.

Hug

Summary: "Kalau kau menangis, aku akan memelukmu sampai kau tenang, kalau perlu sampai tertidur!" SHINee EXO—SHINeEXO fanfiction. Minho—Kyungsoo!

Warn: Karakter milik YME, fanfiksi ini murni dari imajinasi saya. Bila ada kesamaan imajinasi mungkin karena takdir dari YME. Typo dkk manusawi. Jadi maaf bila typo dkk hadir di sini.

.

.

sunflawless

.

"Jangan menangis, jangan menangis."

Ia berjongkok di hadapan bocah yang memiliki ukuran mata besar seperti dirinya untuk menyamakan posisinya dengan temannya yang sedang menangis. Bocah tinggi itu menepuk-nepuk kepala teman sekelas yang lebih pendek daripadanya, senyum cerah terpatri jelas di wajah tampannya.

"Hiks." —dan bocah pendek yang diketahui bernama Kyungsoo itu tetap menangis di pojok kelas.

Laki-laki berumur 9 tahun itu menggembungkan pipinya karena temannya itu tak kunjung berhenti menangis. Padahal hanya dikerjai sedikit oleh teman sekelasnya—dalam rangka untuk memberikan kejutan di hari ulangtahun Kyungsoo—dengan menyembunyikan tas yang berisi banyak buku di perpustakaan yang berada di sebelah kelasnya.

"Hei, hei, tidak baik menangis terus~" Bocah itu kembali mengelus rambut halus Kyungsoo.

Laki-laki dengan tinggi yang tidak umum untuk anak seusianya—Choi Minho—itu mendesah pelan karena Kyungsoo tetap tidak mau berhenti menangis. Ada sedikit rasa bersalah di dalam hati Minho, karena ia termasuk orang yang mengusulkan ide dan yang paling bersemangat. Dan tentu saja, Minho turut berpartisipasi dalam acara membuat kejutan untuk Kyungsoo yang merupakan teman sekaligus tetangganya.

"T-tapi aku takut kalau Siwon seonsaegnim mengomeliku seperti tadi karena—hiks!—aku lupa membawa pekerjaan rumahku…." Kyungsoo kembali menangis, lebih kencang kali ini.

Dan tangis Kyungsoo yang mengeras membuat Minho semakin bingung harus melakukan apa. Minho bukan tipe orang yang bisa mengubah mood siapapun dengan cepatnya seperti Park Chanyeol, teman satu timnya saat bermain bola di lapangan perumahan. Minho adalah tipe yang sulit bisa mengerti perasaan seseorang secepat kilat. Bahkan Minho tahu kalau Kyungsoo menangis saat temannya menepuk pundaknya dan menunjuk Kyungsoo yang sudah menangis di pojok kelas.

Minho menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal. Ia melihat ke kanan dan kiri, mencari sesuatu yang kira-kira bisa mengalihkan perhatian Kyungsoo dari ketakutan yang bahkan sudah menjadi makan sehari-hari Minho dan teman seperjuangannya—sang kakak tercinta Kyuhyun dan Changmin.

"Kyung, sudah sore, lho. Pulang yuk!" Minho tersenyum1 juta watt sambil mengulur tangannya, berharap Kyungsoo akan meraih tangannya dan mengangguk; lalu tersenyum cerah seperti biasanya. "Ayo!"

Dengan mata sembabnya, Kyungsoo menengok uluran tangan Minho. Kemudian beralih menatap mata Minho yang besar, seperti matanya. "…t-tapi bagaimana kalau Siwon seonsaengnim memberitahu eomma kalau aku tidak membawa PR? Bagaimana kalau eomma akan mengomeliku? Bagaimana kalau—"

"Kyungsoo sudahla"

"Bagaimana kalau eomma akan menghukumku? Bagaimana kalau—kalau eomma memberitahu appa dan appa marah juga padaku? Aku, aku…"

…Dan Kyungsoo menangis lagi, lebih kencang.

Sementara Si Bungsu Choi menundukkan kepalanya, mengacak-acak rambutnya—frustasi.

Pikir.

Pikir.

Pikir.

Pikir

Grep!

Minho menggenggam tangan Kyungsoo, meremasnya agak kuat sehingga Kyungsoo berhenti menangis dan menatap Minho dengan mata sembabnya. "Dengan Kyung, aku bukan tipe orang yang—" Minho menggaruk telinganya, mencari kalimat yang kira-kira pas untuk ia perdengarkan kepada Kyungsoo. "—Aku bukan seorang happy virus seperti Chanyeol dan Jonghyun dengan perkataan dan tingkah idiotnya atau apalah itu namanyakarena jujur aku agakgengsi kalau melakukan hal-hal idiot yang dilakukan Chanyeol dan Jonghyun untuk menghibur seseorang(tapi jujur aku sangatsangatsangat ingin mencoba menjadi agak idiot seperti mereka, kehidupan mereka sebagai manusia dengan tingkah idiot itu menarik bagiku.). Aku hanya bisa melakukan sesuatu yang wajar dan romantisehem, enggan kuakui tapi aku memang ahli dalam bersikap romantis kepada siapapun. Tapi yang jelas…." Minho menunduk, mengatur napasnya karena terlalu lama bicara dan menggaruk telinganyalagi.

Hening.

Hening.

Hening

"Yang jelas…?" Kyungsoo memiringkan kepalanya, rupaya ia penasaran dengan kalimat yang selanjutnya keluar dari mulut Minho.

"Yang jelas…." Bocah jangkung itu menggantungkan perkataannya lagi. Membuat Kyungsoo jadi tambah penasaran karenanya. Sangat amat penasaran. "Y-yang jelas—"

Grep!

Minho memeluk Kyungsoo.

Erat. Sangat.

Dan bisa kaugambarkan sendiri ekspresi Kyungsoo saat itu.

Kaget? Yap.

Bingung? Tentu.

"—Kalau kau menangis, aku akan memelukmu sampai kau tenang, kalau perlu sampai tertidur!" Minho tersenyum lebar, memeluk Kyungsoo lebih erat, memberikan suatu perasaan yang Kyungsoo sendiri sulit untuk menjelaskannya.

'Hangat….'

Bocah bermarga Do itu menutup matanya, membiarkan dirinya sedikit rileks untuk beberapa saat. 'Rasanya … hangat ini … bukan hangat di tubuh saja. Kehangatan ini ada di dalam….' Kyungsoo menyamankan posisinya, agar bisa lebih rileks lagi dan mencoba untuk menerka, di bagian tubuh mana rasa hangat yang Kyungsoo rasakan saat ini?

'Hatiku … hangat….'

Ah, Si Manis Kyungsoo sudah menemukannya.

"Jadi." Minho melepas pelukannya dari Kyungsoo. Ia tersenyum, begitu cerah. Mengalahkan cerahnya sinar mentari di siang hari. "Ayo pulang!" Ia mengulurkan kedua tangannya untuk yang kedua kali.

Dan kali ini Kyungsoo menerimanya.

Kyungsoo menggenggam tangan Minho yang lebih besar darinya dengan erat, sangat erat. Lalu berusaha bangkit—namun rasanya sangat sulit. Kakinya terasa lemas—kram tepatnya—karena ditekuk terus selama kurang lebih 1 jam lamanya.

Tapi, ada Minho di sana. Dengan mudahnya, ia buat Kyungsoo berdiri tegak seperti biasa. Senyum cerah itu masih belum hilang dari wajah tampannya, bahkan mungkin semakin cerah bagi Do Kyungsoo.

Kyungsoo mengangguk pelan, sementara Minho tersenyum puas. Bocah jangkung dan bocah pendek itu berjalan beriringan, sesekali Minho menuturkan beberapa humor yang terkesan garing. Terlalu garing. (Salahkan selera humor Minho yang terlalu 'pasaran' dan juga suasana canggung yang terjadi di antara Kyungsoo dan Minho di sepanjang perjalanan mereka menuju rumah).

.

sunflawless

.

"Nah, sudah sampai."

Minho memamerkan cengirnya, memperlihatkan deretan gigi putih bersihnya.

Kyungsoo mengangguk, ia menyeka air matanya yang masih tersisa di ekor matanya. Merapikan lagi penampilannya agar terlihat lebih baik saat ia bertatap muka dengan kedua orangtuanya. Senyum tipis terlukis di wajah manisnya. "Ah, ne. Terima kasih, ya," ucap Kyungsoo, perlahan senyum tipis itu berubah menjadi senyum yang manis semanis gula. (Ah, tidak. Bahkan lebih manis dari gula.).

Minho tersenyum puas untuk yang kesekian kali karena Kyungsoo sudah tersenyum, walau matanya masih tampak bengkak karena menangis terlalu lama. "Jangan menangis lagi, ya!" serunya mantap, ia mengelus manja helai rambut Kyungsoo. "Dan juga aku—mewakili teman-temanku yang lain—minta maaf, ya. Hehe…." Minho mengulurkan tangannya, kali ini untuk meminta maaf kepada Kyungsoo.

Kyungsoo mengangguk, menjabat tangan Minho. "Sudah kumaafkan kok," ujarnya, tetap tersenyum manis.

Minho tersenyum mantap untuk yang kesekian kalinya. "Kalau begitu aku pulang dulu, ya!" Ia menundukkan kepalanya, lalu berbalik dan mulai berjalan menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari rumah Kyungsoo.

Grep!

"…eh?"

Bocah Choi membelalakkan matanya, merasakan sepasang tangan mungil memeluknya dari belakang. Sangat erat, dan Minho tidak tega untuk melepasnya secara paksa. Karena ia tahu, yang memeluknya pasti bukan manusia-menakutkan-yang-mengenakan-pakaian-serba-h itam yang biasa ia baca di komik Detective Conan.

"Kyungsoo?" Minho memutar kepalanya 90 derajat, berusaha melihat wajah Kyungsoo lebih jelas.

Namun, bocah manis itu terlalu pendek bagi seorang bocah jangkung dan ia membenamkan wajahnya di punggung Minho. Dengan kemampuan memutar kepala yang tidak sehebat burung hantu, jelas-jelas Minho kesulitan untuk melakukan kontak mata dengan Kyungsoo. Dan anehnya, Kyungsoo tetap tidak mau melepasnya walau Minho sudah melakukan beberapa upaya agar Kyungsoo melepas pelukannya—seperti memanggil nama Kyungsoo dan menggerakkan sedikit tubuhnya.

"Minho." Kyungsoo berbicara, terdengar serius.

"Y-ya?"

"…janjimu tadi…."

…Oh, jika saja Minho bisa melihat dengan jelas wajah Kyungsoo saat ini, mungkin Minho akan segera mencubit dan memeluk Kyungsoo karena—Ya Tuhan, wajah Kyungsoo yang memerah seperti seorang gadis yang baru saja jatuh cinta itu terlalu manis!

Minho terdiam sebentar, mengingat janji apa yang tadi ia berikan kepada Kyungsoo. "…ah, iya. Aku ingat, kok. Tenang saja!" Minho tersenyum ceria, menepuk-nepuk kepala Kyungsoo dengan susah payah. "Nah, sekarang lepas, ya. Aku mau pulang~" Perlahan, Minho melepaskan kedua tangan Kyungsoo dengan hati-hati dari perutnya, lalu berbalik dan melihat Kyungsoo sebentar.

Dan Minho kembali dikejutkan dengan wajah memerah Kyungsoo.

"K-Kyungsoo…." Mata Minho yang besar semakin besar, ia benar-benar terkejut dengan wajah Kyungsoo yang tiba-tiba saja seperti itu. "Wajahmu kenapa—"

"J-jangan tanya!" Kyungsoo berbalik, berjalan memasuki rumahnya. Mengabaikan Minho yang sekarang masih berusaha mengerti alasan kenapa wajah Kyungsoo memerah seperti itu.

Jalan.

Jalan.

Jalan

Grep

Minho menggenggam tangan Kyungsoo.

Dan

Chu~

Minho mencium pipi kiri Kyungsoo.

Diam.

Diam.

Diam

"YAH! MINHO APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Dan Minho berlari menjauh sambil tertawa lepas, membiarkan Kyungsoo dengan wajahya yang semakin memerah akibat insiden 'kecil' yang diakibatkan oleh Si Bungsu dari Kyuline.


E N D


Author's Note:

Annyeonghaseyo! Sunflawless kembali dari hiatus~! Apa kabar semuanya?!

Anyway gimana nih fanfiksinya? Apa ada yang merasa aneh karena pairing-nya Minho-Kyungsoo? Haha~! Awalnya aku juga agak ngerasa aneh sih nulis fanfiksi MinSoo begini. Kurang dapet feel di awal huhu. Tapi pas buka folder SHINeEXO terus ketemu foto Minho-Kyungsoo, feel-nya tiba-tiba dapet aja 8')

Akhir kata, berminat meninggalkan jejak? x)

Unyu regards, sunflawless.