CHAPTER 1

-Kisah Masa Kecil-

"Sasuke, mau kemana?" Tanya Mikoto Uchiha pada anak bungsunya.

"Aku mau menangkap serangga bu." Jawabnya sambil bersiap-siap dan mengambil jaringnya.

"Oh, bersama Sakura-chan dan Naruto-kun ya?"

"Iya."

"Ya sudah. Hati-hati di jalan ya." Kata Mikoto sambil tersenyum.

Sasuke balas tersenyum. "Iya. Aku berangkat."

"Salamat jalan."

Sakura, Sasuke, dan Naruto berencana pergi menangkap serangga di alun-alun desa mereka. Konoha. Di dekat alun-alun tersebut terdapat padang rumput yang cukup luas. Hari ini matahari sedang bersemangat memancarkan cahayanya sehingga udara terasa panas sekali. Tak heran musim ini disebut musim panas. Mereka bertiga selalu bermain bersama jika hari libur, karena mereka sudah bersahabat sejak dilahirkan. Orang tua mereka sudah bersahabat sejak kecil. Hubungan mereka sangat dekat. Tidak heran rumah mereka berdekatan, ini juga karena orang tua mereka yang merencanakannya. Sampai sekarang, mereka berumur 8 tahun.

Sakura dan Naruto sudah duduk di bangku yang ada di kompleks perumahan mereka. Bangku tersebut memang sering mereka gunakan untuk tempat mereka berkumpul. Di dekat bangku-bangku itu ada sebuah taman kecil yang sangat terawat. Membuat mereka nyaman berada disana.

"Aaah…Sasuke lama sekali sih." Naruto mulai mengeluh.

"Kau ini, sabar sedikit dong Naruto." Sakura merasa risih mendengar keluhan Naruto.

"Iya iya."

Beberapa menit kemudian Sasuke terlihat keluar dari rumahnya. Lalu berjalan ke arah Sakura dan Naruto.

Sakura yang pertama melihatnya langsung menyambut Sasuke dengan raut muka ceria. "Ah! Itu Sasuke-kun."

"Maaf aku sedikit terlambat."

"Kau tidak terlambat kok Sasuke-kun." Sakura tersenyum pada Sasuke

"Haaah…kau ini mulai tertular virusnya Kakashi-sensei." Naruto berkacak pinggang.

"Naruto! Jangan mulai." Sakura menegur.

Sasuke hanya melirik Naruto dingin.

Naruto balas memandang Sasuke.

"Sudahlah semuanya. Ayo kita segera berangkat, nanti keburu siang." Sakura berjalan disusul Sasuke. Lalu Naruto.


2 jam kemudian…

Mereka bertiga berjalan bersama sambil membawa kandang yang sekarang sudah terisi beberapa serangga.

"Wah, lagi-lagi Sasuke-kun yang paling banyak dapat serangga ya. Sasuke-kun memang hebat." Sakura tersenyum manis.

"Haaah, dasar sial." Naruto menggumam tidak jelas sambil melirik isi keranjang Sasuke.

"Kenapa kau Naruto?" Tanya Sasuke yang menyadari kalau sedari tadi Naruto meliriknya.

"Tidak." Naruto memalingkan muka.

Beberapa saat kemudian mereka sampai di kompleks perumahan mereka. Kompleks ini adalah salah satu kompleks elit yang ada di desa Konoha.

"Sampai nanti Sakura-chan." Naruto melambaikan tangannya sambil menunjukkan senyumnya yang lebar itu, lalu masuk ke rumahnya.

Sakura masih mengikuti Sasuke. Sampai melewati rumah Sakurapun gadis kecil berambut pink itu masih terus mengikuti Sasuke.

Sasuke akhirnya menyadarinya lalu berbalik, "Sakura? Kenapa masih disini?" Tanya Sasuke dengan heran.

Sakura berbicara sambil menunduk, "Emm…apa aku boleh main ke rumahmu Sasuke-kun?" Pipi gadis itu memerah karena malu, "a…aku ingin meminjam sesuatu." Katanya cepat.

"Hn?" Sasuke berpikir sejenak, "Ya sudah, ayo ikut." Sasuke berjalan dahulu.

Sakura tersenyum, "Terima kasih." Katanya. Menyamai langkah Sasuke.

Mereka berjalan menuju kediaman Uchiha. Sesampainya disana, pintu rumah Sasuke dibuka. Tiba-tiba dua anak itu merasakan aura yang berbeda. Dilihatnya darah mengalir di dekat kaki mereka. Keduanya kaget bukan main. Sakura tanpa sadar sudah memegang lengan Sasuke. "Sa…Sasuke-kun, apa…itu?" Sakura menunjuk darah yang masih menggenangi lantai rumah itu.

"Aku…tidak tahu." Jawabnya. Dengan seluruh keberanianya Sasuke masuk ke rumahnya lebih dalam lagi.

Sakura masih merinding ketakutan, "Sasuke-kun tunggu." Gadis itu menyusul Sasuke ke dalam.

DEG

Jantung mereka berdua seakan berhenti berdetak.

"KYAAAAAAA!" Sakura dengan spontan menjerit sejadi-jadinya sambil menutup mata.

Sasuke melihat ayah dan ibunya tergeletak di lantai berlumuran darah. Tak ada gerakan. "A…Apa yang…"

"Sa…su…ke." Terdengar suara tak jauh dari mereka.

Sasuke spontan teriak, "NIISAN!"


Mata Sasuke menerawang jauh. Jauh sekali hingga tak terkira. Ia sama sekali tidak pernah berpikir hal seperti ini akan terjadi dalam hidupnya. Tepatnya diusianya yang terbilang sangat muda. Saat ini ia tengah berada di pemakaman orang tuanya. Banyak sekali orang yang hadir hari itu. Bahkan Hokage ketiga, kepala desa Konohapun ada di sana. Orang-orang sedang berlalu-lalang berusaha menghibur Sasuke.

"Sasuke-kun, kau harus kuat. Kau laki-laki kan?" Tanya ayah Naruto, Namikaze Minato sambil menepuk bahu Sasuke.

"Hn."

Minato berlalu. Kali ini ibu Sakura yang mendatangi Sasuke. Ia memandang Sasuke dengan tatapan sedih. Lalu memeluknya erat. "Jangan khawatir Sasuke-kun. Masih ada kami. Mikoto dan Fugaku pasti tidak ingin melihatmu sedih begini. Ya?"

"Hn."

Ibu Sakura melepaskan pelukannya, menghela napas panjang, lalu pergi. Kegiatan memberi semangat hidup pada Sasuke ini masih berlangsung lama. Ketika orang-orang kebanyakan sudah mulai pulang, giliran Naruto dan Sakura yang mendekati Sasuke. Tapi berbeda dari yang lainnya, kedua sahabatnya itu tidak mengatakan sepatah katapun. Mereka hanya tenggelam dalam diam. Tapi seolah mereka mampu membaca isi hati masing-masing. Mereka bertiga hanya duduk dekat makam orang tua Sasuke, tapi pikiran Sasuke sama sekali tidak berada disana.

FLASHBACK

Sasuke memandangi kakaknya yang terkulai lemah tak sadarkan diri di tempat tidur Konoha Hospital. Sakura menemani di sampingnya. Beberapa saat kemudian kakak Sasuke, Itachi terbangun.

"Niisan!" Sasuke terhenyak.

"Itachi-niisan." Sakura memandang Itachi dengan pandangan sedih.

"Sasuke…ugh…" Itachi memegangi kepalanya yang diserang rasa sakit.

"Niisan jangan banyak bergerak dulu." Sasuke membantu kakaknya berbaring.

"Sasuke…maaf…aku tidak berhasil menyelamatkan ayah dan ibu." Itachi memandang adik semata wayangnya itu. "Orang itu adalah rekan bisnis ayah. Tapi karena ada suatu hal, hubungan mereka menjadi sangat buruk. Sekarang seluruh bisnis orang itu telah gulung tikar dan iapun menjadi gila. Dan akhirnya…dia membunuh ayah dan ibu. Tidak hanya itu, ia juga menguras harta ayah. Kita sudah tidak punya apa-apa sekarang." Mata Itachi mulai berkaca-kaca.

Sedangkan Sakura sekarang sudah menangis tersedu-sedu mendengarkan cerita Itachi.

"Tapi untungnya orang itu sudah ditangkap dan divonis seumur hidup." Itachi menambahkan. "Sasuke…mulai sekarang, kalau kita masih ingin terus hidup, kita harus berusaha keras. Aku mohon kau mau bekerja sama. Aku akan bekerja untuk membiayai makan kita sehari-hari. Sedangkan untuk biaya sekolah…aku mohon kau bisa belajar dengan giat, supaya kita bisa mendapat beasiswa. Sasuke, hidup kita sudah tidak sama lagi sekarang. Jadi tolong, kau mau mengerti. Ya?"

Sasuke hanya mengangguk pelan.

Sakura terisak "Itachi-niisan…Sakura juga…akan membantu sebisa Sakura." Kata Sakura ditengah isakannya.

Itachi tersenyum penuh arti. "Terima Kasih Sakura-chan."

FLASHBACK END

Rintik-rintik hujan mulai berjatuhan. Sedetik kemudian hujan sudah mengguyur mereka bertiga. Naruto sudah mulai panik. Sasuke sama sekali tidak bergeming.

"Sasuke-kun, ayo kita pulang. Nanti kau bisa sakit." Sakura menggandeng tangan lemah Sasuke, membantunya berdiri.

Naruto berlari di depan. Disusul kedua sahabatnya.

Sasuke mengantarkan sekeranjang buah-buahan yang baru saja diberikan Sakura, lalu menaruhnya di meja sebalah tempat tidur Itachi. Ia melihat kakaknya yang sedang tidur. Melihat Itachi membuatnya berpikir. "Apa yang harus aku lakukan mulai sekarang?" Rasanya hidup Sasuke tidak lengkap lagi. Ia tidak tahu bagaimana jadinya kalau ia juga kehilangan kakak semata wayangnya ini. Tiba-tiba tekad Sasuke muncul. Ia tidak ingin hidup hanya dengan belas kasihan orang lain. Ia akan menunjukkan pada semua orang kalau mereka bisa hidup walau tanpa orang tua. "Niisan, aku akan berusaha keras. Aku tidak ingin menjadi bebanmu." Kemudian Sasuke tertidur di pinggir tempat tidur Itachi.

Itachi yang sedari tadi berpura-pura tidur kini membuka mata. Memandangi adiknya yang tertidur sambil mengusap lembut kepala Sasuke. Tersenyum.

---to be continued---