Minna, ogenki desuka? Akhirnya Ru kembali lagi. Tapi dengan fic baru dengan pairing HiruMamo. Yeeeeeeeyyyy *tebar confetti*.

Oke deh tanpa berlama-lama lagi ini dia fic terbaru dari arumru-tyasoang, My Lovely Anti-fan. Fic yang terinspirasi setelah baca novel yang berjudul So, I Married the Anti-fan karya Kim Eun Jeong. Tapi tenang aja, ceritanya bakalan beda kok karena aku cuman ngambil beberapa bagian aja. Oke deh, ini dia My Lovely Anti-fan

.

.

My Lovely Anti-fan

Chapter 1 : Meet Him

By: arumru-tyasoang

Inspired by : So, I Married the Anti-fan karya Kim Eun Jeong

Disclaimer : Eyeshield 21 by Riichiro Inagaki and Yusuke Murata

So, I Married the Anti-fan by Kim Eun Jeong

Rated : T

Genre : Humor, Romance (semoga romancenya berasa), dan lain-lain

Warning : AU, OOC, beda jauh dari Eyeshield 21 yang asli, Typo (jaga-jaga)

Summary : Tinggal dengan artis terkenal adalah impian orang-orang. "Tapi aku ini anti-fannya!". "Maaf ya Mamo-nee, tapi coba sajalah ikuti Reality Show ini". "Tch, jadi aku harus tinggal dengan dia selama 3 bulan?"

.

.

"Hu.. Hu… Hu… Dimana kalungku? Itu kado terakhir dari nenek sebelum meninggal." ucap seorang anak perempuan berambut hitam sebahu yang kira-kira berumur 7 tahun itu sambil menangis di pinggir sungai dan mencari kalungnya yang hilang. Anak perempuan itu masih saja menangis sambil mencari keberadaan kalungnya, tidak memperdulikan matahari yang mulai terbenam. Karena suara tangisannya itu, seorang anak laki-laki yang kira-kira seumuran dengannya bermabut spike hitam datang menghampirinya. Anak laki-laki itu merasa terganggu dengan tangisan anak perempuan itu.

"Hei, kau, bisa tidak berhenti menangis, berisik sekali." Kata anak laki-laki itu kasar.

"Hiks, hiks, ma-maaf, tapi kalungku hilang kalung itu sangat berharga, kalung itu kado terakhir dari nenekku sebelum ia meninggal." Jawab anak perempuan itu sambil mengucek matanya yang memerah karena menangis sambil memandangi anak laki-laki yang mengajaknya bicara.

"Tch, dasar merepotkan. Memang bagaimana bentuk kalungmu?"

"Hiks, kalungku itu berwarna silver, dengan liontin berbentuk bulan sabit." Jawab anak perempuan itu. Setelah mengatakan hal itu, anak laki-laki mulai membantu anak perempuan itu mencari kalungnya di rumput ilalang. Anak perempuan itu kaget saat anak laki-laki itu ikut membantu mencari kalungnya, kemudian ia melanjutkan mencari kalungnya itu.

"Kalungmu yang ini?" Tanya anak laki-laki itu sambil menunjukan sebuah kalung berwarna silver dengan liontin berbentuk bulan sabit. Anak perempuan itu menengok ke arah anak laki-laki itu dan matanya berbinar senang saat melihat kalung yang dicarinya itu. Kemudian ia mengambil kalung dari tangan anak laki-laki itu.

"Terima kasih, kau sudah mau menolongku. Maaf merepotkanmu." Kata anak perempuan itu sambil membungkukkan badannya tanda berterima kasih. "Oh iya, namamu siapa?" Tanya anak perempuan itu sambil melihat ke anak laki-laki yang dianggap sebagai malaikat penolongnya itu.

"Tch, kau tidak perlu tau namaku." Jawab anak laki-laki itu ketus. Kemudian ia berjalan meninggalkan anak perempuan itu.

"Terima kasih ya sudah membantuku. Besok kau datang lagi kesini. Aku akan memberikan tanda terima kasih untukmu karena mau membantuku." Teriak anak perempuan itu sambil melambaikan tangannya ke arah anak laki-laki yang beranjak pergi itu.

.

My Lovely Anti-fan

.

Keesokan harinya di sungai yang sama, anak perempuan itu menunggu anak laki-laki yang telah menolongnya. Setelah menunggu kira-kira 10 menit, ia melihat anak laki-laki yang telah menolongnya kemarin itu menuju pinggiran sungai tempat anak perempuan itu menunggu.

"Kuro-kun! Kesini." Teriak anak perempuan itu sambil melambaikan tangannya. Karena merasa terpanggil oleh anak perempuan itu karena ia melambai ke arahnya dan juga tidak ada orang lagi di pinggiran sungai itu, anak laki-laki itu menuju anak perempuan itu dengan malas.

"Nah Kuro-kun, ini untukmu karena kemarin kau telah menolongku." Kata anak perempuan itu sambil menyerahkan sebuah kotak bekal makanan ketika anak laki-laki itu sudah berada disampingnya.

Anak laki-laki itu mengambil kotak makanan itu dengan rasa heran karena sejak melihat dia datang sepertinya anak perempuan itu tidak pernah berhenti tersenyum. "Hei, kau itu sudah gila ya daritadi tersenyum terus? Dan, kenapa kau memanggilku Kuro?" Tanya anak laki-laki itu sambil memandang sinis anak perempuan itu.

"Eh, itu karena kemarin saat aku menanyakan namamu aku tidak mau menjawab, dan karena rambutmu berwarna hitam dan pakaianmu berwarna hitam juga seperti kemarin, mangkanya aku memanggilmu Kuro." Jawab anak perempuan itu sambil tersenyum malu dan menundukan kepalanya. Anak laki-laki yang dipanggil Kuro itu hanya mendengus kesal saat melihat kelakuan anak perempuan itu.

"Dan, kenapa kau terus tersenyum sperti itu? Mengerikan." Komentar Kuro sambil memandangi anak perempuan itu. Mendengar komentar Kuro, anak perempuan itu berhenti tersenyum dan menundukan kepalanya. Kuro yang melihat perubahan sikap pada anak perempuan itu yang menurutnya cantik jika dilihat dari dekat merasa bersalah.

"I-itu, sebenarnya selama ini disekolahku tidak pernah ada yang mau mengajakku berbicara. Mereka menganggapku berbeda, dan mereka sering menjahiliku. Seperti kemarin, mereka merebut kalungku dan membuangnya dipinggir sungai ini. Untungnya kau mau menolongku. Jadi aku merasa senang Karena ada yang mau bersikap baik kepadaku." Jawab anak perempuan itu sambil tersenyum dan membuat Kuro terpesona dengan senyumnya yang tulus dan mata sapphire-nya itu. "Oh iya, dimakan ya bekalnya." Kata anak perempuan itu sambil mengeluarkan sendok dari dalam tas yang dibawanya. Tanpa sengaja ia menjatuhkan selembar foto, dan foto itu diambil oleh Kuro. Ia merasa aneh dengan foto tersebut karena didalam foto tersebut terdapat anak perempuan yang sangat mirip dengan anak perempuan yang berada dihadapannya, namun warna rambutnya berbeda, warna rambut anak perempuan didalam foto itu auburn sedangkan anak perempuan didepannya itu berambut hitam. Menyadari fotonya yang terjatuh, anak perempuan itu segera mengambil fotonya yang berada ditangan Kuro, dan langsung menyembunyikannya.

"Yang difoto itu tadi kau atau kembaranmu? Terlihat sangat mirip dengan kau." Komentar Kuro sambil mengambil sendok yang berada ditangan anak perempuan itu.

"I-itu aku, sebenarnya rambutku berwarna auburn bukannya hitam. Aku mengecat rambutku agar tidak dianggap berbeda." Jawab anak perempuan itu sambil menundukan kepalanya karena rahasianya terbongkar oleh orang yang baru dikenalnya.

"Manis"

"Eh? Kau bilang apa?" Tanya anak perempuan itu.

"Kau manis dengan rambut auburn-mu itu." Jawab Kuro sambil memakan bekal yang diberikan anak perempuan itu. "Lebih baik kau tidak usah mengecat rambutmu." Komentar Kuro sambil terus memakan bekal yang diberikan.

"Benarkah? Terima kasih Kuro karena mau memuji warna rambut asliku." Kata anak perempuan itu sambil tersenyum malu. "Bagaimana bekalnya? Enak?" Tanya anak perempuan itu sambil menatap Kuro yang melahap bekal yang diberikannya.

"Hn."

"Hn? Enak atau tidak? aku membantu ibuku untuk membuatkan bekal itu." Kata anak perempuan itu sambil memandangi Kuro yang sedikit lagi menghabiskan bekal pemberiannya.

"Enak." Jawab Kuro sambil mengembalikan kotak makan yang tadinya berisi omelete, sosis goreng dan nasi itu ke anak perempuan itu.

"Terima kasih." Jawab anak perempuan itu sambil tersenyum senang dan memasukan kotak bekal makanan itu kedalam tasnya. "Kuro-kun, jika kau besar nanti kau mau jadi apa?" Tanya anak perempuan itu.

"Entahlah, mungkin artis. Entahlah, tidak tau. Yang pasti aku akan menjadi yang nomor satu di Jepang." Jawab Kuro sambil memandangi sungai yang berada didepannya sambil sesekali melirik anak perempuan disampingnya yang menarik perhatiannya itu.

"Wah… artis ya? Pasti Kuro-kun akan menjadi artis yang menyenangkan dan baik. Kuro-kun kan orangnya baik." Komentar anak perempuan itu sambil tersenyum antusias.

"Tch, dasar perempuan sok tau. Memangnya apa yang membuat kau berpikiran seperti itu?" Tanya Kuro sambil melihat anak perempuan itu.

"Ya pastinya karena Kuro-kun itu baik. Meskipun perkataan Kuro-kun itu kadang terdengar menyebalkan tapi Kuro-kun orang yang baik karena mau menolongku." Jawab anak perempuan itu sambil tersenyum memandangi Kuro. "Dan, Kuro-kun itu orang pertama yang mau mengajakku menobrol dan mau berbicara denganku. Disekolah tidak ada yang mau berbicara denganku karena mereka pikir aku ini berbeda dengan warna rambutku itu, sehingga aku mengecatnya. Bahkan mereka sering menjahiliku seperti kemarin. Mereka membuang kalungku di pinggir sungai ini, untungnya Kuro mau menolongku. Hehehe." Cerita anak perempuan itu sambil memandangi sungai yang ada didepannya dan kereta yang melintasi sungai tersebut. Kuro hanya memandangi anak perempuan itu dan merasa aneh dengan dirinya sendiri karena bisa-bisanya ia merasa simpati dengan orang yang baru saja dikenalnya. "Wah, sudah sore. Kuro-kun aku harus cepat pulang, sampai jumpa lagi besok ya." Kata anak perempuan itu sambil menyelempangkan tasnya dipundak lalu berlari pulang.

"Ya, hati-hati anak cengeng sialan." Jawab Kuro sambil memandangi anak perempuan itu berlari pulang. Tiba-tiba ia tersadar bahwa ia masih belum mengetahui nama anak perempuan itu dan berteriak memanggilnya. "Hei kau anak cengeng sialan, namamu siapa?" teriak Kuro dari tempatnya berdiri. Anak perempuan itu menengok ke arah Kuro lalu meneriakkan namanya.

"Namaku ….." Jawab anak perempuan itu. Setelah itu ia langsung pulang. Sial bagi Kuro karena saat anak perempuan itu meneriakkan namanya sebuah kereta lewat dan suaranya yang bising menutupi suara anak perempuan yang manis itu sehingga ia hanya mendengar anak itu berteriak "Mori" sehingga ia berpikir bahwa namanya Mori.

Keesokan harinya, Mori menunggu Kuro di tepi sungai yang sama dengan kemarin. Setelah menunggu lama, Kuro tidak juga muncul. Tiba-tiba ia melihat anak laki-laki gendut yang berlari ke arahnya dengan terburu-buru.

"Aku temannya anak laki-laki yang bersamamu kemarin. Ia menitipkan surat ini untukmu. Oh ya, namaku Kurita. Aku pulang dulu ya, bisa-bisa aku dimarahi ayah karena pulang terlambat." Kata anak laki-laki gendut itu tanpa henti. Kemudian ia meninggalkan Mori yang kebingungan dengan surat yang baru saja diterimanya. Kemudian ia membaca surat tersebut dengan rasa penasaran yang tinggi.

Hei anak cengeng sialan yang berisik dan kutemui di pinggir sungai sialan saat sedang menangis mencari kalung sialan, aku minta maaf kepadamu karena aku tidak bisa datang hari ini atau besok atau besoknya lagi (berbanggalah kau karena kau itu orang sialan pertama yang mendapat maaf dariku) karena aku mendadak harus ikut ayah sialan itu ke Amerika karena dia dipindahkan tugas kesana sehingga aku harus ikut dia. Carilah teman untuk mengobrol biar kau tidak merasa kesepian lagi, lawan juga anak-anak sialan yang mengganggumu, dan menurutku lebih baik kau tidak usah mengecat rambutmu, biarkan saja apa adanya. Tch, suratku ini sudah seperti surat anak perempuan sialan saja. Semoga nanti kita bisa bertemu lagi ya Mori si anak cengeng sialan. Tentunya dengan diriku yang sudah menjadi nomor satu dijepang. Kekekekeke.

Kuro

Mroi langsung menangis setelah ia membaca surat itu. Baru saja ia mendapatkan teman untuk mengobrol, temannya sudah harus pergi. "Namaku ini Anezaki Mamori, Kuro. Bahkan setelah kau pergi kau masih belum mau memberi tau namamu dan kau juga salah mendengar namaku." Kata Mamori sedih sambil menitikkan air matanya.

.

My Lovely Anti-fan

.

13 tahun kemudian

Seorang gadis yang cantik dengan rambut auburn nya sedang membaca dengan serius buku pelajarannya. Mahasiswi Universitas Saikyoudai itu sedang asyik membaca bukunya tanpa memperdulikan keadaan disekitarnya yang sangat berisik. Setelah melihat waktu yang sudah ditunjukan oleh jam tangannya, ia langsung membereskan bukunya dengan sedikit terburu-buru karena ia terlambat untuk bertemu dengan teman baiknya di café tempat mereka biasa bertemu. Setelah membereskan bukunya dengan asal-asalan, ia langsung berlari menuju café yang berada tidak jauh dari universitasnya itu. Saat ia berlari, tanpa sadar ia menabarak seorang laki-laki sehingga kopi yang dipegangnya tumpah dan membasahi baju serta sepatunya yang putih bersih itu.

"Tch, dasar perempuan bodoh, apa yang kau lakukan? Lihat, kau sudah mengotori baju dan sepatuku!" teriak laki-laki itu kasar. Untungnya tempat dimana mereka bertabrakan itu sepi sehingga tidak ada yang mendengar laki-laki itu berteriak. Mamori yang merasa bersalah langsung meminta maaf dan mengeluarkan sapu tangannya dan mengelap sepatu laki-laki itu tanpa melihat wajah pemilik sepatu yang ia kotori.

"Hah… sudah sana pergi, kau itu membuat waktuku percuma. Dasar perempuan sialan." Teriak laki-laki itu kasar. Mamori yang tidak terima dipanggil perempuan sialan itu langsung berdiri dari posisinya yang tadi membersihkan sepatu laki-laki itu dan memandanginya dengan perasaan kesal. Ia sempat merasa terkejut karena laki-laki yang menghina dan mengomelinya itu adalah Ichi, seorang artis terkenal yang baru satu tahun yang lalu memulai debutnya dan terkenal dengan keramahannya.

"Dasar kau laki-laki kasar yang tidak sopan! Aku ini sudah minta maaf kepadamu, apa susahnya sih memaafkan? Lagipula aku sudah membersihkan sepatumu sebisaku, tidak perlu kau mengataiku perempuan sialan. Dasar artis bermuka dua! Kalau didepan kamera kau akan bersikap sangat baik seolah-olah kau itu malaikat yang diturunkan dari surga! Nyatanya apa? Kau itu tidak lebih dari seorang bertampang malaikat dan berjiwa iblis yang akan menghina seorang perempuan yang tidak sengaja menabrakmu! Dasar laki-laki yang membuang waktuku yang berharga!" omel Mamori. Setelah menumpahkan emosinya, Mamori langsung melanjutkan jalannya menuju café tempat ia janjian dengan teman baiknya itu meninggalkan Ichi yang lumayan shock karena ada orang yang berani mengomelinya, padahal siapapun tidak ada yang berani mengomelinya termasuk manajer dan produsernya. Setelah Mamori benar-benar hilang dari pandangan Ichi, ia tersadar bahwa sapu tangan yang tadi dipakai Mamori untuk membersihkan sepatunya tertinggal, kemudian ia mengambil sapu tangan itu dan menyeringai senang karena sepertinya akan mendapat mainan baru untuk hidupnya yang membosankan itu.

"Kekeke, Anezaki Mamori, kita lihat siapa kau sebenarnya." Kata Ichi sambil berjalan meninggalkan tempat itu.

.

My Lovely Anti-fan

.

"Suzuna-chan, maaf ya aku terlambat." Kata Mamori sambil duduk di kursi tempat Suzuna duduk. Gadis dengan rambut raven berwarna hitam kebiruan itu hanya tersenyum melihat Mamori teman baiknya yang sudah seperti kakaknya sendiri karena Mamori lebih tua satu tahun dari Suzuna .

"Tidak apa-apa kok Mamo-nee, tapi tumben Mamo-nee terlambat, memang ada apa sampai terlambat?" Tanya Suzuna sambil meminum capucino yang sudah dipesannya.

Wajah Mamori yang tadi terlihat tersenyum langsung berubah mendengar pertanyaan Suzuna karena ia jadi teringat dengan Ichi artis yang sudah mengomelinya itu. "Aku sempat berdebat dengan Ichi, artis terkenal itu karena ia sempat mengataiku perempuan sialan karena aku tidak sengaja menabraknya sehingga kopi yang dipegangnya tumpah dan mengotori baju dan sepatunya. Padahal aku sudah meminta maaf dan membersihkan sepatunya sebisaku." Jawab Mamori kesal. Mamori memanggil waiter café itu lalu memesan chocolate milkshake untuk menenangkan hatinya.

"Yang benar Mamo-nee? Bukannya Ichi itu artis yang terkenal dengan keramahan dan kebaikan hatinya?" Tanya Suzuna sangsi. Mamori yang mendengar pertanyaan 'adiknya' itu hanya diam saja, ia menjadi malas menjelaskan tentang semua yang terjadi tadi. Saat menunggu pesanan Mamori datang, mereka mendengar beberapa siswi SMA yang sedang sibuk mengomentari Ichi yang menjadi sampul dari majalah yang mereka pegang.

"Lihat-lihat, Ichi keren sekali ya. Rambutnya yang spike pirang, dan matanya yang emerald itu menambah kesan keren pada dia ya." Kata salah satu siswi SMA itu.

"Iya, iya, apa lagi aku dengar dia itu baru saja pulang dari Amerika sebelum memulai debutnya. Hah….. aku jadi ingin menjadi pacarnya." Kata teman siswi SMA itu.

"Hei, sepertinya hal itu mungkin terwujud. Lihat, ada sebuah acara program reality show dimana Ichi akan tinggal bersama dengan seseorang yang terpilih pada program reality show ini. Ayo kita daftar, siapa tau kita akan terpilih. Lagipula kita pasti juga akan mendapatkan bayaran dari program ini." Ajak siswi SMA itu. Temannya hanya mengangguk mengiyakan, lalu mereka berdua pergi dari café itu.

Suzuna yang mendengar percakapan sisiwi SMA itu menjadi tertarik dan ia mempunyai ide untuk mendaftarkan Mamori pada acara itu, karena ia teringat dengan Mamori yang sedang kesulitan membiayai hidupnya karena kedua orang tuanya sudah meninggal. "Ne, Mamo-nee, Mamo-nee masih kesulitan mendapatkan uang untuk menghidupi diri Mamo-nee?" Tanya Suzuna hati-hati.

"Tidak juga Suzuna-chan, aku sudah mendapatkan pekerjaan menjadi maid disalah satu café, jadi kau tidak perlu khawatir." Jawab Mamori sambil tersenyum lalu memakan cream puff yang dibawakan Suzuna.

"Benar?"

"Iya Suzuna-chan, meskipun gajinya kecil, tapi lumayan untuk menutupi biaya hidupku sehari-hari." Jawab Mamori.

"Oh…" Suzuna hanya menganggukan kepalanya mendengar penjelasan Mamori. Meskipun Mamori sudah berkata seperti itu, ia tetap mau mengikutkan Mamori ke acara reality show itu. "Oh ya Mamo-nee, Mamo-nee sudah mendapatkan kabar dari Kuro?" Tanya Suzuna sambil mengahabiskan capucinonya.

"Tidak ada kabar sama sekali Suzuna. Tapi aku masih berharap dapat bertemu dengan dia. Ya… siapa tau benar dia sudah menjadi orang nomor satu di Jepang." Jawab Mamori sambil tersenyum mengingat cinta pertamanya itu.

"Ya, semoga Mamo-nee bisa bertemu lagi dengan Kuro ya." Kata Suzuna mendoakan kakaknya itu.

"Hehehe, iya Suzuna-chan." Jawab Mamori sambil tersenyum tulus. "Nah, aku pergi dulu ya Suzuna, aku harus bekerja." Kata Mamori sambil berdiri meninggalkan Suzuna setelah sebelumnya menitipkan uang untuk membayar chocolate milkshakenya.

.

My Lovely Anti-fan

.

Keesokan harinya, Mamori menunggu Suzuna di café tempat mereka bertemu kemarin. Ia sempat merasa bingung juga karena Suzuna mengajak mereka bertemu jam 10 ini. Untungnya Mamori sedang tidak ada kelas sehingga ia bisa menemui Suzuna. Tepat jam 10, Suzuna datang dan langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Mamori.

"Maaf ya Mamo-nee membuat Mamo-nee menunggu." Ucap Suzuna meminta maaf. Mamori hanya tersenyum saja mendengar permintaan maaf Suzuna.

"Nah, ada apa Suzuna sampai menyuruhku datang?" Tanya Mamori penasaran.

"Tidak kok, hanya ingin minta tanda tangan Mamo-nee." Jawab Suzuna agak menutupi kenyataan.

"Hah? Untuk apa?" Tanya Mmaori bingung.

"Hanya untuk koleksi. Ya, ya Mamo-nee, tanda tangani kertas ini ya." Mohon Suzuna sambil menyerahkan sebuah kertas yang bagian atasnya sudah dilipat sehingga hanya menyisakan sepertiga bagian dari kertas itu. Mamori yang tidak curiga langsung menandatangani kertas itu. Suzuna tersenyum senang karena Mamori mau menandatangani kertas itu. Lalu ia memasukannya kedalam tasnya.

"Wah, sebentar lagi aku ada kelas. Aku duluan ya Mamo-nee maaf ya merepotkanmu." Kata Suzuna sambil berdiri bersiap meninggalkan café itu.

"Iya Suzuna-chan, tidak merepotkan kok." Jawab Mamori dengan senyum malaikatnya. Setelah itu Suzuna langsung menuju universitasnya, Universitas Enma, setelah sebelumnya menuju bis surat dan memasukan sebuah surat yang tanpa ia ketahui bisa merubah kehidupan 'kakaknya' itu.

.

TBC

.

Huwaaa, akhirnya kelar juga chapter 1 ini. Penuh perjuangan buat ngetik chapter ini karena kompiku cuman tahan 1 jam penuh buat nyala. Jadi setiap satu jam aku matiin baru aku hidupin lagi setelah 3-4jam. Yah, ngga mau banyak omong deh. Gimana pendapat kalian dengan fic ini? Suka? Atau ngga bilang ya. Kalo fic ini ngga dapet respon yang bagus mau aku delete aja, daripada nambah beban *terus kenapa lu malah ngetik nih fic?*. yah, sebenarnya sih Ru bikin fic ini cuman buat numpahin ide yang ada di otak pas ngebaca novel So, I Married the Anti-fan. Ru sengaja ngga mau bikin yang belibet banget. Mau bikin yang santai aja. Ehehehehe. Jadi, gimana pendapat para readers sekalian? Sampaikan semua pendapat kalian di review oke. See ya at chapter 2, kalo dapet respon yang baik. Ehehehehe.

Sign,

.

.

arumru-tyasoang