Dua kursi berdempetan didepan satu meja. Kotak bekal berisi makanan hangat terpampang diatasnya.
Kedua anak gadis yang menempati kursi itu tampak bahagia sambil mencuri-curi isi kotak bekal sampai habis tak tersisa.
Mengunyah sambil tertawa. Hangatnya menguar sampai keluar kelas.
Bagaikan kaset rusak, kegiatan simpel makan siang itu selalu saja berulang dari hari ke hari.
Dalam hati selalu mengucap doa dan harapan.
Semoga kami tetap begini.
.
.
Just Like Another Story
Kuroko No Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Just Like Another Story by Racelew
AU+, OOC, Fem!Kuroko
Di dalam part ini, semuanya kelas 11 kecuali Akashi,dia kelas 12. Cerita ini diambil dari 50% pengalaman nyata, 25% pengalaman orang, dan 25% dari imajinasi si pengetik
Cerita ini dibuat untuk surprise kecil ke seseorang yang jauh disana. Ntar kusebut ah namanya...:p
.
.
Satsuki dan Tetsuna adalah gadis berumur 17 tahun yang sudah bersahabat sejak kelas 7 smp. Mereka itu bagaikan amplop dan prangko, nempel terus.
Awal mereka kenalan itu karena mereka sama-sama daftar menjadi anggota marching band. Karena gender wanita yang mendaftar marching band itu sedikit, jadinya mereka terpaksa berteman.
Entah bagaimana ceritanya, mereka malah sering barengan. Selama kegiatan marching band, asal pergi makan barengan, ganti baju barengan, bahkan ke wc pun barengan. Semuanya serba barengan.
Pelatih marching band bahkan sampai mengira kalau mereka adalah sepasang kekasih. Soalnya Tetsuna serba datar, sedangkan Satsuki serba montok. Jadinya cocok,gitu.
Sekadar mengingatkan, ini ceritanya murni straight kok. Tak ada unsur yuri disini.
Ehem.
Naik ke jenjang SMA, ternyata mereka satu kelas sejak kelas 10 sampai sekarang. Dewi fortuna sedang main-main sama mereka. Jadi, tiap hari bertemu sahabat pasti seru dan menyenangkan,bukan?
Seperti saat ini, Satsuki dan Tetsuna sedang duduk berkelompok untuk mengerjakan tugas biologi yang cuma satu soal tapi ada anak cucunya itu.
"Duh, maksud soalnya apaan,sih. Gambarkan kerangka tulang, lalu tulis nama beserta latinnya, kemudian tulis fungsinya, serta apa penyakit yang dapat menyerang tulang itu dan obatnya. Tambahkan juga darimana spesies obat itu berasal serta digambarkan beserta penjelasannya. " Satsuki membaca kertas soal yang diangkat ke depan wajahnya lalu mendumel, tak terima.
Kertas soal itu disambar Tetsuna lalu dibaca dengan seksama. "Lho. udah jelas kok. Matamu sakit atau otakmu lagi miring?"
Yang dihina tersenyum. Udah biasa digituin. Udah biasa disiksa.
"Yaudah ayo lanjut. Aku kerjain bagian cari nama, kamu yang menggambar. Yang benar ya, jangan ngasal." Tetsuna berbicara sambil menaruh kertas soal diatas meja. Tangannya lalu mengetik nama spesies pengobatan tulang di mbahgugel.
Tak terima, si surai pink merebut handphone yang ada di tangan kurus si surai biru muda. "Enak aja asal main nyambar kerjaan yang gampang. Bantuin gambar obatnya dong."
Si biru muda menatap tangan kosongnya dengan datar. "Gausah main nyambar. Kamu ga tau kalau aku tadi kaget?"
Sejujurnya, Satsuki agak makan hati melihat temannya yang satu ini.
Satsuki itu cita-citanya jadi insinyur muda yang berintelektual. Bukan jadi psikolog yang dapat memahami perasaan setiap orang. Tapi entah kenapa, dia merasa pengalaman hidupnya berteman dengan Tetsuna sudah cukup membuatnya jadi psikolog terkemuka.
Seperti sekarang ini.
"Aku tau kamu kaget. Jangan ngambek."
Tetsuna diam saja. Walaupun wajahnya datar, Satsuki dapat melihat dengan jelas kalau dia sedang kesal.
Satsuki meneliti gerak-gerik Tetsuna. Dia hanya diam saja sambil mengerjakan tugas. Tangannya sibuk menari maju mundur, tanda dia sedang menggambar.
Menajamkan mata, Satsuki melihat layar handphone Tetsuna yang menampilkan gambar sapi yang sedang diperah.
Matanya melirik kearah sketsa Tetsuna. Yang tercipta dari sketsa Tetsuna baru manusia yang sedang meremas-remas.
"Apa yang kamu gambar,Tetsuna?"
"Gausah aku jawab sepertinya kamu sudah tau. Gambar sapi."
Satsuki menukikkan alis. "Sapinya mana? Ini mah gambar manusia sedang ngeremas..err..ya. tau sendirilah ngeremas apaan." Satsuki merasa kelu untuk mengucapkan bagian tubuh yang agak rada-rada nganu.
Lebih tepatnya, si pengetik cerita inilah yang agak ngilu.
"Kebanyakan baca cerita M,sih. Aku suka bagian bawah dulu, baru bagian atas. Lagian apa susahnya sih nyebut puting sapi? Kita ini anak IPA, harusnya wajar aja."
"Ya jangan bawa aib aku dong. Kenapa kamu gambar sapi?"
Akhirnya Tetsuna menoleh ke arah wajah Satsuki. "Cara nyembuhin tulang ya banyak minum susu. Kalsium. Susu kan dari sapi."
Keki. Satsuki merasa perdebatan ini tak habis-habis kalau dilanjutkan.
"Oh..yasudah." Satsuki memeluk erat si mungil disampingnya. "Nanti aku beliin vanilla shake ya?"
Tetsuna hanya diam saja sambil melanjutkan gambar sketsanya.
Satsuki tau kalau sahabatnya yang satu ini tidak marah lagi karena dia mengerti bagaimana cara meredakan marah si kuudere teflon itu.
Dia tau kok kalau barusan sudut bibir si biru muda naik 0,01 milimeter.
.
Karena sudah banyak makan garam alias berpengalaman dalam memahami perasaan orang serta bagaimana cara memperbaikinya, Satsuki sering dapat job curcol dari banyak orang.
"Momocchii, aku ditolak lagi. Apa kurangku? Aku ganteng, tinggi, berotot, model pula." Kise Ryouta menghadang Satsuki yang mau masuk kekelasnya.
"Aduh,Ki-chan. Kamu ini. ayo duduk disana. Kita ceritanya disitu aja."Satsuki menunjuk kursi yang ada didepan kelasnya.
Kise duduk dipojok, Satsuki disampingnya.
"Apa letak kesalahanku? Aku sudah ramah dan berbaik hati mengantarjemput dia. Aku juga mau bawain tas dia kekelas. Kurang apalagi-ssu?!" Kise memegang pundak Satsuki lalu memaju-mundurkannya berkali-kali.
Satsuki melepas paksa tangan di pundaknya. "Kalau kesal jangan lampiaskan ke aku. Kamu mau cerita atau nyiksa?"
Si kuning langsung terdiam. Wajahnya langsung melas.
"Begini,Ki-chan. Kamu itu baik. Tapi sayangnya, kamu itu terlalu baik. Kuingatkan,ya, sesuatu hal yang berlebihan itu tidak bagus." Satsuki berbicara sambil menatap Kise dengan tatapan menasehati.
"Terlalu baik bagaimana?" Kise menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kamu mau mengantarjemput dia. Sudah jelas kamu dijadikan supirzone. Kamu bawain tas dia kekelas. Apa bedanya kamu sama babu yang mau disuruh-suruh. Bedanya cuma satu, kamu ganteng." Satsuki jujur aja sih. Kise emang ganteng.
Yang dinasehati terdiam sesaat. Sepertinya dia mendapat pencerahan di kepalanya yang agak kosong itu.
Bukan agak sih, tapi emang kosong.
"Lalu gimana,Momocchi? Aku cinta sama dia. Rasanya aku selalu ingin disampingnya. Dia selalu hadir sebelum dan sesudah aku tidur."
Satsuki menepuk pundak Kise. "itu bukan cinta,Ki-chan. Itu hanya suka. Tak lebih. Kamu harus pintar bedakan mana cinta dan perasaan semu itu. Mungkin ini tak mudah, tapi cobalah move on. Kamu orang yang baik. Aku yakin kamu akan dapat orang yang baik juga. Tunggu saja."
Hati Kise mendadak lumer. Rasanya hal yang mengganjal itu hilang begitu saja. "Momocchii...ari..arigatou..." Tangannya merentang, siap memeluk gadis montok didepannya.
Satsuki langsung menggeser bokongnya mundur. "Sama-sama dan jangan main peluk,Ki-chan."
Kise dan Satsuki tertawa dan lanjut bercerita tentang hal yang kedengarannya tidak penting.
Mereka tak menyadari kalau Tetsuna sedari tadi melihat mereka dari jarak dekat.
Merasa diacuhkan, Tetsuna pergi cari angin segar.
.
Kakinya berjalan melewati koridor sekolah. Jalan-jalan sendirian sambil melihat keadaan sekolah memang sukses membuat dia jadi lumayan tenang.
Ya gimana tadi gak kesal, dikelas udah nungguin Satsuki untuk makan siang bareng. Furihata yang mengajak Tetsuna makan dengan klub perpustakaan pun sampai ditolak demi sohibnya. Nyatanya, doi malah ngobrol asyik sama model ganteng sekolah.
Kalau udah ketemu cowok aja lupa sama teman..huft.
Karena diingetin si pengetik cerita, Tetsuna kembali kesal pada Satsuki.
"Kuroko?"
Tetsuna kaget. Siapa sih yang tiba-tiba ngagetin dia yang lagi enak-enaknya kesal sama orang?
Dia menoleh dan melihat siapa yang bisa melihat dia yang memiliki hawa keberadaan tipis itu.
"Eh..Akashi-senpai?"
Pikirannya mendadak bingung. Ngapain seorang ketua osis yang jago basket ini menyapanya.
Akashi tersenyum dengan kharisma level 100. Dia langsung mengeluarkan senjata pertamanya dalam berkomunikasi dengan perempuan. Biasanya,perempuan yang terjerat senjatanya langsung blushing malu-malu kucing.
"Kenapa tersenyum? Ada yang lucu,senpai?" Tetsuna tetap menatap Akashi dengan wajah datar. Dalam hati membathin betapa anehnya Akashi ini.
"Salah ya kalau aku menyapa dan senyum pada kouhai? Bukannya itu hal yang wajar?" Akashi mencoba senjata kedua. Mengeluarkan pertanyaan menjebak. Menurut analisanya, perempuan yang diberi pertanyaan ini akan bingung atau salah tingkah.
"Enggak sih. Cuma kenapa senpai tak menyapa kouhai yang lain?" Tetsuna menjawab sambil menunjuk teman seangkatannya yang barusan lewat disampingnya.
Akashi merasa dapat tantangan. Baru kali ini ketemu orang yang bisa mementahkan senjata pertama dan keduanya. "Kan sekarang aku berbicara denganmu. Bukannya yang tidak sopan kalau aku yang sedang berbicara denganmu lalu mengajak bicara orang lain?" Kali ini dia mencoba pertanyaan jebakan lain.
"Menurutku ya tidak masalah. Lagian aku sekarang tidak tau kita bicarakan apa sekarang." Tetsuna menatap Akashi dengan tatapan 'apasih lo sok dekat'.
Akashi terdiam. Baru kali ini dia dibeginikan oleh lawan jenisnya.
Hatinya agak sakit, namun jiwanya merasa tertantang.
"Santai,Kuroko. Kita baru saja mulai bicara. Aku tadi mau bertanya, kenapa wajahmu tampak seperti orang yang sedang kesal tadi?"
Tetsuna tersentak dalam hati. Kenapa makhluk merah didepannya bisa tau kalau dia sedang kesal? Sejauh database didalam otaknya, yang dapat mengetahui emosinya hanya orangtuanya dan Satsuki.
"Ya tidak apa-apa,sih. Memangnya jelas,ya?"
Hati Akashi mendadak ceria. Akhirnya si biru muda ngasih feedback. Jangan ragukan mata emperornya yang dapat melihat masa depan seseorang, termasuk melihat emosi orang datar yang didepannya sekarang.
To be honest aja sih, tadi Akashi nebak-nebak doang. Cuma ya, dia kan selalu dinaungi dewi fortuna. Apalagi dia punya motto hidup yang bertuliskan 'Aku selalu benar. Aku absolute!'. Jadi tebakannya pasti benar.
"Dibola mataku terlihat jelas." Huahuahua. Akashi menggombal,bung.
Tetsuna sedikit terpana. Namun, perasaan itu segera diabaikan. "Oh begitu."
Hanya direspon singkat, hati Akashi agak panas. Saatnya mengeluarkan persiapan senjata ketiga. "Sepertinya kau belum makan siang."
Dalam hati, Tetsuna agak takut. Orang didepannya ini ketua osis atau cenayang,sih?
Menghemat suara, Tetsuna hanya mengangguk pelan.
Dengan anggukan pelan itu, persiapan senjata ketiga yang mematikan sudah sempurna. Saatnya menembak kedalam hati si wajah teflon itu. "Mau makan ke kantin?"
Sepertinya, tembakan itu salah sasaran, karena..
"Um..tidak usah,Akashi-senpai."
..tapi, bukan Akashi namanya kalau tidak punya cadangan senjata.
"Sayang sekali. Aku tadi memesan vanilla cake beserta shakenya untuk temanku tapi temanku mendadak sakit tenggorokan." Akashi mengeluarkan pemanis senjata dalam bentuk gumaman, "Apa sebaiknya kubuang saja,ya?"
"Jangan!" Terpantul rasa khawatir dibola mata biru langit itu. "Sayang sekali. Lebih baik aku yang makan."
"Hm, yasudah kalau begitu. Ayo ke kantin,Kuroko." Akashi berjalan duluan diikuti Tetsuna disampingnya.
Andai saja dia sedang dikamar pribadinya sekarang, Akashi ingin berjoget sambalado sambil twerking ala Smiley Citrus. Bagaimana bentuk jogetnya, si pengetik pun tidak tau.
Perjalanan mereka menuju kantin yang memakan waktu 30 detik serta membakar 10 kalori itu dimanfaatkan Akashi untuk modus sambil ngeruk-ngeruk info.
"Jadi, Kuroko tadi kenapa jalan sendirian? Habis diputusin pacar,ya?" Dalam hati,Akashi mendoakan agar Kuroko bener-bener diputusin pacarnya. Soalnya dia pernah baca kalau cewek lebih terbuka ketika sedang galau.
"Tidak,aku belum ada pacar. Aku tadi kesal karena temanku lupa kalau udah janjian makan siang malah asyik cerita sama orang lain." Tetsuna meluapkan kekesalannya pada Akashi yang mendengarkannya secara khidmat.
Walaupun doanya tak terkabul, setidaknya Tetsuna masih jomblo. Dia bilang belum ada pacar, berarti nanti ada,kan?
"Oh begitu. Kan sekarang udah ditemani."
"Iya.."
Akashi serasa dapat jackpot sekarang. Ternyata benar kata Mibuchi. Tetsuna tak bisa menolak soal vanilla. Nanti dia akan beri Mibuchi korting jadwal latihan basket.
Akhirnya mereka sampai didestinasi. Akashi duduk di meja yang diatasnya ada papan nama berwarna emas bertuliskan 'reserved'. Tetsuna ikut duduk didepannya. Setelah duduk, pelayan yang entah darimana datangnya –pengetik cerita pun juga tak tau– mengantar kue vanilla beserta shakenya. Para murid yang makan diantara mereka mendadak merasa jadi butiran debu yang tak penting kehadirannya.
"Silakan dimakan,Kuroko."
Tetsuna mengangguk lalu makan dengan lahap namun rapi. Akashi memperhatikan sambil tersenyum.
Merasa diperhatikan, Tetsuna menghentikan acara makannya. "Um..ada yang salah denganku? Dan kenapa tak makan?"
Menopang dagu dengan punggung tangannya, Akashi mengeluarkan senyuman kharismanya. "Melihatmu saja sudah cukup."
"Melihat makanan yang bisa dimakan saja tidak bikin kenyang, apalagi melihat aku yang tak bisa dimakan, Akashi-senpai." Tetsuna masih memasang wajah datarnya, tapi sudut bibirnya naik 0,02 cm.
Perkataan polos Tetsuna cukup membuat hati Akashi berdebar-debar.
Anak didepannya sungguh manis sekali. Tak salah dia menyimpan rasa sejak 3 bulan lalu. Namun, dia menunggu saat yang tepat untuk mulai pedekate dan inilah waktunya.
Mereka berdua terlihat bahagia layaknya sepasang kekasih.
Dari kejauhan, Satsuki yang ngos-ngosan habis lari itu melihat keberadaan sohibnya yang sedang asyik berduaan dengan ketos.
Merasa kalau kehadirannya akan mengganggu, Satsuki memilih pergi kekelas dan memakan bekalnya sendirian.
Ternyata makan sama cowok. Kalau udah sama cowok ganteng aja lupa teman,huft...
.
Semenjak salah paham itu, Satsuki dan Tetsuna tidak saling berbicara. Keduanya sama-sama keras kepala, tak ada yang mau meluruskan masalah. Sudah 3 hari tidak berkomunikasi.
Hal ini membuat bingung seisi kelas. Biasanya kan, Satsuki nempel terus sama Tetsuna. Kenapa sekarang mainnya sama Aomine? Kenapa Tetsuna malah ngobrol sama Midorima? Mari kita ungkap kebenaran ini dengan dikupas secara tajam setajam silet.
"Oi, Satsuki. Kau pasti ada masalah sama Tetsu. Dari kemarin kau pulang samaku tapi ga ngajak Tetsu." Aomine memulai pembicaraan sambil mengorek telinganya.
Satsuki menangkup pipinya dengan kedua tangannya. "Iya begitulah.."
Aomine mencabut jari kelingkingnya dari telinga lalu mencium aroma serumen yang khas itu. "Begitu gimana?"
Merasa jijik, Satsuki sedikit menghindar dari Aomine. "Kami ada janjian makan siang, tapi Ki-chan ngajak aku curhat. Yah aku kelupaan. Terus aku masuk kelas, Tetsuna udah ga ada di kelas. Aku cariin dia diseantero sekolah ini,Dai-chaan! Aku capek! Ternyata dia makan berduaan sama Akashi-senpai itu."
Mata Aomine membulat. "Apa kau bilang? Akashi? Si Ketos merah itu,kan? Yang gila gunting itu?!"
Nun dekat disana, Akashi bersin-bersin dan teringat akan Aomine.
"Memang kenapa dengan Akashi-senpai itu?" Satsuki bertanya dengan kepo tingkat tinggi. Baru kali ini dia merasa lewatkan info yang sepertinya penting.
"Kau tau, kemarin pas aku latihan basket, aku mendengar dengan telingaku sendiri kalau dia sedang dekatin adek kelas! Dan kau tau tidak, saat kami ganti baju, aku nguping pembicaraan dia dengan Mibuchi. Dia gaet anak lokal ipa 5. Berarti bisa jadi anak kelas kita!" Aomine bercerita dengan suara pelan namun menggebu-gebu.
Percis kayak ibu-ibu menggosip pas beli sayur di tukang gerobak sayur keliling .
"Apa?! Kenapa kau gak bilang dari awal,Dai-chan baka?!" Satsuki membalas dengan tak kalah ibu-ibu nya.
"Ya bagaimana lagi, aku pikir si Akashi-senpai itu deketin lokal ipa 5 kelas 10. Kan kita sekarang kelas 11. Tapi aku tak menyangka kalau yang dia kejar itu si Tetsu. Yang benar saja?!"
Satsuki berpikir. Dari pengamatannya, tak mungkin Tetsuna akan secepat itu menerima lelaki. Secara, dia orang yang keras kepala. Pasti banyak masalah yang menghadang. Tapi bisa saja kan, ada keajaiban datang? Karena Anything Could Happen,bung.
"Em..ada baiknya aku bertanya sama Tetsuna langsung,Dai-chan." Satsuki berusaha menengahi gosip mereka dengan kebijaksanaan.
"Kau ini bodoh atau gimana? Kau kan lagi ada masalah sama Tetsu." Aomine menarik poni Satsuki. Yang ditarik kepalanya terjeduk ke meja.
"Aduh,Dai-chan!"
Perkelahian layaknya kucing dan anjing tak dapat dihindarkan.
Sementara itu, di kubu sebelah...
"Kuroko, bukannya aku peduli atau apa samamu, tapi kenapa akhir-akhir ini kau tak bermain dengan Momoi? Kuperingatkan ya,aku bukannya peduli atau apa,nanodayo."
Tetsuna menatap temannya yang entah kenapa bisa Tsundere begitu. "Ada masalah."
Penasaran, Midorima bertanya, "Masalah apaan? Aku penasaran aja sih,bukan peduli. Lagian ya terserahmu mau cerita atau engga."
Gadis bersurai biru muda itu mengemasi bukunya. "Yasudah kalau begitu, aku pergi dulu."
Refleks, tangan Midorima menarik lengan baju Tetsuna. "Oi! Jangan begitu,dong."
"Kenapa? Katamu aku bebas mau cerita atau engga."
Midorima memerah menahan malu. Mencoba mengenyahkan jiwa Tsunderenya, dia berkata, "Ya, aku ingin mendengar ceritamu."
Tetsuna kembali meletak buku ke atas meja. "Begini. Sebelumnya kami janji makan siang bareng. Satsuki bilang dia mau pergi ke wc sebentar dan aku disuruh tunggu di kelas. Aku menunggu dan dia tak muncul-muncul. Ternyata dia malah asyik cerita sama Kise-kun. Yasudah aku pergi saja jalan-jalan."
"Terus,terus?" Midorima terlihat antusias. "Er, aku hanya..hanya.."
Tanpa memedulikan si surai hijau yang sibuk cari alasan tsun-tsun, Tetsuna melanjutkan, "Aku bertemu dengan Akashi-senpai. Kau tau kan Akashi-senpai yang mana?"
"Aku tau. Dia ketua osis sekarang. Dia menjabat jadi kapten basket juga." Tentu saja Midorima tau karena dia bergabung dengan klub yang sama dengan Akashi.
"ya, kau benar. Dia mengajakku makan di kantin. Awalnya aku menolak, tapi dia katanya mau buang vanilla cake dan shakenya karena tak ada yang makan. Tentu saja aku tak terima. Vanilla itu tak boleh dibuang. Mutlak!"
Midorima sweatdrop. Dia sangat yakin kalau Akashi dan Tetsuna sudah sering berkomunikasi. Lihat saja gaya pembicaraan Tetsuna tadi.
Tetsuna kembali melanjutkan ceritanya. "Ya aku bersama Akashi-senpai sampai jam istirahat makan selesai. Saat aku dikelas, Satsuki tak ada menghampiriku. Dia malah main sama Aomine-kun. Yasudah, aku harus berbuat apa."
Seakan mengerti betul perasaan Tetsuna, Midorima mengangguk-anggukkan kepalanya. "Apa kau tidak merindukan dia? Jujur saja, aneh rasanya melihat kalian tak barengan. Bukan berarti aku-"
"Tentu saja aku rindu." Tetsuna memotong pembicaraan Midorima yang dia sudah tau maksudnya. "Hanya saja aku bingung bagaimana cara berbaikan. Kami belum pernah begini."
Menghela napas. "Oi Kuroko. Apa susahnya sih ajak berbicara? Say hai and everything's gonna be okay."
"Midorima-kun, kau tak mengerti bagaimana rasanya jadi wanita." Dengan itu, Midorima ditinggal sendirian dan si biru muda berlalu meninggalkan kelas.
'Kok malah aku yang dimarahin sih?' bathin Midorima dalam hati.
.
Seminggu berlalu dan keduanya masih tidak ada yang mau mengalah.
Gengsi mengalahkan rasa rindu,bung.
Karena tak ada tempat curhat, akhirnya masing-masing mulai cari teman sendiri.
Seperti Satsuki sekarang yang sedang bergosip ria dengan gengnya Riko.
"Oi,Momoi. Si akashi-senpai itu dulu suka gonta-ganti pacar lho! temanku dulu jadi korbannya." Riko bercerita sambil menutup-nutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Benar kata Aida-chan, Momoi-chan. Dia itu dulu pernah nyaris nusuk orang pakai gunting. Hiih." Furihata ikutan buka suara.
Kejadian main silap gunting itu memang benar adanya. Kejadian itu terjadi tepat dihadapannya. Saking gakuatnya, dia tidak mau menjelaskan kejadiannya secara detail.
Satsuki melihat kejujuran dimata mereka, tapi dia masih tidak terlalu mempercayai perkataan temannya ini. Dia membutuhkan bukti yang lebih kuat. Bukan hanya sekadar bicara mulut ke mulut.
"Eh, Momoi, apa benar kalau Kuroko-chan deket sama Akashi-senpai? Ceritain dong gimana kok bisa deket!"
Lah ini kenapa malah nanyanya ke Satsuki. Nanyanya ke Tetsuna dong.
"Ga tau deh,ya. Kan aku ga ada ngomong sama dia, udah 10 hari."
"Momoi-chan ketinggalan berita. Kuroko sama Akashi-senpai tiap hari ketemuan dikantin,lho!"
Hati Satsuki agak ngilu. Ternyata dia yang notabenya adalah stalker ulung itu kalah cepat dapat berita sohibnya ketimbang teman yang lain.
Dia merasa kalau Tetsuna akan baik-baik saja, tapi bukan berarti dia tidak dapat menangkal rasa khawatirnya.
Dalam hati, ia berharap agar tidak terjadi hal diluar dugaan pada seseorang yang sangat disayanginya itu.
Karena akhir-akhir ini, Tetsuna lebih sering keluar kelas kalau istirahat atau ada jam kosong.
.
Tetsuna sedang duduk dibawah pohon rindang belakang sekolah bersama Akashi.
"Ada apa mengajakku ke belakang sekolah,Akashi-senpai?" Tangan Tetsuna memegang batang pohon besar itu sambil mengelusnya secara perlahan.
"Tidak ada. Aku hanya ingin mengajakmu kesini buat cari suasana baru. Aku bosan dikantin. Yang lain pada liatin. Risih." Akashi berbicara sambil menyandarkan badannya kebatang pohon.
Si gadis mungil itu terkekeh kecil. "Malah diajak kesini, lucu banget,deh."
Akashi menoleh. Untuk pertama kalinya, dia mendengar suara tawa dari Kuroko Tetsuna. Kalau dia sedang melucu, biasanya si gadis biru muda itu hanya mengendus atau menatapnya dengan muka teflonnya.
Hari ini berbeda. Dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat gadis incarannya memasang wajah tertawa.
Mungkin ini terdengar lebay, tapi Akashi merasa dia sedang mendengar lagu yang diputar dari surga. Suara tawa Kuroko Tetsuna mampu sejajari suara tawa sang ibu, Akashi Shiori yang sudah tenang di sana.
Mungkin, Kami-sama menitipkan suara indah sang ibu kedalam pita suara Tetsuna. Siapa tau,kan.
"Kuroko, tumben kau tertawa?" jujur saja, Akashi penasaran dengan sifat Tetsuna yang semakin lama semakin terasa berbeda ini.
Sambil menengadahkan kepala dan memperhatikan rimbunan daun, Tetsuna menjawab, "Apa aku salah untuk tertawa?"
"Tentu saja salah."
Perhatian Tetsuna langsung beralih menuju Akashi yang entah bagaimana sudah berjongkok didepannya.
"Kuroko, apa kau tau kalau kau sudah mengobok-obok isi hatiku?"suara pelan dan lembut keluar dari mulut seorang Akashi Seijuuro yang terkenal akan kesadisannya.
"Memangnya hati bisa dicebokin,Akashi-senpai?"
Mungkin telinga Tetsuna agak pekak karena keseringan pakai headset dirumah. Disarankan bagi pembaca agar mengurangi pemakaian headset,ya. Berabe kan, kalau salah denger kayak gini?
Hm.
Andai saja Tetsuna bukan pujaan hati, Akashi sudah melindas Tetsuna pakai truk sampah sekolah. Gini-gini, dia sudah punya SIM B-I, jadi udah legal bawa truk.
"Kuroko. Dengar. Kau sudah berhasil membuatku jatuh cinta padamu."
Pipi Tetsuna memanas. Dia yakin kalau pipinya sudah merah sekarang. Detak jantungnya mendadak cepat. Rasanya seperti mau copot saja.
"Oh..terimakasih sudah mencintaiku,Akashi-senpai."Tetsuna tetap mempertahankan trademark wajahnya yang datar itu.
Tapi, wajahnya yang berusaha agar tetap datar dengan pipi yang merona merah itu sangat terlihat imut dimata Akashi.
"Kau jadi pacarku ya." Akashi bukan meminta,tapi memerintah.
"Eh? Pacar? Er..aku.." Tetsuna mencoba cari alasan yang pas untuk menolak. Dia belum siap pacaran, apalagi sama orang semacam Akashi.
Dalam hati, dia menyesal sudah memberi Akashi semacam harapan palsu. Dia mau menemani Akashi makan siang selama ini karena wujud rasa terimakasihnya atas pemberian vanilla yang super enak itu. Tiap hari, Akashi selalu membelikannya vanilla cake beserta shakenya. Ya tentu saja dia mau,dong.
"Aku amat menyayangimu,Tetsuna." Akashi sudah memanggilnya dengan nama kecil. Tetsuna makin sulit menolak Akashi.
Tetsuna mencoba tuk berpikir disaat krusialnya saat ini. Menimbang-nimbang.
Menurutnya, Akashi adalah orang yang baik. Tegas. Yang terpenting, dia punya sohib pemilik toko kue. Jadi, kalau Tetsuna mau kue, tinggal tunjukkan kartu identitas 'Pacar Akashi Seijuuro'nya. Pasti gratis. Apalagi kuenya mahal. Bisa untung beliung beritama nih.
Tapi ya ada tapinya sih. Kata orang, Akashi itu dulu playboy. Pernah macarin orang hanya 10 hari. Terus pernah main gunting-guntingan sampai sang korban mendadak trauma.
Terima?
Tidak?
Atau gantungin aja,ya?
Dengan kekuatan sang bulan, Tetsuna mengucap kalimat final.
1 kalimat yang mengandung 3 kata, 2 spasi, 1 koma dan 9 huruf.
.
.
Satsuki bertekad untuk meminta maaf atas perbuatannya sekitar seminggu lebih yang lalu. Hati kecilnya sudah tak tahan untuk segera memeluk Tetsuna dan membuat dia ngambek.
Matanya melirik ke arloji dipergelangan tangannya. Sudah jam setengah lima sore. Sebentar lagi, klub perpustakaan akan keluar.
Tetsuna pasti keluar terakhir. Itu sudah kebiasaannya dari dia pertama kali masuk klub. Satsuki sudah hapal itu.
Dan itu memang benar.
Setelah para anggota yang sudah dia kenali itu keluar dan pulang, dia masuk ke perpustakaan dan menemukan Tetsuna sedang mencari-cari buku.
Dia berjalan mendekati si gadis biru muda yang sudah amat sangat dia rindukan. "Hallo Tetsuna."
Satsuki tau kalau orang didepannya kaget. Terlihat dari cara dia mendongakkan kepala dan pantulan bola matanya. "Oh..hallo Satsuki."
"La..lagi apa?"
Tangan Tetsuna yang sedari tadi sedang dalam posisi menggapai buku langsung langsung ditarik menuju belakang badan. "um..sedang cari buku."
Tak ada lagi yang mau melanjutkan pembicaraan. Satsuki bingung mau ngomong apa. Tetsuna diam menunggu balasan.
Awkward.
Hening.
Tak ada pembicaraan lagi.
Satsuki merutuki dirinya. Sebelumnya, dia sudah latihan dengan Aomine untuk meminta maaf secara lancar ke Tetsuna. Kepercayaan dirinya sudah 100%. Tapi, setelah bertemu langsung dengan orangnya, rasa percaya diri itu langsung hangus kayak embun pagi yang menghilang di jam 10 pagi.
"Satsuki, aku minta maaf ya sebelumnya."
Suara Tetsuna yang mengucapkan kalimat itu cukup membuat Satsuki tersentak kaget.
"Harusnya aku tidak terlalu masukin ke hati. Aku salah paham." Tetsuna melanjutkan kata-katanya.
Tak dapat menahan rasa rindunya, Satsuki memeluk erat Tetsuna yang kurus itu.
"Tetchan, maafkan akuu, Tetchan maafkan akuu. Aku juga salah." Tangannya semakin mengeratkan pelukannya.
Yang dipeluk merasa sesak. "Aduh,Sats..ki..sesak." Tangannya memukul-mukul lengan Satsuki, berusaha melarikan diri dari pelukan maut sohibnya ini.
Si gadis merah jambu melepas pelukannya sambil menyeka air matanya. "Aku bahagia akhirnya kita baikan. Aku rindu!"
Senyuman tulus tercetak diwajah si gadis biru muda. Tangannya mengelus pucuk kepala Satsuki dengan lembut. "Aku juga."
Hari ini Satsuki merasa bahwa hari ini sangat bahagia. Hatinya sangat lega.
Tetsuna memeluk Satsuki erat. Tak seperti biasanya.
"Satsuki, ada berita baru nih." Tetsuna berbisik sambil tetap memeluk erat sohibnya.
Entah kenapa,rasanya hati Satsuki sedikit merasa janggal setelah mendengar si gadis mungil itu.
"Berita apa,tuh?"
Pelukan dilepas. Satsuki melihat langsung wajah Tetsuna yang berseri-seri.
"Sekarang aku pacaran sama Sei."
"Sei? Siapa?" Satsuki seketika merasa lemas. Sahabat dekatnya sekarang sudah punya pacar.
"Akashi Seijuuro-senpai. Barusan tadi siang dia tembak aku."
.
.
TBC to C2
AN. Nulis cerita ini seperti nulis diary(diary dari mana?!)... Maaf kalau aneh,ya..
