Joker Game sepenuhnya adalah mahakarya Yanagi Koji. Fiksi ini diperuntukkan hanya untuk kesenangan batin. Tidak ada keuntungan material diperoleh.

Flowers and Laugh © Imorz

Miyoshi tertimbun bersama bunga-bunga. Sakuma memimpikannya tengah tertawa.

[ 30 Days Fanfiction Challenge: Day 8—Angst ]


Terbangun tengah malam sudah menjadi kebiasaan dan Sakuma mengkhawatirkan lingkar matanya yang terus menggelap kian hari. Setelah terbangun, ia tidak akan bisa tidur kembali dan tuntutan pekerjaan mengharuskannya terus sadar hingga seharian penuh. Waktu tidur yang ia miliki selalu kurang dari empat jam.

Empat tegukan air mineral dingin berhasil memulihkan kesadarannya. Ia menghela panjang dan bersandar di sisi meja makan.

Sakuma kembali memimpikan Miyoshi, lengkap dengan atribut jas yang rapi dan bunga-bunga mengelilingi; sosoknya persis berpenampilan seperti kali terakhir lelaki itu terbaring di peti mati. Yang Sakuma saksikan adalah Miyoshi duduk di ruang putih, bermain dengan kelopak bunga-bunga tadi, lalu menertawakan sesuatu. Ia seperti tengah mengobrol dengan bunga—yang sepertinya menjadi kawannya di dunia itu.

Pernah suatu hari Sakuma terbangun dengan keadaan mata basah. Tetapi tidak mampu mengingat dengan pasti mimpi apa yang berhasil membuatnya menangis. Sakuma hanya menebak-nebak, mungkin mimpi waktu itu berhubungan dengan Miyoshi, yang mendatanginya bersama bunga-bunga, tengah tertawa, namun Sakuma yang kelewat cinta bisanya menangis tahu itu hanya mimpi belaka.

Sudah menjadi kebiasaan Miyoshi untuk mengganggunya disepertiga malam. Ia akan datang sebagai tamu yang tidak diundang; datang dengan pakaian biasa, dengan senyuman yang Sakuma dapat langsung mengetahui apa maksud tujuannya.

Kemudian Miyoshi memilih untuk mati. Sakuma menghormati keputusan luar biasa yang dipilihnya. Tidak ada kata terakhir atau perangai yang diberikan Miyoshi untuknya, cukup malam-malam biasa yang ia berikan; ciuman, sanggama, saling mengguit, lalu tidak bertegur sapa ketika sedang bekerja.

Kalau diingat-ingat, Sakuma memang selalu mematuhi kehendak Miyoshi. Mengangguki setiap permintaan yang terkadang tidak masuk akal namun masih mampu dilakukan (pernah Miyoshi meminta mawar dan ia melepas kelopaknya satu per satu dengan gigi sementara Sakuma melepas ikat pinggangnya).

Sakuma kehantuan. Hampir sinting.

"Tidak bisa tidur, huh?"

Amari tiba-tiba menghampiri. Aroma tabako menguar, Sakuma tahu pria ini habis menghisap tiga-empat rokok.

"Kau sendiri? Sedang stres, kah?"

"Biasa saja." Amari mengambil air minum. "Masalahnya baru kali ini kau melihatku seperti ini."

"Aku tidak terkejut."

Diam-diam Amari memperhatikan Sakuma, terutama selepas kepergian Miyoshi. Ia tampak berbeda, Amari tidak tahu ada hubungan apa antara Sakuma dan Miyoshi, mungkin sesuatu yang telah terjalin kuat, tetapi kelesuan yang pria itu tampilkan terlalu terlihat jelas dan bukan hanya Amari saja yang menyadari hal itu. Letkol Yuuki juga pasti menyadarinya.

"Jangan murung."

Tepukan Amari menyadarkan lamunan, Sakuma tidak membalas apa pun.

Sekarang Sakuma menerima kenyataan, mengenai tiadanya fisik Miyoshi yang mengetuk pintu kamar dengan setelan pakaian tidur dan senyuman menantang. Bahwa kebenaran ini adalah satu-satunya hal yang membuat Sakuma terus menjalani hidup.

Bahwa Miyoshi akan terus mengganggunya, hidup atau mati, namun kali ini ia datang bersama jas, bunga, dan tawa yang terkucur.

.

.

.

Selesai.

a/n: i'm so bad at angst, sorry, i've try my best ;;