Saldaga| part 1
Written by : babyLU
Nie ff pernah aku post di fp exo fanfiction. Aslinya straight sih cuman aku pengen nyoba buat yaoi versinya aja disini hahaha XD
Jadi harap maklum kalo nemu kata-kata janggal karna kelewat pas ngeditnya ^^V
NB: demi kelancaran cerita anggap disini si Kai lebih tua dari Baeki ya, okeee :p
.
.
.
Selama aku masih hidup, kau adalah milikku . . .
Luhan P.O.V
Tenagaku telah terkuras habis. Aku lelah berteriak, memberontak dan menangis. Aku bisa merasakan tenggorokanku yang terasa panas terbakar.
Sekuat apa usahaku namun tak sedikitpun membuat tautan logam yang membelenggu kedua tanganku merenggang.
"mulai lelah?" tanyanya.
Aku menatap tajam figure namja yang tengah duduk diatas sofa berwarna merah pekat di hadapanku, menyaksikan perjuanganku yang tengah melepaskan borgol ini sambil menikmati segelas wine di genggamannya.
Sesekali tersenyum senang layaknya anak kecil yang tengah menonton pertunjukan sirkus pertamanya.
"pembunuh! Kau telah membunuh abeoji . . .!"
Aku membencinya, sangat membencinya. Namja yang dulu begitu ku hormati sebagai saudara ternyata hanyalah seorang pembunuh.
Kakinya beranjak lantas menghampiriku, mencengkeram daguku kasar. Memaksa kedua manik mataku untuk menatap kedalam matanya yang hitam pekat seperti lubang tak berujung yang siap untuk menghisapku lantas membiarkanku mati dan membusuk di dalamnya.
"pria tua itu pantas mendapatkannya"
Cuuuh!
Dia memejamkan kedua matanya saat air ludah yang kutembakkan dari mulutku sukses mendarat di wajahnya.
"tuan muda"
Kris, kaki tangan setianya berjalan mendekat seraya membawa sebuah sapu tangan untuk menghapus bekas pelecehan yang baru saja kulakukan. Dia menghentikan langkah Kris dan lebih memilih menghapusnya menggunakan ujung lengan jas yang dipakainya.
Bisa kurasakan cengkraman di daguku menguat, menghujamkan rentetan kukunya atas rahangku. Sakit!
Namun aku berusaha untuk tidak menampakkan rasa itu karena aku sama sekali tidak ingin di pandang lemah olehnya.
"aku selalu suka dengan apapun yang kau lakukan padaku"
Seringai itu. Seringai yang ku benci dari orang yang paling ku benci.
Jika saja borgol ini terlepas, sekarang juga akan ku buat namja brengsek itu tidak bisa tersenyum untuk selamanya.
"Kris obatnya"
Kris mendekat kearah kami seraya membawa sebuah botol kecil yang berisi beberapa kapsul berwarna hitam kemerahan dan segelas air putih.
"minum ini!" paksanya.
Aku memalingkan wajahku. Aku tidak tau obat apa itu namun aku yakin apapun itu bukanlah sesuatu yang baik, mungkin saja dia ingin membunuhku menggunakan obat itu.
Dia makin keras memaksaku, menjejalkan obat itu bulat-bulat kedalam mulutku. Mengabaikan setiap teriakan penolakan dariku.
Kris, dia ikut membantu dengan memegangi tubuhku yang terus berontak.
Aku tidak bisa menggerakan tanganku, aku tidak bisa menggerakkan kakiku bahkan aku juga tidak bisa menggerakkan tubuhku. Semua terasa lemas tak berdaya setelah sebutir kapsul itu melewati tenggorokanku. Kupikir kinerja obat itu mulai berfungsi.
"eeennggggh . . ."
Aku hanya bisa mengerang tertahan saat kepalaku berdenyut kencang, seakan syaraf-syaraf di otakku membengkak dan akan meledak secara bersamaan.
"kau akan merasa lebih baik setelah ini" bisiknya tepat di telingaku.
Dan akhirnya hal terakhir yang bisa di tangkap oleh indra penglihatanku adalah seringai busuk yang terlukis di wajahnya. Kemudian mataku terpejam dan gelap.
.
.
.
"pagi" sapaku pada dua orang yang telah terlebih dulu duduk manis di meja makan. Aku menarik sebuah kursi dan duduk diatasnya.
"kau sehat? Wajahmu terlihat pucat" tanya Kim Jongin, saudara tiriku.
Bisakah jika dia kusebut saudara tiri meskipun kami sama sekali tidak memiliki hubungan darah karena berasal dari ayah dan ibu yang berbeda?
Aku masih ingat dengan jelas malam dimana dia pertama kali masuk kedalam rumah ini.
...
"tuan Luhan, tuan besar meminta anda untuk menemui beliau di ruang tamu"
Aku melempar boneka dinosaurus yang tengah kumainkan begitu saja keatas lantai dan segera berlari melewati maid yang masih berdiri di ambang pintu kamarku.
Abeoji sudah pulang? Kenapa tidak memberitahuku.
Anak kecil mana yang tidak antusias saat melihat kedatangan ayahnya yang hampir tidak pernah pulang karena sibuk dengan urusan bisnis di luar negeri.
Tubuh mungilku mematung seketika saat melihat siapa yang tengah duduk di samping abeoji.
"luhan, kemari sayang"
Abeoji merengkuh bahuku untuk mendekat pada orang-orang asing yang kini tengah memandang padaku, aku balas memandangi mereka dengan tak kalah heran.
"sayang perkenalkan. Mulai sekarang dia adalah umma barumu sedangkan dua anak kecil itu Kim Jongin dan Kim Baekhyun, mereka akan menjadi saudaramu. Kau senang bukan?"
Aku hanya bisa diam. Tidak terlalu mengerti mengenai situasi yang saat ini tengah terjadi.
Umma baru? Bagaimana bisa dengan mudahnya Abeoji mendapatkan umma baru?
Bahkan belum ada satu bulan semenjak kematian ummaku, tapi sekarang bisa-bisanya abeoji membawa pulang janda beranak dua.
Malam itu, otak bocah 10 tahunku mempelajari satu hal. Jika sosok Ayah yang selama ini ku kagumi ternyata tak se suci yang ku kira.
"Luhan kau bisa mendengarku?"
Lamunanku buyar saat tangan Jongin melambai-lambai di depan wajahku.
"gwaenchana" aku tersenyum.
Mengambil sepotong roti tawar untuk di olesi dengan selai kacang favoritku.
Tatapan mataku teralihkan menuju pada rutinitas aneh yang selalu dilakukan namja berambut blonde di hadapanku setiap sarapan. Mengelupasi kulit roti, memisahkan bingkai cokelat yang biasa ada di pinggiran roti dan hanya menyisakan bagian putihnya saja.
"apa yang kau lihat?" sentak Baekhyun yang merasa risih karena kuperhatikan dari tadi.
Aku menggeleng dalam diam dan lebih memilih melanjutkan mengunyah sarapanku. Adik tiri yang hanya beda 2 tahun dariku itu memang agak galak dan keras kepala, maka dari itu aku lebih memilih diam daripada harus beradu mulut dengannya.
"Abeoji kemana? Kenapa tidak ikut sarapan" tanyaku saat baru menyadari jika figure ayah tidak ada di tengah-tengah kami pagi ini.
"abeoji pergi untuk selamanya" celetuk Baekhyun yang hampir saja membuat roti yang tengah ku makan tertelan begitu saja tanpa sempat di kunyah.
Braaak!
Suara benturan dasar gelas yang beradu dengan meja kaca membuat kami berdua tersentak kaget, Jongin berdehem sebentar lalu melirik tajam adik yang duduk di sebelahnya itu.
"abeoji ada rapat mendadak di Amerika, kemarin malam dia tidak sempat berpamitan denganmu"
"jinjja? Tidak biasanya Abeoji pergi begitu saja tanpa berpamitan denganku"
Aku heran, padahal biasanya jika Abeoji akan pergi ke luar negeri dia pasti akan berpamitan padaku dan bertanya oleh-oleh apa yang ingin dibawakan saat dia pulang nanti. Mungkin kemarin itu benar-benar mendadak.
Baekhyun beranjak dari kursinya, mengelap sudut-sudut bibirnya sekilas lantas mengambil tas ransel yang diletakkan diatas meja.
"tunggu Luhan selesai sarapan sebentar, lalu aku akan mengantar kalian berdua kuliah"
Baekhyun hanya melirik Jongin sekilas. Aku yakin dia tidak akan mendengar perkataan Jongin, karena Baekhyun tidak mau menuruti ucapan siapapun. Dia hidup untuk dirinya sendiri dan hanya mau mendengar ucapan hatinya sendiri.
"aku bisa berangkat sendiri" jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah kami. Jongin menghela nafas dan melihatku sekilas.
"kris . . ."
Sesosok namja tampan dengan rahang tegas menghampiri Jongin hanya dengan sekali panggil. Aku salut padanya karena dia benar-benar kaki tangan Jongin yang sangat loyal. Tidak ada orang yang Jongin paling percayai selain Kris dan tidak ada juga orang yang paling Kris patuhi selain Jongin.
Terkadang aku berfikir, hal apa yang nantinya bisa mematahkan keloyalan Kris?
"antar Baekhyun ke kampusnya"
"baik tuan muda" kris membungkukkan badannya hampir membentuk sudut 90 derajat lantas beranjak dari hadapan kami.
"kurasa aku sudah selesai jadi kita bisa berangkat sekarang" ujarku yang hanya ditanggapi anggukan oleh Jongin.
.
.
.
"tuan Jongin meminta saya untuk mengantar anda"
Baekhyun menggeram kesal saat laju kakinya terhenti karena panggilan Kris.
"aku bisa menyetir sendiri"
"maaf tuan, tapi tuan Jongin meminta saya . . . ."
"kenapa kau hanya mau menurutinya? Aku bilang aku bisa menyetir mobil sendiri" potong Baekhyun. Dia berusaha melewati namja yang kini tengah menghalanginya itu. Dia berjalan ke arah kanan maka Kris akan menghalanginya dan jika dia berjalan kearah kiri maka Kris akan menghalanginya dari arah kiri juga.
"baiklah . . baiklah"
Baekhyun melempar kunci mobil yang dengan sigap langsung di tangkap Kris. Namja itu terus menggerutu sepanjang jalan menuju mobil Audi merah miliknya.
Menggerutu kenapa dia tidak bisa mengendarai mobil yang notabene adalah miliknya sendiri, yah meskipun itu dibeli menggunakan uang ayahnya.
Kris membukakan pintu depan di sebelah kemudi untuk Baekhyun. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, tak berniat untuk memulai percakapan sedikitpun.
"berhenti disini" perintah sang tuan muda seraya melepas sabuk pengaman yang tadi dikenakannya.
"tapi kita belum sampai tuan"
"berhenti disini atau aku melompat" ancam Baekhyun. Kris paham betul dengan watak majikannya ini, dia tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Baekhyun menutup pintu mobilnya kasar setelah Kris menghentikannya di pinggir jalan. Hanya kurang 2 blok dari universitas jadi tidak masalah jika harus berjalan kaki.
"hey orang kaya"
Baekhyun tercekat saat dirasanya sebuah tangan meraih tas ransel Louis Vuitton yang tengah dipakainya sekarang ini.
3 orang pria berandal mengelilinginya dengan tatapan yang entah sulit untuk diartikan, yang jelas tidak terbaca ada niat baik dari tatapan mereka.
Sial, kebetulan sekali disini sepi tak ada seorang pun yang berlalu-lalang kecuali seorang nenek tua renta yang lebih memilih untuk segera kabur dari lokasi sebelum ikut terlibat. Bagus.
"menyingkir dariku"
Baekhyun menatap tajam pada mereka bertiga, tak tergambar sedikitpun gurat ketakutan di wajahnya.
"kau tinggal menyerahkan uang, ponsel dan semua isi tasmu itu pada kami. Maka kami akan membebaskanmu"
"sampah masyarakat seperti kalian tidak pantas menyentuh tas bermerk seperti ini"
Dia menepis setiap tarikan yang dilancarkan oleh ketiga sampah masyarakat itu yang ingin merebut tasnya. Mengumpat kasar hingga urat-urat emosi di dahinya nampak.
"pengecut! Beraninya keroyokan . . ."
Baekhyun beserta ketiga namja berandal yang tengah memegangi tubuhnya sontak menoleh pada asal suara, sesosok namja tinggi dan tampan berdiri dengan bersandar pada sisi tembok. Sebelah tangannya di masukkan pada celana jeans hitamnya sedangkan yang satu lagi memegangi permen lollipop yang berada di mulutnya.
Baekhyun mengerjapkan matanya beberapa kali, namja itu dengan sok-nya datang sebagai pahlawan yang ingin menolongnya melawan 3 berandalan sedangkan tingkahnya sendiri seperti anak kecil, memakan permen lollipop huh?
Dia mengacungkan permen lollipopnya kearah kami.
"kau, kau, kau . . . menyingkir darinya"
Ketiga orang itu tertawa lepas mendengar ucapan namja "PEMBERANI" barusan. Baekhyun memutar bola matanya sebal, dia menyesal karena meminta Kris untuk menurunkannya di tengah jalan sehingga membuatnya harus bertemu dengan orang-orang yang aneh.
"cepat selesaikan, aku harus sampai di kampus 15 menit lagi" Baekhyun mengecek jam tangan Rolex-nya yang bertabur batu-batu rubi kecil berwarna biru safir.
Namja itu mencincing lengan kemejanya dan berjalan mendekat, melayangkan tinjunya secara tiba-tiba membuat salah satu dari ketiga berandalan itu jatuh tersungkur.
Lumayan juga, pikir Baekhyun.
"brengsek" kedua teman berandalan itu maju dan mulai menyerang Chanyeol, nama dari pahlawan kesiangan ini.
Mereka menghantam muka Chanyeol namun untung saja namja tampan itu sempat menghindar dan membalas dengan pukulan yang mengenai perut salah satunya.
Grep!
Chanyeol mulai kehabisan akal saat dua dari mereka masing-masing memegangi tangannya.
"sekarang kau bisa apa bocah?" ujar berandalan yang pertama kali mendapat pukulan dari chanyeol. Dia menarik kasar permen lollipop dari mulutnya, membuat namja itu sedikit meringis kesakitan karena kerasnya permen membentur giginya.
"habisi dia"
Ketiga berandalan itu memukul dan menendangi Chanyeol dengan membabi buta, sedangkan yang menerima pukulan hanya bisa meringkuk di tanah seraya melindungi kepalanya menggunakan tangan.
Lagi-lagi Baekhyun mendengus kesal, ternyata namja itu tak selumayan yang tadi sempat dipikirnya. Sekarang dia malah membuat keadaan menjadi lebih rumit, merelakan dirinya sendiri babak belur seperti itu.
Baekhyun mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang bisa di gunakannya untuk menolong namja bodoh ini.
Braaak!
Salah satu dari mereka terkapar dengan kepala berlinangan darah saat dengan entengnya Baekhyun menghantam kepalanya menggunakan sebilah kayu.
"ayo kita selesaikan sekarang juga"
Baekhyun memukul kaki, punggung dan bagian tubuh lain yang dirasanya mampu mematahkan pertahanan lawannya. Chanyeol menengadahkan wajahnya yang penuh dengan luka lebam kebiruan, namun luka-luka itu sama sekali tidak bisa menutupi garis ketampanan yang dimilikinya sejak lahir.
Dia makin membulatkan kedua matanya saat samar-samar suara retakan sesuatu terdengar dari berandalan yang ada di depannya, diikuti dengan suara teriakan menyayat telinga.
"hey, kau bisa mematahkan lengannya" Chanyeol beranjak dan menahan tangan Baekhyun yang tengah kalap memuntir tangan kiri berandalan itu.
Baekhyun menghempaskan kasar tangan berandalan yang sudah tak jelas bentuk tulangnya.
Chanyeol menelan air liurnya kesulitan, dia tidak habis pikir jika namja manis yang ada di hadapannya ini ternyata begitu mengerikan.
"begini, caranya menghabisi musuhmu" Baekhyun mengambil tasnya yang telah kotor di atas tanah, menepuknya pelan untuk mengusir debu-debu yang menempel dan melangkah pergi.
Chanyeol mengejarnya "tapi kau bisa saja membunuh mereka"
Baekhyun tetap berjalan seakan namja yang berjalan di sebelahnya ini tak ada.
"hey, aku bicara padamu"
"kurasa tidak ada hal yang perlu ku dengar"
Baekhyun mendorong Chanyeol yang menghalangi jalan membuat tubuhnya yang telah kotor oleh tanah dan luka lebam itu sedikit terhuyung ke belakang.
"beginikah caramu berterima kasih pada orang yang telah menyelamatkanmu?"
Baekhyun tertawa sarkatis, lucu jika namja itu berbangga hati karena berfikir telah menyelamatkannya. Dan dia harus berterima kasih atas aksi heroik konyol barusan?
"ralat. Akulah yang menolongmu"
Chanyeol menyerah, dia berhenti menghalangi namja itu.
Namja yang aneh, pikir Chanyeol.
.
.
.
Sehun P.O.V
Aku melampar bongkahan es yang baru saja kubeli untuk Chanyeol . Dia menatapku dengan tatapan terima kasih lantas menempelkan bongkahan es itu di area sekitar wajahnya yang membiru.
Pagi ini dengan sangat terpaksa aku harus membolos kelas hanya untuk menemaninya, dia terus mengeluh tidak bisa konsentrasi pada penjelasan dosen dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
Kasihan juga.
"seharusnya kau tidak perlu menolongnya" ujarku
"aku ini seorang pria sejati jadi tidak mungkin membiarkan seorang tak berdaya di keroyok seperti itu"
"tapi pada akhirnya malah dia yang menolongmu kan?"
Chanyeol mengerucutkan bibirnya mendengar ucapanku. Aku tidak bermaksud mengejeknya hanya saja ceritanya barusan benar-benar lucu untuk di simak, mungkin suatu saat nanti Chanyeol harus menceritakan pengalaman heroik konyol itu pada anak cucunya.
Sebuah mobil Bentley mulsanne berwarna hitam metalik berhenti tak jauh dari tempat kami duduk. Aku tau dengan jelas mobil milik siapa itu karena beberapa hari terakhir ini aku memang mengamati pemiliknya.
Seorang namja manis dengan rambut kecokelatan yang sedikit berkilau saat tertimpa sinar matahari.
"mengagumkan" gumamku pelan
Chanyeol yang mendengar gumamanku ikut mengamati objek yang tengah kupandang.
"iya mengagumkan. Itu mobil Bentley keluaran terbaru, harganya pasti sangat mahal"
Aku menjitak pelan kepala Chanyeol karena telah dengan seenaknya membandingkan keindahan objekku dengan sebuah benda mati beroda empat.
"bukan mobilnya tapi Xi Luhan"
"namja itu lagi, kau serius menyukainya?" tanya Chanyeol
Entahlah Chanyeol-ah . Aku sendiri tidak mengerti dengan perasaan yang mulai tumbuh dalam diriku ini, yang bisa kurasakan hanyalah dentuman jantung yang berdetak makin kencang setiap melihat sosok indahnya.
Serasa ada ribuan gelembung yang meletus di dalam perutku.
"kurasa iya"
.
.
.
RnR pleaseeeee~ #bow
