Sonico bukan punya saya.
Lirik lagunya juga bukan punya saya.
Seorang gadis muda berambut pink panjang tergerai berjalan-jalan santai dipinggir jalan kota besar.
Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama alunan nada yang keluar dari headphone putih yang terpasang dikepalanya.
'Itsudemo sagashite iru yo.'
Suara lembut nan merdu mengalir pelan dari bibir gadis tersebut. Mengikuti reff lagu yang sedang didengarnya.
"Fyuuh~"
Gadis itu menghela nafas panjang lalu dikeluarkannya, membuat hawa hangat keluar dari hidungnya terlihat seperti awan putih.
Gadis itu berhenti, lalu menatap langit malam musim dingin yang dingin itu dengan tatapan sendu, seakan menanti kekasih hati yang tak kunjung datang kembali.
'Kiseki ga moshimo okoru nara, ima sugu kimi ni misetai.'
Gadis itu melangkah kembali, kepalanya tetap mendongak keatas, tidak peduli dengan orang yang berada disekitarnya.
"Jika saja kau berada di sini."
Harum kopi tiba-tiba menghantam indra penciuman gadis tersebut, membuat sang gadis menoleh mencari sumbernya.
"Harum kopi ini… Kopi yang disukainya."
Tidak jauh dari situ, gadis itu melihat kedai kopi yang berada dipinggir jalan, gadis itu berjalan menuju kedai kopi itu dan memesan kopi yang diinginkannya.
'Fuzakeatta jikan yo.'
Setelah kopi pesanannya datang, gadis itu duduk di bangku taman yang berada di depan kedai tersebut, tangannya memegang erat kopi yang baru saja dipesannya.
"Fyuuh~"
Pelan-pelan, gadis itu mulai menyeruput nikmat kopi tersebut setelah meniupinya.
"Ah, pahit."
Gadis itu tertawa kecil, menyadari kebodohannya sendiri.
"Kau pasti akan memarahiku jika aku minum ini. Hehehe."
Mata gadis itu kembali menatap keatas, menatap langit kosong tanpa bintang cemerlang. Kosong, tanpa ada sesuatu yang meneranginya, seperti hati gadis itu saat ini.
"Tapi rasa pahit ini, tidak sepahit apa yang aku rasakan sekarang. Tentang hubungan kita, tentang semuanya."
Gadis itu memulai menghela nafas, seakan beban berat akan ia lepaskan.
"Aku tahu kau menyukaiku bukan karena tubuhku, dan aku juga suka padamu karena itu, tapi… Tapi…"
Air mata mulai menetes dari gadis itu, tubuhnya bersandar pada sandaran di kursi panjang yang ia duduki.
"Ah sudahlah, aku juga yakin kau disana sedang mencari jalan bagaimana caranya agar kita bersatu."
Satu tegukan kopi pahit tidak lebih pahit daripada pahitnya kenyataan.
"Dan aku juga akan berusaha keras untuk menunggumu menemukan jalan itu. Jalan agar kita berdua bisa bersama. Sehidup semati."
Gadis itu mendekatkan kopi hangat ke dadanya, kedua tangannya memegang cangkir tersebut membuatnya terlihat seakan sedang berdoa.
"Aku yakin kita akan bersama Randz, kita akan bersatu. Walaupun tembok dimensi memisahkan kita berdua."
SAYA KEMBALI DENGAN FIC DELUSI SAYA! MWAHAHAHAHAHAHA!
Well, anggap aja ini pemanasan. :v
