Kuroko no Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Yuri presents
If You
Chapter 1
Senja mulai menampakkan dirinya di kala itu. Bunyi kepakan sayap burung-burung yang hendak pulang ke sangkarnya mengiringi kepergian sang mentari. Di sore hari yang biasanya sunyi itu, kini terdengar sorak-sorai para pendukung peserta lomba lari yang tengah diselenggarakan di Universitas Touou. Mereka terus meneriakkan nama jagoan mereka, khususnya perwakilan dari universitas mereka sendiri yang tengah berlari kencang bagaikan lari dari kejaran maut.
"KUROKO, BERJUANGLAH!"
"MAJU TERUS, KUROKO!"
"AYO AYO KUROKO! AYO AYO KUROKO!"
Di detik-detik terakhir penentuan seperti ini, Kuroko Tetsuya, selalu memasang baik-baik indera pendengarannya. Dukungan dari suporter memang ampuh untuk mengembalikan semangat sang kompetitor. Satu per satu lawannya berhasil ia lewati hingga tersisa satu lawan terakhir yang hampir mendekati garis finish. Berkat rasa 'tidak ingin kalah' yang selalu ia genggam erat-erat, Tetsuya tanpa sadar menambah kecepatan berlarinya. Ditambah kemampuannya dalam menggunakan misdirection sehingga membuat lawan tidak menyadari bahwa mereka sudah dibalap olehnya. Tetsuya memang bertubuh kecil, namun jangan remehkan kecepatan dan kelincahannya.
"MAJUUUUU KUROKOOOOO...!"
'PRIIIIIIIITTT...!'
Peluit panjang tanda pertandingan berakhir. Tetsuya dinobatkan sebagai pemenang untuk kesekian kalinya dalam festival olahraga Universitas Touou yang diselenggarakan setengah tahun sekali. Ia berhak memenangkan trofi dan uang tunai. Dilemparkannya senyum cerah ke podium dimana para pendukungnya bersorak-sorai menyemaraki kemenangannya. Tetsuya mengucapkan terima kasih dan membungkuk tanda penghormatan.
Tetsuya kembali ke ruang khusus peserta lomba. Sambil mengusap keringat dengan handuk kecil, ia meluruskan semua otot-otot tubuhnya di lantai. Tanpa disadarinya seorang pemuda bertubuh atletis dan berkulit gelap masuk ke ruangan itu dan mendekatinya.
"Ehem. Yang habis lomba pasti butuh tambahan gizi."
Suara berat pemuda itu agak mengejutkan Tetsuya. Cengiran khasnya tampak membingkai di wajah tampannya. "Daiki-kun? Kenapa bisa masuk ke sini?"
Daiki terkikik sebentar sebelum menjawab. "Tentu saja karena aku mengancam petugas keamanan di pintu depan. Memangnya mereka bisa melawanku yang berstatus atlet basket merangkap tinju ini? Melirik otot-ototku saja nyali mereka mendadak ciut. Hehe..." ujar Daiki pongah. "Oh ya, ini untukmu!"
Tetsuya menangkap minuman isotonik kesukaannya. Senyum geli terukir di wajah manisnya. "Sudah kuduga kau pasti melakukan hal yang aneh-aneh, Daiki-kun. Terima kasih, ya."
Daiki tersenyum lembut melihat wajah cerah Tetsuya yang sangat jarang diperlihatkan kepada orang lain. Hanya kepada Daiki-lah Tetsuya bisa sedikit lebih berekspresi. Sementara bila Daiki tidak ada, Tetsuya kembali ke mode awalnya: muka datar. Daiki refleks mengusap lembut rambut Tetsuya yang mulai memanjang.
"Tentu saja. Akan kulakukan apa pun demi sahabatku yang manis ini!"
Deg.
Sesaat setelah Daiki melontarkan godaan itu, senyum Tetsuya seketika luntur. Pandangan matanya meredup dan bahunya sedikit lemas. Ada nyeri yang samar-samar menggerogoti dadanya. Membuatnya terhimpit dan sulit bernafas.
Ya, sahabat. Ikatan pertemanan sejak mereka masih di SMP Teiko, berlanjut ke SMA Seirin, hingga kini mereka menjadi mahasiswa tingkat dua. Suka duka mereka lalui bersama dengan tulus sampai akhirnya ketulusan Tetsuya menerima Daiki sebagai sahabatnya berubah menjadi ketulusan kepada orang yang dicintai. Namun karena persahabatan jugalah yang menjadikan jarak antara hubungannya dengan Daiki dan seolah membuat Daiki terlampau jauh dari genggamannya.
Tetsuya tahu Daiki bukanlah pemuda yang peka terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk Tetsuya sahabatnya sendiri. Berkebalikan dengan Tetsuya yang sangat perasa hingga kebiasaan-kebiasaan kecil Daiki yang tidak pernah disadari kedua orangtua Daiki pun Tetsuya mengetahuinya. Daiki selalu ribut, Tetsuya selalu tenang. Daiki rakus terhadap makanan, Tetsuya sangat sedikit makan. Daiki low profile, Tetsuya begitu pendiam. Daiki sembrono dalam berkata-kata, Tetsuya sangat sopan. Teman-teman mereka pun heran mereka bisa menjadi sahabat karib.
Meski begitu, ketidakpekaan Daiki kadang-kadang membuat Tetsuya bersyukur. Degup jantungnya yang tak beraturan serta mimik mukanya yang kelewat bahagia dapat ia sembunyikan rapat-rapat. Pernah Daiki menyadari degup jantung Tetsuya yang berdetak hebat dan ia malah bertanya, "Apa segitu seramnya wajahku sampai kau deg-degan begitu, Tetsu?"
Namun Tetsuya sedang tidak ingin merusak momen bahagia ini, dimana ia telah memenangkan pertandingan bergengsi dan sahabatnya turut berbahagia karenanya.
Daiki melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul empat sore. "Tetsu, bagaimana kalau kita ke Majiba sekarang? Diskon vanilla milkshake-nya akan berakhir dua jam lagi. Ayo, kutraktir!"
Tetsuya menatap geli Daiki. "Kau seperti wanita saja, Daiki-kun. Tidak mau ketinggalan barang diskonan."
"Diamlah, Tetsu. Aku sedang tiris tahu!" elak Daiki agak malu. "Mau kutraktir atau tidak?" sewotnya.
"Hai', hai'. Tunggu aku di depan gerbang, ya."
"Oke!"
If_you
Tetsuya merebahkan dirinya di ranjang. Rasa kantuk datang akibat kelelahan sekaligus kenyang dengan traktiran Daiki. Trofi dan amplop uang tunai yang diperolehnya tadi sore diletakkan begitu saja di meja nakas. Baru dua menit Tetsuya memejamkan mata, ponselnya berdering pertanda telepon masuk. Di layarnya terpampang tulisan 'Riko-san's calling'.
Riko adalah bos di restoran tempat Tetsuya bekerja paruh waktu. Tidak mungkin dia akan menelepon malam-malam begini kalau tidak penting. "Moshi-moshi, Riko-san." Tetsuya menjawab setengah mengantuk.
"Malam, Kuroko-kun. Kau sudah tidur ya? Apa aku mengganggumu?"
"Aku hanya baru ingin tidur, Riko-san. Ada apa?"
"Aku tahu ini terlalu mendadak, Kuroko-kun. Tapi aku benar-benar butuh bantuanmu. Kau bisa tidak datang ke acara amal yang akan kita adakan di Kyoto? Acara itu akan dimulai dua hari lagi dan Momoi baru saja mengatakan padaku kalau ibunya sakit keras. Aku meminta tolong kau menggantinya karena kau rekan bernyanyinya, Kuroko-kun."
Kantuk Tetsuya menghilang akibat perbincangan serius ini. Diliriknya kalender di dinding seberang tempat tidur."Kurasa bisa, Riko-san. Kebetulan aku senggang di hari itu. Tapi.. di Kyoto?"
"Aku sudah meminta Hyuuga-kun untuk mengantarmu. Temui dia di cafe-ku jam 6 pagi. Tidak apa, kan?"
"Tidak apa-apa, Riko-san. Aku sudah biasa bangun pagi."
"Arigatou, ne, Kuroko-kun. Oyasumi!"
"Oyasumi nasai, Riko-san."
Tetsuya menaruh ponselnya di meja nakas lalu menatap langit-langit kamarnya. Dalam waktu dekat ini ia akan mengunjungi tempat dimana ia bisa bertemu dengan orang-orang yang bernasib sama dengan dirinya. Tetsuya tersenyum membayangkan itu.
If_you
Dosen yang mengajar Tetsuya hari ini tidak menampakkan batang hidungnya. Bosan berada di kelas yang gaduh, Tetsuya memutuskan pergi ke perpustakaan yang lebih sepi. Lorong yang Tetsuya lewati kebetulan lorong dimana kelas Daiki berada. Tetsuya penasaran dan mengintip dari celah jendela. Mata aquamarine-nya menangkap sosok tinggi berkulit gelap yang sama sekali tidak memperhatikan penjelasan dosen.
Sinar mata Tetsuya meredup mengetahui pandangan Daiki tertuju pada sosok pemuda manis bersurai magenta yang duduk di barisan depan. Pemuda itu adalah Akashi Seijuurou.
Dan sudah lama sekali Daiki menaruh hati pada pemuda itu.
Tetsuya tidak mampu menampik kenyataan bahwa Daiki begitu tergila-gila pada Seijuurou. Cobalah bandingkan dirinya dengan pemuda jenius bermata heterochrome itu. Di hadapan Seijuurou, Tetsuya sering kali merasa rendah diri. Tetsuya kelewat biasa. Satu-satunya kelebihan yang ia tonjolkan hanyalah kemampuan berlari dan 'menghilang'nya. Berbanding terbalik dengan Seijuurou dan segala kesempurnaannya.
Dalam imajinasinya, Tetsuya kembali membayangkan jika kedua orang itu menjadi pasangan. Dan jika suatu hari nanti Daiki berhasil memenangkan hati Seijuurou, yang ada hanyalah Tetsuya yang tetap berdiri tegar dengan mulut dan hati yang saling berkontradiksi. Tetsuya bahkan sedikit demi sedikit bisa merasakan jarak Daiki yang mulai menjauh. Saat nama Seijuurou kembali didengungkan, ingin rasanya Tetsuya menulikan indera pendengarannya agar hatinya berhenti bergejolak. Menahan rasa benci tak beralasan pada pemuda sempurna itu. Semua yang tidak dimilikinya ada dalam diri Seijuurou. Tetsuya tahu itu.
Namun Tetsuya tidak mau dibutakan oleh rasa benci. Bagaimana pun juga Seijuurou adalah penyebab kebahagiaan Daiki. Dan Tetsuya tidak bisa membenci orang yang telah membahagiakan sahabat yang paling disayanginya.
To be continue
Author's note:
Arigatou bagi yang menyempatkan membaca cerita ini. Sedikit bocoran, alur cerita ini agak lambat di chapter awal dan akan mulai klimaks di chapter pertengahan. So, Yuri minta komentarnya ya, apakah cerita ini layak dilanjut atau nggak
