DISCILAMER : Masashi Kishimoto.
Pairing : NaruSaku slight. Rated : T semi M (for lime scene & language.) Warning : OOC. AU. Typos. Boring cz mainstream theme. NTR again! DON'T LIKE DON'T READ.
Story by Hikari Cherry Blossom24
Hidden Relationships
x X x
Tawa pelan lolos dari bibir mungilnya yang ranum, meluncur manis bak madu. Dia menyentuh permukaan bibir, menutup tawa gelinya dengan sopan. Tak heran bila mendapat tatapan 'jatuh cinta' dari para lelaki, karena dialah satu-satunya kaum hawa yang paling memuaki diantara banyaknya wanita.
"Ne, jadi kapan kalian akan meninakah?" Sakura bertanya kepada sang sahabat yang bernama Ino Yamanaka.
"Emm, belum ditentukan.."
Mereka berdecak kecewa. "Ayolah, mau sampai kapan lagi kalian berpacaran. Ingat usia donk." Shion mengocehi Ino, dia ngomel karena temannya yang berkuncir kuda itu tak melangsungkan pernikahan setelah acara pertunangan.
"Dasar aneh, Ino yang bertunangan malah kau yang ribut.." Yang disindir memanyukan bibir, dan yang menyindir menampilkan wajah tak berdosa.
Sakura menyenggol bahu Tenten yang baru saja berkata. "Tidak ada salahnyakan meminta sebuah kepastian." Ia terkekeh, dan Shion mengangguk— membenarkan. "Kau menyalahkan Shion, lalu bagaimana dengan Neji? Kalian masih pacaran lohh~"
Mereka tergelak menertawakan Tenten. Sakura berhasil memojokannya, dan sekarang giliran dia untuk di bully.
Tanpa disadari Sabaku Gaara terpesona oleh sosok merah muda disana. Dia begitu cantik, seperti bidadari tanpa sayap. Hati sang Sabaku terenyuh, menyimpan perasaan untuk memiliki dia.
"Sudah diputuskan, lusa aku akan datang melamar putri Haruno..." Gaara memantapkan tekat, di terima atau di tolak akan menjadi urusan belakang, yang pasti ia datang untuk melamar mermodal tekat dan harta.
"Sakura, aku perhatikan kau terlihat dekat dengan Boss pirangmu.."
Perempuan itu terbatuk karena tersedak minuman yang di teguk olehnya. "A-apa maksudnya dekat?" Ia tergagap. Untuk apa melibatkan laki-laki menyebalkan itu dalam perbincangan mereka, merusak suasana saja. "Ayolah Pig, hubungan kami tak lebih dari sekedar Boss dan bawahan." Benar begitu kenyataannya, dirinya hanyalah bawahan si pirang mesum itu.
Shion menatap curiga. "Benarkah itu?" Ia ingin memastikan, tak mungkin pula seorang asisten dan Boss bisa sedekat itu. Mereka terlihat bukan seperti Boss dan bawahan, melainkan terlihat seperti sepasang kekasih. Terdengar mustahil mengingat Naruto sudah punya tunangan.
"Aku tak memaksa kalian untuk percaya.." Sakura yang kesal meletakan cawan di tangannya dengan ke atas meja, sang sahabat tertawa melihatnya bertingkah seperti itu.
Sementara di lain tempat sepasang mata bewarna hitam kelam tak pernah luput mengamati Sakura dari kejauhan. Si lelaki tampan itu terlena oleh pesonanya yang begitu memikat, sehingga tak menjernihkan isi kepala untuk berpikir normal.
Melihat tubuh mungil Sakura yang berbentuk indah membuat suhu tubuh Sasuke Uchiha meningkat dengan pesat. Perasaan ini bercampur aduk, antara cinta, obesi dan birahi. Semuanya bercampur menjadi satu hingga sulit untuk menentukan yang pasti.
Sama halnya dengan Gaara dan Sasuke, bahkan Uchiha sulung juga menyimpan perasaan yang sama dengan mereka. Terniat dari lubuk hati yang terdalam untuk meminang perempuan itu, terlebih dirinya sudah terlalu tua untuk melanjutkan masa lajang.
Rock Lee menyentuh tangan Sakura tanpa izin, dia bersikap lancang. "Haruno-Chan, mau kah kau menjadi kekasihku?" Semuanya terdiam detik itu juga.
3 lelaki tampan yang naksir kepada Sakura melongo melihat sosok yang mengutarakan perasaan. Pemuda aneh berambut mangkuk, alis tebal dan mata bulat. Terlihat agak menggelikan, apalagi dengan penampilannya yang mengenakan celana katun ketat dengan atasan kemeja yang juga ketat.
Sakura cengo. Pernyataan cinta yang secara tiba-tiba, ia bahkan tak begitu mengenali sosok dihadapannya. "Eehh..." Lee menekukan lutut, lalu menyerahkan setangkai mawar merah yang masih segar. Sakura gelagapan.
"Aku mecintaimu, Haruno-Chan."
Rock Lee adalah salah satu pegawai baru di kantor Namikaze, mengenal Sakura baru beberapa bulan, dan menyukainya sejak pertama mengenal. Sakura gadis baik, cantik dan seksi. Lelaki bodoh mana yang tak terpikat dengan pesona Sakura Haruno.
"Terimalah aku sebagai kekasihmu.."
Sakura tak bisa memberi jawaban atau pun menerima pernyataan cinta dari Lee. Ia memang tidak bisa melakukannya.
Kejadian ini tak menghentikan pesta, hanya mendapat beberapa perhatian dari yang menyaksikan. Malu sekali, itulah yang Sakura rasakan saat ini. Cara Lee menyatakan cinta terlalu berlebihan.
"A-ano..." Sakura menggaruk pipi untuk melampiaskan rasa tak enak hati. "Maaf Lee-san, aku tidak bisa." Hatinya terluka mendapat penolakan dari orang yang di kagumi. "Tolong maafkan aku.." Berulang kali Sakura membungkukan badan, menghormati yang dilakukan Lee kepadanya.
Sepasang mata bulat itu berkaca-kaca. "Sakura-Chan..." Panggilnya dengan suara bergetar. Terlalu sakit, tapi tak mengeluarkan darah. Di tolak malu juga menyakitkan. Sungguh ironis perjalanan hidup seorang Rock Lee.
Seseorang baru datang, kemudian dia langsung mencekal lengan Sakura. "Apa yang kau lakukan disini!?" Dia menuding perempuan itu sambil menunjukan wajah kesal. "Kerjaanmu belum beres dan kau malah bersenang-senang disini, kembali ke kantor sekarang!"
Sakura blank. Apa-apaan Bossnya itu, baru datang langsung menyeretnya keluar. Padahal ini bukan pestanya melainkan pesta Shikamaru Nara, tangan kanannya diperusahaan.
Tarikan Naruto terhenti. "Kembali ke kantor!" Sakura menolak dengan gelengan kepala. Karena kehadiran Naruto Lee pun berdiri dengan tergesa, lalu bersikap sopan terhadap sang atasan. "He, mau membantah ya? Ingat posisimu Sakura, aku ini Bossmu loh."
Lagi-lagi ancaman yang sama. Pernah Sakura lakukan mengundurkan diri, tetapi ditolak dan surat pengunduran dirinya tak segera dibuatkan. Sering melakukan kesalahan tidak dipecat, tetapi di bayar dengan sesuatu yang menyenangkan Boss pirang itu.
Pada intinya, bermimpi akan dipecat dan bermimpi pula dapat mengundurkan diri. Sakura terjebak dalam jeratan Naruto Namikaze, Boss pirang ber-otak picik dengan pikirannya yang mesum.
Sakura dongkol, namun mau tak mau harus menuruti perintah Naruto. Tersenyum puas dan lebar, kali ini Naruto menang lagi menyingkirkan lelaki yang menginginkan Sakura. Ingat satu hal, Sakura Haruno hanyalah miliknya seorang.
"Ambil ini.." Naruto menyerahkan document kepada Sakura. "Semua pekerjaanmu masih ada disini, cepat selesaikan diruanganmu." Ia meraih tangan Sakura, lalu mengajaknya pergi. "Excuse me..." Beberapa orang yang menghalangi jalan mereka segera menyingkir.
"Pembohong!" Sakura menekan kalimat pelannya dengan nada geram.
Naruto miliriknya lalu menyeringai. "Kau milikku.." Rasanya hendak merangkul wanita itu, namun Naruto mengurungkan niat mengingat saat ini mereka sedang berada di tempat umum. Terlebih semua orang tahu bahwa dirinya sudah tunangan, akan tampak buruk bila ia menggandeng wanita lain.
Sakura menggeram dalam diam. Naruto selalu berhasil memojokannya, bahkan menjauhkan para pria yang mengincar dirinya. Seperti memiliki banyak mata sehingga dia selalu mengetahui apa saja yang tengah dialami olehnya, contohnya seperti tadi saat Rock Lee menyatakan perasaan.
Tak hanya itu, beberapa minggu yang lalu Naruto telah melakukan kekerasan kepada seorang lelaki. Dia pria yang menyukai Sakura, saat menyatakan cinta mendapat penolakan dia yang tidak terima memaksa Sakura. Hendak melecehkannya, beruntung Naruto datang dengan cepat menyelamatkan bak pahlawan super.
Percaya atau tidak, Naruto menghabisi lelaki itu dengan penuh amarah. Karena pukulan bertubi darinya membuat si penjahat kelamin koma selama beberapa hari, Sakura bimbang haruskah berterimakasih atau malah menyudutkan Naruto. Tapi pada akhirnya ia pun memeluk Naruto dengan erat, dan membisikan sebuah kalimat singkat disela ketakutannya.
"Terimakasih.."
x X x
Perempuan itu memijit pelipis. "Kau bilang tadi di kantor.." Ia menghela nafas jenuh, lelah karena berulang kali sudah di dustai. "Kenapa malah di apartementmu?" Saat ini mereka berdua sedang berada disebuah kamar. Dirinya duduk manis di depan meja menghadapi lembaran kertas, sedangkan Naruto sejak tadi terus mengamati wajah gusarnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Sedikit mengubah keputusan.." Jawab lelaki itu enteng.
Sakura mendengus. "Awas kalau kau macam-macam." Kecamnya terhadap Naruto, memberi ancaman agar dia tak melalukan perbuatan nista. Yang di kecam tampam acuh, tak ambil pusing dengan ancaman tersebut. "Jangan tunjukan tampang mesummu itu, aku jijik melihatnya." Bibir Naruto mengerucut. Lidah itu tajam sekali.
"Sakura, belakangan ini kau suka marah-marah. Ada masalah apa?" Perempuan itu tak mengubris, terlalu fokus pada pekerjaan yang diberikan. "Datang bulan?" Naruto rasa tidak, masalahnya baru kemarin malam mereka melalukan 'itu' setelah 2 minggu Sakura selesai menstruasi. Ya, rasa nikmat bekas sisa dari persetubuhan mereka masih ketara hingga saat ini.
"Bukan urusanmu!"
Naruto menggembungkan pipi. Astaga, perempuan cantik ini pemarah sekali. "Sayang, jangan galak gitu donk." Terlihat dari luar Sakura memasang tampang galak, namun di dalam hatinya ada kehangatan untuk Naruto. Sejujurnya, ia mencintai laki-laki pirang itu.
Bukan cinta sebelah pihak, melainkan saling mencintai. Naruto mencintai Sakura, namun tak bisa berbuat apa-apa karena telah mempunyai tunangan, dan Sakura yang berperan sebagai PERAMPAS hak milik orang lain harus menelan kenyataan pahit dalam hidupnya bahwa selamanya mereka tak kan bisa bersama.
"Diamlah, saat ini aku sedang sibuk!"
Dia masih saja bersikap ketus. Naruto meraih tangan Sakura, lalu menggenggamnya. "Aku serius, akhir-akhir ini kau lebih sering marah. Hal sekecil apapun kau buat menjadi masalah besar. Ada apa Sakura? Katakanlah padaku..." Berharap Sakura mau membagi beban yang dia tanggung sendiri, dan Naruto hanya ingin menjadi menompangnya di kala sulit. "Jangan membuatku cemas."
Sakura melepaskan pulpen dari selipan jari, dan membiarkannya tergeletak di meja. "Masalahnya sekarang adalah.. aku membencimu, Naruto." Kalimatnya tertekan dalam, semua karena amarah yang dipendam.
Menghela nafas, lalu Naruto meraub wajah. Lagi-lagi kalimat memuakan itu, meski terbesit kata cinta di dalam kalimat tersebut tetap saja kurang nyaman mendengar pernyataan berpelantara. Sakura mencintai dirinya, namun karena satu alasan dia menggunakan kalimat cinta menjadi benci. Menyampulkan perasaannya bak buku milik bocah SD.
"Apa yang kau inginkan?"
Kedua mata Sakura memicing tajam. "Bodoh, kau pikir aku tidak tahu dengan sikapmu yang sok suci itu!" Luar biasa, lidah lezat itu menjadi sangat mematikan ketika si empu terlalu kesal memendam masalah seorang diri. "Aku mau pulang sekarang!" Sakura beranjak dari hadapan Naruto secara kasar. "Selamat malam, Boss!" Kemudian dia melenggang pergi.
Dengan segera Naruto beranjak, dan mengikuti Sakura. "Sayang, biar kuantar ya.."
"Tidak usah!"
BLAMM!
Angin pintu menghembus poni pirang Naruto. Ia menghela nafas lega, beruntung daun pintu gagal mencium wajahnya. Hidungnya bisa patah kalau sempat terkena ciuman pintu, sebab cara daun pintu mencium tidak selembut dan semenggoda Sakura saat melumat bibirnya.
"Huufftt..." Naruto tahu yang Sakura inginkan, namun belum saatnya semua ini untuk diakhiri. Ia butuh waktu untuk melepas miliknya demi Sakura, tak semudah yang perempuan itu pikirkan menyelesaikan masalah mereka. "Bersabarlah sayang."
Sakura sendiri sudah jenuh bersabar menunggu, menanti dan berharap. Ia lelah melakukan semuanya sementara Naruto tak melakukan apapun setelah berjanji beberapa bulan yang lalu. Omong kosong jika pria itu mencintai dirinya, kalau cinta maka dia akan memenangkan cinta tersebut.
Mobil kuning itu bergenjot ketika Sakura memasukinya. Saat berada di dalam dia duduk menghadap ke jendela sembari menyanggah dagu, menikmati apa yang kini tengah dirasakan olehnya. Terluka karena cinta, egois karena ingin memiliki Naruto seorang diri. Ia bahkan tak memperdulikan kekasih Naruto, hanya ada ketamakan dalam hati untuk memisahkan mereka.
Setitik liquid menetes disudut mata. Ketika sadar Sakura langsung menyeka air asin tersebut, tidak ingin menampakan kesedihannya atas diri Naruto.
x X x
"Aniki.."
"Hm?" Itachi menatap diri dari pantulan cermin, dan seketika ia sadar betapa rupawannya ia menjadi seorang pria. Sepasang garis keriput di bawah mata adalah anugerah termulia, seolah menambah kesempurnaan dirinya. "Yeah, tampan sekali kau Itachi.."
Sasuke berjengit jijik mendengarnya. "Apa-apaan dia." Orang aneh yang memuji diri sendiri, itulah yang Sasuke pikirkan.
"Ne, ada apa Sasu?"
Si bungsu berebahkan tubuh. "Lusa ikut denganku ya.." Disana dia sedang bermain ponsel, mengutak-atik gedget canggih miliknya.
"Kemana?" Itachi menyinkirkan poninya ke samping, kemudian menjadikannya dua belah bagian. "Jangan lama-lama, ada urusan yang ingin kuselesaikan. Ini menyangkut masa depanku." Pipinya memerah mengingat saat di pesta kemarin. "Cantik sekali." Ia bergumam.
"Tidak kok, hanya 2 jam untuk mendapangiku.." Sang kakak menoleh ke arahnya. "Lusa aku akan melamar putri Haruno, kau dampingi aku sebagai pengganti Ayah." Sasuke pikir dengan menggantikan posisi Fugaku cukup aman apabila mendapat penolakan, kalau lamarannya di terima barulah melibatkan sang Ayah.
Satu hal yang terjadi dengan Itachi setelah mendengar pernyataan Sasuke. Terdiam mematung bak pajangan di museum. Kedua matanya berkedip-dekip, sedang mencerna ungkapan sang adik barusan.
"Ada gantinya.."
Sasuke menatap Itachi melalui body ponsel. Ia heran melihat kakak keriputnya itu. "Katakan."
"Dampingi aku saat melamar putri Haruno.." Sasuke tertohok. "Kita lihat keberuntungan akan berpihak kepada siapa." Sang adik terlihat kesal kepadanya. Kebiasaan Sasuke ketika sedang kesal, dia enggan membuka suara meski sesingkat apapun. Itachi memahaminya.
BLAMM!
Kini tinggalah Itachi seorang diri di dalam ruangan ber-AC tersebut. Sasuke langsung pergi setelah mendengar permintaannya tadi, dan saat pergi tadi dia terlihat kesal. Suasana ruangan itu hening, bahkan Itachi sendiri senantiasa berdiri dihadapan cermin. Tak kunjung menyingkir dari sana.
Tikk tikk tikk...
Petikan jarum jam menjadi pemecah keheningan. "Huuft.." Itachi pun akhirnya menghela nafas. Mengusap wajah dengan gusar, kemudian ia duduk di tepi ranjang. "Maafkan aku Sasuke, untuk hal ini aku tak bisa mengalah." Tidak ada kekurangan dalam dirinya selama menjadi seorang kakak, selalu dan selalu mengalah demi kebahagiaan Sasuke.
Itachi pikir dirinya juga butuh cinta dan kebahagiaan, maka dari itu telah diputuskan mereka akan bersaing demi memenangkan Sakura Haruno. Tiada kata mengalah dalam hal ini, karena apa yang akan terjadi kelak masa depan yang menjadi taruhan.
x X x
Hinata Hyuuga memasuki ruangan tersebut tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Si pemilik ruangan sontak terkejut akan kedatangan sang tunangan, terlebih ini masih terlalu pagi untuk berkeliiaran.
"Naruto-kun, kau kemana saja beberapa hari ini?" Saat berada di dalam Hinata langsung menudingnya dengan kalimat penuh tuntutan. Ia kesal karena seharian kemarin Naruto tak menggubris panggilan dan pesan darinya.
Lelaki muda itu menghela nafas. Kegiatannya terhenti gara-gara kedatangan Hinata, dan itu sangat mengganggu. "Maaf, belakangin ini aku sibuk sekali.." Tapi kalau Sakura yang datang sama sekali tak menggangu, sebab dialah wanita yang selama 7 hulan ini membantu meringankan pekerjaannya. Sosok yang pantas untuk diberi pujian.
"Sesibuk itukah?" Hinata pikir meski dalam keadaan sibuk tak pantas Naruto melupakan dirinya. Tentu saja ia sadar selama 3 bulan ini Naruto agak berubah, terutama dalam hal memerhatikan.
"Seperti yang aku katakan tadi.." Naruto menjawab seadanya. Tidak hanya dari fisik, bahkan dari nada bicaranya lelah yang dia rasakan tergambar jelas. Tidak, bukan lelah karena pekerjaan melainkan lelah memikirkan segala cara dan upaya untuk mempertahankan Sakura.
Belakangan ini Naruto uring-uringan karena memikirkan Sakura setiap saat, terlebih perempuan itu tampak ingin menyerah, seperti hendak mengakhiri hubungan gelap mereka. Menyesal? Tentu saja 'menyesal' yang Naruto pikirkan, bagainama mungkin dirinya mengenal Sakura setelah mengikat hubungan dengan seorang wanita. Itu kejam sekali.
Butuh waktu untuk menyelesaikan semua ini, namun tampaknya kesabaran Sakura sudah habis. Berbulan-bulan menunggu kepastian dari Naruto, tapi nyatanya sampai saat ini belum ada keputusan yang diambil. Wanita itu kecewa.
Hinata menghampiri Naruto. "Aku merindukanmu, Naruto-kun.." Kemudian memeluk lehernya dari belakang, dan merebahkan kepala di bahunya yang lebar. "Terakhir kali 5 hari yang lalu, bagiku itu lama sekali." Ia pun mendaratkan kecupan di pipi berkumis Naruto, meninggalkan tanda cinta disana.
Dengan berat hati Naruto mengikuti Hinata yang menyentuh dagunya, menarik atensinya untuk saling bertatapan mata. "Jangan seperti ini.." Yang diperingatkan menggelengkan kepala, dan meyakinkan melalui tatapan bahwa semuanya aman. Siapa yang sudi datang di pagi-pagi buta seperti ini? Tidak ada!
Namun siapa sangka bila dugaan Hinata meleset. Nyaris mencicipi bibir merah Naruto, niatnya pun terhentikan oleh kedatangan seseorang. Keduanya menatap si pendatang tersebut secara serentak, detik itu juga membulatkan sepasang mata Naruto.
"Maaf.." Sakura masuk dengan nemampilkan wajah suram, usai meletakan lembaran document dia langsung keluar meninggalkan mereka yang sedang bermadu kasih.
Buru-buru Hinata melepaskan Naruto karena merasa malu kepada Sakura. Salahnya tadi tak mengunci pintu setelah masuk. Terlalu rindu membuatnya lupa pada tempat dan keadaan.
Dunia ini bagikan neraka. Naruto tidak punya cara lain menghadapi Sakura. Tidak ada tatapan penuh cinta itu lagi, dia begitu marah tadi. Sekarang masalah baru lagi, dan ini gara-gara kedatangan Hinata yang merusak pagi indahnya bersama Sakura. Kemarin mereka sudah memutuskan akan menghabiskan waktu bersama dari pagi sampai bertemu pagi lagi.
Tentu saja Naruto mengutuk kesialan sabtu pagi ini. Belum lama mereka berbaikan setelah pertengkaran singkat minggu lalu, dan sekarang mereka kembali bertengkar. Membujuk Sakura tak semudah membujuk Hinata saat dipaksa agar tak mengunjungi apartementnya, jika sedang marah sifat keras kepala Sakura akan mengambil alih perannya. Dia egois, dan enggan merespons.
Kembali Naruto dibuat uring-uringan dengan kemarahan Sakura, dan kali ini tak akan seperti sebelumnya yang memang sudah sulit.
x X x
"Sakura, dengarkan aku dulu.." Naruto berusaha menghentikan kepergian Sakura dengan mencekal lengannya. "Jangan seperti ini!" Dan benar saja, kali ini masalahnya tidak akan selesai dengan gampang. Sakura benar-benar marah, dia bahkan telah membulatkan keputusan untuk mengangkat kaki dari perusahaan ini. Selamanya akan meninggalkan tempat dimana mereka berdua melakukan pengkhianatan.
"Lepaskan aku."
Naruto tersentak mendapat teguran dingin tersebut. "Sakura..."
"..."
Kepala pirang itu tertunduk. "Aku mohon."
"Lepaskan aku." Menghiraukan rasa sakit yang tercipta di lengan kanannya, untuk saat ini Sakura ingin terbebas dari Naruto. "Kubilang lepas!" Peringatannya tak menggoyahkan kekerasan hati Naruto, tidak ada pilihan untuk Sakura. "Lep—"
"DENGARKAN AKU DULU!" Sakura terlonjak.
Naruto terengah sehabis meneriaki sang kekasih. Tanpa pikir panjang ia menariknya, kemudian memeluk cintanya itu dengan dekapan erat.
"Maaf..."
Sakura shock. Naruto menangis gusar, menyesal karena telah berlaku kasar kepada Sakura. Ini bukanlah kesalahan perempuan itu melainkan kesalahnnya sendiri. Dirinya yang telah membawa Sakura ke dalam hubungan gelap ini, memaksa dia ketika berkali-kali ditolak hingga suata hari berhasil memenangkan hatinya.
"Hikss.."
Naruto tertohok. Sungguh sangat menyakitkan mendengar tangisan dari orang yang dicintai, terlebih menangis karena dirinya.
Sakura yang awalnya tak mengetahui apa-apa telah dibutakan oleh cinta. Kata-kata manis, cinta dan janji palsu semuanya. Hanya omong kosong yang Naruto utarakan, hingga suatu hari Sakura mengetahui rahasia busuk yang disembunyikan olehnya.
Naruto tak sedang sendirian, ada seorang wanita yang dengan setia menunggu dan mencintai dirinya. Setelah mengetahui kebenaran itu Sakura memutuskan untuk meninggalkan Naruto, namun sialnya lelaki itu tidak mau melepaskan dirinya. Mereka tidak ingin melepaskan cinta yang sudah terlanjur terjadi, hingga Sakura tak punya pilihan lain dan melanjutkan hubungan gelap mereka meski sempat berpisah selama belasan hari.
Merasa bersalah kepada yang di khianati? Tentu saja tidak. Cinta memang kejam, yang membuat hati dan perasaan Sakura terkunci untuk melalukan hal yang seharusnya dilakukan. Seperti mengembalikan Naruto kepada pemilik sesungguhnya.
"Jangan tinggalkan aku.." Naruto memohon kepada Sakura. Permohonan bukan bermodal dusta, namun bermodal air mata yang tulus. Ia sangat mencintai Sakura, dan rela melalukan apapun agar Sakura selalu bersama dirinya.
"Bodoh!" Mengatai Bossnya itu BODOH bukanlah hal yang bisa dilakukan oleh mereka yang lain kecuali Sakura. Jika cinta yang bermain apa yang bisa mereka lukukan? Tentu saja menikmati cinta tersebut, tak peduli kepada mereka yang di khianati.
Terdengar hembusan nafas. Naruto merasa lega setelah berhasil menghentikan kepergian Sakura. Barang-barang miliknya sudah di kemas dalam sebuah tas, kali ini dia ingin pergi sungguhan. Harus Naruto akui, sebagian jiwanya hilang ketika Sakura pergi.
x X x
Terakhir mengecup, setelah itu Naruto melepaskan Sakura darinya. "Sebentar ya, aku mau mandi dulu.." Sebelum itu ia mengecup kening Sakura. "Tunggu disini." Ia mengingatkan Sakura agar tak beranjak sampai dirinya kembali. Memuaskan sekali menghabiskan waktu bersama selama 12 jam. Tentu saja setelah melalui pertengkaran itu Naruto meninggalkan pekerjaan demi Sakura, memang apa lagi yang bisa dilakukan olehnya.
Sakura menganggukan kepala sebagai jawaban. Hanya menunggu selama beberapa menit tidak sebanding dengan penantian dirinya menunggu Naruto menjadi miliknya. Ini sama sekali bukan masalah.
Sekepergian Naruto ke kamar mandi kini Sakura membuka kancing baju, rok mini dan hanya menyisakan pakaian dalam. Setelah menaiki ranjang ia menarik selimut, menyembunyikan tubuh setengah telanjangnya dibalik gumulan kain tebal.
Drrtt drrtt..
Mata Sakura terbuka ketika mendengar getaran ponsel dari dekat ranjang. Entah siapa yang menghubungi Naruto di jam sekarang, ini sudah larut tapi masih saja ada yang mengganggu.
Tangan kurus itu memanjang— meraih ponsel keluaran baru tersebut, dan saat melihat nama si pemanggil kala itu juga membuat kekesalan Sakura memuncak.
Klik
Tuutt tuutt..
Sakura langsung menolak panggilan dari orang yang bernama Hinata. "Sorry.." Gumamanya berupa bisikan, dan tak berniat melepas ponsel dari tangan.
Siapa itu Hinata Hyuuga? Sakura tak mengenalnya, hanya tahu sekilas mengenai putri Hyuuga tersebut. Dialah tunangan Naruto, milik dia yang Sakura rampas dari genggaman. Tidak! Naruto yang memulai semua ini, jika tidak terlanjur Sakura tak kan sudi menyerahkan diri kepada hak milik orang lain.
Naruto menguasai hati, memiliki cinta, menjamah tubuh dan segala yang Sakura miliki. Naruto Namikaze lelaki pertama yang merusak kehidupan Sakura, dan tak semudah itu melepaskan Naruto setelah merusak dirinya. Si perusak itu harus di miliki dengan cara apapun.
Menunggu dan menunggu. Sakura lelah terus menanti kepastian yang tak berujung. Jika dalam 2 hari ini semuanya masih tetap sama, maka keputusan akan Sakura tentukan tanpa persetujuan. Persetan dengan semua hal, bahkan Naruto sekali pun.
Tentu saja yang Sakura lalukan kali ini akan membuat Naruto menyesali dengan apa yang telah dia sia-siakan. Satu kelemahan Naruto terhadap diri Sakura, kelemahan itulah yang Sakura perdayakan untuk membalas Naruto. Ia lelah terus menanti.
Beberapa saat menunggu, kini saatnya pintu kamar mandi yang ada disana terbuka, dan meluakan sosok Naruto dari bibir pintu. Si pirang itu muncul tanpa baju atasan, hanya mengenakan handuk yang di lilit sebatas pinggang.
Wajah Sakura bersemu padam. Pandangannya terlalu fokus pada Naruto, dan karena pikiran kotor darah mesum pun muncrat dari hidung. Naruto terkekeh geli melihat Sakura gelagapan mengatasi hidungnya yang berdarah.
"Hihihi.. dasar bodoh."
Sakura menghela nafas lega. Akhirnya ia berhasil menghentikan darah kotor yang mendandakan pikiran jorok bersarang dalam kepala menggunakan beberapa lembar tisu.
Naruto mengusap puncak kepala Sakura. "Kau menginginkan hal yang sama denganku..." Ia tersenyum lebar, namun menggunakan wajah mesum. Sakura yang tersipu memberanikan diri menatap mata Naruto, sorot tajam yang berhasil meluluhkan keangkuhan dalam hatinya. "Ehh!"
Sepasang mata jade tersebut tengah menatap lekat kedua mata Naruto. "Nani?" Ia bertanya, membuat sang kekasih tersenyum kikuk. Akhirnya Naruto menghela nafa, menyerahkan barang miliknya itu kepada Sakura.
"Baiklah.." Terserah kepada Sakura ingin melakukan hal apa saja kepada ponsel berlogo apple itu, asal hatinya lega Naruto akan senang.
Saat mendapatkan kesempatan itu Sakura langsung membuang ponsel milik Naruto ke dalam tas miliknya, dan berlanjut meraub bibir Naruto setelah menarik tengkuknya.
Desisan bak ular lolos dari belahan bibir Naruto, menikmati belaian dari tangan Sakura terhadapnya. Tangan kecil itu berani bermain nakal sekarang, namun sentuhan jari-jemari tersebut sangat menyiksa. Naruto merasakan darah dalam dirinya naik dengan pesat karena perlakuan Sakura.
"Hmm~ kau suka ini.." Mata Naruto terpejam, merasakan kecupan lembut dicuping. Sakura bergeser— semakin maju mendekati Naruto untuk memanjakannya. Naruto bahkan tak bisa berpikir dengan benar, hanya ada keinginan dalam hati untuk segera melepaskan birahi yang tertahan.
Brukhh!
Setelah menjatuhkan Naruto lalu Sakura menduduki perutnya, sambil menatap nakal ia mengusap-usap dada telanjang Naruto.
"Naru..." Sang kekasih merespons dengan deheman khas. Sakura menyosorkan diri ke wajah rupawan itu, dan menautkan kening mereka setibanya disana. "Jadikan aku Istrimu."
Naruto melotot karena terkejut. Permintaan yang begitu sulit dipaituhi, masalahnya butuh waktu untuk mengakhiri ha-hal yang mengganggu hubungan mereka. Ikatannya bersama Hinata yang menjadi penghalang, dan Naruto masih mencari cara untuk menyudahi ikatan tersebut.
Sakura sendiri telah memutuskan pilihan, jika masih seperti ini maka ia akan melepaskan Naruto. Dirinya pasrah pada takdir. Tentunya tak akan melepaskan Naruto dengan cuma-cuma, harus ada imbalan dari apa yang selama ini sudah dia lakukan. Hanya melepaskan raga, masalah hati dan perasaan dapat diperalat untuk menyiksanya.
x X x
Ini bukan rapat, melainkan pertemuan para Ayah. Berencana untuk menghadiri satu-persatu undangan makan malam dari rekan bisnis, Kizashi pikir ada baiknya langsung bertemu semua. Ia tak ingin direpotkan oleh hal-hal seperti ini, tidak juga begitu penting.
"Ah, begini Haruno-san..." Ayah dari Sabaku Gaara tersenyum lebar hingga meninyipitkan kedua mata. "Aku mengundangmu makan malam untuk membicarakan sesuatu yang pribadi."
Kizashi mengusap permukaan bibir menggunakan tisu. "Saling terbuka saja, Sabaku-san." Ia pikir bukan hal buruk bicara terbuka dihadapan rekan bisnis, sekalian menjadi saksi atas semua ucapan.
"Hahaha.. jangan sungkan begitu." Fugaku tertawa hambar, hanya untuk memecah kecanggungan diantara mereka. Rekan bisnis bukan berarti akrab seperti berteman, hubungan mereka terjalin karena adanya kontrak, selebihnya mereka bukan siapa-siapa.
"Ehemm.." Itachi berdeham, tentunya sukses mengalihkan perhatian para Ayah. Putra sulung Uchiha ikut dalam acara pertemuan ini, karena dia juga terikat dalam kontrak yang sama. "Maaf para Paman, sebelum Ayah boleh kah aku duluan yang mengatakan?"
"..."
Hening. Itachi menggaruk tengkuk, sedikit membatu mengurangi rasa malu. Keheningan terpecahkan oleh suara tawa Kizashi. Semuanya ikut tertawa, namun tidak dengan Itachi.
Kizashi nyengir. "Katakan anak muda.." Perintahnya seraya menepuk pelan bahu lebar Itachi, kebetulan mereka duduk bersebelahan. Bangga memiliki seorang putra seperti Itachi, cerdas dan bertanggung jawab.
"Etto, paman Kizashi..." Tiba-tiba kepercayaan diri Itachi musnah entah kenapa, lantaran malu yang membuatnya seperti ini. "Ano... ak-aku menyukai putri Paman." Dan terjadi lagi keheningan, yang terdengar hanya suara jangkrik dari dekat resto yang menjadi tempat pertemuan mereka. "Lusa nanti, boleh aku datang melamar putri paman?" Sangat mendebarkan, namun harus berani karena ini mengakut masa depan.
Fugaku terpaku. Bagaiaman mungkin saudara 1 rahim bersaing gara-gara memperbutkan seorang wanita, terlebih melihat Itachi yang selama ini sering mengalah kepada Sasuke mendadak hari ini sedang memberanikan diri melawan keinginan sang adik.
"Tidak bisa!"
Sang Sabaku menentang. "Putraku yang lebih dulu, dialah yang berhak menjadi pengantin pria dari putri Haruno-san.."
"Putraku yang berhak!" Tuan Akasuna bangkit dari duduk.
Kizashi cengo melihat para Ayah saling melempar tatapan nyalang, tengah memperebutkan Sakura— putri sulung tersayangnya.
"Aku yang paling pantas!" Itachi ikut mempromosikan diri sebagai pria yang pantas memiliki Sakura. "Paman, katakan siapa yang pantas untuk putrimu.." Ia mencekal pundak Kizashi, meminta sebuah jawaban dari lelaki setengah baya itu.
Kizashi menelan ludah. "Aku pilih yang gentle." Jawaban singkat darinya kembali mengheningkan keadaan, yang membuat mereka semua berpikir keras untuk memecah sandi dalam kalimat 'gentle' tersebut. Pria sejati tak mengambil keputusan secara bashing!
.
.
.
TO BE CONTINUE...
Untuk saat ini cuma bisa bikin two-shot, daripada tidak sama sekali kan :V
