ENTITY
A collaboration, KuncenKasur and Wulancho95
BTS fanfiction
Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit
Minyoon
.
.
.
Mungkin saat itu aku seharusnya sudah mati, tapi aku dapat kesempatan untuk bernapas lagi, melewati satu malam kritis setelah operasi besar yang memperbaiki organ-organ penting di dalam tubuhku.
Usai jadi korban tabrak sebuah truk, rusukku patah dan menusuk paru-paruku. Bagian-bagian di sekitar dada dan perutku pun terluka. Kepalaku masih selamat, tapi ibuku bilang harapan hidupku sudah sangat kecil. Iya, mungkin aku sangat mengenaskan saat itu. Tapi aku juga tak tahu kenapa aku bisa selamat. Entah dokter yang menangani operasiku adalah dokter-dokter yang hebat, atau campur tangan Tuhan menjadikan prosentase kehidupanku yang hanya nol koma sekian itu bertambah tiba-tiba. Aku tak tahu.
Yang jelas, pengalaman itu membuatku berubah banyak. Ini bukan seperti seorang anak kecil yang naik sepeda, jatuh, dan mulai mengerti bahwa mengayuh itu butuh keseimbangan dan konsentrasi. Tapi ini adalah sebuah peristiwa besar yang membuatku banyak berpikir. Yang mendominasi dari isi kepalaku adalah kata tanya kenapa. Kenapa aku bisa hidup lagi? Kenapa aku bisa sembuh dari lukaku? Kenapa ini? Kenapa itu? Banyak kata kenapa.
Aku tak begitu percaya pada cerita orang meski itu dari ibuku sendiri. Tentang segalanya yang dibuat sedekat mungkin dengan akal sehat. Ketika aku bertanya kenapa pemulihanku hanya mengambil waktu separuh dari yang umumnya, ibuku hanya menyuruhku untuk mensyukurinya saja. Tidak usah bertanya apa-apa. Tapi aku butuh jawaban. Aku ingin tahu segala hal. Termasuk tentang sebuah rahasia yang tak pernah kuumbar pada siapapun. Yang jadi beban di pikiranku selama beberapa bulan belakangan ini. Tentang lukaku, yang selalu sembuh dalam sekejap meski tanpa obat.
Aku baru menyadari ini, saat aku tengah membelah apel dan ujung pisau yang kugunakan langsung mengiris telapak tanganku. Aku menekan benda itu keras dengan maksud membuatnya terbelah sekali potong, tapi entah tenagaku yang berlebihan atau bagaimana, pisau itu melukai tanganku sendiri. Mengirisnya. Irisan itu lebih seperti sayatan, lebar menganga. Darah yang mengalir dari lukanya kubalut dengan kain bal. Kuperhatikan seberapa lebar dan seberapa dalam luka itu. Tapi semakin lama kutatap, semakin kecil lukaku. Kemudian aku sadar bahwa tak ada lagi rasa sakit setelah hampir satu menit aku menunggu. Kukibas-kibaskan tanganku di udara. Hanya ada sisa darah yang mulai mengering. Aku merasa ini lucu dan ajaib. Kubilas luka itu dengan air hingga darahnya meluruh. Lalu kucoba menyayatnya lagi. Sama. Proses merapatnya kulit yang sobek itu dapat kulihat dengan jelas. Cepat sekali. Bagaimana jaringan-jaringan tipis itu saling bertemu, saling membelit, saling bertumpu menjadi suatu lapisan kulit baru. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Sungguh menakjubkan.
Sejak saat itu aku mulai merasa, bahwa mungkin aku diberi karunia yang tak biasa.
Tapi jika kukatakan pada ibu dan orang-orang di sekitarku, mereka mungkin akan menganggapku sebagai pembual. Jadi, ya, sampai saat ini, aku belum pernah memberitahu siapapun.
-o0o-
ENTITY
-o0o-
"Jimin, satu panggilan lagi dan jika kau tak keluar aku akan membakarmu!" serunya. Tentu saja dia hanya bercanda. Kekasihku itu memang memiliki selera humor yang buruk. Membakar orang akan dikenakan hukuman penjara lama kalau ia benar-benar akan melakukannya. Jadi kuturuti saja meskipun sebenarnya aku masih sangat enggan membuka mata.
"Aku turun, hyung." jawabku dengan malas karena demi Tuhan, ini hari Minggu, kenapa dia harus membangunkanku pukul tujuh pagi? Aku pikir kepalanya tengah terbentur sesuatu semalam, padahal biasanya dialah yang paling malas untuk menyambut hari.
Namanya Yoongi, seorang bungsu dari keluarga Min yang imut sekali. Tapi galak, galak yang imut. Terserahlah, yang penting dia imut. Dan dia kekasihku, sejak enam bulan lalu.
Kuseret langkahku menuju tubuh kecilnya yang tengah berkutat dengan sesuatu di konter dapur. Aku mengernyit sedikit melihat kaos putih kebesarannya melorot di bagian bahunya yang sebelah kiri hingga menampakkan kulitnya yang putih dan mulus.
"Aku bahkan begadang untuk mengerjakan tugas Profesor Kim tadi malam, dan kau tidak membiarkan hari Mingguku damai, hyung.." ku dudukkan tubuhku yang masih kehilangan seperempat nyawa di meja makan, menyenderkan kepala hingga sepenuhnya tergeletak tak berdaya. Ingin sekali rasanya memejamkan mata. Tapi aku tak ingin dipukul spatula oleh Min Yoongi yang galak itu. Jadi ku urungkan saja niatku.
"Ya ya ya, teruskan saja gerutuanmu, tidurmu memang lebih penting dari apapun di dunia ini..." dengarlah siapa yang meggerutu sekarang. Meskipun aku tak melihatnya, aku yakin dia sedang memasang wajah yang minta dicubit. "..meskipun itu adalah kencan kita yang sudah kau rencanakan awal minggu kemarin."
Damn!
Aku melupakannya. Aku memang pantas dibakar.
Kutegakkan tubuhku, melangkah ke tubuh kekasihku yang sekarang tengah kesulitan mengambil entah apa itu di kabinet. Dia memang pendek sekali ternyata. Aku memeluknya dari belakang dan mengusalkan kepalaku di lekukan lehernya.
"Apa?" katanya pura-pura tidak tahu bahwa aku sedang dalam mode meminta maaf secara tidak langsung.
Aku melihat wajahnya dari samping. Poninya yang mulai memanjang hampir menutupi matanya dan aku yakin itu terlihat gatal. Pipinya menggembung dan bibirnya mencebik lucu. Ah. dia benar-benar imut, kan? Aku tidak tahan untuk tak mengecupnya. Sungguh.
Cup!
"Apa, sih?Kau ini."
Dia tersenyum. Aku juga.
Bahagia rasanya memiliki Yoongi di dunia ini. Meskipun dia terlihat dingin di mata orang-orang yang belum mengenalnya, atau galak dan cerewet sekali pada yang sudah akrab, tapi sebenarnya dia memang semenggemaskan ini.
"Aku akan mandi dulu kalau begitu. Setelah sarapan, kita berangkat," ujarku, membuatnya mengangguk lucu.
-o0o-
ENTITY
-o0o-
"Aku lelah Jim." kuelus punggung tangannya yang masih dalam genggaman tanganku secara konstan. Tanganku yang lain menuntun kepalanya untuk menyender di bahuku, dan dia langsung memejamkan matanya.
Kami telah menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan seharian ini. Di mulai dari berjalan di jembatan layang Seullo yang tengah nge-trend. Yoongi-hyung benar-benar ingin kesana. Dan karena ini bulan April yang berarti musim semi, suasana pagi masih sangat cerah dan bersahabat. Bunga dan pohon yang ditanam banyak disana seperti jantung oksigen bagi kota Seoul yang padat akan bangunan.
Tujuan selanjutnya adalah game center. Percayalah, aku dan Yoongi-hyung sangat payah dalam hal memainkan permainan apapun di dalamnya. Karenanya kekasihku itu selalu memasukkan list mengunjungi game center, sekalian mengasah kemampuannya yang nol besar, katanya. Hitung-hitung latihan. Aku tahu bahwa sebenarnya dia malu saat teman-teman kampusnya mengajaknya bermain dan dia selalu kalah. Akan kurahasiakan ini, tenang saja.
Dan sisa separuh harinya Yoongi-hyung mengajakku ke taman bermain untuk sekedar melepas stres dengan berteriak nyaring sekali saat menaiki roller coster. Aku sempat mendengarnya mengumpati dosen pembimbingnya di sela teriakannya. Maklum saja, mahasiswa akhir seperti dia memang stres sekali.
Dan saat matahari mulai beranjak, danau di taman Song Naru bukan tempat yang buruk untuk melepas lelah sembari menikmati angin sore yang entah kenapa tiba-tiba terasa lebih kencang. Beberapa pengunjung juga terlihat beranjak untuk pulang. Mungkin akan turun hujan karena awan-awan kumolonimbus mulai berarak dan menutupi sebagian bentangan langit di atas sana.
"Hyung," kutepuk beberapa kali pipinya dengan lembut. Aku tidak tega sebenarnya. Wajah damainya yang tertidur di manapun dan kapanpun seperti ini terlihat lucu sekali. Tapi aku tak ingin kami berakhir dengan kehujanan di sini.
"Kita akan kehujanan kalau kita tak pulang sekarang," aku masih mencoba membangunkannya dengan cara sepelan mungkin. Min Yoongi itu tipe yang akan mengamuk kalau tidurnya diganggu. Jadi aku akan meminimalkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
"Piggy back," katanya pelan. Astaga, dia bahkan tak membuka matanya sama sekali. Dan aku hanya akan menurutinya.
Kutegapkan langkahku untuk mulai berjalan ke halte terdekat untuk mengambil bis dengan jalur yang melewati apartemen kami. Cuaca yang tadinya cukup cerah tiba-tiba menggelap dengan cepat. Bukan karena malam yang datang terlalu dini. Tapi, awan-awan hitam itu membawa suasana suram. Dan rintikan air mulai berjatuhan.
"Hyung, hujan!" seruanku membuat kekasihku yang tadi masih nyaman mengusal di leherku langsung terjaga dan melompat turun dari punggungku. Kami berlari dengan cepat ke arah toko duapuluhempat jam yang hanya berjarak tiga meter dari tempatku berjalan tadi.
"Ah, sial." kekasihku mulai mengumpat saat guyuran hujan tiba-tiba tadi membasahi jaketnya. Dia tak suka dingin, dan itulah kenapa ia tak suka hujan.
"Pakai jaketku, hyung." kulepaskan jaketku yang lebih tebal dari miliknya. Dan ia langsung memakainya setelah melepas jaketnya sendiri yang telah kuyup.
Kemudian kami masuk ke dalam toko itu. Duduk di sana menunggu hujan untuk reda karena berjalan di bawah payung saat hujan masih membuat Yoongi-hyung kedinginan. Ditambah dengan kondisiku yang sudah tak memakai jaket. Kami akan demam dan itu merepotkan.
"Kapan redanya, sih?" Yoongi-hyung menggerutu sebal di sebelahku. Mungkin karena dia sangat bosan setelah menunggu tiga jam dan tidak ada tanda-tanda hujan akan reda. Aku juga sangat mengantuk sebenarnya.
"Mau ke mana?" tanyaku yang melihatnya bangkit dari duduk.
"Mencari sesuatu untuk di makan."
Aku menopang dagu di meja dekat kaca sementara Yoongi-hyung berjalan ke jejeran rak dekat kasir–matanya langsung bisa menemukan di mana letak permen-permen manis favoritnya.
"Lho? Kasirnya mana?"
"Tadi aku lihat dia pergi, masuk ke pintu belakang itu. Mungkin dia tak mau menunggui orang yang hanya masuk toko untuk berteduh seperti kita."
"Tapi kan kita ke sini untuk membeli sesuatu juga. Ada pembeli malah ditinggalkan!" gerutunya sembari mencondongkan tubuhnya di depan meja kasir, menengok ke pintu yang terletak di pojok toko.
Aku hanya menyunggingkan senyum maklum. Dia yang tukang menggerutu itu sangat lucu. "Yaa, mungkin dia ada urusan dulu di belakang sana, sabar saja."
Kling! Kudengar bunyi bel di pintu dan kulihat seseorang dengan jaket hitam dan tudung yang terpasang di kepalanya masuk kedalam toko. Jaketnya betul-betul basah. Bahkan tetesan airnya jatuh dan mengotori lantai dibawahnya bercampur dengan tanah yang basah dari sepatunya. Ia berjalan lurus ke arah Yoongi-hyung yang sama sekali tak melihatnya.
"Y—"
Aku tak yakin keputusanku ini benar atau tidak, karena saat aku melihat orang itu mengeluarkan pisau dan bersiap menusuk kekasihku. aku langsung bertindak di luar kendali dengan menghalangi tangan orang asing yang siap menancapkan benda tajam itu hingga perutkulah yang menjadi sasarannya.
"AAAAAK!"
Yoongi-hyung menjerit. Pisau itu kurasakan dicabut kembali dengan sekali tarikan. Aku jatuh terduduk. Selain jeritan kekasihku aku mendengar juga teriakan panik dari orang lain di toko itu. Si kasir yang akhirnya muncul.
"Perampok!"
Aku tak melihat apa yang orang itu lakukan, tapi kudengar suara benda keras yang dijauhkan, juga denting logam yang terpantul-pantul. Mungkin orang itu berniat menggasak uang di meja kasir dan mengira Yoongi-hyung adalah penjaga toko, makanya dia berniat menusuk kekasihku.
Yang ku lihat kemudian adalah kakinya yang berlari tergesa, keluar dari toko dan kabur entah kemana.
"Uhh..." lenguhku.
"Jimin!" Yoongi-hyung yang melihat darahku berceceran karena terkoyak langsung menghampiriku dengan tubuh yang bergetar, sementara si kasir pun tak jauh beda dengannya.
"Astaga! Kau ditusuk?!" teriak kasir itu. Aku memegangi perutku yang nyeri luar biasa.
"Jim–Jimin.." Yoongi-hyung nampaknya terlalu kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi.
"Panggil ambulans!" kata kasir itu. Sembari merapalkan namaku dengan suara yang nyaris habis, Yoongi-hyung mengambil ponsel di saku celananya dengan tangan yang masih tremor.
Aku tidak berteriak kesakitan meski ini luar biasa nyeri. Karena lukaku ini akan baik-baik saja beberapa waktu ke depan. Jadi kuhentikan tangan Yoongi-hyung yang masih mengetik nomor di ponselnya. Tanganku yang berlumuran darah membuatnya berjengit kaget.
"Jangan... jangan hubungi ambulans, hyung," pintaku. Aku mencengkeram pergelangan tangannya.
"T-tapi Jim, perutmu, lukamu.." dia bahkan sudah berkaca-kaca sekarang. Aku menengadah melihat wajahnya yang pucat pasi.
"Kita pulang saja," kataku.
"Ap-apa?!"
Aku bangun. Dengan langkah gontai kutarik tangannya keluar dari toko itu. Aku tak menoleh ke belakang untuk melihat si kasir. Yang kupikirkan, hanyalah sesegera mungkin pergi dari tempat berdarah itu.
"Jimin!"
Teriakannya seiringan dengan langkahku yang lebar dan cepat. Sedikit berlari, itu untuk mencegah darahku semakin banyak menetes di jalanan. Ketika menemukan sebuah gang sempit dengan batu-bata ekspos di kanan-kirinya, aku berbelok, sedikit menghempaskan tangan kekasihku yang masih kalut.
"Kau ini kenapa?!" bahkan hujan yang deras tak berhasil meredam teriakannya padaku.
"Diamlah dulu." luka di perutku masih sangat sakit dan aku butuh sedikit waktu untuk bernapas. Aku meremas kaosku. Yoongi-hyung berdiri dengan wajah yang ekspresinya bercampur aduk.
"Tapi—"
"Ini akan sembuh," ujarku lagi meyakinkannya. Saat aku mengatakan bahwa aku belum memberitahu siapapun tentang diriku, maka artinya kekasihku juga belum tahu. "Percayalah."
Dia menggeleng, tak mengerti. "A-apa maksudmu? Lukamu itu, ah, Jimin."
Kata-kataku tak cukup meyakinkannya. Aku menahan napasku sejenak dan membuangnya pelit. Lantas kusibak kaos abu-abuku yang sudah basah oleh hujan, ternoda dengan banyak darah di sana, memperlihatkan lukaku yang masih segar, terkoyak dan berdarah. Namun seperti keajaiban yang sudah terjadi puluhan kalinya, luka itu perlahan tertutup sendiri.
Aku diam dan membiarkannya melihat sendiri apa yang terjadi pada diriku. Sesuatu yang tak sejalan dengan nalar.
"Ya Tuhan, lukamu..." dia berucap lalu menutup mulutnya dengan jari yang tak rapat. Lagi aku mengangkat kepalaku untuk menatapnya. Dan aku melihatnya. Melihat bagaimana wajah Yoongi-hyung yang sekarang bukan menampilkan ekspresi takut atau kaget.
Dia sepertinya excited.
Ada sedikit sunggingan senyum takjub di sana.
-o0o-
ENTITY
-o0o-
CONTINUED
Halo. saya dan Wulancho95 akhirnya collab untuk pertama kali eheheh. Kami sepakat untuk bikin cerita minyoon dengan tema nganu begini karena dasarnya kami suka sama hal-hal yang agak nganu. Kalau yang udah sering main ke akunnya Wulancho95 mungkin udah hapal ya maksud nganunya gimana... saya juga beberapa kali pernah bikin yang modelnya begini. Jadi, nggak ada salahnya kami collab.
Di sini saya dan Wulancho95 bergantian nulis, tapi tidak perchapter. Karena kami sepakat juga kalau cerita ini nggak bakal panjang-panjang. Nulisnya aja gantian segimana idenya berjalan, hahahah.
Yah, begitulah pokoknya.
Salam saja dari penjaga kasur dan Wulancho95.
