Mingyu mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping seorang gadis yang berada dalam dekapannya. Sesekali ia mengendus rambut merah itu yang masih saja beraroma memabukan padahal mereka baru saja melewatkan permainan yang cukup melelahkan.
"Cukup Kim Mingyu, aku mau tidur." Ucap gadis itu datar ketika Mingyu mulai mengecup pundak polosnya beberapa kali.
Mingyu terkekeh mendengar protes dari gadisnya lalu berkata, "Maafkan aku, sweety. Tidurlah dengan nyenyak. Jangan lupa mimpikan aku um?" Sekali lagi Mingyu mengecup tengkuk gadis itu namun kali ini ia tidak mendapatkan respon apa apa.
Asal Kau Bahagia
Kim Mingyu x Xu Minghao x Wen Junhui
GyuHao / JunHao
Drama / Hurt / GS
.
.
.
©PERFECTHAUGUST
(ok sip. Ini inspired by Armada's song with the same tittle yang lagi ngehits banget belakangan ini.)
.
~ SELAMAT MEMBACA~
.
.perfecthaugust.
.
"Selamat pagi nona Xu." Sapa beberapa pelayan sembari membungkukkan tubuh mereka dalam ketika melihat Minghao berjalan dengan santai dengan piyama bergambar bebeknya menuju ruang makan. Rambut merah sepunggungnya yang berantakan ia biarkan tergerai.
"Oh Tuhan… Lihatlah gadis jorok ini datang ke meja makan dengan wajah penuh air liur, kotoran mata yang menupuk dan masih beraroma cinta. Sana pergi bersihkan dirimu terlebih dulu gadis jorok!" Seorang wanita paruh baya muncul dari balik dapur sembari membawa beberapa makanan yang dibantu oleh beberapa pelayan sebelum mendekati gadis jorok –yang bernama Xu Minghao dan menyerangnya dengan beberapa cubitan main main.
"M-Mama? Sejak kapan ada disini?" Mata Minghao membola kaget.
"Sejak semalam gadis nakal! Kau terlalu 'sibuk' dengan calon suamimu jadi Mama tidak mau mengganggu." Jawab Nyonya Xu dengan menekankan pengucapan pada kata 'sibuk' dan itu mau tidak mau membuat pipi Minghao sedikit bersemu. "Dimana Mingyu?" Ucap Nyonya Xu setelah hening beberapa saat. Sedangkan Minghao sedang fokus dengan sereal dan ponselnya.
"Aish anak ini! Sudah kubilang lepas dulu ponselmu jika sedang makan!" Tak lama kemudian Minghao mendapat jitakan dikepalanya.
"AK! MAMAAA!" Minghao berteriak sambil mengelus kepalanya yang berdenyut sakit. Bibirnya mengerut lucu.
"Oh? Mama?" Tiba – tiba suara baritone yang menggema diruangan sepi itu mengalihakan dua sosok wanita yang sudah membuat keributan dipagi hari.
Kim Mingyu berjalan menuruni tanggan sembari dua tangannya sibuk mengancingi jas navy blue yang melekat sempurna ditubuhnya yang sangat proposional.
"Oh Tuhaan~ Anakku Kim Mingyu." Nyonya Xu merentangkan kedua tangannya memberi isyarat agar Mingyu datang mendekat dan memeluknya. Dan Mingyu melakukan itu dengan senang hati. Tak lupa juga ia mencium kening kekasihnya yang masih merengut.
"Aku tidak tahu Mama datang hari ini." Setelah duduk dihadapan Minghao, Mingyu mulai membuka percakapan sembari menunggu para pelayannya selesai menyajikan sarapannya.
"Aku datang agak malam kemarin. Kalian terdengar sibuk jadi kuputuskan untuk tidak menggangu." Jawab Nyonya Xu dengan senyumannya yang lembut menggoda sedangkan Mingyu hanya menjawab dengan anggukan dan cengiran jenaka yang tidak pernah ia tampilkan kepada selain anggota keluarganya. Mereka sudah kenal lebih dari lima belas tahun jadi tidak punya alasan untuk merasa canggung.
"Em, Hao-ya. Kau ada acara hari ini?" Tanya Mingyu disela kegiatannya mengunyah roti. Yang diberikan pertanyaan menghentikan pergerakkan jarinya pada layar ponsel kemudian menjawab, "Tidak ada." Lalu ia kembali menyuap serealnya yang tak kunjung habis.
"Baiklah. Telfon aku saja jika kau mau dijemput." Tawar Mingyu.
Minghao menganggukkan kepalanya dan berkata, "Tanpa kau suruh aku juga akan melakukan itu Tuan Kim." Nyonya Xu dan Mingyu hanya terkekeh.
.
.perfecthaugust.
.
Minghao merebahkan tubuhnya diatas sofa sembari menatap jenuh kearah televisi yang menampilkan acara musik dengan grup kpop yang memiliki banyak anggota. Setidaknya ini lebih baik daripada liputan tentang gossip perselingkuhan antara idol atau penjabat penjabat atau kasus kriminalitas yang membuat kepalanya sakit.
Dirumah megah ini Minghao merasa kesepian. Mingyu sudah berangkat kerja dan taklama kemudian Mamanya pamit pulang karena ia datang kesini hanya untuk mengabarkan kepada Minghao bahwa dirinya dan Baba akan pulang ke China untuk beberapa saat. Jadi ia datang untuk melihat jika anak gadisnya baik – baik saja walaupun ia yakin tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama Migyu bersamanya.
Terkadang ia merasa iri ketika mendengar kikikan para pelayan mereka yang sedang bekerja sambil berbincang namun ketika Minghao mendekat mereka dengan kompak langsung menunduk patuh. Dan Minghao benci hal itu. Padahalkan, umur mereka tidak jauh berbeda. Ia hanya butuh teman mengobrol.
Mungkin kebanyakan wanita iri dengan kehidupan Minghao. Memiliki harta berlimpah, calon suami yang tampan dan mapan, kemudian apalagi? Teman? Minghao punya beberapa. Yang hanya menharapkan kekayaan milik Minghao tidak masuk hitungan. Ia sudah sangat muak dengan itu semua.
Bukannya Minghao tidak bersyukur dengan apa yang ia miliki saat ini. Ia bersyukur. Sangat bersyukur. Tinggal sehari hari didalam rumah besar yang tidak dihuni banyak orang ini. Bahkan Minghao heran, ia tidak pernah menemukan sedikitpun debu dirumah ini. Bahkan diarea yang jarang terkena jamahan manusia. Ia rasa para pelayan disini sudah sangat bekerja dengan keras.
Omong- omong, rumah ini milik Kim Mingyu. Mulai dari tanah hingga butiran semen untuk membangun rumah ini berasal murni dari uang yang Mingyu kumpulkan dalam beeberapa waktu. Bahkan Minghao dengar Mingyu juga ikut berpartisipasi dalam mendesain bangunannya. Terkadang Minghao memikirkan apa sih yang tidak bisa dilakukan pemuda itu?
Minghao beranjak dari posisi tidurnya dan mencepol rambutnya asal. Hari ini dia tidak ada kelas dan dia tidak ingin melewati hari ini dengan berdiam diri mengurung diri didalam istana megah ini. Ia meraih ponselnya, melihat timeline Instagram dan Twitter asal dan kemudian teringat akan sesuatu. Ia langsung menghubungi seseorang sebelum pergi mandi.
.
.perfecthaugust.
.
Kim Mingyu bersandar pada kursi tingginya, menghela nafas panjang sembari menatap langit cerah yang menembus jendela besar diruangannya. Kemudian padangannya ia alihkan pada selembar foto yang ia apit diatara telunjuk dan jari tengahnya. Sebuah foto yang menampilkan dua sosok anak kecil yang seakan ingin memamerkan kebahagiaan mereka pada dunia. Mingyu merindukan Xu Minghao kecil-nya. Minghao yang selalu berlari dan memeluk tubuhnya erat ketika mereka bertemu, Minghao yang selalu meneriakkan nama Kim Mingyu ketika diganggu oleh anak – anak nakal disekolahnya, Minghao yang selalu berbagi kue pada Mingyu padahal Mingyu sudah bilang berkali – kali kalau ia tidak begitu menyukai makanan manis, namun anehnya, Mingyu tidak pernah menolak dan selalu memakannya bersama Minghao. Mingyu merindukan Minghao kecil yang memintanya untuk menikahinya saat dewasa nanti.
Mingyu harusnya tau jika itu hanyalah ucapan asal seorang bocah yang umurnya bahkan belum genap lima tahun saat itu. Tidak ada yang melarang Mingyu untuk mengingat kenangan manisnya bersama Minghao, namun seharusnya Mingyu tidak boleh terjatuh begitu dalam untuk gadis yang bahkan kini memiliki orang lain dihatinya.
Ia tidak tahu siapa orang beruntung yang menjadi cinta pertama Minghao. Sejak sekolah menengah pertama gadis itu sudah berkali kali menjalani hubungan dengan banyak pria. Sedangkan Mingyu? Melihat gadis selain Minghao saja rasanya ia tak mampu.
Kalian boleh mengatakan jika Kim Mingyu adalah sosok pasangan idaman, anak kebanggaan, atasan yang berkharisma atau apalah itu. karena dalam usia mudanya, Kim Mingyu sudah bisa memimpin sebuah anak perusahaan yang dimiliki oleh ayahnya. Ia jago dalam olahraga, bisa memasak, bisa membenarkan barang barang yang rusak, cerdas, baik hati dan dermawan. Tidak ada sedikit celahpun yang bisa orang dapatkan untuk menolak Kim Mingyu kecuali itu Xu Minghao.
Mingyu tahu. Sejak awal ia tahu bahwa hati Minghao bukan lah untuk dirinya. Orang – orang boleh beranggapan bahwa mereka adalah calon sepasang suamin istri sekarang. Mengingat sudah ada cincin indah yang tersemat disalah satu jemari lentik Minghao. Namun mereka tidak tahu, bahwa hanya Mingyulah yang mencintai pasangannya.
.
.perfecthaugust.
.
Minghao duduk disalah satu meja dikantin sebuah sekolah menengah atas dengan segelas jus alpukat kesukaannya. Sebentar lagi siang dan ia berniat untuk makan siang bersama kenalannnya disekolah ini.
Taklama bel berdering menandakan jam istirahat telah dimulai. Perlahan kantin mulai penuh dengan siswa / siswi yang mengantri untuk mendapatkan makan siang mereka. Minghao mengedarkan pandagannya untuk mencari sosok yang ia tunggu sejak tadi namun terlalu banyak sosok yang berlalu – lalang.
"Minghao Eonni?" Sebuah suara mengintripsi kegiatan gadis itu. Kemudian ia menoleh dan mendapati sosok gadis menggemaskan dalam balutan pakaian formal.
"Ah! Aigoo Seungkwannie~" Minghao langsung menghampiri gadis itu dan memeluknya erat.
Setelah menanyakan kabar masih masing, mereka mulai memakan makanan yang Minghao bawakan di tepi lapangan sekolah.
"Jadi Eonni kesini hanya ingin melihat Junhui Seonbae-nim huh? Bukan aku?" Ucap Seungkwan dengan bibirnya yang mengerut lucu.
"Hahaha aigoo Seungkwannie~ Jangan marah um? Tapi kan tetap saja yang pertama kali kutemui adalah dirimu. Jadi bagaimana hari hari mu selama mengajar, calon guru kita?" Minghao mencubit salah satu pipi Seungkwan gemas.
"Huh, sangat melelahkan," Seungkwan menjawab dengan suara yang agak di dramatisir. "aku jadi menyesal dulu telah menjadi murid yang merepoktan. Ternyata mengajar itu tidak semudah yang aku bayangkan."
Minghao kembali terkekeh mendengar keluhan dari gadis yang telah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Tangannya bergerak untuk mengelus helaian surai coklat yang tergerai rapih.
"Apa kau ada jam mengajar setelah ini?" Minghao bertanya setelah jeda beberapa saat. Seungkwan menggeleng sebagai jawaban.
"Tidak ada. Tapi Eonni tahu kan, kalau statusku masih guru magang. Bisa bisa aku disebut pemalas jika menghabiskan waktu denganmu disini." Ucap Seungkwan yang disambut dengan kekehan Minghao.
"Baiklah, aku akan pulang sekarang. Semangat Boo Seungkwan!" mereka berdua berdiri dan Minghao menepuk pundak Seungkwan beberapa kali seakan membagi kekuatan kepada adiknya.
"Ne! Terimakasih Eonni. Hati hati dijalan!" Mereka saling melambaikan tangan hingga Minghao menghilang dibalik tembok pagar.
.
.perfecthaugust.
.
Siapa yang bisa menebak takdir? Terkadang takdir bisa sangat menyiksa namun juga bisa sebaliknya. Setiap manusia telah memiliki jatah kebahagiaan dan kesedihan masih – masing selama hidupnya.
Tapi kini Minghao tidak tahu. Apa yang sekarang terjadi padanya adalah takdir buruk, atau takdir baik? Minghao ingin tersenyum, namun hatinya ingin menangis.
Selepas pertemuannya dengan Seungkwan, Minghao berjalan lesu menuju halte bus sembari menyesali perjalanannya yang sia – sia. Bagaimana tidak? Tujuannya untuk bertemu (mantan) kekasihnya tidak tersampaikan, walaupun hanya dari kejauhan. Ya, walaupun ia juga senang bisa menghabiskan waktu bersama Seungkwan. Tapi ia benar benar ingin melepas rindu ini barang sedetik saja.
Namun kini ia berakhir disebuah café, tidak jauh dari sekolah. Duduk didekat jendela, bersama seorang pemuda berhidung mancung dengan tubuhnya yang terbalut kemeja rapih. Jas kelabu gelapnya ia sampirkan disandaran kursi sebelah bersama tas kerjanya. Minghao duduk di sebuah café tak jauh dari sekolah bersama orang yang sedari ia nantikan. Wen Junhui.
"Apa kabar?" / "Bagaimana kabarmu?"
Hening mengalun cukup lama diantara mereka sejak tadi. Mereka terkekeh pelan. "Kau duluan Hao-er."
Oh, panggilan itu. Jika Minghao adalah perempuan yang lemah, mungkin kini ia sudah menitikkan air mata dan menangis tersedu – sedu di depan Junhui. Namun sayangnya Minghao mencoba untuk menjadi wanita kuat kali ini.
"Apa kabarmu, ge?" Minghao menundukkan kepalanya. Jemarinya bertaut gelisah diatas meja. Membuat Junhui mengalihkan atensinya pada cincin mahal yang melingkar di jari manis Minghao. Pemuda itu tersenyum miris.
"Aku baik, Hao-er. Dan kau terlihat lebih baik daripada diriku." Jawab Junhui tanpa melepas senyuman dari wajah tampannya.
"B-Begitu kah…?" Minghao ingin menyelak. Selama ini keadaan yang ia lewati sangat jauh dari kata baik. Namun Minghao memilih untuk menahannya. Ia menggigit bibir bawahnya agar tangisnya tidak meledak begitu saja.
Junhui menjawab pertanyaan itu dengan anggukan. "Jadi…, kau habis dari sekolah ku?"
"Iya… aku datang untuk menemui Seungkwan. Dia sedang magang sebagai guru musik disana."
"Ahh, Boo Seungkwan? Dia orang yang menyenangkan. Banyak murid yang menyukainya."
"B-baguslah kalau begitu." Minghao sangat ingin menendang seluruh kecanggungan ini.
Ia sangat merindukan jemari panjang dan hangat itu menggenggam miliknya. Ia rindu dada bidang itu menyembunyikan wajahnya. Ia rindu bersandar pada bahu nyaman itu. Ia rindu semuanya. Ia rindu Wen Junhui.
"Jadi, kapan kalian akan menikah?"
Ini adalah satu satunya pertanyaan yang tidak pernah Minghao harapkan akan terlontar dari mulut seorang Wen Junhui. Minghao gagal. Ia tidak bisa menjadi wanita kuat dihadapan Wen Junhui. Tangisnya pecah.
Minghao menunduk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan bahunya bergetar pilu. Junhui kaget dibuatnya. Dengan cepat ia berpindah dan duduk di sebelah Minghao. Tanpa berfikir panjang langsung menenggelamkan gadis berambut merah itu dalam pelukannya. Junhui mengelus surai Minghao sayang dan meletakkan dagunya diatas kepala gadis itu.
"Maafkan aku karena selalu membuat airmatamu mengalir sia – sia, Hao-er."
"Jangan minta maaf ge, kau tidak bersalah. Aku yang terlalu lemah dan bodoh disini."
"Tentu saja ini salahku. Aku telah berani mencintaimu tapi aku tidak bisa menjadikan kau milikku."
"Aku… akan mencoba berbicara dengan Baba."
"Tapi bagaimana dengan Mingyu?"
"Aku tidak bisa menyayanginya lebih dari seorang sahabat ge. Dia adalah sahabat terbaikku. Aku tidak bisa. Dia pasti akan mengerti."
.
.perfecthaugust.
.
Sudah beberapa hari ini Mingyu mendapati Minghao sering menatapnya seperti ingin mengatakan sesuatu. Namum ketika Mingyu bertanya, Minghao hanya mengatakan jika itu hanya perasaannya saja. Ia belakangan ini banyak melamum karena ia sedang dalam semester akhir perkuliahan sehingga harus kembali mengingat pelajar yang selama ini sudah ia timba sembari mempersiapkan untuk ujian kelulusan.
"Jika kau sudah lelah jangan terlalu dipaksakan, Sweety." Ucap Mingyu lembut sembari mengelus surai Minghao dan mencium keningnya dalam. Minghao hanya membalas dengan senyuman termanisnya sebelum kembali fokus pada tugasnya.
Taklama Mingyu kembali dan meletakkan sepotong chessecake redvelvet kesukaan Minghao. Gadis itu nyaris memekik saat melihatnya. "Terima kasih Gyu! Kau yang terbaik!"
"Tentu saja," Mingyu terkekeh dan duduk di sofa belakang Minghao (gadis itu duduk diatas permadani berbulu) dan menyalakan laptop untuk menyelesaikan urusan kantor miliknya. "aku tidak ingin calon istriku sakit dan gagal dalam ujian kelulusannya."
Minghao melirik Mingyu sedikit lalu bertanya, "Kenapa begitu?"
"Tentu saja, jika kuliahmu harus diulang satu tahun, berarti pernikahan kita harus diundur satu tahun juga." Jawab Mingyu berusaha untuk tidak terdengar serius. Tapi ia sangat serius dengan apa yang ia katakan barusan. Namun lagi – lagi Minghao tidak memberikan respon apa – apa seakan tidak ada percakapan yang terjadi diantara mereka hari ini. Dan Mingyu hanya bisa menghela nafasnya pelan.
Namun sesungguhnya dalam hati Minghao sedang berperang melawan dirinya sendiri. Haruskah ia mengatakan yang sesungghanya pada Kim Mingyu? Silahkan katakan bahwa Minghao adalah gadis yang serakah karena menginginkan seorang Wen Junhui sebagai pasangan hidupnya dan tetap ingin memiliki Kim Mingyu sebagai sahabatnya. Namun ia tidak peduli. Ia akan melakukan apapun demi tetap bersama orang – orang yang ia sayangi.
Mungkin banyak diantar kalian bertanya, apa Minghao tidak bahagia hidup bersama Mingyu? Maka jawabannya adalah bahagia, tentu saja. Mingyu adalah sosok pemuda yang lembut, baik hati dan mencintai Minghao dengan seluruh hatinya. Apapun yang Minghao inginkan akan ia turuti. Namun, kenapa Minghao tetap menginginkan Junhui sebagai pasangan hidupnya sedangkan ia sudah menjadi tunangan seorang kim Mingyu? Maka jawabannya adalah, hati tidak bisa dipaksa, kan?
Ia menyayangi Kim Mingyu. Sudah bertahun tahun ia hidup dengan pemuda itu. Bahkan ia yakin bahwa Kim Mingyu lebih mengenal dirinya jika dibandingkan dengan Wen Junhui. Tapi ini cinta, man. Mungkin pada awalnya kau bisa memilih, namun kau tidak bisa kabur darinya. Dan itu jika kau tidak ingin merasakan sakit.
Minghao kembali merasakan gelisah pada hatinya. Ia sudah tidak mood mengerjakan tugas kuliah dan memilih untuk mematikan laptop dan menutup bukunya. Melihat itu Mingyu bertanya, "Sudah selesai?"
Minghao menoleh kearah 'calon suaminya', mengangguk lalu menjawab, "Um, kan kau yang bilang kalau sudah lelah jangan dipaksakan."
Mingyu terkekeh mendengarnya. Langsung saja ia singkirkan laptop yang sedari tadi berada dipangkuannya ke meja dihadapannya. Dimana laptop dan buku – buku Minghao tertumpuk asal. "Sini, duduk didekatku." Mingyu merentangkan tangan memberi isyarat agar Minghao mendekat, dan gadis itu melakukannya. Ia duduk disebelah Mingyu dan menjadikan dada bidang pemuda itu sebagai sandaran. Melingkarkan kedua lengannya pada pinggang Mingyu dan menikmati kehangatan dari rengkuhan Mingyu yang membalut tubuh kurusnya.
"Hao-ya." Mingyu memanggil dengan suara rendahnya. Minghao menjawab dengan gumaman singkat. Matanya terpejam terbuai dengan kehangatan dari tubuh Mingyu. "Apa kau bahagia?" Jemarinya terangkat untuk memainkan surai merah Minghao yang sudah agak berantakan.
Minghao membuka matanya perlahan. "Apa maksudmu, Gyu?" Minghao menjawab dengan pertanyaan. Matanya menatap kosong kearah depan. Tidak, ia belum siap untuk membahas yang satu ini.
Gadis itu terdiam cukup lama. Minghyu juga sabar menantikan jawaban apa yang akan dikatakan oleh Minghao. Jemarinya masih setia bermain dengan surai merah itu.
"Aku…," Minghao memberanikan diri untuk membuka suara. "mengantuk…" akhirnya hanya kata itulah yang ia mampu ucapkan. Minghao mengeratkan pelukannya pada Mingyu dan kembali memejamkan matanya. Pemudia itu hanya terkekeh. "Kalau begitu tidurlah. Kau memang langsung mengantuk jika rambutmu dimainkan seperti ini kan?" Ya, Mingyu mengenal Minghao dengan sangat baik.
Setelah agak lama, dan merasa jika Minghao sudah jatuh tertidur, Mingyu mengecup kening gadis dalam pelukannya. Menatap kosong kearah televisi yang berwarna hitam sembari menikmati nyanyian jangkrik yang meramaikan malamnya yang sunyi. "Maaf karena aku mencintaimu Hao-ya. Maaf karena aku sangat ingin menghapuskan status persahabatan kita yang sudah kita jalin bertahun – tahun lamanya. Selama ini, aku tidak pernah bisa melihat perempuan lain selain dirimu. Saat kau menjalin hubungan dengan beberapa lelaki semasa sekolah dulu, aku hanya bisa mengharapkan kebahagiaanmu. Namun kini aku merasa bahagia karena, sejauh apapun kau pergi, aku adalah tempatmu kembali. Aku sangat ingin menjadi alasanmu bahagia, Hao-ya. Katakan aku bodoh karena masih mengingat permintaanmu untuk menikah denganku saat sudah dewasa nanti. Apa kau bahagia? Aku sangat berharap kau mengatakan 'ya'. Namun," Mingyu terdiam sejenak. Nafasnya terdengar bergetar. Minghao yang sebenarnya masih tersadar berusaha untuk tidak terishak. Ia merasa sudah menjadi sahabat terburuk sepanjang sejarah manusia. "namun, sebelum aku menanyakan hal itu padamu, aku sudah tau. Aku tau kalau aku sudah kalah. Mungkin saat ini aku memiliki ragamu, tapi tidak dengan hatimu."
Kemudian Mingyu menggendong tubuh gadisnya untuk tidur di kamar mereka.
.
.
.
계속 ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
With love, perfecthaugust
.
Mind to review? Thankyou.
