Jika saja hujan bisa mendengar suara rintihanku..
Bunyi alat elektrodiagram menggema ke seluruh ruangan. Bau antiseptic yang begitu kuat, menyengat indera penciuman. Putih yang menjadi dominan warna ruangan tersebut memberi kesan elegan dan tenang. Pergerakan perlahan dilakukan oleh gadis yang terbaring lemah di atas ranjang pasien, membuatnya sedikit merintih sakit akibat jarum infus yang menusuk kulitnya. Kelopak matanya memaksa dibuka−mengakhiri mimpi yang telah berkepanjangan.
"Dokter dia sadar!" Seorang perawat berlari keluar mencari dokter siapapun yang dapat ia temukan.
Di mana aku?
Baekhyun berusaha melihat sekeliling menerka-nerka dimana tempat ia berada saat ini. Sejauh mata memandang, hanya warna putih yang dapat ditangkap oleh netranya. Beberapa perawat memasuki ruangan sambil membawa beberapa peralatan yang entah Baekhyun ketahui.
Seorang dokter muda memasuki ruangan lalu melontarkan satu pertanyaan kepadanya
"Byun Baekhyun!? Dapatkah kau mendengar suaraku!?"
Kedua mata itu perlahan tertutup kembali.
A PIECE OF HEART
ciellalee
T+
Chanbaek
GS!
Chapter 1 : Setangkai Mawar
.
Sinar matahari senja meronta masuk ke ruang inap Baekhyun menembus kaca jendela besar yang ada di sisi ranjangnya. Ultraviolet menari-menari membuat siluet Baekhyun yang sedang duduk tertunduk lesu. Setangkai mawar yang dimasukkan ke dalam vas bening merunduk lesu di bawah paparan cahaya matahari. Kesunyian yang mengisi ruangan tersebut membuat suasana melankolis bagi Baekhyun yang tak tahu bagaimana mengekspresikan dirinya saat ini.
Gesekan antara pulpen dan kertas yang dibawa oleh dokter jaga Baekhyun yang sedikit memecah kecanggungan di antara mereka. Dokter itu mencatat beberapa perkembangan Baekhyun, menanyakan kabarnya−hanya basa basi yang menurut Baekhyun hanya membuang-buang waktu dan membuat suasana hatinya menjadi semakin memburuk.
Baekhyun hanya membisu. Duka begitu menggerogoti hatinya. Tak ada kata-kata apapun yang mampu menggambarkan kesedihan yang dirundung oleh Baekhyun seorang. Yunho−pamannya, berkata pemakaman kedua orang tuanya telah dilangsungkan ketika Baekhyun masih dalam keadaan koma. Ia berjanji akan membawa Baekhyun untuk berziarah jika ia telah mendapat izin untuk keluar dari rumah sakit.
Baekhyun benar ingin menangis tapi entah mengapa air mata begitu sulit untuk keluar. Akhirnya yang dapat ia lakukan hanyalah menelan tangisnya sendiri.
Dokter jaga yang sedang memeriksa keadaan Baekhyun hari ini tak begitu banyak bicara. Membuat dirinya tak harus menjawab terlalu banyak pertanyaan seperti dokter-dokter sebelumnya yang terlalu penasaran akan seluk beluk hidupnya.
Setelah selesai mengecek kondisi Baekhyun secara keseluruhan, ia merapikan kertas-kertasnya lalu menatap Baekhyun beberapa menit. Baekhyun yang merasa ditatap hanya diam saja tak peduli akan hal tersebut.
Dokter itu pun akhirnya melenggang pergi meninggalkan Baekhyun yang masih bisu. Toh, Baekhyun juga tak peduli.
.
Keesokan paginya Luhan beserta beberapa teman dekatnya datang menjenguk ke rumah sakit. Baekhyun hanya menyambut kedatangan mereka dengan keterdiaman−tak berusaha menjadi ceria seperti Baekhyun yang dulu. Ia tahu Luhan dan Xiumin−sahabatnya sejak sekolah dasar, mati-matian untuk menahan tangis begitu melihat keadaan Baekhyun yang begitu berantakan. Senyum palsu yang mereka tunjukkan sama sekali tidak mengubah keadaan apapun.
Karena Baekhyun yang nampaknya tak begitu antusias, akhirnya Luhan pun memutuskan untuk mulai menceritakan segala hal apa saja yang sudah ia lewatkan.
Ia bercerita bahwa Baekhyun telah koma selama kurang lebih 6 bulan akibat kecelakaan beruntun yang ia alami ketika hendak pergi berlibur bersama keluarganya. Tak ada yang tertolong, hanya Baekhyun seoranglah yang masih bertahan. Baekhyun hanya mendengarkannya sambil lalu, tak ingin terlalu merespon takut respon pura-pura yang ia tunjukkan justru semakin menyakiti dirinya.
Luhan dan Xiumin menatap maklum. Mereka mengerti bahwa kondisi psikis dan fisik Baekhyun yang tidaklah baik. Mengingat Baekhyun baru saja kehilangan anggota keluarga tanpa sepengetahuannya dan yang terpenting ia kehilangan tangan emas yang sangat ia banggakan itu.
Baekhyun adalah seorang violinis terkenal yang telah melakukan perjalanan ke berbagai mancanegara untuk menggelar konser solonya. Ketika ia kini berada di puncak karirnya, ia justru malah kehilangan aset berharga miliknya.
Xiumin berjalan ke arah sofa yang berada di ruangan tersebut. Merogoh suatu barang di dalam tas ransel hitamnya. Mata Baekhyun melirik penasaran ke arah Xiumin. Sebuah biola kayu yang dipoles hingga begitu halus ia keluarkan perlahan. Leher biola tersebut nampak patah sehingga senar yang tadinya memanjang dengan anggun kini terputus begitu berantakan.
Ia sodorkan biola itu ke pangkuan Baekhyun yang menerimanya dengan lemas. Tidak mungkin−ucapnya. Biola favoritnya ternyata turut menjadi korban dari kecelakaan tragis yang ia alami. Setetes air mata lolos dari mata sabitnya, tak kuasa menahan sedih yang terus menumpuk. Jari lentik Baekhyun mengelus permukaan biola itu perlahan. Ia usap penuh kasih ukiran nama " N" yang ada pada sisian biola tersebut.
Hari itu adalah hari kepedihan Baekhyun dimana tak ada seorang pun yang mampu menghentikan tangis Baekhyun yang pecah.
.
"Pasien Byun Baekhyun, kau belum menghabiskan makan malam mu?" Tanya dokter muda yang Baekhyun ketahui sebagai dokter pertama yang ia lihat begitu ia membuka mata. Dokter itu tengah sibuk mengecek saluran infuse Baekhyun sambil sesekali melihat ke arah jam tangannya memastikan cepat tetes cairan tersebut akurat.
Baekhyun hanya menggeleng lemah. Nafsu makannya telah menghilang sejak Luhan dan Xiumin pulang setelah menjenguknya. Ia benar-benar merasa mual tiap kali melihat sajian makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Rasanya begitu aneh di lidah Baekhyun.
Park Chanyeol−nama dokter itu, menghela napas perlahan. Ia raih mangkuk sup bayam yang masih utuh kemudian berjalan mendekat ke sisi ranjang Baekhyun. Baekhyun mengangkat pendang, membalas tatapan Chanyeol. Ia gigit bibirnya yang kering akibat kurang asupan cairan.
"Aku.. aku tidak nafsu makan." Jawab Baekhyun acuh. Dokter itu berhenti melakukan kegiatannya sejenak menatap Baekhyun tak percaya. Ia bersidekap di depan Baekhyun lalu menghebuskan napasnya. Mengapa bocah ini begitu keras kepala?
"Apa kau tidak ingin cepat sehat?"
Baekhyun terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya mengangguk antusias. Chanyeol tersenyum lembut melihatnya. Ia menepuk bahu Baekhyun pelan.
"Kalau begitu habiskan makanmu ya?"
Entah bagaimana caranya, begitu Chanyeol menyedokkan sesendok bubur ke arahnya Baekhyun langsung menurut membuka mulut. Ia tak tahu sihir macam apa yang bisa membuatnya sedemikian menurut padanya. Satu sendok bubur hambar ia telah perlahan. Begitu seterusnya hingga tanpa ia sadari bubur yang tadinya sama sekali tak ingin ia sentuh kini telah habis tanpa sisa.
Chanyeol mengelus kepala Baekhyun perlahan. "Besok kau akan melakukan ct scan. Tidur yang nyenyak oke? Aku tidak ingin kau kelelahan besok."
"Hm." Baekhyun mengangguk. Chanyeol menepuk kepalanya perlahan menyisir rambut ikal Baekhyun yang terasa begitu lembut di tangan.
"Aku tahu kau anak yang kuat." Chanyeol tersenyum lembut tanpa tahunya menimbulkan gelenyar aneh dalam hati Baekhyun.
Baekhyun menganggukkan kepalanya lemah sebagai respon dari perkataannya Chanyeol sembari menyembunyikan semburat merah yang muncul di sisian pipi tirunsnya.
Baekhyun bukanlah tipikal gadis yang mudah terayu hanya karena rentetan kata indah yang diucapkan oleh seorang lelaki kepadanya. Namun, hari ini adalah pertama kalinya ia berdebar-debar hanya karena kalimat dari Chanyeol.
TBC
YAAY! HALO SEMUAAAA Jadi init uh ff pertama akuu, dan well ya ini yang pertama banget. Sebenernya awalnya rada ragu sihh mau publish atau engga tapi karena udah greget gitu ya numpuk di flashdisk yaudah deh di publish aja, semoga dapet respon positive yaa dari semuanya! Jangan lupa review, review kalian bener-bener ngebantu semangat aku loh! Btw ini rencananya bakal aku bikin cepet update kok hehe oh ya ff ini juga aku publish di wattpad juga yap! Makasih semuanya love yaa
.
