Naruto © Masashi Kishimoto
Story By Yumi Murakami
Warning: AU, OOC, Typo(s) bertebaran dimana-mana, Abal, Gajje
No Like, Dont Read.
.
Special forLivylaval
.
Unintended
.
.
Chapter 1
Konoha Gakuen─Salah satu sekolah ternama yang ada di jepang dengan fasilitas, pengajar dan pembelajarannya yang sudah masuk taraf internasional. Semua warga sekolah tahu siapa pemilik sekolahan ini. Senju Hashirama mantan walikota yang mendedikasikan hidupnya untuk Konoha Gakuen.
Dan sekolahan inilah Hinata Hyuuga bersekolah mencari ilmu bersama teman-teman seangkatannya. Sekaligus saksi bisu cinta pertamanya.
.
.
.
"Hinata, sudah mengerjakan tugas Biologi dari Orochimaru-sensei?" Gadis bersurai pirang yang diikat ponytail duduk dibangku depan Hinata.
Gadis indigo itu mengangguk kemudian mengeluarkan buku catatannya dari tas. "Sudah ya? Boleh kupinjam?" Sedikit tak rela Hinata memberikan buku catatannya pada sang sahabat-Ino Yamanaka yang langsung dibawa ke bangkunya sendiri unuk disalin jawabannya.
Sakura Haruno─yang duduk tepat dibelakang Hinata hanya melirik sinis Ino, "Dasar tukang mencontek." Sindirnya masih mengigit lolipop strawberry.
"Masalah buatmu? Kau juga pelit, aku pinjami saja tidak boleh. Jadi jangan protes kalau aku meminjam Hinata, jidat!"
"Pig─"
Mungkin pertengkaran rutin antara Sakura dan Ino akan segera dimulai jika saja Hinata Hyuuga tak melerainya dengan suara lembut khas, "Su-sudahlah Sakura-chan, Ino-chan."
Terbungkam sudah Sakura dan Ino mengalah pada Hinata, bukannya mereka takut atau apa. Tapi mereka hanya mengalah dan kasihan kalau Hinata harus mengurusi pertengkaran yang pastinya tidak penting. Baru sadar, eh.
Suasana kembali menenang walau hanya sedikit hiruk pikuk murid-murid yang sedang mengobrol, semuanya masih wajar sebelum teriakan membahana seseorang mengusik ketenangan kelas tersebut.
"OHAYOO MINAAA!" Teriakannya mampu membuat Shikamaru yang tadi tidur pulas langsung berjingkat bangun. Naruto Namikaze dengan semangatnya berteriak, walaupun begitu teriakan pula yang membalasnya. Teriakan memuja.
"Ohayo mo Naruto-kuunn~"
Hinata ikut menoleh, disana berdiri seorang pemuda berambut pirang dengan manik biru bak batu sapphier. Wajah tan-nya yang dihiasi tiga tanda seperti kumis serta senyum menawan. Tubuhnya tinggi semampai, tidak kurus juga tidak gemuk. Sangat ideal. Putra walikota─Minato Namikaze dan ibunya seorang desainer, cucu kepala sekolah. Ia dimata semua orang sangat sempurna, terkenal dan memiliki segalanya.
Tapi bukan itu yang Hinata kagumi dari seorang Naruto. Senyumnya, semangatnya, kebaikannya. Itulah yang Hinata sukai, berbeda dengan para gadis yang lain.
"Hinata!"
Tubuhnya tersentak ketika Sakura dengan cukup keras menepuk pundaknya. Menolehkan kepalanya ke arah Sakura berusaha ia baik-baik saja, "Iya Sakura-chan?"
"Kau melamun?"
Tepat, tapi Hinata segera menyangkal. "Ti-tidak kok, aku hanya memperhatikan Naruto-san."
"Oh kau menyukainya?" Godaan Ino sukses memunculkan semburat merah di pipi Hinata. Cukup digoda dan nanti akan muncul semburat saja berarti itu benar. Pernah Hinata digoda tentang Sasuke cowo terpopuler nomor satu disekolah ia sama sekali tak bereaksi, berbeda jika dengan Naruto.
"Tuh kan~ Pipimu merah."
Segera menyembunyikan pipinya yang ternyata memerah Hinata menunduk lalu memutar tubuh kembali ke posisi duduknya. Ia menghindari dan berpura-pura tak mendengar godaan teman-temannya yang semakin menjadi.
Benarkah jika ia menyukai Naruto? Tapi sepertinya hanya mengagumi saja. Menyukai dan mengagumi beda kan?
.
.
Sebenarnya waktu sudah menunjukan pukul lima sore, langit pun sudah terlihat kemerah-merahannya mewarnai putih awan. Matahari hampir terbenam, langit biru pun akan berubah gelap. Namun gadis bersurai indigo ini belum beranjak dari tempatnya memperhatikan sekelompok lelaki yang sedang berebut bola disana. Ia tak berniat pulang, tapi ingin menunggu seseorang. Lelaki berambut merah bata itu.
Tidak. Sebenarnya bukan hanya lelaki itu yang ia tunggu, tapi pemuda bersurai pirang juga sedari tadi tidak bisa lepas dari penglihatannya.
Berkali-kali Hyuuga Hinata meyakinkan dirinya bahwa, perasaan seperti jantung berdetak lebih cepat dan muka memerah yang biasa terjadi yang kata teman-temannya adalah tanda cinta itu salah. Ia tidak menyukai apalagi mencintai lelaki itu, hanya saja suatu perasaan yang Hinata sendiri sulit mengartikannya. Entahlah, mungkin Hinata tidak ingin mengakui perasaannya sendiri dan lebih menganggap sebagai kekaguman semata saja.
Ia tahu dan sangat sadar, seorang Hinata jauh dibawah sinar yang selalu Namikaze Naruto pancarkan disetiap langkahnya. Senyumnya yang sehangat mentari pasti akan luntur jika disamping gadis seperti Hinata yang bahkan berbicara pun jarang karena kegugupannya. Sangat kontras bagi Naruto yang seperti matahari dengan Hinata yang seperti bulan.
"Hinata?"
Helaian hitam itu ikut bergoyang seiring tolehannya pada asal suara, tersenyum sebagai ucapan 'Hai' Hinata bangkit dari kursi penonton di lapangan basket outdoor ini.
Netra jadenya melirik buku yang dibawa Hinata lalu mengambil alihnya, mengacuhkan tolakan yang disampaikan gadis tersebut Sabaku Gaara melangkah duluan. Meninggalkan Hinata yang merengut kesal.
Menyamai langkah besar Gaara mereka pulang bersama seperti biasanya yang kebetulan satu arah. Atau bahkan bersebelahan. Mereka tak membawa kendaraan apapun dari rumah, atau meminta supir mereka menjemput seperti kebanyakan murid yang lain. Rumah mereka sangat dekat, hanya butuh waktu lima belas menit saja untuk mereka sampai disekolah berjalan kaki. Dan kata Hinata, sekalian untuk olahraga. Gaara yang sudah berteman dengan Hinata sejak kecil hanya mengikuti.
Sabaku Gaara yang terkenal sebagai murid banyak masalah disekolah sangat jarang memiliki teman, mungkin hanya shikamaru saja yang mau dekat dengannya mengingat mereka sama-sama tukang tidur. Tapi Gaara juga terkenal dengan ketampanannya. Bisa dibilang nomor dua setelah Uchiha Sasuke yang sudah menjadi Prince cool dari dulu. Kepopulerannya dikalangan gadis menyaingi Sasuke dan Naruto, tapi tak ada satu pun gadis yang bisa dipilihnya sebagai kekasih. Mungkin hanya Hyuuga Hinata yang dekat dengannya.
"Gaara, kau berkeringat. Pasti bau." Hinata menutup hidungnya menggoda hanya main-main.
"Kenapa kau dekat-dekat?" Sahut Gaara hanya meilirik lewat ekor matanya.
"Entahlah, kau terlihat seksi jika berkeringat. Hahaha.. Gaara langsung terbang aku bilang seksi." Ujar Hinata tertawa sudah menggoda teman sejak kecilnya.
"Aku tetap disini kok."
"Iya iya.."
Wajah Gaara tetap datar ketika Hinata menggandeng tangan Gaara dan bersandar pada lengannya. Tak mempedulikan lengketnya badan Gaara akibat keringat.
.
.
.
Tanpa mereka sadari, ada orang lain yang merasa tak suka dengan apa yang gadis itu lakukan pada lelaki lain. Tanpa sadar ia terbawa emosi sampai mengeratkan pegangannya pada botol minuman yang tadi dibawakan manager clubnya.
Padahal gadis itu sama sekali tidak ada hubungan apapun dengannya, ia pun tak mengenalnya. Tapi kenapa setiap melihat gadis itu, ada sesuatu memaksa bibirnya untuk melengkung senyum. Semua ini tak masuk akal baginya.
Sesampai Hinata dirumahnya ia langsung mandi yang kebetulan kamar mandinya terletak di kamarnya. Usai mandi dan memakai pakaian bermodel baby doll sekedar membuka buku untuk mengecek adakah PR hari ini. Mengerjakan PR bersoal 20 dengan mata pelajaran matematika mudah baginya.
Buku yang sedang ia bolak balik mencari kertas untuk dijadikan coret-coretan matematika terhenti ketika menemukan sebuah gambar yang baginya pernah ia buat. Gambar seorang laki-laki berukuran mini berambut spike dengan tiga garis dipipinya.
Hinata ingat, ini adalah isengannya ketika istirahat satu minggu yang lalu. Ia memperhatikan Naruto yang sedang bercanda dengan teman-temannya dan mulai mencorat-coret bukunya. Entah apa yang dipikirkannya ia hanya ingin membuat sesuatu tentang pemuda itu. Senyumnya yang lebar baginya sangat menawan, semangatnya melebihi orang lain dalam menghadapi semua hal, keterbukaannya pada setiap orang. Berbanding terbalik dengan dirinya yang sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain, pendiam, lemah dan cenderung tertutup pada orang lain. Dirinya seperti bulan yang terabaikan dimalam hari. Menyedihkan.
Memang bulan indah, namun sinarnya tetap terkalahkan dengan sinar matahari. Esistensinya masih diperhatikan matahari dibanding bulan. Dan bulan juga jarang muncul sempurna, berbeda dengan matahari yang selalu sempurna.
Naruto memang sempurna dan cerah bak matahari. Dan dirinya hanya bulan yang dalam waktu tertentu saja munculnya.
Jadi sebuah ketidak kemungkinan bulan bisa mendekati matahari yang sinarnya akan terkalahkan. Hanya bisa melihatnya dari jauh.
.
.
.
oOo
.
.
.
Sepertinya Hinata berangkat terlalu pagi hari ini, ia melongkah gontai menuju kelasnya. Badannya sakit akibat semalaman dirinya tidur membungkuk di meja belajar. Jalannya seperti nenek terkena osteoporisis, memegangi punggungnya yang terasa pegal.
Berhenti mengeluh perhatian Hinata langsung terenggut pada sekumpulan pemuda yang sedang menyeret seseorang. Bukan para pemuda itu, tapi pemuda yang sedang diseret.
Mulutnya terbuka dan matanya pun membulat sempurna kaget dengan yang dilihatnya, orang itu. 'Naruto-san.'
.
"Argh!" Mengerang sakit ketika tubuhnya didorong keras hingga mengenai tembok setelah menerima pukulan di perutnya membuat darah mengalir melewati sudut bibirnya.
Berteriak tertahan ketika pundaknya diinjak oleh salah satu dari keenam orang yang tadi saat dirinya turun dari mobil langsung menyeret sampai belakang sekolah tanpa sebab dan alasan jelas. "Namikaze Naruto, cowo sombong sok ganteng tukang cari perhatian. Cih!"
Namikaze Naruto menyeringai meremehkan, walau ia harus menahan sakit di pundaknya. "Sebutanku panjang sekali ya?"
Merasa diledek orang itu menendang wajah Naruto hingga terjatuh. Mengangkat kembali tubuh Naruto orang berambut coklat yang sepertinya ketua dari keenam orang itu memukul wajah Naruto lagi.
"Aku tahu kau anak walikota, tapi maaf aku tak takut denganmu!" Bentak pemuda berambut coklat lagi didepan wajah Naruto.
Menoleh untuk menghindari teriakan tidak penting itu seringai Naruto belum hilang. "Aku tidak menyuruhmu untuk takut denganku."
Masih bisa melawan orang berambut coklat memerintahkan teman-temannya untuk menyerang Naruto secara bersamaan. Naruto bangkit demi melawan mereka namun bahunya sakit, mungkin karena injakan orang tadi. Tidak sempat mengelak naruto terkena pukulan di tubuhnya untuk pertama dan seterusnya oleh yang lain. Ia hanya bisa meringkuk walau sesekali ia melawan dan menahan sakitnya.
.
.
.
"Uchiha-san, tolong!"
Pemuda berambut raven itu menoleh, menemukan gadis yang ia kenal sebagai teman sekelasnya sedang berlari ke arahnya. Berhenti melangkah menunggu gadis itu hingga mencapainya yang nampak terengah setelah berlari tadi.
"Tolong.. Hhh.. Naruto-sanh.. Itu.. Hhh.. Dikeroyok."
Alis Uchiha Sasuke mengkerut, ia masih tak mengerti dengan bahasa Hinata yang diselingin tarikan nafasnya. "Naruto-san dikeroyok oleh anak kelas tiga, Uchiha-san!" Memperjelas ucapannya Sasuke terkejut dengan teriakan Hinata.
Ia mengerti langsung memegang lengan Hinata, "dimana dia?" Tanyanya menuntut.
"Dibelakang sekolah."
Mereka berlari bersama menuju belakang sekolah yang Hinata maksud. Dalam lariannya Hinata hanya berharap, semoga Naruto tak masih baik-baik saja. Walaupun itu hanya harapannya saja.
.
.
.
To Be Continued
.
A/N:
Yes selesai dengan indahnya #ambilkan bacok. Setelah mendapat sesi yang panjang bersama Livylaval-san. Selesai saya mengerjakannya walau masih pendek :v
Dah di awal saya ngga mau banyak omong :D
Semoga kau suka, dan jadila yang pertama review Livylaval-san, awas kalau ngga. Pedang melayang.
Ne, bisakah kita berhenti menggunakan suffix -san? terlalu formal :3
Boleh minta saran, kritik, atau semacamnya gitu? hehehe..
