an ansatsu kyoushitsu fanfiction:

Irina

Ansatsu Kyoushitsu/Assasination Classroom © Yuusei Matsui

Saya tidak mendapat keuntungan materiil apapun dari fanfiksi ini


1.

"Ih! Tadaomi!"

Pria itu menoleh enggan. "Apa?"

"Temani, yuk!" Irina menyenggol lengannya. "Ayo!"

Tadaomi memutar matanya malas.

"Tadaomiii!"

"Tidak, Irina."

Irina memanyunkan bibir. "Sekali ini saja, ya? Kumohon!"

"Tadaomi, ayo, dong!"

Ujung-ujungnya, Irina berhasil menggeret suaminya ke pusat perbelanjaan; dijadikan tukang angkut dengan upah sepotong kaus baru.

.

2.

"Ratu itu aku!"

Irina kibas rambut; dengan bangganya mengklaim bahwa ratu di buku dongeng itu adalah dia.

"Jangan percaya, Naomi." Tadaomi menggeleng. "Mamamu tak mungkin sebaik itu."

"A-apasih!"

"Benar, 'kan?"

"Kau 'kan bisa jadi rajanya!"

"Tidak. Merepotkan."

"Tidak asyik!"

Irina merajuk.

"Tapi, ratu di rumah ini 'kan mama," ucap Naomi polos. "Anggap saja rumah ini istana."

Tadaomi mendengus; Irina balik mengejek.

"Anak pintar."

.

3.

"Ini yang kau sebut cupcake?" tanyanya. Matanya memicing. "Dulu kau tidak pernah meracun kue, ya?"

Irina mengeluh. "Aku sudah berusaha semampuku."

"Aku tahu." Tadaomi mengambil satu. "Pahit."

Ia menciut bibir. Kemudian ia mencicit, "Bisa semua hal itu mustahil."

"Aku juga tahu itu." Pria itu maju dan mengecup dahinya singkat. "Kau juga sudah lebih dari cukup."

"T-tadaomi! Apasih!"

"Latihan lagi sana."

.

4.

Napasnya berderu lucu. Ditambah rambut yang jarang-jarang dikuncir dihias peluh. Kadang Tadaomi berpikir betapa konyolnya mantan pembunuh profesional sudah hampir mendekati ajal begitu walau hanya berlari sekilo.

"Terus saja berpikir yang tidak-tidak!" teriaknya di sela-sela tarikan dan buangan napasnya. "Terus saja!"

Tadaomi mengulurkan botol minum. "Nih."

"Terima kasih," sungutnya ketus.

"Kau nanti jadi cepat menua, lho."

"Terserah, Tadaomi, terseraahh!"

Irina mulai berlari; menyolong start, mendahului duluan.

Kadang ia berpikir jika Irina lucu juga dengan sikapnya yang begini.

.

5.

Aneh kadang.

Saat ia berduaan dengan Naomi, sering pikiran itu menghampiri dirinya lagi. Bertanya-bertanya, dan pria itu selalu tak menemukan jawaban. Biasanya hal itu datang ketika ia mengelus-elus rambut hitam Naomi, atau ketika sedang memeluknya dari belakang, oh, kadang-kadang saat tiduran di sisinya yang sedang tidur siang.

Kenapa dia menikah dengan Irina.

Tadaomi geleng-geleng.

Cantik? Masa iya karena itu. Baik? Ya, sih, walau pembunuh. Pintar masak? Tidak juga. Banyak talenta? Benar sih, tapi rasanya bukan.

Lalu ketika ia berpaling lagi ke Naomi—mencari bukti dari cerminan mereka berdua—pertanyaan itu langsung lenyap.

Aneh kadang. Tadaomi jadi penasaran sebenarnya adakah jawaban yang tepat?

Atau pertanyaan itu tidak memerlukan sebuah jawaban?


end.


a/n: lagi-lagi pendek:'3 ih apa sih saya ga bisa nyari ide /dibuang Lagi-lagi KaraIri ya, sumpah saya ngehype banget ngeliat mereka berdua di pv season 2 yang bikin aaaa asdfghjkl :''''3