Disclaimer : Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi

Warning: Semi-Canon, typo, OOC, & OC.

Inspired by Ningyo Hime – Tanaka Rie (Ending Song Anime: Chobits) & Cactus Secret (Manga by Nana Haruta)

Pair : Murasakibara Atsushi x Watanabe Ayane (OC)

Dua tahun yang lalu…

"Ostukaresama deshita," ucap seorang fotografer setelah sesi pemotretan itu selesai.

"Ostukaresama deshita." Beberapa orang termasuk si model sendiri membalas ucapan itu.

Model remaja berambut pirang panjang bernama Watanabe Ayane itu cepat-cepat ke ruang rias untuk menghapus riasan wajahnya dan berganti pakaian. Mata biru jernih itu memandang balik bayangannya dan tersenyum. Tak lama kemudian ia keluar dan berpapasan dengan Kise Ryouta, salah satu model majalah remaja juga seperti dirinya.

"Oh Kise-kun,"

"Watanabe-cchi,"

"Kau baru datang?"

Kise mengangguk. "Watanabe-cchi sudah selesai?"

Gadis pirang itu mengangguk. "Hm, ganbatte ne Kise-kun." Katanya sambil menepuk pundak pemuda itu.

Kise mengangguk. "Tentu saja-ssu." Katanya. Baru saja Ayane akan pergi sampai tiba-tiba Kise menghentikannya dan menyodorkan tas yang terbuat dari kertas padanya. "Oh, tadi ada seorang wanita yang mengaku penggemarmu. Dia memintaku memberikan ini padamu."

Ayane mengerjapkan matanya dan menerima tas itu dan melihat isinya. Dilihatnya bahwa itu berisi lima kotak makanan ringan, Umaibō.

"Di mana? Di mana kau melihatnya?"

Kise agak terkejut melihat Ayane yang mencengkeram lengannya, menuntut jawaban darinya. "Di… di depan gedung ini." Katanya.

"Arigatou, Kise-kun." Katanya lalu berlari keluar, meninggalkan Kise yang memandangnya heran.

Ayane berlari sambil menjinjing tas yang berisi Umaibō itu dan menoleh ke setiap tempat. Namun, wanita yang dicarinya itu tetap tak ada. Sambil berusaha menahan dirinya untuk tidak menangis dia mencari dengan matanya sambil terus berjalan tak tentu arah.

"Okaasan," panggilnya separuh putus asa.

.

Menyerah untuk mencari wanita itu, ia akhirnya memutuskan untuk duduk di sebuah ayunan sambil memakan Umaibō itu di taman bermain anak-anak terdekat. Memakan makanan ringan itu mengingatkannya saat dulu di mana sang ibu selalu membelikan makanan ini. Rasanya sudah lama sekali ia tak memakannya.

Sambil mengunyah pelan-pelan ia mulai bernostalgia saat di mana ia dulu masih berumur tujuh tahun. Semua baik-baik saja, sampai tiba-tiba ayah dan ibunya mulai bertengkar. Ibunya memilih pergi dari rumah dan meninggalkannya. Sejak saat itu ia menaruh rasa benci pada ayahnya yang membiarkan ibunya pergi begitu saja. Ia memang tak mengerti apa-apa, tapi sampai sekarang pun ia masih merasakan sakitnya ditinggalkan.

Terlebih lagi sejak itu, ia sering ditinggal pergi ayahnya yang bekerja di luar negeri. Terkadang ia merasa kesepian di rumah, tapi itu lebih baik daripada suasana dingin yang terasa begitu ia dan ayahnya berada di satu ruangan yang sama.

"Are, Ningyo ka?"

Ayane mengejap begitu sebuah tangan besar dan hangat menyentuh pipinya yang berair. Lagi-lagi ia mengerjapkan matanya saat merasakan air matanya yang terus mengalir dari mata biru jernihnya. Lagi ia mengerjapkan mata untuk mengembalikan kesadarannya.

Ayane menarik napas terkejut begitu melihat seorang pemuda bersurai ungu berjongkok di depannya sambil menyentuh pipinya. Ayane berdiri sehingga kotak Umaibō yang masih tersisa tiga buah jatuh berserakan di tanah.

"Kau…" suara Ayane tercekat di tenggorokkannya. Diperhatikannya pemuda itu memungut Umaibō yang masih terbungkus kemasannya dan mengumpulkannya ke dalam kotaknya. Pemuda itu lalu berdiri, dan itu membuat Ayane mengangkat wajahnya untuk memandang pemuda yang tinggi sekali itu.

"Umaibō," katanya sambil memandang kotak itu dengan perasaan ingin memakannya.

Ayane memandang kotak yang masih dipegang pemuda itu. "Itu punyaku."

Pemuda itu lalu memandang Ayane dengan wajah malasnya lalu memandang kotak Umaibō berisi tiga kemasan itu. Entah mengapa Ayane merasa pemuda ini seperti anak-anak.

"Kalau kau kembalikan yang itu, aku akan memberikan dua kotak yang lain."

Pemuda itu memandang Ayane dengan penuh minat. Ayane tersenyum padanya sambil menghapus air matanya, diambilnya tas yang terbuat dari kertas tadi lalu dikeluarkannya dua kotak Umaibō lain yang masih tersegel rapi sesuai janjinya. Dengan mata berbinar-binar pemuda itu mengambil dua kotak itu dan memberikan kotak yang terjatuh tadi pada Ayane.

"Arigatou Ningyo-chin." Katanya sambil melengkungkan bibirnya memandang kotak Umaibō yang baru.

Ayane berjengit begitu dirinya disebut boneka oleh pemuda itu. "Nee, aku bukan boneka." Katanya. "Namaku Watanabe Ayane. Namamu?"

Pemuda yang kini sibuk mengunyah di ayunan sebelahnya meliriknya. "Murasakibara Atsushi."

"Aa," kata gadis itu mengangguk paham. Kali ini, rasa sedihnya entah mengapa hilang begitu saja. "Murasakibara, akan kuingat."

Murasakibara meliriknya lalu bergumam. "Yane-chin, cantik." Katanya.

"Eh?"

Ia melirik Ayane lagi. "Yane-chin cantik seperti boneka."

Ayane tersenyum mendengar ucapan polos pemuda itu. "Karena kau menyebutku dengan nama belakangku, jadi aku akan menyebutmu Atsushi-kun. Tidak apa-apa kan?"

Pemuda itu mengangguk sambil mengunyah Umaibō pemberian Ayane. "Terserah Yane-chin saja." Katanya.

.

Rasanya baru saja kemarin ia mengalaminya. Ayane tak menyangka bahwa pemuda yang dua tahun lalu menghapus rasa sedihnya bersekolah di SMA yang sama dengannya. Sambil tersenyum lebar ia membalikkan kursinya menghadap ke belakang dimana Murasakibara duduk tepat di belakangnya.

"Hisashiburi, Atsushi-kun." Sapanya.

Murasakibara memandangnya setelah menguap lebar. Ia memandang Ayane begitu lama, sampai akhirnya ia berucap, "Are? Ningyo-chin?"

Ayane menghela napas. "Watanabe Ayane. Kau ingat?"

Murasakibara lalu melengkungkan bibirnya sebentar. "Yane-chin,"

"Bagus." Katanya, senang mendengar bahwa Murasakibara mengingatnya. "Sudah lama tidak bertemu, ternyata kita satu tingkat ya? Kukira kau lebih tua dariku."

Murasakibara hanya diam. Ia pandangi gadis seperti boneka itu. Sampai tanpa sadar mulutnya berucap, "Yane-chin,"

"Ya?"

Murasakibara terdiam. "Tidak jadi."

"Eh?"

.

"Yappari sugoi des you ne, Ayane-chan." puji salah satu teman sekelas gadis setinggi seratus tujuh puluh delapan senti itu, gadis bernama Mika itu terkagum-kagum memandang Ayane. Kali ini pelajaran olah raga dilakukan di lapangan basket sekolah.

Ayane hanya nyengir mendengar itu. "Ah tidak, dibandingkan anggota klub basket putri aku tidak ada apa-apanya." Ujarnya merendah.

"Nee, nee caramu men-shoot bola tadi persis seperti Kiseki no Sedai, Midorima Shintarou." Ucap gadis yang satunya.

Ayane mengencangkan ikatan rambutnya yang melonggar dan memandang mereka. "Kiseki no Sedai?"

Mereka mengangguk. "Klub basket SMP Teiko yang terkenal itu. Kalau tidak salah Kise Ryouta adalah salah satunya."

"Kise-kun?" katanya dengan nada terkejut. "Wah, aku sama sekali tidak tahu itu."

Keduanya langsung terbengong mendapati ekspresi Ayane yang heran. "Kau tidak tahu? Bukankah kau pernah satu photo shoot dengannya?"

"Aa, aku memang sering bertemu dengannya saat SMP, tapi aku tidak tahu sampai se-detail itu, Sakura."

"Um… ngomong-ngomong soal Kiseki no Sedai, bukankah Murasakibara-kun juga salah satunya?" ujar Mika.

"Hah? Atsushi-kun juga?"

DUG!

Mika dan Sakura yang berdiri di depan Ayane terkejut begitu sebuah bola basket menghantam si top model remaja itu sampai terjatuh. "Ayane-chan!"

"Uh… ittai." Rintih Ayane sambil memegangi kepalanya.

"Sumimasen, Hasegawa-san." Kata seorang pemuda yang diketahui Ayane bernama Himuro itu. Tak berapa lama pemuda itu menoleh ke belakangnya, dan menegur seseorang yang menyebabkan kecelakaan ini terjadi, "Atsushi, seharusnya kau tidak memukul bolanya dengan keras."

"Ara, gomen." Kata Murasakibara dengan nada malas lalu menghampiri mereka dan memandang ke bawah dan melihat Ayane berusaha berdiri dibantu kedua gadis dari kelas mereka.

"Bolamu mengenai Hasegawa-san." Kata Himuro.

"Gomen Yane-chin," katanya.

"Atsushi, bawa dia ke klinik." kata Himuro sambil menunjuk.

"Ah, tidak perlu." Kata Ayane buru-buru. "Aku tidak apa-apa."

Murasakibara memandang Ayane lalu mengangkat gadis itu ke pundaknya. Seketika itu juga Ayane memekik terkejut, dan kedua gadis yang bersama Ayane memandang keduanya dengan wajah memerah. Melihat Murasakibara yang menggedong Ayane di pundaknya membuat semua orang memandang mereka sampai menghilang di balik pintu keluar.

.

"Dengar Atsushi-kun, lain kali kau jangan membawaku dengan seperti itu." Katanya dengan wajah memerah mengingat bagaimana Murasakibara membawanya ke klinik.

"Hm? Nande?"

"Karena itu memalukan." Kata Ayane.

Murasakibara yang duduk di samping tempat tidur terdiam dan memandang Ayane dengan mata sayunya. "Gomen Yane-chin."

Ayane menggeleng. "Daijoubu." Lalu tangan Ayane terangkat dan mengelus kepala Murasakibara. "Kau pasti tidak sengaja."

Murasakibara menangkap tangan yang tengah mengelus kepalanya itu. "Yane-chin,"

"Hm?" Ayane memandang Murasakibara yang masih menggenggam pergelangan tangannya.

"Jangan melakukan itu."

"Eh? Kenapa?"

"Yane-chin bukan kakakku."

Ayane terperangah. Tak lama kemudian ia tersenyum. "Ya, tentu saja." Katanya. "Gomen ne, Atsushi-kun."

.

From : Tanaka Rei

Subject : Kenapa

Kudengar kau berhenti? Kenapa?

Ayane menghela napas membaca e-mail dari teman semasa junior high-nya itu, lalu membalas.

From : Watanabe Ayane

Subject : Not really

Tidak betul-betul berhenti, aku hanya tidak bisa setiap edisi muncul di majalah. Lagi pula aku ingin tetap berada di sini.

Ayane lalu memandang keluar jendela sambil melamun. Tak berapa lama ponselnya kembali bergetar. Sudah ia pastikan bahwa itu balasan dari Rei.

From : Tanaka Rei

Subject : Bagaimana

Bagaimana? Apa kau sudah bertemu dengannya?

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Ayane tersenyum.

From : Watanabe Ayane

Subject : Hm

Menurutmu?

Tak lama balasan kembali muncul.

From : Tanaka Rei

Subject : Hei

Beritahu aku!

Ayane tersenyum dan memasukkan ponselnya ke dalam saku tanpa membalas e-mail itu.

.

"Watanabe Ayane-san,"

"Haik, Sensei." Kata Ayane dengan separo gugup.

Guru wanita yang bermarga sama dengannya memandang Ayane tajam lalu melanjutkan mengabsen satu-persatu siswa di kelasnya. Tak lama guru fisika wanita itu memulai materi ajarnya. Ayane tak melepaskan pandangannya dari wanita itu barang sedetik pun setiap wanita itu mengajar, karena wanita itu adalah wanita yang pernah melahirkannya dan membesarkannya sampai berumur enam tahun.

Ia menemukan wanita itu setelah Ayane diam-diam menyewa jasa agen detektif hanya untuk mencari wanita itu. Ia pun rela bersekolah di SMA Yosen yang jauh dari rumahnya, dan menyampingkan pekerjaannya sebagai model hanya agar ia bisa melihat wanita itu.

Tak terasa jam pelajaran fisika telah berakhir. Ayane menghela napas kecewa begitu melihat wanita itu keluar dari kelas. Padahal, ia ingin memandangi ibunya sedikit lebih lama lagi. Tapi ia tersenyum lembut. Ia sudah menemukan ibunya. Tak ada yang membahagiakannya dari ini.

.

"Jadi, apa yang sebetulnya ingin kau bicarakan Kise-kun?" kata Ayane dengan jengkel memandang pemuda yang sedari tadi terlihat ragu-ragu untuk berbicara padanya.

Hari ini liburan musim panas sudah akan dimulai, di sela photo shoot-nya ia mendapati Kise sengaja datang dan menemuinya. Karena tingkah tak biasa itu, semua yang berada di studio mengira mereka memiliki hubungan khusus.

"Ano… bagaimana ya, Watanabe-cchi."

Ayane mendesis kesal. "Jika ada yang ingin kau katakan, katakan saja!"

"Um… begini Watanabe-cchi. Menurutmu jika ada gadis yang takut pada laki-laki, apa yang harus kulakukan?"

"Hah?" Ayane memandangnya dengan heran.

"Watanabe-cchi, aku membutuhkan nasehatmu." Katanya.

"Hoo~ kau menyukai seorang gadis." Todong Ayane dengan tertarik.

Kise membuang mukanya yang sedikit memerah. "Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku."

Ayane lalu meneguk milkshake-nya sambil tertawa. "Baiklah-baiklah, akan kudengarkan."

Setelahnya Kise mulai bercerita panjang lebar tentang gadis yang membuatnya tertarik itu. Ayane yang tidak tahu benar akan kejelasan cerita itu hanya mengangguk dan menanggapi sebisanya dan memberikan sedikit nasehat.

Namun, tanpa mereka sadari beberapa pasang mata mengamati mereka dengan tidak suka. Terlebih lagi pada Ayane yang tertawa mendengar Kise berbicara. Ayane tak tahu bencana apa yang akan terjadi padanya di kemudian hari, karena dia tertawa-tawa bersama Kise Ryouta saat ini.

...

Uh... bingung juga mau bilang apa soal cerita ini. Cuma... yah, thanks for read.