Disclaimer: NARUTO © Masashi Kishimoto

.

Tittle : Blood in Roses

Genre : Supranatural, Fantasy, Drama, Mystery

Rating : M

Pairing: NaruSaku, etc

Summary: Bulan purnama akan segera tiba. Saatnya mereka menentukan takdir mereka sendiri. Tetap melangkah maju akan membuat mereka menjadi makhluk yang immortal. Namun siapapun yang menyerah dalam misi ini, takdir mereka adalah kematian.

Warning! : AU, OOC, typo(s), dan kekurangan lainnya. Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page.

Enjoy and Hope You Like It!

.

Prolog

.

Sebuah desa terpencil yang sungguh jauh dari keramaian. Desa yang cukup nyaman untuk ditinggali. Tersebutlah seorang gadis yang bernama Uzumaki Kushina. Dia adalah gadis yang mewarisi darah seorang penyihir yang bernama Uzumaki Mito, yang hidup 200 tahun silam. Uzumaki Kushina tinggal di sana, di sebuah rumah sederhana selayaknya rumah-rumah di pedesaan.

Di desa itu ada sebuah rumor mengenai mansion megah yang terdapat di atas bukit. Mansion yang terlihat tak berpenghuni. Bangunannya pun terkesan tua dan tak terawat, juga bergaya Eropa. Namun anehnya, bunga-bunga di pekarangan rumah itu tertata dengan rapi. Ada juga kebun mawar aneka warna yang sangat indah. Tak ada sulur tanaman yang menjalar kemana-mana, semua tanaman di rumah itu terlihat seperti dirawat dengan baik.

Setiap orang di desa membicarakan mansion tak berpenghuni tersebut. Mereka bertanya-tanya, benarkah tak ada orang yang tinggal di rumah itu? Tetapi mengapa tanamannya terawat dengan sangat baik?

Kushina sendiri termasuk dalam orang-orang yang membicarakan mansion tak berpenghuni itu. Tak ada yang tahu jawabannya, sehingga hal itu membuat gadis berambut merah panjang dan bermata violet tersebut semakin penasaran.

Setiap hari sepulang kuliah, Kushina melewati mansion itu. Berhenti sebentar untuk mengamati bangunan tua nan megah tersebut… Kushina berpikir, jika ada yang tinggal di dalam bangunan itu, seperti apa rupanya? Rupawankah? Atau malah tak enak dipandang sama sekali?

Gadis itu pun tidak tahu jawabannya, ia semakin penasaran, tetapi ia tidak memiliki keberanian untuk melangkah ke mansion tersebut lebih dekat. Begitupun dengan orang-orang di desanya, tidak ada yang berani mendekati bangunan tua itu.

Hari demi hari berlalu, Kushina mulai mengabaikan keberadaan mansion megah tersebut karena ia merasa bosan. Kushina sebenarnya masih penasaran tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

.

.

Suatu hari saat gadis itu pulang kuliah, ia kembali melewati mansion tak berpenghuni itu setelah berhari-hari tak melewatinya. Entah keberuntungan apa yang ada pada dirinya siang itu. Kushina melihat seorang pemuda tampan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Pemuda itu memiliki rambut pirang keemasan dan memiliki mata berwarna sapphire blue. Dia sedang memotong sulur-sulur tanamannya yang tak beraturan di pekarangan mansion tersebut, membuat tanamannya nampak cantik.

Kushina nampak senang, rasanya ia ingin memberi tahu orang-orang di seluruh desa tentang penghuni rumah itu. Kushina nyaris berlari untuk segera pulang ke rumahnya, sampai tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Tubuhnya terasa sangat lemas. Gadis yang baru berusia 19 tahun itu sampai memejamkan kedua matanya dan tergeletak tak sadarkan diri, karena kepalanya terluka akibat membentur batu.

Saat ia terbangun, Kushina berada di dalam sebuah ruangan yang tak ia kenal. Tentu saja gadis itu terkejut karena tiba-tiba saja ia berada di tempat yang tidak ia kenali. Napasnya tak beraturan, jantungnya pun berdetak lebih cepat yang menandakan bahwa ia sangat panik. Kushina menyentuh dahinya, dan menyadari ada perban yang membalut lukanya.

Kushina mendengar suara pintu terbuka, langsung saja ia mengalihkan pandangannya ke pintu itu. Matanya siaga, untuk melihat kedatangan orang tersebut.

Tiba-tiba dalam sekejap, seorang pria tampan sudah berada di depannya, tanpa sempat ia melihat orang itu melangkah ke tempatnya.

'Ah, apakah ini pengaruh dari pencahayaan ruangan ini yang kurang?' pikir Kushina, sebab pria itu seperti melesat dengan kecepatan kilat dalam penglihatannya, dan tiba-tiba sudah ada di dekatnya padahal jarak dari pintu tersebut sampai tempat tidur yang ia tempati cukup jauh, karena ruang tidur itu memang luas.

Pria muda di hadapannya tersenyum. Kushina tidak mengenalnya, tetapi ia terkesima dengan ketampanannya yang membuatnya ingin terus berada di tempat itu.

"Kau sudah sadar?" tanya pria itu.

Kushina hanya mengangguk, ia tak sanggup mengeluarkan sepatah katapun.

"Namaku Ashura," katanya seraya mengulurkan tangan.

Kushina menerima uluran tangannya perlahan, "Mm… kalau boleh tahu, kenapa saya bisa berada di tempat ini?" ia mengumpulkan segenap keberanian untuk mengatakannya.

"Tadi kau pingsan di depan rumah kami, dan salah satu putera angkatku membawamu masuk ke dalam," jelas Ashura.

Kushina mengerjap-ngerjapkan matanya. Tak menyangka bahwa pria muda yang sepertinya berusia 27 tahun itu ternyata sudah mempunyai anak, walaupun katanya anak itu adalah anak angkat. Kushina akhirnya mengingat kejadian tadi siang, saat ia kehilangan keseimbangan dan jatuh di depan rumah itu. Saat itu juga ia menyadari bahwa ia sedang berada di dalam rumah tersebut.

"Ayo ikut aku, akan ku kenalkan kau kepada seluruh penghuni rumah ini!" ajak pria di hadapannya.

Kushina seolah tak percaya sedang berada di rumah yang menjadi bahan pembicaraan setiap orang di desanya. Terlebih lagi menemui penghuni rumah itu, ia sungguh merasa sangat beruntung.

Pria itu mengajaknya ke sebuah ruangan yang besar, sepertinya ruang tengah rumah ini. Desain interiornya seperti desain interior kerajaan Inggris pada abad pertengahan. Kushina menyadari, jendela-jendela besar di rumah tertutup oleh korden sehingga membuat ruangan menjadi gelap. Lampu besar artistik yang menggantung di atap ruangan pun tidak dinyalakan. Hanya menggantung menjadi hiasan.

"Perkenalkan, mereka adalah saudaraku dan anak-anak angkat kami!" ujar Ashura yang langsung menyadarkannya. Kushina melihat tiga pria tampan yang berkumpul di ruangan.

Seorang pemuda mendekatinya, Kushina mengenal wajahnya. Dia adalah orang yang ia lihat tadi siang.

"My name is Minato," sapa pemuda itu.

"Nah, dia adalah anakku yang tadi kuceritakan."

"Heh?" kaget Kushina. Bagaimana bisa pria di sampingnya ini memiliki anak angkat yang sepertinya sudah berusia 19 tahun seperti dirinya?

Kushina menggelengkan kepalanya cepat. 'Yah, namanya juga anak angkat'.

"Kau yang menolongku tadi siang, kan? Terima kasih!" Kushina membungkukkan badan seraya berterima kasih.

Minato hanya tersenyum. Entah mengapa saat melihat senyum pemuda bernama Minato itu membuatnya merinding.

Sekarang pandangan Kushina beralih pada seorang pria yang sedang duduk sambil memegang gelas berisi cairan merah. 'Itu pasti wine,' pikirnya.

"Pria itu bernama Indra. Dia Kakak Kembarku," ujar Ashura yang menyadari pandangan Kushina. Yang disebut namanya pun hanya mengangguk dan tersenyum kecil, sembari meneguk isi gelasnya.

"Aku Fugaku. Anak angkatnya Ayah Indra," kata seseorang di sebelah pria bernama Indra itu.

Kushina berpikir, semua pria itu terlihat misterius. Ia senang karena dapat bertemu pria-pria tampan seperti itu, tapi entah mengapa ia juga merasa takut?

Tiba-tiba Kushina merasa ada seseorang yang memeluknya dari belakang, ooh… bukan memeluk tapi ia dicengkram dari belakang, cengkraman yang sangat kuat. Tangan orang itu meraba leher Kushina. Mendekatkan wajahnya ke leher Kushina, gadis itu dapat merasakan hembusan napas orang tersebut di leher jenjangnya.

"Brother, she is not your food!" ujar Minato yang langsung menjauhkan orang itu dari Kushina, hingga membuat orang yang ia panggil 'kakak' tersebut terjatuh.

Kushina terkejut dengan tindakan itu, "Sorry young lady. Adik angkatku itu tidak pernah bisa mengontrol dirinya saat melihat santapan yang sedap," Fugaku mendekati Kushina. Dia tersenyum seraya mengacak-ngacak rambut Kushina.

Kushina terperangah dengan kata-kata Fugaku barusan, 'Santapan? Apa itu maksudnya aku?' pikirnya. 'Apa-apaan mereka semua?' Kushina gemetar ketakutan.

"Hei Inoichi, kau membuat gadis itu ketakutan!" kata Indra yang masih duduk di tempatnya.

"Cobalah untuk bersikap baik pada tamu kita!" tambah Ashura.

"Tamu? Aku pikir dia makan malam kita hari ini!" kata Inoichi seraya berdiri. "Sorry, but your blood smell good," ujar Inoichi yang tiba-tiba sudah berada di depan Kushina.

Kushina tersentak kaget, tubuhnya menegang. Namun Inoichi hanya tersenyum di hadapannya, senyum yang membuat dirinya seakan rela jika dia melukai dirinya tadi. "Sorry," bisiknya di telinga Kushina.

"Baiklah, sudah waktunya pulang bagi nona ini!" perkataan Ashura langsung menyadarkan Kushina.

"Wah, sudah harus pulang ya? Padahal kita belum ngobrol banyak," keluh Fugaku.

"Sebentar lagi malam datang, dan saat waktu itu tiba kau tidak akan bisa membedakan mana yang tamu dan mana yang santapanmu. Bukan begitu Fugaku?" sindir Indra.

"Wah, Ayah! Paling tidak aku menyadari bahwa santapanku malam ini sangat manis," jelas Fugaku yang sedang melirik ke arah Kushina dengan tatapannya yang tajam.

Ashura mendekati Kushina. "Haha, mereka hanya bercanda, tapi Fugaku… uhm… ya aku pikir kau memang harus segera pulang sebelum Fugaku menggila!"

"Ayah, biar aku saja yang mengantar dia sampai gerbang!" kata Minato.

'Oh, ternyata dia bisa bahasa Jepang juga?' pikir Kushina.

Minato mendekati Kushina dan langsung menggandeng tangannya. Menuntun Kushina sampai pintu gerbang. Sesampainya di pintu gerbang Minato melepas gandengan tangannya. "Maaf, aku hanya bisa mengantarmu sampai sini. Aku juga minta maaf atas kelakuan Kakak – Kakakku," ujar Minato.

"Oh, jadi kau yang paling muda diantara mereka ya? Ya, aku memang sempat merasa ketakutan tadi! Becanda mereka memang terlalu berlebihan tapi tak apa," Kushina tersenyum padanya.

"Kupikir mereka berdua tidak bercanda," gumam Minato pelan, membuat Kushina tidak bisa mendengar ucapan pemuda itu dengan jelas.

"Kalian penghuni baru rumah itu?" Kushina bertanya dengan nada seramah mungkin.

"Oh, tidak. Kami sudah lama tinggal di sini. Paman dan Ayahku mungkin sudah tinggal di sini sebelum Kakek-Nenek buyutmu lahir. Kedua Kakakku mungkin juga sudah tinggal di sini sebelum kau, kedua orangtuamu, bahkan sebelum Kakek dan Nenekmu lahir," jawab Minato diiringi dengan tawa. Dan Kushina pun ikut tertawa, tak menyangka bahwa pemuda di hadapannya ini bisa membuat lelucon juga.

"Bagaimana denganmu? Kapan kau lahir?"

"Aku? Tanggal 25 January tahun depan adalah hari ulang tahunku yang ke-20."

"Oh, jadi kau masih seumuran denganku?"

Minato mengangguk. "Ngomong-ngomong, aku tertarik padamu, jadi aku akan menjadikanmu santapanku, soalnya Ayah bilang kalau dalam waktu satu tahun ini, aku tidak segera mencari mangsa pertamaku— aku akan segera mati."

Awalnya Kushina berpikir bahwa itu adalah candaan, tetapi…

"Jika kau masih ingin menghirup udara di dunia ini, aku harap kau tidak memberi tahu keberadaan kami pada siapapun!" Tiba-tiba Minato berkata tegas, terlihat jelas dari sorot matanya yang tajam dan membuat Kushina merinding sesaat.

Kushina tidak menanggapi pernyataan itu. Ia hanya membungkukkan badan ke arah Minato dan pergi meninggalkannya.

"Aku serius dengan pernyataanku tadi!"

Kushina masih mendengar kata-kata Minato tadi. Angin yang menerpa kulitnya terasa sangat dingin.

Saat ini, apakah dirinya bisa menjaga rahasia itu? Rahasia akan keberadaan orang-orang di mansion tua itu? Apakah ia sanggup untuk tidak menceritakan keberadaan penghuni rumah itu yang memiliki pesona menawan? Dan apakah Kushina tertarik untuk kembali ke mansion itu?

.

.

A/n: Hi, Minna-san! Saya kembali membawa fanfiction baru (lagi). Tiba-tiba kepikiran ingin publish fanfiction mainstream seperti ini setelah main games "Shall We Date?; Blood in Roses", dengan menjadikan Edgar sebagai pasangan saya. Yah, ini masih prolog. Dan saya membuka request pairing untuk pe-review 4 orang pertama. Dengan catatan, mohon jangan request Naruto atau Sakura dipasangkan dengan yang lain karena fanfiction ini main character-nya adalah mereka berdua, dan dari awal saya sudah berencana bahwa mereka lah yang menjadi pair utamanya. Sankyuu. ^^