Terima kasih sudah me-review KNG 7 chapter 5 dan menemaniku selama ini... Thanks: qeqey, shine, megu takuma, Guest, Dandeliona96, Big fan, YaotomeShinju, Driccha, Rise Star, Bluish3107, Rose Jean, Devia Purwanti, Watchfang, Kira, Rin, Ochan Malfoy, lumostotalus, Yuina Noe-chan, yanchan, zean's malfoy, JinaAyala, attachan, SeiraAiren ;D
Selamat membaca KNG 8 chapter 1
Disclamer: J. K. Rowling
Spoiler: KNG 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
KISAH NEXT GENERATION 8: KETAKUTANMU ADALAH MASALAHKU
Chapter 1
PERHATIAN!
Catatan Harian ini adalah milik:
Nama: James Sirius Potter
Tempat Tanggal Lahir: London, 14 April 2005
Jenis Kelamin: Laki-laki
Status Darah: Darah-Campuran
Warna rambut: Hitam
Warna mata: cokelat
Warna kulit: Terang
Tinggi: 178 cm
Berat: 60 kg
Alamat: Godric's Hollow 145, West Country
Tongkat sihir: Hollywood, 27 cm, bulu ekor phoenix.
Anggota Keluarga: Harry dan Ginny (Orangtua), Albus dan Lily (adik)
Catatan: Punya banyak paman, bibi dan sepupu
Tanggal: Kamis, 1 Desember 2022
Lokasi: Kamar anak laki-laki kelas tujuh, Gryffindor
Waktu: 11 pm
Pembaca Catatan Harian ini, baik yang serius membacanya ataupun tidak. Memangnya apa peduliku, ya? Karena membaca catatan ini adalah pilihan, dan aku tidak memaksa siapa pun untuk membaca. Kau mungkin menyukainya atau tidak menyukainya. Sekali lagi, itu merupakan pilihanmu. Cacatan ini adalah roman—kisah cinta yang menurutku sama sekali tidak bermutu.
Aku tidak tahu apa yang harus kutulis untuk memulai sebuah catatan harian. Aku tidak bisa memikirkan kata-kata yang cukup bagus. Karena jujur saja, tulis-menulis bukan bidangku. Ejaanku kadang salah, dan aku tidak bisa mencari sinonim sebuah kata biasa menjadi kata luar biasa, yang indah dan bermakna tinggi. Lagipula, menulis catatan seperti ini tidak dilakukan oleh para cowok. Ceweklah yang punya banyak sisi romantis, dan mereka melakukan hal-hal seperti menulis buku harian. Tetapi aku tahu, aku harus menulisnya. Semua next generation melakukannya, mengapa aku harus berbeda?
Tidak ada gunanya mengintip catatan harian orang lain untuk melihat contoh. Semuanya terlalu malu untuk membiarkan orang lain membaca catatan harian mereka, karena di sana—di setiap lembar catatan harian itu—bisa saja tertulis rahasia kelam atau juga kebohongan. Karena itu, mereka menyimpan catatan harian itu untuk diri mereka sendiri, kecuali Fred dan Louis. Yang bisa kukatakan dengan yakin, mereka tidak berusaha untuk menyembunyikan catatan harian itu. Meskipun beberapa minggu terakhir ini mereka telah berhenti menulis, aku bisa melihat bahwa mereka menyimpan catatan itu di bawah bantal dengan maksud akan menulisnya lagi kalau ada sesuatu yang harus ditulis. Walaupun demikian, aku tidak berusaha untuk mengintip catatan itu, karena aku merasa bahwa aku tahu apa yang tertulis di dalam sana. Aku mengenal mereka dengan sangat baik, dan tidak diperlukan catatan harian untuk membuatku mengerti. Dan mereka mungkin tidak akan berbicara denganku untuk selamanya, kalau aku hanya sekedar menyentuh catatan harian itu.
Baiklah, aku akan memulai catatan ini dengan mengatakan:
DUNIA INI ADALAH DUNIA JAHANAM!
TERLAHIR DI DUNIA INI ADALAH KESIALAN!
O o, jangan shock! Aku mungkin akan banyak mengumpat di dalam sini, jadi persiapkan dirimu untuk melihat siapa sebenar James Sirius Potter!
Kukira kejujuran adalah landasan yang bagus untuk memulai sebuah catatan harian. Jujur pada diriku sendiri, dan melihat seberapa jauh aku bisa menentukan siapa sebenarnya aku. Karena selama ini aku hidup dalam dua dunia; dunia di mana aku harus menjadi seorang klan Potter/Weasley yang baik dan duniaku sendiri sebagai aku yang sebenarnya.
Hidup sebagai James Potter di permukaan adalah kehidupan yang sempurna, selayaknya seorang Potter sejati; seorang pemuda yang baik, menyayangi keluarga (sejujurnya aku memang menyayangi mereka), patuh pada orangtua, melakukan apa pun yang diperintahkan orang dewasa, berbicara ramah, sedikit mengumpat tapi tetap patuh, sedikit melanggar peraturan tapi tetap tidak melewati batas yang sudah ditentukan. Itulah aku dipermukaan. Tetapi hidup sebagai diriku yang sebenar adalah soal lain...
Tidak ada yang tahu bagaimana aku sebenarnya, kecuali Fred. Dan kurasa dia terlalu sopan untuk tidak menulis bagaimana aku dalam catatan hariannya. Meskipun belum pernah membaca catatan itu, aku dengan yakin mengatakan bahwa catatan harian Fred adalah kebohongan. Tentunya, catatan itu penuh dengan romantisme—bagaimana seorang pemuda baik hati mencintai seorang gadis yang selama ini dianggapnya sebagai orang upahan; juga bagaimana pemuda itu akhirnya patah hati karena si cewek telah berangkat ke Amerika meninggalkannya sendiri...
Tulisan sampah!
Apakah Fred sedang berusaha melawak? Tampaknya memang begitu. Karena, sekali lagi kukatakan bahwa itu adalah kebohongan. Kau tidak tahu bagaimana Fred Weasley sebenarnya, bukan? Nah, Fred Weasley, juga James Potter, adalah anak-anak muda yang menjalani kehidupan ganda. Lyra Morris juga mungkin akan terkejut kalau aku mengatakan bahwa Fred dan aku adalah berandal brengsek yang menghabiskan malam-malam kami di menara Astronomi. Apa yang kami lakukan di sana? Yeah, yang pasti bukan bermain Quidditch. Kegiatan kami di sana adalah menghabiskan segalon Whisky Api, lima bungkus rokok, 5000 Galleon untuk taruhan, menggambar seluruh punggung dan lengan, menindik (kami berhasil menyembunyikan hasil tindikan dengan sihir), perkelahian tanpa tongkat sihir, malam-malam liar bersama cewek-cewek murahan dan beberapa ramuan ilegal.
Nah, apakah aku sekali lagi telah membuatmu shock? Apakah sekarang kau masih berpikir bahwa kami adalah pemuda baik-baik? Atau kau sekarang berpikir bahwa kami ternyata brengsek juga. Yeah kurasa itu lebih baik...
Kukatakan bahwa ini tidak terlalu mengejutkan. Bukankah pernah ada yang mengatakan bahwa penampilan luar seseorang biasanya menipu. Begitulah Fred dan aku, penampilan luar kami berbeda dengan apa yang kami lakukan di belakang. Namun, beberapa hal dalam catatan harian Fred pastilah jujur. Maksudku tentang bagaimana akhirnya dia bisa jatuh cinta pada Lyra Morris. Cinta adalah sesuatu yang paling jujur dalam catatan harian itu. Dia benar-benar mencintai Lyra dan kita tidak boleh mempertanyaan hal itu. Karena kalau seorang berandal jatuh cinta, dia akan benar-benar mencintainya sampai akhir—sampai maut memisahkan. Itu berbeda dengan cinta pemuda-pemuda munafik, sok baik, yang hanya mengatakan cinta di bibir, tapi di selingkuh di belakangnya.
Berbeda dari catatan harian Fred yang penuh kebohongan, catatan harian Louis mungkin telah menyatakan sedikit siapa sebenarnya aku. Meskipun aku belum pernah membacanya, aku tahu Louis pasti menulis tentang malam Halloween itu. Apakah kau bisa menangkap sedikit bagaimana brengseknya aku malam itu?
Ada cewek yang menyerahkan dirinya padaku.
"Phantom, apakah kau pernah berpikir bahwa kadang-kadang kita perlu hiburan?" tanya gadis itu saat kami keluar ke arah samping bangunan Shrieking Shack.
"Kadang-kadang hal seperti itu memang perlu," jawabku, berusaha tampak bijaksana.
"Apakah berciuman termasuk hiburan?" dia bertanya lagi, saat kami berhenti di halaman samping dan memandang bulan purnama yang bersinar cemerlang di langit.
Aku tertawa dalam hati. Kelihatan sekali gadis ini sedang mengharapkan sebuah ciuman. Oke, siapa takut! Berciuman bukan apa-apa bagiku. Aku sudah sering sekali berciuman, sehingga mencium satu cewek tidak ada ruginya bagiku. Malah kalau dipikir-pikir lagi, akulah yang untung, tidak setiap hari seorang gadis menyerahkan dirinya padamu.
"Kau ingin aku menciummu?" tanyaku, memajukan tubuhku ke arahnya, dan memandang dengan ingin tahu pada mata biru yang berkilat di bawah sinar bulan.
"Sebenarnya, ya... Aku belum pernah berciuman—"
Dan aku menciumnya.
Ciuman yang semula lembut dan romantis, berubah menjadi ciuman keras yang menuntut. Ciuman gadis ini membuat seluruh tubuhku panas, jantung berdebar kencang dan nafas memburu. Siapa yang bisa menduga gadis ini bisa membangkitkan sisi liar dalam diriku.
Gadis ini, seperti yang kupikirkan sejak awal, adalah Slytherin sejati. Penuh kebohongan. Dia mengatakan belum pernah berciuman, padahal kelihatan jelas sekali, dari caranya menciumku, bahwa dia adalah pro. Dan dengan sangat bersemangat, aku ingin mengambil kesempatan ini. Tidak ada salahnya melewatkan malam Halloween dengan gadis ini dalam pelukan.
Nah, itulah yang terjadi; ada cewek tak dikenal yang ingin berbagi malam denganku. Namun, Louis Weasley dengan sangat tidak berperasaan telah menggagalkan niat muliaku untuk membantu cewek itu terlepas dari masa-masa suram kehidupan. Sebenarnya ada benarnya juga dia mengingatkanku. Karena waktu itu, gadis itu dan aku sama sekali tidak memikirkan ramuan anti-hamil dan mantra kontrasepsi. Jujur saja, aku tidak ingin menjadi ayah seseorang diusia sembilan belas tahun. Lagipula, aku tidak mengenal gadis ini. Bagaimana kalau dia cewek Slytherin yang mirip jerangkong itu? No way!
Anehnya, setelah tahu siapa aku, gadis itu berubah dari gadis penggoda menjadi gadis polos, yang tak mengenal hal-hal duniawi, seperti kesan yang ditampilkan saat pertama kali aku melihatnya. Dia begitu ketakutan sampai aku berpikir, apakah dia tahu bahwa James Potter adalah berandal brengsek, yang tidur dengan cewek-cewek di malam hari dan melupakan mereka di siang hari?
Oke, kita lupakan gadis itu. Tidak ada gunanya membahas tentang gadis yang begitu ketakutan mendengar nama James Potter. Kita kembali pada Louis, yang jelas sekali mengenalku dengan sangat baik, sehingga tahu dengan pasti bahwa gadis itu adalah mangsaku, bukan sebaliknya. Tentang Louis, aku tidak bisa mengatakan bahwa dia tidak tahu apa yang Fred dan aku lakukan setiap malam di menara Astronomi sejak berumur empat belas tahun. Kurasa dia tahu, tapi dia mendiamkannya. Dia terlalu sopan dan terlalu berkelakukan baik untuk terlibat bersama kami. Benar apa yang dikatakan Owen Chauldwell, Louis itu manja dan suka merajuk. Dan cowok-cowok seperti itu biasanya tidak terlibat dalam perkelahian antar-geng. Louis juga terlalu sibuk menghabiskan waktu bersama beberapa teman wanitanya untuk bisa bergabung bersama kami.
Kau pasti bertanya-tanya mengapa Fred dan aku menjalani kehidupan ganda seperti itu, sementara kami punya segalanya. Yah, kami punya segalanya; uang, ketenaran, kasih-sayang dan segalanya... Yeah, kami juga bertanya-tanya mengapa dan mengapa?
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Fred, tapi aku akan menjelaskan apa yang kupikirkan.
Aku merasa getir.
Kau pasti tidak akan menyangka seorang James Potter akan merasa getir dengan kehidupannya. Kau pasti mengira, aku hidup bahagia bersama Harry Potter yang terkenal; Ginny Potter yang cantik dan juga terkenal; Al Potter yang malahan lebih terkenal lagi karena kemiripannya dengan Dad dan juga nama-nama terkenal yang dipakainya; dan Lily Potter yang sudah diramalkan akan menjadi seorang bidadari oleh Luna Scamander sejak masih dalam kandungan. Dan kenyataanya memang seperti itu. Dia adalah salah satu cewek cantik Slytherin yang cukup terkenal di Hogwarts. Dan satu pertanyaan yang timbul dalam diriku adalah mengapa Lily yang harus ke Slytherin, mengapa bukan aku?
Kembali pada perasaan getir tadi, aku memang merasa seperti itu dengan kehidupan yang kujalani ini. Itu karena aku merasa bukan siapa-siapa. Aku tidak bisa menjadi Potter dan tidak bisa menjadi Weasley. Aku bukan Potter dan juga bukan Weasley. Semuanya sudah diambil oleh Al dan Lily. Al adalah Dad, seluruh penampilannya adalah Potter, tapi tentu saja ada Weasley dalam dirinya. Kurasa temperamennya yang kadang suka marah tanpa sebab, dan kecenderungannya untuk bergonta-ganti cewek adalah Weasley. Menurut cerita Uncle Ron, Mom waktu muda memang suka gonta-ganti cowok. Sementara Lily adalah Mom dalam versi mini. Seluruh penampilan fisiknya adalah Mom, tapi dalam dirinya ada Potter. Lily adalah Potter sejati. Wajar saja dia ditempatkan di Slytherin. Menurut cerita Dad, dia pernah hampir ditempatkan di Slytherin saat dia masih di Hogwarts. Nah, bakat Slytherin Dad ini tentu saja diwarisi oleh Lily. Sekali lagi aku bertanya-tanya mengapa bukan aku yang di Slytherin?
Oke, tadi aku sudah menjelaskan dengan panjang lebar bahwa aku bukan siapa-siapa. Tidak ada Potter, maupun Weasley dalam diriku. Karena itulah aku berusaha sebaik mungkin menjalani kehidupan gandaku. Aku telah berusaha sebaik mungkin dengan menjadi seperti Potter dan menjadi seperti Weasley. Tidak ada yang tahu bagaimana giatnya aku berusaha sampai saat ini. Namun, akhirnya bosan juga, aku lebih suka menjadi aku yang sebenarnya. Tinggal di menara Astronomi, menyulut rokok dan merenungi beberapa hal aneh yang seharusnya sudah kuceritakan sejak awal.
Tetapi yang mengherankanku adalah Fred. Mengapa dia menemaniku? Apakah sebenarnya Uncle George dulu adalah berandal cilik? Apakah para Weasley memang suka duduk-duduk di menara Astronomi menyesap Whisky Api saat belum berusia 17 tahun? Apakah sebenarnya aku memang Weasley, ya? Atau aku adalah bayi terlantar yang diambil oleh Mom dan Dad di jalanan Diagon Alley, lalu diklaim sebagai James Potter?
Oke, kita lupakan kegetiran hidupku! Kita masuk pada alasan sebenarnya catatan harian ini ditulis, yaitu Roman.
Murahan dan klise, bukan? Tetapi jujur saja roman memang ada dalam kehidupanku. Yang kumaksudkan dengan roman adalah CINTA. Kuharap kau tidak akan menganggapku mengada-ada, kalau aku mengatakan bahwa aku memang sudah naksir gadis ini sejak pertama kali melihatnya. Waktu itu aku sebelas tahun, dan dia juga sebelas tahun. Sebagai anak laki-laki sebelas tahun yang membawa nama Potter, tentu saja hal itu membuatku bangga dan bersemangat. Aku menganggap semua orang akan memperhatikanku, dan memang semua orang memperhatikanku. Tetapi gadis itu tidak memperhatikanku.
September, 2016
"James, berusahalah untuk tidak membuat keributan," kata Dad, setelah menutup pintu kereta api. "Aku tidak mau menjadi orangtua pertama yang mendapat surat panggilan di awal tahun ajaran."
"Dad, kau tahu aku suka hidup tenang," kataku, tersenyum, yang ditafsirkan Mom sebagai senyum jahil sehingga ia memberiku tatapan tajam. Tetapi aku bersyukur tidak menderita lima belas menit dikuliahi tentang bagaimana menjaga diri agar tetap di sebelah garis batas, karena kereta tiba-tiba bergerak.
"Sampai jumpa Natal nanti!"
"Bye, Dad, Mom!"
Setelah masuk ke sebuah kompartemen bersama Fred, Louis dan Roxy, aku melihat gadis itu. Rambut merah gelap bergelombang, dikuncir ekor kuda, dengan sebuah buku di pangkuannya. Dia sedang membaca, dan terlalu sibuk membaca sehingga tidak punya waktu untuk mengangkat muka. Bahkan dia seolah-olah tidak mendengar pintu kompartemen yang dibuka dan ditutup.
"Hai," kataku ramah. Pada dasarnya aku adalah orang yang ramah.
Gadis itu mengangguk singkat dan kembali menunduk membaca sesuatu yang sepertinya adalah Sejarah Sihir. Gadis ini membuatku langsung teringat pada Molly dan Rose; Rose tentunya akan membalas sapaan seseorang dengan ramah. Lalu Molly, yeah, bisa jadi mungkin seperti gadis ini. Tetapi, bukankah aku adalah James Potter, anak Harry Potter yang terkenal itu. Aku tidak mengharapkannya meminta tandatangan, tapi setidaknya memandangku.
Dengan jengkel, aku merebut bukunya. Aku mengharapkan akan adanya perlawanan. Setidaknya meneriaki dan berusaha merebut bukunya kembali. Mengata-ngataiku atau lebih ekstrim lagi meninjuku. Tetapi harapanku sia-sia. Gadis itu hanya diam di sana memandangku seolah aku adalah orang gila yang baru saja naik kereta api dan hendak membuat keributan.
"Kau tidak ingin mengambilnya kembali?" tanyaku, melambaikan buku itu di depan hidungnya. "Ayo... ayo, ambil ini!"
Gadis itu lalu duduk di sana dengan airmata bercucuran.
"Ya, ampun," jerit Roxy, segera mendekatinya dan membelai lengannya. "Kembalikan, James!" dia mendelik padaku.
"Tidak..." kataku, memandang si gadis cengeng dengan heran. Apakah masih ada anak sebelas tahun yang menangis karena bukunya direbut? Pastilah ada, gadis ini adalah contohnya. "Bagaimana kalau aku mencoba mantra Aquamenti dengan buku ini?"
Aku mengeluarkan tongkat sihirku, sambil memandang gadis itu. Dia memandangku sekilas, berdiri, lalu berjalan pergi setengah berlari dengan airmata bercucuran. Aku terkejut, memandang pintu kompartemen yang tertutup. Sementara Roxy memanfaatkan kesempatan bengongku untuk merebut buku itu dari tanganku.
"Aku akan mengembalikan buku ini padanya," katanya, lalu berjalan keluar kompartemen.
"Tidakkah kalian merasa dia mirip Molly?" tanyaku pada Fred dan Louis, yang menonton kejadian itu tanpa minat. Aku sudah sering melakukan hal begitu pada semua orang, kecuali Victoire dan Molly, sehingga itu bukan hal yang mengejutkan.
"Tidak," jawab Fred, sambil mengeluarkan sekotak kartu dari dalam kantong jaketnya. "Molly akan membunuh siapa saja yang berani merebut buku yang ada ditangannya... Ada yang mau main kartu?"
"Tetapi kurasa gadis itu menarik," kataku, setelah Fred membagi-bagikan kartunya.
"Apa maksudmu?" tanya Louis.
"Kurasa James tertarik padanya," kata Fred.
"Ya, aku sangat tertarik padanya... Tipe cengeng seperti itu membuatku sebal. Tidak ada yang cengeng dalam keluarga kita. Dan itu membuatku ingin terus mengganggunya."
Fred dan Louis mengangkat bahu.
Itulah pertemuan pertamaku dengannya. Saat itu aku belum menyadari bahwa aku sebenarnya menyukainya. Aku kan sebelas tahun, dan aku tidak diharapkan menyukai seseorang diusia itu, kan? Jadi apa yang harus dilakukan oleh anak sebelas tahun yang naksir anak sebelas tahun lainnya, selain mengganggunya dan membuatnya menangis.
Aku memang mengganggunya dan terus mengganggunya sepanjang tahun ajaran itu; menarik kuncir rambutnya saat dia lewat di koridor; merobek salah satu perkamen PRnya—sebenarnya ini tidak sengaja kulakukan. Aku hanya ingin merebut, tapi malah robek. Dan jujur saja, aku tidak menyesal; melemparnya dengan Kacang Segala-Rasa saat kami bersama-sama dalam kelas Ramuan; dan masih banyak kejahilan lainnya yang kulakukan. Aku tidak ingat yang lainnya karena itu sudah lama berlalu. Hasil dari semua yang kulakukan itu adalah dia selalu melarikan diri saat melihatku. Tetapi aku malah senang. Mengejarnya sepanjang koridor merupakan olahraga favoritku (kelas satu tidak diijinkan ikut ujicoba Quidditch, jadi aku punya banyak waktu luang mengejarnya di koridor). Jarang sekali aku berhasil menemukannya karena dia pandai sekali bersembunyi. Dengan tubuhnya yang mungil, dia bisa menyusup dengan cepat di antara anak-anak Ravenclaw dan menghilang ke ruang rekreasinya. Dan kalau aku berhasil menemukannya, itu jarang terjadi, aku akan merangkul pundaknya, lalu menyeretnya untuk bergabung bersama Fred, Louis dan Roxy di pinggir danau, atau di halaman Hogwarts. Meskipun dia hanya duduk dengan wajah pucat, tak bicara sepatah katapun, aku tidak peduli. Aku ingin dia ada di sana. Jelas sekali, kan? Saat itu aku memang sudah ingin dia ada di sampingku.
Dan pada suatu hari di akhir tahun ajaran...
Juni, 2017
"Apa yang akan kau lakukan dengan hewan-hewan ini, Hagrid?"
"Demi Merlin, James, jangan sentuh laba-laba itu!" teriak Hagrid, dari tempat duduknya di depan jendela. Dia sedang menisik kaos kaki besar berwarna hijau. "Itu laba-laba merah yang beracun. Racunnya bisa membuatmu menginap sebulan di St Mungo karena kelumpuhan."
"Oh ya?" tanyaku memandang kotak berisi laba-laba itu dengan tertarik.
"Kurasa James sedang mempertimbangkan untuk membuat sosis laba-laba," kata Fred, memberi kedipan pada Louis yang sebelumnya sedang memeriksa lemari pakaian Hagrid dengan tertarik.
"Louis, jangan sentuh apa pun yang ada di lemari itu! James, tinggalkan kotak itu! Dan, Fred, aku akan sangat bersyukur kalau kau berhenti memberikan biskuit itu pada Fang. Dia sudah menghabiskan sepiring penuh sebelum kalian datang... Oh, ya ampun, bisakah kalian meninggalkan aku sendiri! Pergi... pergi!"
Kami meninggalkan Hagrid, yang kembali menisik kaos kakinya sambil mengomel tentang anak-anak muda yang tidak tahu sopan santun.
"Hagrid sudah sangat tua," kata Fred.
"Dia kelihatannya sama saja, seperti foto bersama para Orde Phoenix yang diambil tahun 1998," kataku.
"Yeah, tak ada yang berubah dari Hagrid," desah Louis, lalu mengeluarkan sebuah botol dari saku jubahnya.
"Apa itu?" tanya Fred.
"Minyak rambut. Aku mengambilnya dari dalam lemari," kata Louis.
Kami berpandangan, lalu tertawa terbahak-bahak.
"Lihat," kataku, mengeluarkan kotak berisi laba-laba dari balik jubahku, setelah kami berhenti tertawa.
"Laba-laba merah beracun?" Fred memandangku dengan heran. "Apa yang akan kaulakukan dengan binatang itu?"
"Selina!" jawabku tersenyum licik.
"Selina Fluge?" ulang Louis heran.
"Aku akan memberikan ini padanya sebagai hadiah liburan musim panas."
"Oh ya?" tanya Fred tak yakin.
"Tetapi itu beracun, bagaimana kalau dia mati?" tanya Louis.
"Tidak ada yang akan mati..." kataku yakin. "Ayo!"
Yeah, laba-laba merah merupakan akhir petualanganku dengannya. Cinta Pertamaku diusia sebelas tahun berakhir di sini. Sebenarnya aku tidak tahu dengan pasti apa yang terjadi. Aku hanya memasukkan laba-laba merah beracun itu dalam tasnya, saat dia sedang membaca di perpustakaan sebelum pesta akhir tahun ajaran. Setelah itu, aku tidak mendengar kabar tentangnya sampai awal tahun ajaran baru.
September, 2017
"James," Victoire masuk dan membanting pintu kompartemen .
Dom, Lucy, Fred, Roxy, Louis dan aku yang sedang duduk dalam satu kompartemen memandangnya.
"Victoire?" Dom mengangkat alis.
"Apa yang kaulakukan pada adik perempuan Daniel, James?" tanya Victoire segera.
"Apa?" aku memandangnya bingung, lalu bertukar pandang dengan Fred dan Louis.
"Adik perempuan Daniel, James... Kau harus memberitahuku, karena sekarang anak itu―dia mengalami mimpi buruk."
"Ha? Apa yang kau bicarakan?"
"Adik perempuan Daniel..." kata Victoire pelan dan jelas. "Apakah kau pernah mempermainkannya, menakut-nakutinya atau apa pun, hal-hal yang seperti itu?"
"Entahlah," aku mengangkat bahu. "Banyak orang yang kita permainkan, iya kan?" aku mengedip pada Fred dan Louis.
"James, aku serius," kata Victoire lagi, dan segera mengambil tempat di antara Fred dan aku, lalu memandangku. "Apakah ada anak perempuan bernama Fluge yang pernah kausakiti atau permainkan atau sesuatu yang seperti itu?"
"Fluge?" Aku mengerutkan kening berpura-pura berpikir. Sebenarnya aku tahu apa yang dimaksudkan Victoire karena selama liburanbmusim panas ini aku selalu berpikir tentang apa yang dilakukan Selina pada laba-laba merah itu.
"Cewek Ravenclaw itu, James!" kata Louis, meskipun dia tahu aku sangat mengenal 'Fluge'.
"Oh, cewek berambut merah gelap itu, James," kata Fred. Nah, Fred juga sudah bergabung dalam permainan, 'Siapa yang mengenal Fluge? Ini'. "Kalau tidak salah kau―"
"Menaruh laba-laba di dalam tasnya, ya," kataku, tak ingin berlama-lama larut dalam permainan. Aku ingin tahu apa yang terjadi dengan Selina. "Kenapa dia?"
"Merlin, James, apa yang dia lakukan padamu, sehingga kaumenaruh laba-laba di dalam tasnya?"
"Tidak ada... Itu kan cuma main-main."
"Dan sekarang anak itu mengalami mimpi buruk," kata Victoire.
"Benarkah?" aku memandang Fred dan Louis dengan cemas. Setidaknya dia tidak dikirim ke St Mungo dan menginap di sana selama sebulan karena kelumpuhan.
Victoire menyandarkan punggungnya di bangku, lalu memejamkan mata. Dia tampak sangat tertekan dan sedih.
Fred, Louis dan aku bertukar pandang. Aku mulai merasa bersalah, bukan pada Selina, tapi pada Victoire. Aku tahu Victoire terlalu mementingkan apa yang akan dikatakan orang lain tentang dirinya dan keluarganya. Dan dengan adanya lencana Ketua Murid di dada kirinya, dia mengharapkan kami semua berkelakukan baik.
"Jangan khawatir, Victoire, aku akan minta maaf padanya," kataku beberapa saat kemudian. Berharap itu adalah salah satu contoh bagaimana berkelakukan baik, seperti yang diharapkannya.
Victoire membuka mata, memandangku sambil menggeleng.
"Kurasa tidak perlu... Daniel akan membunuhmu kalau kaumendekati adiknya," katanya.
Dan seperti nasihat yang diberikan Victoire, aku memang tidak berusaha untuk mendekati Selina—yah, nama gadis itu adalah Selina—lagi sejak saat itu. Sebenarnya, aku bukan takut pada Daniel Fluge—aku tidak takut pada siapa pun, tapi aku tidak bisa membuat Mom mengirimku ke Durmstrang.
Daniel Fluge tahu dengan pasti bagaimana cara membuatku menjauhi adiknya...
November 2017
Koridor yang sepi di malam hari setelah makan malam merupakan tempat yang cocok untuk mengonfrontir seseorang. Dan itulah yang dilakukan Daniel Fluge padaku.
"Potter!" gertak Fluge, dia sedang berdiri di atas tangga pualam, dekat koridor lantai lima. Sementara Fred dan aku baru saja hendak naik menuju lantai berikutnya .
"Apa?" balasku, tak takut.
Badan Fluge yang tinggi besar tidak membuatku ketakutan. Aku 12 tahun, dan Harry Potter, kepala kantor Auror adalah ayahku. Siapa takut?
"Kuperintahkan kau untuk segera menjauhi Selina!" Fluge mengeluarkan suara Ketua Murid-nya yang nge-bass dan tajam. Juga dengan pandangan sedingin es yang bisa membuat siapa saja takut.
"Dan apa alasanku untuk menjauhinya? Dia tentu saja akan selalu ada bersamaku di kelas Ramuan dan Herbologi."
Fluge tertawa sinis.
"Ada beberapa alasan..." katanya. "Dan aku pastikan ayah dan ibumu tahu setiap alasan itu..."
"Apa?" aku mundur, dan berusaha untuk memandangnya dengan lebih teliti. Matanya memang berkilat licik.
"Ayah dan ibumu, Potter... Aku akan menulis pada mereka, kalau aku mendengar kaumembuat adikku menangis."
"Dia serius," bisik Fred.
"Tampaknya begitu," aku balas berbisik, kemudian kembali memandang Fluge. "Baiklah, aku akan menjauhi adikmu..."
"Aku pegang kata-katamu, Potter," kata Fluge. "Baiklah, sekarang kembali ke ruang rekreasi kalian, atau aku akan mendetensi kalian karena berkeliaran setelah jam malam."
Aku memberikan seringai jahat padanya, sebelum berjalan pergi bersama Fred.
Begitulah, aku tidak lagi mengganggu Selina, atau bahkan memandangnya. Tidak ada gunanya memaksakan diri untuk berteman dengan seseorang yang tidak ingin berteman denganmu. Aku lebih memusatkan waktu dan pikiranku untuk bersenang-senang bersama Fred dan Louis, juga dengan adanya Al dan Rose, kehidupan jadi penuh warna. Apalagi Rose dan Malfoy merupakan tontonan yang menarik. Menurut pandanganku, Rose naksir Malfoy, karena itulah dia selalu mencari gara-gara dengannya. Tetapi aku tidak akan setuju dengan hal ini. Rose tidak boleh bersama Malfoy, cowok yang menurutku sedikit aneh dengan kecenderungannya untuk menyeringai, menampilkan senyum miring. Juga suaranya yang dilambat-lambatkan seperti sedang melantunkan nyanyian sumbang. Namun, aku tidak perlu khawatir karena Rose sendiri telah mati-matian menyangkal bahwa dia naksir Malfoy. Jadi, untuk sementara hal ini dirahasiakan dulu dari Uncle Ron.
Sementara itu, Al mulai menunjukkan kecenderungan sebagai playboy sejati. Banyak cewek yang menyukainya, memandangnya di koridor dan berbisik-bisik di belakangnya. Aku merasa heran, karena selama ini, aku merasa bahwa aku lebih tampan dari Al. Kurasa ini mungkin tidak ada hubungannya dengan ketampanan. Ini mungkin lebih pada wajahnya yang sangat mirip Dad. Cewek-cewek itu mungkin tertarik pada tipe-tipe pahlawan, seperti Dad.
Dan tahun keduaku di Hogwarts berlalu dengan begitu saja, tidak terjadi hal-hal yang menarik, kecuali duel di kelas kosong lantai satu bersama Nott dan dua temannya merupakan hal menarik.
Selama dua tahun terakhir ini, memang terjadi duel-duel rahasia antara Fred, Louis dan aku melawan Nott dan dua temannya. Tidak ada yang begitu menarik dalam duel ini, sehingga patut di ceritakan, kecuali terpaksa kami harus mempelajari mantra-mantra untuk berduel. Tetapi kami lebih banyak berduel tanpa tongkat sihir. Karena menurut Nott, lebam-lebam lebih mudah disembuhkan daripada kalau kita terkena mantra-mantra atau kutukan yang susah dicari menangkalnya.
Yeah, tahun itu berlalu begitu saja. Ketika kembali lagi ke Hogwarts di tahun ketigaku, aku tidak berusaha untuk melakukan sesuatu terhadap Selina. Bukan karena kata-kataku pada Daniel Fluge, tetapi aku merasa tidak ada gunanya mendekati Selina. Karena kelihatannya, dia sudah memiliki kehidupan yang tenang bersama beberapa cewek Ravenclaw yang suka mengikik. Namun hari itu, kunjungan ke Hogsmeade pertama di tahun ketigaku, akan menjadi hari yang tak terlupakan di dalam hidupku.
Oktober 2018
Fred, Louis dan aku sedang menikmati kunjungan resmi pertama kami ke Shrieking Shack. Kunjungan tidak resmi adalah saat kelas dua, di mana kami menyusup ke Shrieking Shack melalui Dedalu Perkasa, untuk taruhan.
"Kurasa Kerumunan Kecoak ini harus diberikan pada Al dan Rose," kataku, mengamati kantong belanjaan kami yang telah penuh dengan barang-barang lelucon.
"Mereka tentu akan memakannya, kalau kita bilang itu kacang," kata Fred.
"Permen rasa darah juga layak diberikan pada mereka," lanjut Louis senang.
Lalu kami menghabiskan beberapa menit waktu kami untuk mendiskusikan cara-cara memberi permen rasa darah pada Al dan Rose, sambil memandang bangunan Shrieking Shack yang suram. Tetapi beberapa detik kemudian, terdengar jeritan lemah, yang terbawa angin ke arah kami.
"Kalian dengar itu?"
"Ya, aku mendengarnya, tampaknya berasal dari bangunan itu," kata Louis, menunjuk Shrieking Shack.
"Bangunan itu ada hantunya," kata Fred.
"Omong kosong," ujarku. "Kita sudah sering mendengar cerita tentang Shrieking Shack, dan tidak ada yang pernah menyebut tempat itu berhantu."
"Kalau begitu siapa yang berteriak?" tanya Fred.
"Itu adalah tugas kita untuk mengeceknya," kataku, lalu melompati pagar dan berjalan menuju bangunan Shrieking Shack.
"Aku tunggu di sini!" teriak Louis di belakangku, sementara Fred telah mensejajarkan langkahnya denganku.
Dari dalam bangunan, suara teriakan semakin keras. Aku mendorong pintu yang tidak terkunci dan masuk ke dalam aula berdebu yang langit-langitnya penuh dengan sarang laba-laba. Di ujung aula dekat sebuah pintu yang pernisnya sudah terkelupas, Selina duduk dengan tangan dan kaki terikat, sementara tongkat sihirnya tergeletak di dekat kaki Fred, yang langsung memungutnya.
Aku tidak bergerak selama beberapa detik. Aku begitu terkejut dan marah, sehingga perlu beberapa detik bagiku untuk meredam kemarahanku. Sementara di sana, dia duduk memandangku dengan mata biru yang ketakutan. Seluruh tubuhnya bergetar hebat.
"Kumohon, jangan sakit aku!" bisiknya pelan.
Fred hanya terpaku di dekatku. Sementara aku berjalan mendekatinya.
"Jangan!" jeritnya serak, menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Aku tidak akan menyakitimu," kataku, dengan dada sesak. Memandangnya seperti ini membuatku ingin memeluknya, menjaganya dan melindunginya.
Dia tetap memandangku dengan mata ketakutan, juga dengan airmata yang berlinang. Aku berjongkok di dekatnya, melepaskan ikatan pada tangan dan kakinya. Setelah ikatannya terlepas dia segera berdiri dan berlari ke pintu. Tetapi aku juga telah bersiap-siap, sehingga sempat menangkap lengannya, sebelum dia bergerak lebih jauh. Dia meronta-ronta, seperti burung kecil yang terperangkap.
"Tidak, tidak... Dengarkan aku! Aku hanya ingin bicara denganmu," kataku, meraih kedua lengannya dan memaksanya memandangku.
Dia berhenti meronta, dan memandangku dengan tubuh bergetar hebat.
"Siapa yang melakukan ini padamu? Bilang padaku dan aku akan membunuh mereka!"
"Mereka sama buruknya denganmu," katanya, meronta lagi dan aku melepaskannya.
Dia berlari ke arah Fred, merebut tongkat sihirnya dari tangan Fred, yang untuk sementara tidak bisa berbuat apa-apa, dan kabur ke pintu.
Aku berdiri terpaku di sana, memandang pintu yang tertutup beberapa detik yang lalu dan mencoba untuk menghentikan darah panas yang mengalir ke otakku. Aku terlalu marah untuk bisa melakukan sesuatu yang berarti, seperti mengejarnya. Marah karena dia menuduhku senang melakukan hal-hal brengsek murahan seperti itu. Mengapa dia menyamakan aku dengan jahanam-jahanam busuk itu?
"Apa maksudnya mengatakan aku sama buruknya dengan mereka?" tuntutku pada Fred.
"Er—"
"Aku tidak akan melakukan hal seperti—mengikatnya di tempat ini... Aku tidak akan pernah melakukan hal kejam seperti itu."
"Yeah—"
Tak mampu meredam kemarahanku, aku berbalik menghadap tembok di belakangku dan meninju tembok itu sambil mengumpat dengan beberapa umpatan pilihan Teddy. Aku terus melampiaskan kemarahanku pada tembok itu sampai tulang jari-jariku retak, tapi tentu saja aku tidak peduli. Madam Pomfrey bisa menyambung tulang yang patah dalam waktu beberapa detik.
Sementara aku menjadikan tembok kantong tinju, Fred tetap ada di belakangku. Mungkin sedang menaikkan alisnya dan bertanya dalam hati apakah James Potter sudah tidak waras?
"Er, James—"
Aku berbalik memandangnya. Lalu, sambil menahan sakit pada buku-buku jariku, aku berkata pelan,
"Kau tahu, aku tidak akan dengan sengaja menyakitinya... Aku—aku hanya ingin membantunya... Sebenarnya aku hanya ingin melindunginya—"
Fred tidak berkata apa-apa. Dia berpura-pura tertarik pada sarang laba-laba yang melayang beberapa inci di atas kepalanya.
Peristiwa itu tidak akan terlupakan, karena saat itulah pertama kalinya dia berbicara padaku sambil menatapku. Juga tidak akan terlupakan, karena saat itulah aku menyadari bahwa pendekatanku selama ini salah. Aku telah menanamkan sesuatu yang salah dalam pikirannya tentang aku. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dia takut padaku, dan aku tahu aku tidak akan bisa mengubah menyataan itu selamanya.
Itu adalah beberapa kejadian penting yang terjadi selama masa tiga tahunku di Hogwarts. Aku akan menulis beberapa hal penting lain dalam waktu dekat ini. Sekarang saatnya untuk membangunkan Fred dan melakukan pertemuan tengah malam kami di menara Astronomi.
Sincerely,
James Potter
Ps: Tidak ada gunanya bercerita tentang pertemuan itu, karena kau sudah tahu apa yang kami lakukan di sana.
Review Please! See you in KNG 8 chapter 2
Tentang sequel KNG 7 aku sedang memikirkannya. Mungkin setelah KNG 8. Thank you so much semua yang telah membuatku tetap bersemangat : )
RR :D
