Min Yoongi, atau dikenal dengan nama samaran Suga, kini berdiri menatap bangunan bergaya industrial modern di hadapannya. Tangannya berusaha menghalangi sinar matahari yang masuk ke matanya sambil memastikan alamat yang terdapat di tangan lainnya, berisi alamat yang tepat dengan lokasi yang ditujunya saat ini.

Ia menggumamkan alamat di tangannya, yang bertuliskan hangul dengan ukuran besar,

NJE-C, Seoul Gangnam-Gu, Nonhyeon-dong, 135-010, 10-31 Cheong-gu Bldg

Sambil menarik nafas dan membereskan rambut hitamnya yang menghalangi pandangan, ia berkata pada dirinya sendiri, "Mulai nanti, atau tidak pernah sama sekali."

A GENIUS IN LOVE

Bagian 1

Summary: Seorang jenius dan penulis lagu terkenal, Min Yoongi, mendapati dirinya berada di dalam cinta segitiga yang aneh. Masalahnya adalah, ia harus bersaing dengan bossnya sendiri untuk mendapatkan cinta dari selingkuhan bossnya!

Warning: Yaoi, OOC, adegan seks, mpreg, AU (AOB Universe), typos, slow-paced storyline, karakter boyband lainnya

Pairings: YoonMin, MinJoon, NamJin, TaeKook

22 Oktober 20xx, Seoul

10.12 a.m

Di dalam gedung itu penuh dengan berbagai macam aroma yang sedikit memuakkan, secara di tempat umum seperti itu—Alpha,Beta, Omega—semuanya bercampur jadi satu. Begitu memasuki gedung berlantai 4 di depannya, Yoongi berhadapan dengan seorang resepsionis wanita—beta—yang nama di dadanya bertuliskan Lee Jinsok. Begitu menyadari kehadiran Yoongi, mungkin dari aroma Citrus dan aura mengintimidasi yang kuat yang biasa pemuda berambut hitam itu kuarkan saat berada di antara beta atau omega di sekitarnya—menunjukkan posisinya sebagai seorang Alpha yang kompeten. Jinsok, nama wanita itu, mendongakkan kepalanya dan terlihat berusaha menenangkan dirinya begitu melihat keberadaan Yoongi yang tampak mengintimidasi di hadapannya—berusaha menampilkan senyuman ramahnya.

"Anda mencari siapa?"

Tanpa ditanya dua kali, Yoongi mengeluarkan kartu namanya, "Aku mencari Kim Namjoon. Tolong katakan padanya, aku datang untuk menerima tawaran bekerja sama dengannya sebagai produser musik tetap di NJE-C."

Jinsok langsung menekan tombol pada telepon dan berbicara melalui intercom di depannya, "Kim-sajangnim, ada Suga-nim ingin bertemu dengan ada. Ye, ye, saya ingat wajahnya—rapper yang kemarin—oh, choesonghamnida! Ye, baik kalau begitu." Jinsok menatap Yoongi dan berkata, "Kim-sajangnim sudah menunggu Anda di depan lift lantai 3."

Yoongi membungkuk terimakasih—dan berjalan menaiki lift.

Setelah bertahun-tahun ia menjadi underdog di Daegu dan mendapati sedikit lonjakan ketenaran di Seoul, Yoongi akhirnya mendapat nominasi di Gaon Charts Music Awards beberapa bulan lalu. Berita-berita di TV memperkenalkannya sebagai si jenius yang selama beberapa tahun berhasil membuat sekitar 50-an lagu dan beberapa musik video independen. Musik yang ia tulis dan produseri sendiri berkat bantuan kenalan temannya yang tertarik dengan musik yang ditulisnya, mengantarkan Yoongi ke tempat seperti ini. Siapa sangka ternyata kenalan temannya tersebut adalah Kim Namjoon sendiri, seorang CEO dan pemilik dari NJE-C—Nam-Joon Entertainment Company—sebuah perusahaan entertainment yang sedang naik daun selama 5 tahun terakhir ini. Yang lebih mencengangkannya lagi, Namjoon sendiri masih berusia 37 tahun dan telah sukses setelah 10 tahun membangun perusahaan NJE-C ini.

...seorang Alpha jenius dan kompeten, batin Yoongi, Dan dia juga menyebutku jenius.

Setibanya di lantai 3, seorang pria berambut coklat dan tinggi tubuh yang membuat Yoongi iri. Ia tersenyum begitu melihat Yoongi di lift dan langsung menghampiri pria berkulit pucat tersebut. Yoongi refleks membungkukkan tubuhnya, mengenali pria tersebut langsung tanpa perlu menyebutkan namanya.

"Kim Namjoon-nim. Senang bertemu dengan Anda."

"Ah, Yoongi-ah, tidak perlu seformal itu terhadapku! Bukankah kita pernah bertemu di Gaon Chart Music Awards beberapa bulan lalu?" serunya ramah sambil menyalami tangan Yoongi. Suara pria tersebut ramah dan memiliki aura pemimpin yang alami, tipikal Alpha kelas tinggi yang jarang ia temui di Daegu, tempat asalnya.

"Aku ingat," kata Yoongi, "Berkat Heechul-hyungnim, aku tidak mungkin bisa mendapatkan kesempatan sebagus ini—bisa bertemu dengan Anda secara langsung."

"Tidak, tidak, justru bakatmu lah yang telah mengantarkanmu ke tempat seperti ini!" balas Namjoon bersemangat, "Di usiamu yang masih 23 tahun, kau sudah menjadi seorang penulis lagu dan produser musik yang hebat! Mungkin memang Heechul yang menyanyikan lagu buatanmu, tapi kalau kau tidak bekerja di balik layar, mungkin ia tidak akan mendapatkan gelar Top Artist tahun ini! Benar seperti kata orang, jenius musik sepertimu tidak boleh disia-siakan oleh Korea!"

Yoongi tanpa sadar mengeluarkan senyumnya dan mengangguk tersipu, "Jadi kudengar hari ini kita akan mulai rapat mengenai album musik terbaru?"

Namjoon mengangguk, "Ya, seperti yang kau tahu, lagu-lagu dari perusahaanku seratus persen diproduksi dan ditulis olehku. Beberapa dari penyanyi dan boyband yang di sini sebenarnya juga menulis lagu mereka sendiri, tapi secara keseluruhan kami membuat musik bersama-sama. Bisa dibilang, untuk menekan biaya juga, makanya kami memproduksi musik kami sendiri."

Yoongi mengangkat alisnya, sedikit takjub karena kebanyakan perusahaan musik di Korea memakai artis-artis terkenal untuk membantu dalam menulis lagu. Meski ia sudah tahu bahwa NJE-C memproduksi lagu mereka sendiri, masih sedikit aneh untuknya mendengar fakta langsung dari sumbernya sendiri.

Namjoon mengantar Yoongi ke sebuah ruangan rapat yang seluruh dindingnya terbuat dari tempered glass, dan beberapa kru kamera sedang menyiapkan peralatan shooting mereka. Yoongi langsung mengasumsikan bahwa mereka akan mengeluarkan sebuah dokumenter berisi perjalanan bagaimana sebuah lagu dibuat. Namjoon terlihat berbicara dengan beberapa orang—di antaranya ada seorang namja muda (sepertinya Alpha dari gerak geriknya) yang berusia tampaknya tidak jauh darinya; dan seorang lagi, seorang namja cantik mungil—mungkin hanya berbeda beberapa senti darinya—berambut keriting blonde. Untuk namja terakhir ini, Yoongi merasakan dirinya tidak dapat mengalihkan pandangannya selama beberapa menit. Ia sibuk memperhatikan wajah dan gerak-gerik namja cantik yang sedang berbicara dengan Namjoon tersebut sampai akhirnya pria berusia 37 tahun tersebut mengagetkannya.

"Yoongi-ah, perkenalkan. Mereka berdua ini adalah personil dari BTS, boyband pertama yang berada di bawah tanggung jawab NJE-C tahun ini. Perkenalkan, Jeon Jungkook dan... Park Jimin."

Jimin? Ia langsung menghirup aroma cherry begitu mendengar nama tersebut. Omega.

Jungkook membungkukkan tubuhnya, sementara Jimin langsung antusias bersalaman dengan Yoongi, "Ah! Yoongi, Suga-hyungnim! Aku mengenalimu beberapa bulan lalu setelah melihat musik videomu yang berjudul Wine!"

"...O-oh, terimakasih...?" Yoongi merasakan tegangan yang kuat saat Jimin memegang tangannya. Seandainya aku bisa tahu dari lama...

"Sebenarnya ada satu lagi anggota BTS yang masih belum berada di sini. Kim Taehyung."

"Oh, Taetae-hyung masih terkena macet?"

Namjoon langsung mempersilahkan Yoongi untuk duduk di kursi rapat sementara mereka menunggu kedatangan Taehyung. Selama beberapa menit tersebut Yoongi mencuri-curi pandangan ke arah Jimin yang sibuk bercanda dengan Jungkook sementara Namjoon mengajaknya ngobrol—kebanyakan membicarakan soal musiknya. Tidak lama kemudian muncul dua orang namja lagi, kali ini seorang Beta dan satunya lagi Omega, yang ia kenali sebagai Taehyung.

Beta yang berambut hitam tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Jung Hoseok, dan bertanggung jawab sebagai koreografer handal di BTS. Yoongi mengingatnya pula sebagai seorang penari dan rapper terkenal, dan sempat mengeluarkan album mixtape yang populer selama beberapa minggu lamanya di Korea. Hoseok membantu BTS dalam membuat koreografi di musik video mereka nantinya. Tiba-tiba saja Yoongi penasaran bagaimana kemampuan boyband baru ini, kemampuan vokal dan perfoma mereka nantinya.

Selama beberapa jam mereka memperkenalkan diri ulang, barulah mereka mulai inti dari rapat, mengenai tema yang akan menjadi ulasan utama lagu debut pertama BTS. Di sela-sela rapat, Yoongi tidak dapat menahan tawanya setiap kali ia mendengar candaan dari Jimin. Setelah bertahun-tahun ia menyukai seseorang, baru kali ini Yoongi tertarik untuk mengenali seorang Omega lebih jauh. Banyak hal yang membuat Yoongi tanpa sadar semakin penasaran dengan Jimin. Ia bersyukur, selama beberapa tahun ke depan ia akan bekerja sama dengan Namjoon dalam menulis lagu untuk mereka.

Selepas rapat yang berlangsung selama kurang lebih 6 jam disusul dengan jadwal makan siang (Yoongi baru menyadari bahwa seberapa kecil tubuh Jimin, namja itu memiliki nafsu makan yang cukup besar—meski mungkin tidak sebesar Taehyung), Namjoon mengajak Yoongi untuk melihat-lihat di dalam studio rekaman. Alpha tersebut juga menunjukkan studio pribadinya yang berada di lantai 4. Setelah bertahun-tahun menulis lagu di studio kecilnya di apartemen pribadinya, Yoongi tidak dapat menahan ketakjubannya saat melihat ruang studio Namjoon. Ruangan tersebut memiliki lemari kaca etalase yang berisi koleksi mainan pribadi Namjoon, sebuah tempat tidur berukuran queen size lengkap dengan mini bar dan lemari es, serta satu set perlengkapan recording. Di sinilah Namjoon menghabiskan waktunya sehari-hari apabila ia menulis lagu.

"Kau tinggal di sini?"

Namjoon mendengus mendengar pertanyaan Yoongi, namun wajahnya terlihat sedikit sedih, "Yah, sebenarnya aku pulang sekitar 2 kali seminggu ke rumah, jika ada pekerjaan yang harus di selesaikan. Hal ini karena istriku—dia bekerja sebagai kardiologist di Samsung Medical Center, dia juga jarang pulang ke rumah jika harus menangani operasi atau mengontrol kesehatan pasien," ia melihat ke arah Yoongi. "Kupikir apa salahnya jika ia sendiri jarang pulang. Bukankah seharusnya, Omega yang baik adalah Omega yang selalu menunggu kedatangan pasangannya dan memberikan kehangatan di rumah?"

Yoongi hanya mengangguk agak setuju, "Kurasa begitu..."

Setelah mereka melihat-lihat ke lantai 3 dan 4, Namjoon mengantar Yoongi melihat ke tempat latihan BTS di lantai 2. Tempat tersebut seperti studio tari pada umumnya. Penuh dengan kaca dan berlantai dari kayu. Tampak beberapa staff sibuk berjalan kesana-kemari, staff kamera merekam studio tari, sedangkan BTS bersama Hoseok sedang membuat lingkaran duduk di tengah-tengah studio. Mereka tampak sibuk mendiskusikan sesuatu, sebelum akhirnya Hoseok berbicara sambil menunjuk ke arah Jimin. Jimin berdiri dari tempatnya, mulai melakukan peregangan dan mengambil posisi.

"Uwa!" seru Yoongi kagum.

Jimin menarikan tarian kontemporer—begitu indahnya sampai-sampai Yoongi berusaha beberapa kali mengatupkan mulutnya. Namja itu melakukan apa yang Yoongi ingat sebagai bentuk latihan dasar di ballet, berputar selama beberapa kali dan meregangkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri. Namun bukan hal itu yang Yoongi perhatikan.

Ekspresi Jimin.

Ia bisa melihat betapa seriusnya Jimin dalam mendalami gerakan tariannya. Wajahnya yang biasanya ditutupi oleh senyuman dan matanya yang meruncing karena tawanya, kini semuanya digantikan oleh topeng yang lain. Bibir dan matanya, ada energi lain yang menarik Yoongi untuk terus memperhatikan ekspresi Jimin. Entah beberapa kali Jimin melemparkan wajahnya dengan wajah yang menggairahkan bagi Yoongi, membuat pria berambut hitam tersebut hampir merasakan jantungnya berhenti berdetak lebih dari sedetik.

Tarian diakhiri kembali dengan posisi tegap, dan Yoongi bisa melihat seluruh lekukan di tubuh Jimin.

Lehernya yang basah oleh keringat, tangannya yang mungil, pinggulnya yang lebar yang menandakan bahwa ia adalah Omega yang siap untuk dibuahi (pikiran ini mungkin hanya muncul di dalam kepala Yoongi), dan bentuk pantat dan pahanya yang sempurna.

Betapa beruntungnya Yoongi jika ia bisa memiliki Jimin.

Saat Jimin menengok ke arah Yoongi, Yoongi tanpa sengaja melempar pandangannya dan melihat Namjoon sama-sama terperangkap oleh perfoma dari Jimin.

"Ia cantik sekali bukan?"

"Huh?"

"Jimin—maksudku," Namjoon melihat ke arah Yoongi, "Ia sangat menarik, bukan? Pertama kali aku melihatnya mengikuti audisi BTS, hal yang muncul di kepalaku adalah; betapa memikatnya ia, seperti peri."

"H-huh? Oh-ya, tentu saja..." Yoongi langsung menutup separuh wajahnya dengan malu, takut-takut Namjoon akan menemukannya memerah setelah tertangkap basah memperhatikan Jimin dengan tatapan penuh nafsu seksual. Namjoon yang tentu saja menangkap ekspresi Yoongi, langsung menepuk bahu namja itu dengan tawa penuh humor.

"Tidak masalah, Yoongi-ah. Di sini bukan hanya kau yang langsung tertarik pada Jimin saat pertama kali melihatnya menampilkan tariannya."

"Begitukah?" tanya Yoongi setengah bergumam, "Maksudku, aku memang menyukai penampilannya, tapi bukan berarti aku—"

"Kalau kau mau mulai menulis lagu di sini hari ini, studio terbuka sampai jam 9 malam. Kecuali memang ada pekerjaan mendadak yang harus kau tangani," kata Namjoon memotong ucapan Yoongi. Ia melihat jam tangannya dan kemudian berkata, "Sudah jam 4, aku harus kembali ke studioku. Senang kau bergabung dengan keluarga ini, Yoongi-ah."

Yoongi melihat Namjoon pergi berbelok ke kanan, ke ruangan yang sebelumnya ia kenalkan sebagai ruang kerja—di samping ruang studionya, di mana ia biasa menangani berkas-berkas perusahaan. Setelah mendapati Namjoon menghilang dari pandangannya, Yoongi kembali menengok ke arah studio tari dan tersenyum tipis saat melihat Jimin tertawa dari kejauhan.

22 Oktober 20xx, Seoul

10.28 p.m

Beberapa kali petugas keamanan mengecek ke arah ruangannya, Yoongi akhirnya memutuskan untuk saatnya pulang. Ia mengecek ke arah jam tangannya dan meringis tertahan, mengingat bahwa bossnya mengatakan bahwa studio hanya buka hingga jam 9 malam. Tapi akhirnya ia hanya berusaha acuh, toh biasanya ia harus seharian penuh menutup dirinya di studio pribadi di apartemennya hanya untuk menciptakan satu lagu yang masih kasar. Sambil meregangkan tubuhnya, Yoongi melihat ke kaca yang tembus pandang ke luar ruangan kerja studio musik. Seluruhnya kosong. Ia terakhir mengingat Zhou Mi, teman barunya—seorang Beta bertubuh tinggi, pamit untuk pulang duluan sekitaran 2 jam yang lalu. Setelah mengemasi barang-barangnya yang tergeletak di atas meja dan mengambil jaket musim dingin di dekat pintu studio, Yoongi berjalan keluar studio dan mematikan lampu.

Ia menyadari bahwa ia belum makan malam saat perut dan ponselnya berbunyi di saat yang bersamaan. Di layar ponselnya tertera nama Kim Heechul, seniornya selama ia kuliah di Global Cyber University. Heechul pula lah yang mengajaknya untuk ikut membuat ballad untuk pertama kalinya, dan menarik Yoongi untuk lebih mendalami rap dan musik hip hop. Bahkan meski Heechul telah bergabung dengan salah satu boyband ternama di Korea saat ini, pria berusia lebih tua 2 tahun dari Yoongi tersebut tetap mendukung dan memberi bantuan finansial.

"Halo, Hyung?"

Terdengar suara riang Heechul di seberang telepon, "Yoongi-ah! Bagaimana pekerjaan pertamamu hari ini?"

"Baik, kurasa. Kim Namjoon-nim sangat ramah dan dia baik sekali mau mengantarku melihat-lihat kantornya. Padahal kurasa banyak sekali pekerjaan yang ia harus selesaikan hari ini. Selain itu, rasanya aneh sekali bisa berbicara dengan orang seterkenal dia secara langsung."

"Haha, kurasa kalau kau mengenalnya lebih dekat kau akan semakin mengaguminya," Heechul mendengus senang mendengar ucapan Yoongi, "Lalu bagaimana? Apakah ada orang yang menarik perhatianmu di sana?"

Yoongi tiba-tiba memikirkan Jimin, "Hyung, aku 'kan sudah bilang kalau aku—"

"Kalau begitu, kapan-kapan mau minum dan cari teman kencan bersamaku lagi tidak? Aku ada kenalan Beta, Omega, juga Alpha kalau kau mau."

"Tidak, terimakasih, aku—" Yoongi berhenti ketika ia menyadari bahwa selama menelepon Heechul ia tidak memperhatikan jalan. Dan kini ia berdiri di antara lorong gelap dan lorong menuju ruang rekaman. "Hyung, nanti aku telepon lagi, ya. Sepertinya aku tersesat."

Heechul terbahak mendengar ucapan Yoongi, "Serius? Kau tersesat di hari pertama? Baiklah kalau begitu, kabari aku kalau kau sudah sampai!"

Yoongi memasukkan ponselnya ke kantung jaketnya dan melihat ke sekitaran. Ia melenguh kesal karena di sekitaran lantai ia berada ia tidak melihat penampakan petugas keamanan. Bahkan ia tidak melihat petugas keamanan yang dari tadi masuk ke ruangannya—mengingatkannya bahwa studio seharusnya sudah tutup. Sambil berkata pada dirinya sendiri, Yoongi akhirnya memilih lorong yang paling banyak menerima pencahayaan lampu.

"Kurasa tadi aku sudah lewat si—"

Ia menghentikan langkah saat mendengar suara erangan di balik sebuah pintu kayu yang seluruhnya tidak tertutup. Suara erangan tersebut terdengar berada di antara rasa kesakitan dan rasa kepuasan yang aneh. Yoongi menelan ludah karena ia merasa ia mengenal suara tersebut, suara yang tiba-tiba membuatnya merasa bergairah. Tanpa disadari tangannya sudah berada di frame pintu, sebagian wajahnya mengintip di balik ruang kosong di antara daun dan frame pintu.

"Namjoon-sajangnim—aku mohon—"

"Sudah dari kapan aku memintamu jangan memanggilku dengan sebutan itu saat kita sedang—Whoaa!"

Yoongi membelalakkan matanya dengan kaget melihat pemandangan di hadapannya.

Jimin dan Namjoon.

Jimin sedang menduduki Namjoon, kepalanya terlempar ke belakang secara eksotis, sementara Namjoon berusaha menahan berat tubuh Jimin dengan kedua tangan merangkul pinggul dan punggung namja tersebut. Jimin kembali mengerang, mungkin terbius oleh rasa ekstasi dari seks yang mereka lakukan. Wajahnya merah dan penuh peluh, namun di mata Yoongi ia terlihat begitu indah.

Seperti lukisan.

Tidak, ini salah...

Yoongi merasakan tubuhnya memanas dan mulutnya kering tanpa sebab. Kemaluannya tiba-tiba membengkak tanpa ia sadari.

Jimin melenguh di pangkuan Namjoon, dan semakin mengeratkan tangannya sekitaran tubuh pria tersebut, sebelum akhirnya membenamkan kepalanya ke bahu Namjoon.

Salah, ini salah...

Yoongi melangkah mundur dari pemandangan yang dilihatnya dengan sikap panik dan wajah memerah. Tanpa sadar, tangannya justru mendorong pintu hingga menimbulkan bunyi mendecit pelan.

Astaga, astaga... Namjoon-nim dengan Jimin-ah...

Ia menemukan lorong menuju lift dan berusaha menenangkan dirinya.

Apa yang tadi barusan aku lihat itu nyata?

22 Oktober 20xx, Seoul

10.36 p.m

Jimin menoleh ke arah sumber suara yang menghentikan kegiatannya dengan Namjoon. Ia langsung melompat dari pangkuan Namjoon, sambil setengah telanjang ia berlari kecil ke arah pintu. Ia mengamati pintu tersebut dengan wajah panik dan ketakutan, "Namjoon-nim, maafkan aku... sepertinya aku lupa menutup pintunya dengan benar—"

Namjoon langsung berdiri dari kursi dan merapikan baju dan celananya, "Lalu apa kau melihat orang di luar sana?" ia meremas kondom di kemaluannya dan melemparnya ke dalam kantung kecil hitam di sebelahnya.

"Aku tidak melihat siapapun, tapi—"

"Kalau begitu tenanglah," kata Namjoon santai. Ia tersenyum menghampiri Jimin dan memeluk tubuh mungil namja tersebut dari belakang, "Kita sudah melakukannya selama 2 tahun, tapi hingga saat ini tidak ada yang mengetahui hubungan kita, Jimin-ah. Dan jika ada yang melihat kita melakukan seks seperti tadi, aku jamin cepat atau lambat aku akan mengetahui keberadaan orang itu dan cepat-cepat membuatnya menyesal telah melihat hubungan kita."

Jimin hanya mengangguk dan merasakan Namjoon melepaskan pelukannya.

Ia hendak mengenakan pakaiannya saat matanya menangkap sebuah benda berkilau. Cepat-cepat ia mengambil benda tersebut dan mengamatinya dengan seksama.

Kunci apartemen?

"Ada apa, Jimin-ah?"

Jimin tersentak, "Oh, bukan apa-apa," sahutnya berbohong. Buru-buru ia memasukkan kunci tersebut ke kantung baju kemeja yang dikenakannya dan langsung mengenakan pakaian yang bertebaran di sekitar ruang rekaman.

Jantungnya berdegup kencang.

Ada orang yang melihat mereka.

22 Oktober 20xx, Seoul

10.36 p.m

Yoongi kembali melenguh frustasi setelah beberapa kali tangannya berusaha merogoh-rogoh barang yang ia cari. Sialan, kunci apartemennya hilang. Mungkin ia menjatuhkannya di dalam studio. Semoga petugas keamanan menemukan kuncinya dan mengembalikannya besok (mungkin lain kali ia harus sekalian mengikat kunci apartemennya bersama dengan kunci mobil). Karena ia tidak memiliki keinginan untuk kembali ke gedung setelah melihat pemandangan tadi.

Namjoon-nim dan Jimin-ah...

Ia mengepalkan tangan dan meremas wajahnya dengan lelah.

Ia sangat menarik, bukan? Pertama kali aku melihatnya mengikuti audisi BTS, hal yang muncul di kepalaku adalah; betapa memikatnya ia, seperti peri.

Pantas saja Namjoon berkata seperti itu.

Karena ia sendiri terpikat dengan Jimin.

Hati Yoongi berubah panas. Panas karena ia merasa marah Jimin ternyata telah menjadi milik orang lain, dan di lain sisi marah karena ia yakin bahwa ia mendengar Namjoon bilang bahwa ia sudah beristri.

Yoongi memutar kunci mobil dan menginjak pedal, membawa mobilnya keluar dari tempat parkir. Mungkin hari ini sebelum ia pergi ke apartemen Heechul, ia akan pergi makan dan minum sebentar.

22 Oktober 20xx, Seoul

10.45 p.m

Jimin menggigiti kukunya dengan khawatir. Di kantung bajunya kini terdapat kunci apartemen orang yang kemungkinan besar melihat hubungannya dengan Namjoon beberapa saat lalu. Ia mulai menggeliat tidak sabaran di kursi bisnya.

Beberapa tahun lalu, saat ia masih duduk di bangku SMA, Jimin mengikuti audisi yang dilaksanakan oleh NJE-C, audisi pencarian boyband. Meski ia hanya terbekali oleh sedikit pengalaman selain kemampuannya menari, namun ia percaya diri. Dan tentu saja, Namjoon yang saat itu turun tangan sebagai juri penilai langsung jatuh cinta dengan penampilan Jimin. Tidak lama setelah audisi dilaksanakan, Jimin mendapat panggilan langsung dari Namjoon, mengatakan bahwa ia diterima menjadi anggota BTS, bersama dengan dua orang lainnya.

Tentu saja ia menerima panggilan tersebut dengan sangat senang dan rasa antusiasme yang tinggi, bahkan kedua orangtua (dua orang Beta yang sangat menyayanginya) dan adik laki-lakinya ikut menangis bersamanya. Beberapa hari setelahnya ia menerima ajakan Namjoon untuk menemuinya di studio.

Jimin yang awalnya tidak begitu memperhatikan Namjoon pada pertemuan mereka, begitu mencium aroma Alpha tersebut, sifatnya yang ramah dan perhatian, dan senyumnya yang memikat; mau tak mau jatuh cinta pada pria tersebut. Bahkan ia tidak menolak saat Namjoon mengajaknya berhubungan seks untuk pertama kali. Di usianya yang ke 18 tahun.

Justru ia semakin kecanduan seks dengan pria tersebut.

Meski ia tahu beberapa bulan kemudian, bahwa Namjoon sudah memiliki istri.

Toh setiap kali ia berhubungan dengan Namjoon, ia selalu mendengar pria itu memuji-muji tubuhnya, memuji penampilannya yang menggairahkan saat ia menari.

Jimin berhenti di depan sebuah halte bis dan langsung berjalan menuju restoran Myeongdong Kyoja, tempat makan favoritnya di Seoul. Pikirannya kini tersita pada sosok familiar yang duduk sendirian di pojok ruangan. Matanya membelalak, dan ia berseru ke arah orang tersebut, "Suga-hyungnim?"

22 Oktober 20xx, Seoul

10.55 p.m

Yoongi membelalakkan matanya tidak percaya. Shi-bal, ia tidak menyangka akan bertemu dengan Jimin setelah pemandangan yang dilihatnya tadi.

Leher Jimin yang basah oleh keringat dan erangan eksotisnya masih terbayang-bayang di kepala Yoongi. Dan saat ini, namja tersebut justru muncul di depan matanya! Bahkan hidungnya dapat mencium aroma seks dari tubuh Jimin.

Perpaduan antara aroma cherry Jimin dan aroma spicyi milik Namjoon.

"Oh, Jimin-ah?" pura-puranya acuh pada Jimin.

Jimin tersenyum lebar pada Yoongi dan berkata, "Kau sendirian? Boleh aku duduk di sini?"

Yoongi menelan ludah, Tidak. "Ya, semaumu saja."

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Kenapa kau mencari makan malam-malam?"

Aku juga tidak menyangka, "Karena aku lapar saat malam-malam. Kau sendiri?"

Jimin tertawa mendengar jawaban yang tidak terduga dari Yoongi, "Aku latihan sampai malam tadi di studio, sampai lupa bahwa aku belum makan sama sekali. Jadi kuputuskan saja ke sini."

Pembohong.

Keduanya memesan makanan (karena kebetulan Yoongi baru tiba sesaat sebelum Jimin masuk ke dalam restoran) dan melewati keheningan selama beberapa saat.

"Bagaimana dengan pekerjaan pertamamu hari ini, Hyung-nim?" tanya Jimin memecahkan dinding es di antaranya keduanya.

"Baik, kurasa."

"Sejak kapan kau mulai menulis lagu?"

"Sejak kuliah."

"Kuliah? Dan kau sudah mulai memproduksi lagu sendiri saat kau berusia 20 tahun? Apakah itu benar?"

"Ya."

"Wow, keren. Aku masih 19 tahun dan belum saja memulai debut."

Yoongi memandangan Jimin dengan tatapan tidak percaya, "Kau masih di bawah 20 tahun?!"

"19 tahun sudah cukup tua untuk memulai boyband, kan?"

Yoongi menelan ludah. 19 tahun dan Jimin sudah melakukan seks dengan pria yang lebih tua 18 tahun darinya! Entah berapa kali mereka melakukannya, dan berapa banyak anak yang lebih muda darinya melakukan seks dengan orang yang jauh lebih tua, tetap saja Yoongi merasa sedikit kesal dengan pemandangan yang ia lihat tidak lama lalu.

"...kau habis bertemu dengan pacarmu, ya?" tanpa sengaja pertanyaan itu terlontar dari mulut Yoongi.

"Mwo?" Jimin menatap Yoongi dengan bingung.

"Aromamu... tadi siang aku mencium aroma cherry darimu, dan sekarang kau beraroma seperti cherry dan rempah-rempah," Yoongi balas menatap Jimin, "Bukankah berbahaya untuk boyband sepertimu untuk berhubungan dengan orang lain saat masih debut?"

Wajah Jimin memerah mendengar pernyataan Yoongi, "A-apa— "

Pelayan datang membawakan minuman. Yoongi mengucapkan terima kasih dan langsung menengguk botol soju di tangannya dalam sekali minum. Ia sadar bahwa ucapannya telah membuat keadaan semakin mendingin di antara keduanya. Tapi Yoongi tidak dapat mengalihkan pandangannya dari Jimin, yang kini menatapnya dengan bingung dan sedikit rasa kesal.

Gwiyeobda.

Makanan mereka muncul selang beberapa menit kemudian.

Yoongi, setengah mabuk, melanjutkan, "Siang tadi, saat kami melihat penampilanmu di ruang studio tari, Namjoon-nim bilang padaku bahwa kau memikat. Memikat seperti peri."

Kini Jimin hanya bisa menunduk memainkan makanannya.

"Pasti setelah kalian memulai debut, akan banyak Alpha yang mencarimu. Tapi aku menyadari mengapa banyak Alpha tertarik denganmu," Yoongi kembali melanjutkan. "Kau cantik dan eksotis. Seperti melihat sebuah lukisan 3D saat kau menari tadi."

"Hyung—"

"Apa kau pernah melewatkan heat dengan seorang Alpha? Hmm, kurasa ya."

BRAKK.

Jimin meninju permukaan meja. Kini wajahnya memerah penuh amarah.

"Aku baru pertama kali mengenalmu, dan berusaha untuk mengenalmu. Kini yang aku dapatkan justru pertanyaan-pertanyaan melecehkan seperti ini?" tanya Jimin dengan suara rendah yang tidak main-main, memendam rasa marah. Bahkan wajahnya kini berkerut tidak senang.

Yoongi tersenyum dingin melihat reaksi Jimin, "Bukankah sudah biasa untuk seorang Omega melewatkan heat bersamaan dengan Alpha?"

"...jangan-jangan kau yang—"

"Aku yang apa?" tanya balik Yoongi, kini senyumannya terlihat semakin mengejek.

Entah pengaruh mabuk atau apa, ia semakin gatal untuk menggoda—lebih tepatnya mencaci Jimin. Melihat perubahan ekspresi Omega tersebut sebanyak-banyaknya.

"Di studio... kau—"

"Lebih tepatnya, kau dan Namjoon-nim. Ya, aku melihat kalian." Ia meneguk satu botol soju hingga habis, "Aku melihat apa yang kalian lakukan di sana. Kau mengerang kenikmatan, sementara Namjoon-nim melenguh seperti binatang."

Jimin kali ini berdiri dari kursinya dengan wajah penuh amarah, "A-aku mau pulang."

"Hei, hei, makananmu belum habis, Jimin-ah. Kalau bisa nanti aku akan mengantarmu pulang."

"Kalau kau berpikir aku akan memohon agar kau mau menutup mulut, kau salah, Hyung."

Yoongi tertawa, "Memangnya siapa yang mau bilang kepada publik, bahwa kau berhubungan dengan Namjoon-nim? Justru aku berharap kau bisa sukses setelah debut nanti," ia menarik tangan Jimin dengan paksa dan berkata dengan nada mengintimidasi, "Sekarang kau duduk dan habiskan makananmu, atau aku akan mencari cara lain untuk membuatmu menurut padaku."

Jimin menjliat bibirnya dengan pandangan setengah panik dan setengah ketakutan. Seberapa kuatnya ia sebagai seorang Omega, ia tidak akan pernah bisa berhadapan dengan seorang Alpha. Apalagi orang di depannya ini adalah seorang jenius yang diincar oleh Namjoon dan orang-orang di dunia hiburan lainnya. Jimin duduk dengan perasaan terpaksa dan memakan makanannya yang dirasanya hambar di mulut.

Setengah jam kemudian mereka menghabiskan makanan dan membayar masing-masing, Yoongi mengantar Jimin pulang. Jimin beberapa kali memprotes Yoongi bahwa ia bisa pulang sendiri, tapi seperti sebelumnya Yoongi menarik paksa tangan Jimin dan setengah mendorong Jimin masuk ke dalam mobilnya. Kini Jimin hanya bisa terdiam di dalam mobil Yoongi, tidak yakin bahwa Yoongi yang setengah mabuk dapat membawa mobilnya dengan aman.

Kini ia ketakutan, apa yang sedang dipikirkan Yoongi saat ini. Di lain sisi ia juga takut Yoongi akan membocorkan hubungannya dengan Namjoon ke publik—meski ia berpura-pura tidak peduli dengan hal itu. Ia takut Namjoon akan meminta bawahannya untuk menghancurkan Yoongi. Selama di dalam mobil, ia hanya menunjukkan jalan ke arah rumahnya dan sisanya terdiam seperti patung.

Sesampainya di depan apartemen yang ditinggali Jimin bersama Taehyung dan Jungkook, namja berambut blonde tersebut buru-buru keluar dari mobil Yoongi tanpa mengucap sepatah katapun. Yoongi, entah bagaimana, tiba-tiba langsung melompat keluar dari kursi pengemudi dan berlari menghampiri Jimin. Ia mendorong tubuh Jimin ke pojokan apartemen yang gelap tanpa penerangan dan menciumi leher namja tersebut. Jimin mengerang kaget dan berusaha mendorong tubuh Yoongi, tapi Alpha tersebut lebih kuat daripada dirinya. Tangannya meraih pinggul Jimin dan langsung menempelkan mulut ke mulut ranum Jimin, sementara satu tangannya yang lain menahan tangan Jimin ke tembok.

Beberapa detik setelahnya, keduanya sama-sama terengah-engah. Yoongi menatap wajah Jimin yang kini penuh dengan air mata.

"Jika Namjoon-nim yang telah menikah bisa berhubungan dengan Omega sepertimu, maka aku pun juga bisa," kata Yoongi dingin. Ia melangkah mundur menjauhi Jimin dan beralih ke arah mobilnya, meninggalkan Jimin yang beruraian air mata.

Setelah Yoongi pergi meninggalkan apartemen Jimin dengan mobilnya, Jimin jatuh terduduk di depan apartemennya, nyaris terpergok oleh petugas keamanan yang berjalan patroli di depan tempat parkir. Entah mengapa kini ia merasa kepalanya pusing dan perutnya terasa diaduk-aduk. Ia masih ketakutan setengah mati saat Yoongi tiba-tiba berubah menjadi Alpha yang mendominasi saat mengakui bahwa ia melihat hubungan Jimin dengan Namjoon. Bagaimana Alpha tersebut memaksakan dirinya ke tubuh Jimin.

Berbeda dengan Namjoon.

Tangannya bergerak ke kantung bajunya dan menyadari bahwa ia belum mengembalikan kunci apartemen Yoongi. Dengan marah ia melemparkan kunci tersebut sehingga jatuh ke sekitaran taman.

Sambil melangkah lemah menuju lift, Jimin berharap bahwa besok ia akan menemukan alasan untuk tidak masuk latihan.

Karena ia tidak ingin bertemu Yoongi.

22 Oktober 20xx, Seoul

11.03 p.m

Sebuah mobil BMW i8 berbelok di depan pekarangan rumah bertingkat 3 bergaya kontemporer-semi modern. Setelah memarkir mobil ke dalam garasi dengan pintu otomatis, sesosok pria Alpha keluar dari dalam mobil. Ia berjalan masuk ke dalam rumah setelah termenung beberapa saat melihat lampu kamar menyala dari dalam.

Setelah menekan beberapa tombol, pintu rumah terbuka otomatis dan menunjukkan sebuah ruangan luas dengan perabotan mewah di dalamnya. Di tengah-tengah ruangan, Namjoon berhenti untuk memperhatikan bahwa ada seseorang sedang tertidur pulas di sofa. Namjoon membungkukkan tubuhnya untuk menghirup aroma orang tersebut lebih dalam-, dan ekspresi wajahnya sedikit melembut. Ia mengguncangkan bahu pria berambut hitam di hadapannya, pria yang sudah 7 tahun ia habiskan hidupnya dengan sumpah setia.

"Seokjin. Jin."

"Ungg..." pria itu merengut tidak senang dibangunkan tiba-tiba tanpa sepertujuannya. Matanya setengah terbuka, berusaha melihat orang yang membangunkannya. "Joonie? Kau sudah pulang?"

"Ya. Aku ada urusan tadi," kata Namjoon pada istrinya—Omega yang dulu selalu menjadi tambatan hatinya—sebelum akhirnya ia bertemu dengan Jimin. "Kau sendiri kenapa tumben pulang cepat?"

"Hari ini sedang tidak ada pasien. Makanya aku menitipkan pekerjaan pada Sandeul," jawab Jin. "Kau sudah makan malam?"

Namjoon menelan ludah, "Sudah. Kurasa sekarang aku ingin langsung tidur."

"Aku juga," Jin menguap lebar, "Besok kemungkinan ada pasien yang ingin membuat janji untuk kontrol jantung, jadi aku harus berangkat pagi-pagi."

"Ya, aku mengerti."

Keduanya berjalan menuju kamar tidur, yang bertahun-tahun lalu masih mereka gunakan sebagai tempat pelampiasan nafsu gairah mereka. Sekarang keduanya sama-sama terlalu sibuk untuk memikirkan hubungan seks mereka, setelah beberapa tahun lalu sebuah tragedi terjadi. Namjoon menoleh ke sebuah pintu yang sudah lebih dari 5 tahun lalu ia tidak buka. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi jika saja...

Ketika Jin terbangun pada suatu pagi dengan bagian bawah perut yang terasa nyeri dan darah segar yang mengalir ke kedua pahanya.

Ketika keesokannya Namjoon harus menghadiri upacara pemakaman yang tidak pernah ia ingin hadiri.

Sementara Jin menangis selama berhari-hari setelah kejadian itu, menyalahkan dirinya. Omega yang gagal. Menyedihkan.

Bertahun-tahun keduanya kembali mencoba untuk memiliki anak, hanya untuk gagal kesekian kalinya.

Namjoon berhenti dari renungannya saat ia merasakan Jin menyentuh bahunya.

"Joonie?"

Entah berapa tahun Jin memutuskan untuk kembali menjadi kardiologist untuk melupakan kesedihan mereka. Berapa tahun lamanya hubungan keduanya sudah tidak sepanas dulu.

"Ya, aku mau menyikat gigi dulu."

Tapi setiap kali ia melihat wajah Seokjin, ingatan-ingatan manis dan pahit bertebaran di kepalanya.

Selesai dari kamar mandi, Namjoon mendapati Seokjin telah terpulas di tempat tidurnya. Sesaat ia tergoda untuk memeluk istrinya dari belakang, namun ia urungkan. Namjoon menempatkan dirinya di sisi yang berseberangan dengan Jin, mengingat-ngingat bahwa selama 2 tahun ini ia berhubungan seks dengan orang selain Omeganya, tanpa sepengetahuan orang lain.

Ia menutup mata.

Dan terbayang akan penyesalan yang ia simpan selama bertahun-tahun.

TBC

Catatan penulis:

fanfic pertama saya di K-pop. Sebelumnya saya tidak pernah mengikuti boyband Korea manapun (kecuali Super Junior dan itu pun sudah 6 tahunan yang lalu), jadi mohon maaf apabila ada kesalahan dalam beberapa hal. Saya baru menjadi fans BTS (tapi saya bukan ARMY) sekitaran setahun lalu dan sekarang sedang menyelami soal BTS lebih jauh wkwk.

Mungkin di antara kalian ada yang kesal karena karakter Yoongi di sini terlalu kejam, tapi sebenarnya dia itu orangnya sangat awkward dan buruk dalam menyampaikan opini dan perasaannya ke orang lain. Karakter Yoongi di sini juga cenderung sebagai a socially anxious person. Makanya dia bingung sekali untuk mengungkapkan perasaannya pada Jimin hehe.

Akhir kata, jika fanfic ini menarik dan pantas untuk dilanjutkan bagi kalian, klik tombol review di bawah dan ungkapkan opini kalian tentang fanfic ini. Terimakasih!