia tidak bisa mengandalkan coffee shopnya yang masih tergolong usaha kecil kecilan. Ia belum bisa menanggung beban itu. Tapi hanya dengan ide gila ini, ia bisa membantu keluarganya. Setidaknya, berguna untuk kedua orang tuanya, mengingat Seokjin belum pernah membanggakan mereka. apalagi, saat ia mengambil keputusan untuk tak ikut andil menjalankan perusahaan.

Dan itulah alsan kenapa Seokjin setuju. Semata mata hanya karena untuk membantu keluarganya, tak lebih.

Dan tak akan lebih

"jadi… aku akan menikah?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Pembicaraan dengan kedua orang tuanya semalam tampaknya sangat mempengaruhi Seokjin. Pria itu sedikit tak fokus saat membantu bawahan barista-nya yang lain. Beberapa kali ia bahkan salah membuat pesanan.

Jujur saja, Seokjin masih tak habis pikir mengapa ini bisa terjadi. jika kau tanya bagaimana rasanya, Seokjin juga tidak tau. ia bingung luar biasa. Ia menolak tidak bisa. Menerima juga rasanya sulit. Dan dari kebingungan kebingungan itupun lah yang membuat seorang Bang Seokjin menjadi tak fokus seperti ini.

Sedang sibuk sibuknya (mencoba) membantu tiba tiba seorang karyawan menghampiri Seokjin, memberi tahu bahwa ada seseorang yang ingin bertemu dengannya dan sedang menunggu sekarang. Seokjin sempat keheranan. Ia tak pernah memiliki tamu. Kecuali dua sahabatnya yang selalu menagih kopi gratis.

Seokjin mengintip kearah meja yang ditunjukan karyawannya. Ia melihat seorang pria dengan pakaian kantor rapih sedang duduk gelisah.

Jelas itu bukan sahabatnya, dan Seokjin pun semakin heran. Akhirnya ia memutuskan untuk menemui si pria asing.

Setelah melepas celemeknya dan merapihkan sedikit rambutnya yang berantakan, Seokjin mendatangi meja itu.

"permisi. maaf, apa anda mencari saya?" tanya Seokjin sopan. Pria itu pun menoleh,

"selamat pagi, anda Bang Seokjin?"

"ne. ada yang bisa kubantu tuan?"

Pria itu diam sebentar. Ia menatap Seokjin lekat lekat dari atas sampai bawah, lalu menatap lurus ke kedua bola mata nya.

"saya Kim Namjoon"

Seokjin tersentak. Kim namjoon..? apa dia..?

"calon suamimu." Lanjutnya lagi.

Seokjin mengerjap ngerjapkan matanya. Sempat tak percaya bahwa calon suaminya yang belum ia temui lagi selama bertahun tahun sekarang sedang ada di coffee shop miliknya. Dari mana ia tau?

"ah. Du-duduklah." Namjoon kembali duduk dikursinya sementara Seokjin duduk didepannya.

"jadi, apa yang membawa anda kemari Namjoon-sshi?"

"ah, kau pasti tau soal perjodohan itu bukan?"

"ne."

"begini Seokjin-sshi. Aku minta maaf sebelumnya. bukan bermaksud kasar, tapi aku sudah punya kekasih. Aku dan yeoja itu juga sudah menjalin hubungan cukup lama" jelas Namjoon dengan nada serius. Terdengar seperti meminta Seokjin untuk membatalkan ide tolol ini.

Seokjin sedikit tertunduk dengan ucapan barusan. "maaf Namjoon-sshi, tapi aku juga tidak bisa berbuat banyak. Hanya dengan menuruti orang tuaku cara satu satunya aku bisa membantu mereka." jawab Seokjin jujur. Namjoon tersenyum simpati. Ia tau masalah apa yang keluarga Seokjin alami. Ia ingin bantu, namun tidak dengan ini.

Tapi ia juga tak bisa berbuat apa apa.

"aku pun begitu Seokjin-sshi, aku juga tidak bisa menolak permintaan appa dan eommaku. Maka dari itu aku kemari untuk mengusulkan sebuah solusi."

Seokjin mendongak "solusi?" ia mengernyitkan dahinya. Pria itu mengamati Namjoon yang sekarang sedang membuka tas kerjanya. Mengambil sebuah map, lalu memberikannya kepada Seokjin.

"itu adalah sebuah kontrak pernikahan. pernikahan ini hanya sebatas untuk memenuhi permintaan terakhir eommaku. Mungkin kau belum tau, eomma sakit keras dan tidak memiliki waktu banyak."

"ah.. aku turut bersedih Namjoon-sshi." Kata Seokjin tulus.

"terima kasih." Namjoon tersenyum.

Keduanya saling tatap. Namjoon dengan senyumnya dan Seokjin dengan wajah tulusnya. Cukup lama mereka mengagumi wajah satu sama lain sampai tiba tiba Namjoon tersadar lebih dulu.

"kembali lagi soal kontrak. Kontrak ini berisi tentang perjanjian pernikahan kita. Seperti yang tertulis disitu, aku tidak akan menganggu hidupmu, dan kau juga begitu. Maksudnya, kau bebas dekat dengan siapapun dan aku pun sama. lalu yang kedua, kontrak ini selesai sampai..

Seokjin diam, menunggu kata kata Namjoon selanjutnya.

"sampai waktu dimana memang seharusnya sudah berakhir." Lanjut pria itu sambil menghela nafas.

Seokjin terdiam. Namjoon melakukan demi keluarga. Dan ia pun juga begitu. Mereka sama sama diposisi tak menguntungkan. Mungkin kontrak ini bisa menjadi solusi keduanya. "aku mengerti Namjoon-sshi". baru saja ia bersiap menandatangani kontrak itu, suara namjoon menghentikan gerakannya.

"dan satu lagi, Seokjin-sshi." Seokjin mendongak

"tolong rahasiakan ini dari siapapun. Termasuk keluargamu dan teman temanmu."

Seokjin tersenyum mengerti.

"baiklah." Sahutnya. Dan goresan tanda tangan pun tercipta diatas kontrak itu. mengira bahwa semuanya akan tetap normal meskipun mereka menikah. Mengira bahwa semuanya hanya demi keluarga.

Mengira bahwa mereka tidak akan jatuh cinta.

Padahal mereka lupa, bahwa tuhan lah yang mengatur semuanya.

Terlebih urusan cinta.

TBC/END?


HAAA AMPUN AMPUN AMPUUUUN

Maaf aku bawa cerita baru lagi padahal ff yang lain juga baru mulai:") aku ga tahan soalnya.

Tapi tenang aja semuanya masih dilanjutin. Aku bakal update setiap weekend. (sabtu-minggu) bergantian (itupun kalau kalian masih nungguin sih hehehe)

Hehe, mian ya chingu. Jangan bosen dan kapok baca ff abalku.

Review jusseyo. ^^