Uta no Prince-sama Disclaimer by Broccoli

Laki-Laki Sewaan by Oto Ichiiyan

Rate : T

Genre : Romance, Drama, Humor (Garing)

Pairing : (Just) OtoyaxTokiya

Warning : OOC, OC, Typos, Gaje, etc.


WHAT THE!?


Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.00 waktu setempat saat Tokiya Ichinose memasuki sebuah café. Ia membenarkan kacamatanya yang sempat menurun sebelum mencari meja kosong. Tapi mood-nya mendadak berubah menjadi suram lantaran tak ada satu pun pengunjung yang datang tidak dengan pasangannya. Keadaan itu seolah membuat Tokiya merasa tersindir secara tidak langsung.

"Tokiya, pokoknya kau harus datang ke café yang kutunjukkan tadi pagi."

Lagi-lagi perkataan Ren Jinguji—sahabat baiknya—kembali teringat.

Tokiya hanya menghela napas pasrah seraya duduk di kursi kosong dengan meja nomor 19 yang berada di pojokkan café. Seorang maid datang ke mejanya untuk mencatat pesanan.

"Silahkan, mau pesan apa, Goshujin-sama?"

Mata biru kehijauannya menelusuri beberapa menu yang tersedia di buku menu.

Sementara ia menunggu, sang maid nampak menatapnya dengan wajah merona.

Ya ampun, ganteng banget laki-laki ini. Mana datang sendirian lagi, pikirnya.

"Mm, saya pesan Omelet Rice dan Vanilla Shake," ucap Tokiya datar.

"Hai, chotto matte kudasai, Goshujin-sama."

Seperginya maid itu, Tokiya melepas mantel warna krem miliknya karena suhu sedikit panas. Ia pandangi pengunjung yang lain, entah kenapa beberapa pasang mata—khususnya para gadis—tengah memperhatikannya. Risih dipandangi seperti itu, Tokiya memilih untuk menatap pemandangan lalu lintas yang ada di luar café. Banyak pejalan kaki yang berlalulalang di sana. Tapi dari sekian banyaknya orang, kedua matanya hanya tertuju pada satu orang.

Orang itu nampak sibuk menengok ke kanan dan ke kiri lalu menatap sebuah buku kecil yang ada di tangan kanannya. Sesekali ia coba bertanya namun tak diindahkan oleh pejalan kaki lainnya.

Tersesat, huh? gumamnya dalam hati.

Tanpa disadari Tokiya, pesanannya sudah datang sejak semenit yang lalu.

Ia mulai memakan pesanannya sambil menatap orang itu lagi. Mungkin karena terlalu lama diperhatikan, orang tersebut menengok ke arahnya—atau lebih tepatnya menengok ke arah café—setelah ditunjuk oleh pejalan lain. Pandangan mereka bertemu untuk sesaat. Tokiya mengalihkan pandangannya ke depan seraya menyuap lagi.

Drrrt! Drrrrrttt!

Ponsel touch screen warna ungu miliknya bergetar di saku kemejanya. Dengan segera ia ambil ponsel tersebut, takut-takut kalau pesan itu penting.

Tertera nama Ren di layar dan langsung membuat Tokiya malas membaca.

Nanti sajalah, kubaca pesannya, pikir Tokiya sambil menyuap omelet-nya lagi.

Drrrt! Drrrrrttt!

Tsk! Pesan kedua yang ia yakini dari pengirim yang sama membuat Tokiya malas makan. Segera ia baca pesannya dengan pengirim dan isi yang sama. 'Ichii, kau datang ke café itu, kan? Terus bagaimana? 'Dia' datang, kan?' Kedua alisnya mengkerut.

'Dia' siapa maksudnya? Kukira dia hanya merekomendasikan tempat makan siang saja, bingung Tokiya dalam hati.

"Kau pasti Tokiya Ichinose, ne?"

"Huh?"

Tokiya berencana untuk membalas pesan Ren kalau tidak ada yang bertanya padanya. Kedua mata itu menyipit begitu melihat orang yang tersesat dan sempat ia perhatikan tadi tiba-tiba ada di depannya. "Kau bilang apa barusan?" tanya Tokiya meminta orang itu untuk mengulangi ucapannya.

"Kau pasti Tokiya Ichinose, kan?" ulangnya sambil tersenyum ramah.

"Kalau iya, kenapa?" sahut Tokiya dengan nada sarkastik.

Senyumnya semakin lebar begitu mendengar sahutan Tokiya. "Yokatta! Akhirnya aku menemukanmu, Tokiya!" Tanpa minta izin, ia langsung menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Tokiya. "Perkenalkan! Namaku Otoya Ittoki! Aku akan menemanimu selama dua belas jam mulai dari sekarang!" ucapnya bersemangat sambil menjabat tangan Tokiya.

"H-huh?"

"Ehe, mohon bantuannya, ya!"

SRAK! Tokiya berdiri dari posisi duduknya. "Tunggu! Apa maksudnya ini!?"

Laki-laki yang diketahui bernama Otoya Ittoki itu nampak ikut-ikutan bingung dengan tingkah Tokiya. "Eeeh? Jangan-jangan kau tidak tahu kalau temanmu yang bernama Ren Jinguji menyewaku untuk menjadi temanmu, Tokiya."

Dari raut wajahnya Tokiya jelas terlihat kaget.

Otoya hanya tertawa. "Yaaa, awalnya aku merasa aneh, tapi mungkin aku bisa membantumu."

"Tunggu dulu! Tadi katamu, kau di'sewa' oleh Ren?" bisik Tokiya sambil duduk lagi.

Yang ditanya hanya mengangguk.

"Kau disewa untuk menjadi temanku?"

Lagi, Otoya mengangguk.

Pasti ada yang salah! Pasti ada yang salah! Dengan cepat ia mencari kontak telepon Ren. Sambil menunggu sambungan telepon, ia memperhatikan Otoya dari atas ke bawah yang tengah memesan menu. Berbagai pikiran aneh yang muncul di benak Tokiya di saat itu juga menghilang karena dilihat dari mana pun sosok Otoya tak bisa dikatakan sebagai laki-laki sewaan. Dari wajah, ia terlihat seperti laki-laki berumur di bawah 17 tahun. Tapi mana mungkin laki-laki di bawah 17 tahun menjadi laki-laki sewaan.

"Tuuut. Tuuu—moshi moshi?"

"Ren! Apa maksudnya ini!?" seru Tokiya dengan nada frustasi.

"Eeeh? Jadi kalian sudah bertemu, ya?"

Tokiya izin pergi menjauh dari Otoya supaya bisa leluasa memarahi Ren lewat telepon. "Sebenarnya apa yang ada di otakmu sih, Ren!? Dia bilang kau 'menyewanya' untuk jadi temanku!" serunya dengan nada berbisik seraya masuk ke dalam kamar mandi.

"Memang sih. Ah! Aku baru ingat, kalian juga bisa tidur bersama nanti malam."

"WHAT THE—!?"

"Ahaha, tapi aku serius lho. Aku sudah membayar mahal untuk menyewanya."

"Kenapa kau asal menyewa orang begitu tanpa izin dariku, Ren! Kau sudah gila, hah?" Dengusan kesal keluar dari mulut Tokiya sambil setengah duduk di atas wastafel dan membelakangi kaca. "Apa tujuanmu melakukan hal ini? Lagipula, aku masih normal, Ren. Mana mungkin aku tidur dengannya," kesal Tokiya.

"Jangan berpikiran negatif dulu, Ichii. Ikki hanya menemanimu tidur, bukan berarti kalian melalukan hal yang aneh-aneh. Aturannya memang begitu."

"Tapi tetap saja aku tidak suka dengan caramu yang seperti ini."

Terdengar tawa dari ujung sana. "Ne, Ichii. Aku hanya ingin kau melupakannya."

Pandangan Tokiya meredup seketika.

"Aku sudah menceritakannya pada Ikki, dia langsung menerima pekerjaan itu."

"Seharusnya kau bicarakan dulu denganku, Ren. Kalau sudah seperti ini, yaaa mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur." Senyum tipis terlihat di wajah tampannya untuk beberapa detik. "Tapi aku takkan tidur dengannya. Terima kasih untuk surprise-mu, Ren."

"E-eh? Ichii! Kau harus tidur dengannya! Itu atu—tut, tut, tut."

Belum selesai Ren berbicara, Tokiya sudah memutuskan sambungannya.

Dengan terburu-buru ia balik lagi ke tempat duduknya, bermaksud untuk bertanya lebih jauh karena—jujur—Tokiya masih bingung dengan apa yang terjadi pada kehidupannya sekarang. Ia berdeham sebentar sebelum mengajukan pertanyaan. Ah, tak lupa ia seruput sedikit Vanilla Shake yang sedari tadi belum sempat ia minum. "Sebenarnya aku masih bingung dengan apa yang terjadi," akunya. "Tapi bisakah kau jelaskan se-detail mungkin?"

"Mm, mulai dari mana, ya?"

"Data diri."

"Namaku Otoya Ittoki. 19 tahun, mahasiswa jurusan musik K Daigaku."

Mata Tokiya menyipit. "19 tahun? Masih mahasiswa?"

Tampaknya Otoya kebingunan untuk menjelaskannya pada Tokiya. "Kalau kau tanya, 'kenapa aku bisa dibayar oleh Ren-san', itu karena aku bekerja part time di Shining Soine-ya Prime." Ia tertawa sedikit. "Tokiya, asal kau tahu saja. Kau adalah klien laki-laki pertamaku. Sebelumnya aku berpikir, sepertinya Ren-san salah tempat tapi begitu diceritakan apa yang terjadi, jadi aku tertarik untuk mengambil pekerjaan ini," jelas Otoya panjang lebar seraya berterimakasih pada maid yang baru saja datang membawakan pesanannya.

"Seberapa banyak Ren bercerita tentangku?" tanya Tokiya serius.

"Sejak putus dari pacarmu, kau tidak pernah tersenyum lagi."

"Lalu?"

"Hanya itu." Terdengar suara Otoya yang menyeruput Vanilla Shake miliknya.

"Serius?"

"Duarius," jawab laki-laki yang umurnya setahun lebih muda darinya itu sambil bergaya 'peace' seperti saat difoto. Ia tersenyum lembut setelah menaruh pesanannya ke atas meja. "Makanya aku menerima pekerjaan ini karena aku ingin mengembalikan senyumanmu. Jika aku tidak berhasil, aku terus berada di sekitarmu sampai kau tersenyum."

Tokiya nampak me-loading apa yang diucapkan Otoya.

"Tapi sepertinya Tokiya tidak sesangar itu, ya?"

"Huh?" Otoya menyangga dagu dan dengan gayanya itu, cukup membuat Tokiya risih. "Berhentilah untuk mencoba menggodaku, Ittoki. Kau itu laki-laki dan aku masih normal," kata Tokiya seraya memakan omelet-nya yang sempat tak disentuhnya lagi.

"Heeeh? Siapa bilang aku menggodamu, Tokiya? Dan kenapa kau memanggilku dengan nama Ittoki? Kau bisa memanggilku Otoya, lagipula kau lebih tua dariku."

Dan seharusnya kau memanggilku dengan nama Ichinose-senpai karena aku lebih tua, sambung Tokiya dalam hati yang sedikit tidak terima dengan panggilan Otoya. Padahal ini pertama kalinya kami bertemu, tapi anak ini memanggilku seolah kami sudah lama berteman, gumamnya dalam hati lagi.

"Tokiya, setelah ini apa yang akan kau lakukan?" tanya Otoya.

"Entahlah, mungkin ke perpustakaan kota."

Wajah ceria Otoya berubah jadi tertekuk.

Melihat hal itu, tentu saja Tokiya berpikir ulang. "Kenapa? Kau tidak suka?"

"E-eh!? I-iya, betsuni..." Pandangan ruby-nya terarah keluar café. Tatapannya tertuju pada sebuah kotak kardus yang ada di dekat tiang lampu lintas. Seingatnya kotak itu belum ada saat ia berjalan ke café ini. "Anoo, Tokiya, apa makannya masih lama?" tanyanya tanpa menoleh.

"Sebentar lagi."

"Kalau begitu, aku keluar duluan. Tolong bayarkan Vanilla Shake-nya ya!"

"Eh!?"

Sosok laki-laki yang selalu dipanggil 'Ikki' oleh Ren itu keluar dari café sambil berlari kecil. Segera Tokiya sudahi makan siangnya dan ikut pergi menyusul Otoya, takut-takut anak itu tersesat lagi seperti tadi. Tak lupa ia tinggalkan beberapa lembar uang dan uang logam di atas kertas pay bill. "O-oi, Ittoki! Chotto matte kudasai!" serunya seraya berlari keluar café.

.

.

.

Mata biru kehijauannya menatap sosok laki-laki lainnya yang tengah berjalan di sampingnya. Tokiya menghembuskan napas pasrah begitu melihat wajah laki-laki itu dihiasi background bunga warna merah muda tengah berjatuhan. Kalau boleh jujur, ia sedikit kesal karena sedari tadi terus dicueki, tapi bukan berarti ia ingin diperhatikan. Hanya saja Tokiya merasa kesal sendiri setelah bertemu dengan Otoya dan memperkenalkan dirinya sebagai laki-laki yang disewa Ren untuk menjadi temannya lalu dengan mudahnya meminta dirinya untuk membayar pesanannya—walau hanya sebuah Vanilla Shake.

"U~gh, kenapa sih ada yang tega buang kamu di bawah tiang lalu lintas," keluh Otoya dengan nada imut dan sukses membuat Tokiya merinding.

"Ittoki, tolong jangan bicara dengan nada sok imut begitu."

"Eeeh!? Tapi 'kan anak anjing ini lucu, kan?" tanyanya balik.

Nggak nyambung banget, sweat drop Tokiya. "Ngomong-ngomong, kita mau ke mana?"

"Ke apartemenku."

"Hah!? Untuk apa ke apartemenmu!?" seru Tokiya tidak terima.

Otoya menunjuk bibirnya seolah tengah berpikir, "Tapi sebelum itu, lebih baik kita ke supermarket dulu untuk beli keperluan Ichi."

"Dengarkan kalau orang bicara," gemas Tokiya.

"Sepertinya, sebentar lagi akan turun hujan, ya?"

Reflek, laki-laki yang identik dengan biru kehijauan itu mendongak ke atas langit dan benar. Cuaca nampak tidak bersahabat hari ini. Pantas saja suhu di luar terasa panas pagi ini, gumamnya dalam hati. Set! "Ayo cepat pergi, sebelum hujan turun!" Tiba-tiba pergelangan tangan kanannya ditarik oleh tangan kiri Otoya, sementara tangan kanannya terus memegang kotak kardus berisi anak anjing yang ditemukannya tadi. "O-oi, Otoya! Pelan-pelan!" seru Tokiya sambil ikut berlari menyimbangi kecepatan Otoya.

"Ehehe, begitu dong! Seharusnya Tokiya sedari tadi memanggilku dengan nama Otoya!" Laki-laki itu berlari mundur sehingga membuat mereka bisa melihat lawan bicaranya. Otoya tersenyum dan entah kenapa membuat hati Tokiya perlahan mulai menghangat.

"Huh? Hanya kelepasan, dan lagi, perhatikan jalanmu," kata Tokiya.

Otoya tersenyum semakin lebar. "Iya, iya, Tokiya-...kun~!"

Deg! Terdengar tawa kecil dari Otoya yang mulai berjalan membelakanginya namun tidak sedetik pun ia lepaskan pegangannya pada pergelangan Tokiya. "Apa yang kau tertawakan?"

"Ternyata kelemahan Tokiya itu memanggilnya dengan suffix –kun."

"Dasar abnormal," ejek Tokiya yang dibalas tawa oleh Otoya.

To Be Continued

Sebelumnya saya niat buat one shoot tapi kayaknya emang gak bisa buat one shoot, jadi mungkin ini akan menjadi three shoot. Ya intinya, saya gak bisa buat fanfic dengan chapter banyak karena ada fanfic pertama saya yang belum kelar dan masih dalam proses chapter selanjutnya dengan judul chapter 'I Kiss You, R! Part I'.

Curhat colongan nih, saya kesusahan buat flashback-nya RenMasa. ._. Itu yang jadi kendala saya sampai sekarang.

Kalau mau tau lebih banyak soal pekerjaan Otoya, ada kok di suatu majalah tema anime dan info-info tentang Jepang yang beredar di Indonesia. :D #SedikitPromosiTanpaMenyebutMerk

Terima kritik dan saran lewat review. Ja! See you next order(?)!