Hallo readers~
Masih ingetkah sama author gaje satu ini?
Wah, kalian jahat banget kalo sampe lupa...

T.T

Oh ya, lama ga buat Fic apa ada yang kangen? (Ayolah~)

Kali ini Shera bikin Collab Story sama kakak Karasu-kun nih~
Ide cerita dari beliau(?) tapi ntar ditengah-tengah aku yang nge-gaje-in... (ampun, Kara-kun~)
Tapi semoga ga mengecewakan ya~

Enjoy it, guys~


Disclaimer Characters © Masashi Kishimoto

Disclaimer Story © Shera Liuzaki and Karasu Uchiha

.

.

My first collaboration story

.

Present :

.

"(REALLY) MISSION IMPOSSIBLE"

"(BENAR-BENAR) MISI YANG TAK MUNGKIN"

.

.

10 April 2013

.

.


Scene 1 : The Last Generation

(Adegan pertama: Generasi terakhir)


.

.

Enjoy Reading

.

.

Konohagakure. Sebuah desa dengan tingkat kesuburan yang tinggi. Desa ini dikelilingi oleh pepohonan yang rindang, sebagian rakyatnya memanfaatkan hasil dari hutan ini untuk dijual ke desa tetangga.

Rakyat pun hidup makmur di desa ini. Di bawah pimpinan seorang Hokage wanita pertama, tak ada yang mengeluh akan kehidupannya.

Sementara para rakyat sedang melakukan rutinitas kesehariannya seperti biasa, lantas kemanakah perginya sang Hokage? Saat ini tak ada siapapun berada di ruang kerjanya. Kalau begitu mari kita tengok ke 'ruang kerja' lain miliknya.

"Uhh…ah…ahh…enn…ah~"

Suara desahan itu seakan tertahan oleh kekai pelindung yang menyelimuti seluruh ruangan itu. Di balik pintu besar yang menghalangi, seorang pemuda tengah 'menduduki' seorang wanita di atas meja.

"Aaaahhh~ AAaaah~ lebih cepat, Dan~ Ahhh~ Ahh~"

Desahan wanita itu semakin menjadi saat tubuhnya dimainkan oleh sang pemuda. Dengan peluh yang membanjiri tubuh mereka, cukup sama dengan 'cairan' yang membasahi meja itu.

"Ooohh~ Ohh~ aaahh~ AAaaahhhh~"

"Sedikit lagi~"

Kalau kalian bertanya mengapa tak ada yang mendengar desahan—yang tak bisa dibilang pelan—itu, maka jawabannya adalah kekai tadi. Tsunade, merupakan Hokage yang saat ini telah memimpin desa selama hampir 5 tahun. Bisa turun martabatnya bila ia ditangkap melakukan hal seperti ini pada jam kerja.

"Aaaaaakh~! AAAAaaaaahhhhhhh~!"

Pekikan kencang itu pun mengakhiri kegiatan mereka.

-ooOoo-

Angin segar masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Dari jendela itu hampir seluruh bagian desa dapat dilihat. Tentu saja, karena itu adalah ruangan Hokage. Ruang nomor satu di desa yang bertujuan melindungi seluruh warganya.

.Cklek.

Terdengar suara pintu yang dibuka perlahan. Suara langkah kaki ringan itupun semakin mendekat.

"Tsunade-sama… ini laporan mengenai misi tingkat A yang telah diselesaikan oleh Sakura." panggilnya.

"Hm… cepat juga." Tsunade berkomentar tanpa memalingkan dirinya dari jendela. "Shizune, apa yang lainnya juga telah menyelesaikan tugas mereka?"

"Sasuke sedang dalam perjalanan pulang, Ino dan Hinata hampir menyelesaikan penelitian mereka, Sai sudah menyelesaikan tugasnya sejak tiga hari yang lalu, mungkin hanya Naruto yang belum kembali setelah seminggu melakukan tugas."

"Hmm…" Tsunade hanya bergumam mendengarkan laporan sekertaris yang sekaligus tangan kanannya itu.

"Tsunade-sama, maaf bila lancang… tapi apa benar tadi Kano-sama datang?"

"Ya benar. Kurasa aku lupa menghapus jejak kehadirannya ya? Aku ucapkan terima kasih sudah melakukannya untukku."

Shizune hanya sweat drop mendengarnya. Karna yang dimaksud 'jejak kehadiran' itu apalagi kalau bukan cairan sisa-sisa mereka saat melakukan 'itu'. Shizune menghela nafasnya. Ia tak habis pikir memang benar Tsunade adalah Hokage yang notabe merupakan orang terkuat di desa, tapi melihat sikapnya yang santai itu… sama sekali tak cocok untuknya.

"Oh ya Shizune, tadi kau bilang hampir seluruh shinobi Konoha telah menyelesaikan tugas mereka bukan?"

"Kecuali Uzumaki Naruto." Tambah Shizune.

"Aku ingin kau mengumpulkan mereka semua ke sini." Perintahnya.

Shizune menatap bingung ke punggung Tsunade. Hokage yang satu ini memang masih senang mengambil keputusan sepihak. Meski begitu mana mungkin Shizune mampu membantahnya.

"Baiklah, tapi sebenarnya ada apa?"

Shizune yang merupakan kepercayaan Tsunade, sudah lama bersama-sama. Bisa dibilang mungkin mereka berteman akrab. Meski status Shizune adalah bawahan Hokage, tapi bukan berarti ia menjadi budak Tsunade. Terkadang Shizune juga bisa berbicara santai jika di luar pekerjaan.

"Sebenarnya tadi selama bercinta dengan Dan aku berpikir…"

Shizune sungguh tak habis pikir, bisa-bisanya seorang Hokage mengatakan 'bercinta' dengan nada santainya seperti ini. Shizune yang mendengarnya saja merasa malu.

"Saat ini, Clan Ninja di Konoha sudah mulai berkurang jumlahnya. Sejak perang shinobi beberapa tahun lalu, banyak Clan yang terbunuh habis."

Shizune terdiam sejenak mendengarkan. Sepertinya ini merupakan rencana serius, apalagi harus mengumpulkan shinobi dan kunoichi muda berbakat.

"Kurasa sebaiknya kita memberikan misi khusus kepada mereka."

-ooOoo-

Malam mulai menjelang. Saat malam tiba, tempat paling ramai di Konoha adalah kedai ramen Ichiraku. Karena ramen yang hangat sangat cocok dinikmati di malam yang dingin.

Seperti sekarang ini, seorang gadis berambut merah muda panjang yang terurai terlihat keluar dari kedai itu. Sepertinya ia telah menyelesaikan makan malamnya. Jalannya anggun bak tuan putri dari negri dongeng. Parasnya pun sudah menawan.

Setiap langkah yang ditempuhnya, selalu ada saja yang memperhatikannya. Kesempurnaannya memang mengundang perhatian banyak orang. Ya, 'kesempurnaan'nya.

"Oy, Sakura!" terdengar seseorang memanggilnya. Ia pun menghentikan langkahnya dan menoleh.

Seorang gadis berambut pirang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Tanpa pikir panjang pun ia berjalan menuju gadis pirang itu.

"Kau sudah kembali dari misi tingkat A, toh?" tanya gadis pirang dengan sebuah kedipan ke arah Sakura.

"Kau sendiri..kudengar sudah menyelesaikan penemuanmu, Ino?" balas Sakura tak mau kalah.

"Yap, ini semua jauh lebih mudah ketimbang saat aku melalukannya denganmu. Aku sungguh berterima kasih dengan mata Byakugan milik Hinata."

"Apa? Dasar. Kalau aku, mungkin akan segera selesai setelah melihat langsung mengenai bahannya."

"Dasar forehead, sombong sekali kau."

"Jangan iri ya, Piggy."

Candaan mereka berlanjut beberapa saat. Meski tak saling mengakui, tapi sebenarnya selama sepuluh hari mereka tak bertemu membuat mereka saling merindukan satu sama lain.

"Oh ya, Apa kau mendapat panggilan darurat juga oleh Hokage-sama…?" tanya Ino sambil membereskan bunga-bunga di tokonya.

"Iya aku dapat. Kau juga?" Sakura tak hanya tinggal diam saja, ia pun ikut membantu Ino membereskan toko bunga milik Clan Yamanaka itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi ya? Apa kau tahu sesuatu?"

"Entahlah. Aku baru saja pulang dari misi di luar, kau yang seharusnya mengetahui sesuatu. Apa keadaan desa sedang buruk?"

"Kurasa tidak, semua berjalan mulus seperti biasanya. Justru karena itulah aku makin merasa aneh, Tsunade-sama kan terkadang suka mempersulit kita demi kesenangannya."

"Ha ha ha. Benar juga, bisa jadi seperti itu. Lima tahun berlalu sifatnya tak berubah juga ternyata. Tapi bagaimanapun kuakui kekuatan medic-nya sangatlah hebat."

"Kalau itu aku juga tahu."

Malam yang semakin larut mengharusnya kedua sahabat lama ini untuk berpisah. Diakhiri dengan ejekan, akhirnya Sakura meneruskan langkahnya menuju kamar mansionnya.

Dibalik senyuman, kita tak tahu bahwa ada sesuatu yang tersembunyi. Mungkinkah itu sesuatu yang buruk? Atau mungkin itu baik, sepertinya pion catur mulai bermain.

-ooOoo-

Pagi di Konoha sungguh sangat indah. Sinar mentari yang menerobos dari sela-sela pohon dan aroma embun pagi menjadi ciri khas di sana. Kini Sakura tengah berjalan di tepian aliran sungai, mencoba menghilangkan kepenatannya sehabis melakukan misi level A.

Di Kohona, ada beberapa tingkatan misi. Dari A, B, C, dan D. Semua dibagi berdasarkan tingkat kesulitan dan cara pencapaiannya. Tapi ada juga misi tambahan seperti 'Special Mission' dan 'Secret Mission'.

'Special Mission' adalah misi tingkat atas yang biasanya sangat penting demi keselamatan desa dan hanya bisa dilakukan oleh ninja dengan kemampuan khusus. Sedangkan 'Secret Mission' adalah misi rahasia dimana tak ada yang boleh mengetahui apa isi dari misi itu. Kalau ini biasanya menyangkut rahasia Negara atau terkadang beberapa Clan juga melaksanakan misi ini untuk kepentingannya.

"Ooooyyy, Sakura-chaaannn~"

Sakura menoleh, seseorang mengganggu ketenangannya. Dengan suara berisik nan cempreng itu, pemuda berambut seperti kulit durian tengah berlari hendak melancarkan pelukannya kepada Sakura.

.Byur.

Gerakan amburadul seperti itu sangat mudah dihindari oleh Sakura. Ia hanya melangkahkan kakinya ke samping dua kali dan pemuda itu melewatkan targetnya sehingga tercebur ke dalam sungai.

"Fuaaa~! Dingiiiiiinnn~!" teriak pemuda jabrik itu. Sakura yang melihatnya kini menunduk mensejajarkan dirinya dengan pemuda itu.

"Apa kau sebegitu kurang kerjaannya, Naruto?"

"Kau jahat sekali, Sakura-chan… aku kan hanya ingin menjemputmu." Rengek Naruto. Ia menggembungkan kedua pipinya, tiga garis di pipinya pun menjadi terlihat lebih jelas.

"Menjemput? Jangan bilang kau juga dipanggil oleh Tsunade-sama." Tanya Sakura lagi. Dan dengan bangga pemuda itu pu menganggukkan kepalanya.

"Benar! Awalnya aku mau menjemput Sasuke, tapi ternyata ia sudah berangkat duluan. Lalu dari arah hutan aku menangkap baumu, akhirnya kuputuskan untuk menjemputmu dan berangkat bersama~" serunya girang.

"Hmm… Kalau Naruto saja sampai dipanggil, berarti tak salah lagi ini memang misi konyol demi kesenangan Tsunade-sama aja."

Mendengar ucapan Sakura, Naruto mengeluh dan menyangkalnya. Sakura terkekeh melihat hal itu. Akhirnya mereka pun berangkat bersama. Bagi Naruto, suatu kebanggaan bisa berjalan bersanding dengan primadona Konoha. Dan bagi Sakura, suatu musibah berjalan berdampingan dengan Naruto…

-ooOoo-

"Baiklah apa semua sudah berkumpul di sini?" Tsunade kembali dengan posisinya terduduk di kursi Hokage.

Di hadapannya kini berdiri para shinobi dan kunoichi muda yang dipilihnya. Mereka adalah Uchiha Sasuke, Haruno Sakura, Yamanaka Ino, Shimura Sai, Uzumaki Naruto, dan Hyuuga Hinata.

"Apa kalian tahu kenapa kalian dikumpulkan di sini segera setelah seluruh misi tingkat A diselesaikan?"

Uchiha Sasuke, berasal dari Clan Uchiha. Yang menjadi ciri khas dari Clan ini adalah mata sharingan dan pengendalian elemen petir mereka. Ciri lainnya yang mendasari para Clan Uchiha adalah keangkuhan mereka. Clan Uchiha dikenal dengan Clan tertinggi dengan tingkat angkuh yang luar biasa.

"Apa ini adalah misi yang berbahaya? Ataukah hanya pengisi waktu luangku saja?" seorang pemuda dengan senyuman palsunya berbicara santai mengeluarkan pendapatnya.

"Mungkin ini bukanlah misi yang berbahaya, tapi sayangnya ini misi yang sangat penting dan bila gagal bisa jadi hasilnya lebih dari kata 'bahaya' yang kau bayangkan." Tsunade kini memperlihatkan aura seirusnya.

Haruno Sakura, tokoh utama kita. Seorang gadis yang berasal dari Clan Haruno. Sejak kejadian perang shinobi yang terjadi terakhir, Clan Haruno menjadi terkenal karena 'kemampuan khusus'nya. Ciri fisik yang ditunjukkan dari Clan ini adalah dahinya yang lebar(?).

"Shizune…" hanya dengan memanggil namanya, Sizune mengangguk dan membagikan selebaran yang telah disiapkan kepada para ninja muda itu.

"Itu adalah silsilah beberapa Clan besar di Konoha, yang merupakan Clan kalian sendiri." Jelas Tsunade. Para ninja muda itu pun memperhatikan selebaran yang mereka terima.

"Lalu ada apa dengan ini?" Naruto menarik sebelah alisnya naik.

Sakura terdiam saat melihat silsilah Clan-nya sendiri. Pandangannya menjadi hampa. Sakura menyadari, bahwa mereka yang dipanggil oleh Hokage ke sini merupakan ujung dari Clan masing-masing.

"Aku yakin kalian pasti sudah menyadarinya. Bahwa kalian semua adalah generasi terakhir dari Clan masing-masing." Tsunade kini mulai bangkit dari kursinya. "Dan aku harap kalian pun menyadari apa yang harus kalian lakukan selanjutnya."

"Tsunade-sama, apa ini akibat dari perang shinobi?" Ino memberikan tanggapannya.

"Memang benar ini terjadi setelah perang shinobi usai, tapi sebenarnya masalah ini sudah ada sejak dulu. Hanya saja akibatnya baru terasa besar setelah perang shinobi itu."

Suasana pun kembali sunyi. Sakura belum memalingkan pandangannya dari kertas itu. Perlahan Sasuke melirik ke arahnya. Dalam diam pun Sasuke memperhatikan, karna sebenarnya ia pun tahu apa yang sedang ada di dalam pikiran Sakura.

"Konoha merupakan desa yang besar dan kuat, karena itulah saat perang shinobi dimulai Konoha menjadi incaran utama." Tsunade berjalan menuju jendela dan memandang keluar. "Akibatnya banyak warga yang meninggal dan Clan-Clan kuat Konoha musnah."

Perlahan Tsunade pun berbalik. Ia memandangi shinobi dan kunoichi yang ada di hadapannya bergantian.

"Meski Konoha dapat menghasilkan Clan kuat, tapi kenyataan bahwa regenerasi Clan tersebut lambat sangatlah berbanding lurus."

Naruto menggaruk kepalanya yang tak gatal, menandakan ia sedang bingung atas ucapan Tsunade.

"Dengan kata lain adalah, semakin kuat Clan tersebut, semakin sulit mereka berkembang biak atau menghasilkan keurunan. Kalau ini terus terjadi, maka Konoha akan kehilangan kekuatannya." Jelas Shizune semudah mungkin. Naruto pun ber'oh' ria.

"Kalian merupakan perwakilan dari Clan terkuat di Konoha yang masih tersisa. Terutama Clan Uchiha, Haruno, dan Shimura. Dengan kekuatan khusus yang tak dimiliki Clan lain, aku harap kalian bisa segera meneruskan garis keturunan itu." Pandangan Tsunade berganti ke arah Sasuke, Sakura, dan Sai.

"Kesimpulannya kita harus melakukan 'reproduksi' secepat mungkin, begitu?" sahut Sai. Shizune pun menyetujui kesimpulannya.

"Jangan bercanda! Kalau kami, kunoichi medic, hamil… maka siapa yang akan menjadi inti pihak medis?" bantah Ino terang-terangan.

"I…itu benar. Kalau kami hamil, maka desa lain akan memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang." Akhirnya Hinata mulai mengajukan pendapatnya.

"Tidak." Bantahan Sakura mendapatkan perhatian dari seluruh pihak yang ada. "Hal itu tak akan terjadi jika kita tak hamil secara bersamaan."

"Benar juga. Tapi dengan siapa kita akan melakukannya? Apa itu bebas? Kalau memang bebas, aku lebih memilih dengan wanita berdada besar. He he he." Candaan garing Naruto tak mendapat respon baik dari Ino, bahkan Hinata pun meliriknya dengan tatapan sedih.

"Kalau pasangan, kalian boleh menentukan sendiri akan melakukannya dengan siapa. Yang jelas aku ingin segera mendengar kalian menyelesaikan misi ini secepatnya."

"Tunggu, Tsunade-sama. Apa hal ini dihitung sebagai misi?" Hinata terlihat panik, itu semua karena ia sendiri sudah memiliki imajinasi mengenai hal-hal 'erotic' yang bakal terjadi dengannya sendiri.

"Aku menolak."

Kali ini pihak Sasuke lah yang mendapatkan perhatian seluruhnya. Sakura yang berada di samping Sasuke menatap langsung menuju atah matanya. Seakan ada kejanggalan di dalam mata itu, tapi Sakura tak menemukan artinya.

Tanpa berucap apapun lagi Sasuke segera meninggalkan ruangan Hokage itu. Mereka pun hanya bisa bertanya-tanya mengenai sikapnya. Tsunade menghela nafa panjang.

"Anak-anak zaman sekarang susah sekali diatur."

-ooOoo-

Jalanan yang dilalui Sakura kini terlihat begitu ramai. Itu karena penduduk desa akan mengadakan penyambutan malam purnama, yang biasa diadakan saat bulan purnama muncul. Namun Sakura nampak tak tertarik dengan acara itu. Matanya menatap lurus ke arah jalanan, ia masih memikirkan mengenai 'misi aneh' yang diberikan oleh Tsunade.

'Ingat, bahwa aku ingin kalian secepatnya melakukan itu.'

Sakura yakin Tsunade pasti sedang memiliki waktu luang banyak sehingga memberikan misi yang menurutnya sungguh konyol. Bukannya itu adalah keputusan masing-masing Clan untuk meneruskan generasi atau tidak. Meskipun seluruh Clan pastinya tak ingin punah.

.Bruk.

Karena terlalu sibuk berkutat dalam imajinasinya, Sakura sampai tak sengaja menabrak seseorang. Tubuh Sakura sedang lemas karena belum sepenuhnya pulih setelah misi level A itu. Apalagi ia juga disibukkan dengan berpikir mengenai 'misi aneh'.

"Hey! Perhatikan jalanmu!" lelaki dengan tubuh berototnya mengerang ke arah Sakura.

Sakura menatap lelaki itu sejenak. Lambang yang berada di pakaian lelaki itu bukanlah lambang Konoha, pasti ia adalah turis yang berkunjung ke Konoha untuk mengikuti acara malam bulan purnama ini.

"Hey! Dengarkan kalau orang sedang bicara!" lelaki itu menarik paksa pakaian Sakura, menariknya hingga tubuh Sakura mengambang.

Sakura masih tak ingin melawannya, karena ini merupakan pendapatan desa bila bisa menarik turis. Karena itu Sakura tak ingin melukai turis ini meskipun ia sangat brengsek. Sakura hanya memejamkan matanya. Ia me-nonaktiv-kan chakra-nya.

"Cih! Kurang ajar!"

.Tep.

Sesaat lagi mungkin Sakura akan terhempas karena pukulan turis brengsek itu kalau saja seseorang tak menghentikannya. Sakura membuka matanya, hendak melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Sakura membulatkan matanya, melihat kini Sasuke menggenggam tangan besar lelaki itu. Ekspresi kesakitan terlihat jelas dari raut wajah sang turis, tapi Sasuke hanya menatapnya dingin dan tak bergeming sedikit pun.

"Sasuke-kun…"

Perlahan tubuh Sakura diturunkannya ke tanah. Turis itu tetap merintih kesakitan dan meminta ampun, tapi Sasuke sama sekali tak berniat melepaskannya. Penduduk yang melihat itu pun hanya bisa berbisik-bisik tak jelas.

"Sasuke hentikan!" Sakura memeluk Sasuke dari belakang. Hal ini membuat mata merah Sasuke membulat sejenak, namun tak lama mata itu meredup. Kembali menampilkan permata segelap malam yang biasanya.

Turis itu segera kabur setelah Sasuke melepaskan tangannya. Sakura pun perlahan melepaskan pelukannya. Tanpa berucap apapun Sasuke berjalan menjauhi Sakura.

Bulan purnama mengiringi langkah kaki Sasuke. Sakura mengikutinya dalam diam dari belakang. Ia terus menatap punggung dingin Sasuke. Lambang Uchiha terukir di punggung pakaiannya.

Sakura mengingat kembali kejadian yang baru saja dilihatnya. Mata merah Sasuke, semerah darah yang menetes dari telapak tangannya.

Sakura membulatkan matanya. Ia baru menyadari kalau tangan Sasuke mengeluarkan darah yang cukup banyak. Sakura hendak memanggil Sasuke, namun tiba-tiba saja Sasuke kehilangan keseimbangannya.

"Sasuke!"

.Bruk.

Kali ini giliran Sakura yang menyelamatkannya. Sebelum tubuh Sasuke mendarat dengan keras di tanah, Sakura telah memeluknya. Wajah Sasuke terlihat pucat, keringat dingin turun membasahi pelipisnya.

"Tunggu, biar aku mengeluarkan racunnya."

Sakura yang notabe sorang ninja medic bisa langsung mengetahui kalau Sasuke terkena racun. Dengan cekatan Sakura mengeluarkan pisau bedahnya dan perban. Peralatan darurat yang selalu dibawanya di dalam tas pinggangnya.

Melihat Sakura yang berusaha mengeluarkan racun dalam tubuhnya, Sasuke hanya terdiam. Ia menduga kalau setelah ini Sakura pasti akan bertanya kenapa ini bisa terjadi padanya. Tapi bagaimana ia bisa menjawab, tak mungkin ia mengatakan kalau ia terkena jebakan Naruto—yang sedang coba-coba membuat racun, sedangkan tak membuat penawarnya.

Uchiha memiliki tingkat ego yang tinggi. Mana mau dirinya terlihat konyol di depan orang lain. Apa lagi di depan seorang gadis. Gadis yang dikaguminya karena 'kesempurnaan' yang dimilikinya.

"Kenapa kau bisa terkena racun seperti ini?"

Nah, benar bukan? Dugaan Sasuke selalu tepat sasaran. Tanpa menjawab Sasuke hanya bangkit dan memalingkan mukanya. Sakura mengerutkan dahinya. Ia juga menyadari bahwa ini bukanlah tipe racun mematikan, justru racun ini sangat mudah ditangani. Dan pikirnya tak mungkin Sasuke semudah itu untuk diracuni dengan racun seperti ini.

"Aku akan mengantarmu pulang." Sambil mengucapkan hal itu Sasuke bangkit dari duduknya. Sakura hanya mengerutkan dahinya.

"Tumben sekali. Selama 10 tahun kita berteman, sepertinya jarang sekali kau yang duluan menawarkan diri seperti ini." Goda Sakura. Ia terkekeh sambil memberesi peralatannya.

Memang benar mereka telah lama menjadi teman dekat. Itu karena orang tua mereka sangatlah akrab. Tapi meski berteman sejak kecil, bukan berarti hati Sasuke akan luluh begitu saja. Justru sebaliknya, hati Sakura lah yang diluluhkannya.

"Ini hanya sebagai bentuk balas budi." Elak Sasuke. Sekali lagi ia berjalan meninggalkan Sakura di belakangnya.

"Tinggal ucapkan 'terima kasih' saja cukup kan?" lagi-lagi Sakura menggoda Sasuke. Perlahan pun Sakura meyamakan langkahnya dengan Sasuke.

Sasuke menatap gadis di sampingnya itu. Ada sebesit perasaan yang sulit diartikannya muncul begitu saja. Ditambah lagi ia teringat akan misi yang diberikan oleh Hokage.

"Hey Sasuke." Sasuke menanggapinya dengan 'hn' saja. "Bagaimana kalau kita mampir ke acara malam bulan purnama? Sudah beberapa tahun berlalu sejak kita bisa bersama seperti ini kan?"

Memang benar, sejak perang shinobi, Sakura kehilangan seluruh keluarganya. Orang tuanya tewas dalam peperangan. Beberapa waktu Sakura sempat depresi, namun setelahnya ia memutuskan untuk bangkit. Sejak saat itu hubungan Sasuke dengan Sakura sedikit merenggang.

Itu semua disamping karena Sakura tak memiliki alasan lagi untuk bertemu Sasuke sejak orang tuanya meninggal, juga karena Sakura mencoba menyibukkan dirinya dengan misi-misi ke luar desa.

Jujur saja, mungkin Sasuke sedikit rindu mengenai masa dimana mereka masih kanak-kanak dan tak ada batas antara impian. Dimana mereka bisa tertawa lepas tanpa memperhatikan penatnya dunia. Kini seiring mereka dewasa, 'sesuatu' yang tertidur dalam diri mereka mulai bangun. Dan mereka mulai membuka mata mengenai dunia.

-ooOoo-

Sakura merenggangkan ototnya yang terasa kaku itu. Ia mengucek-ucek matanya dan mencoba menyesuaikan dengan cahaya yang ada. Pandangannya menjelajahi ruangan itu.

Ruangan yang tak asing baginya, tapi sulit diingat olehnya. Sakura sepertinya masih setengah tidur sampai-sampai ia merasa sedang tertidur di kediaman Uchiha, atau tepatnya di kamar Sasuke.

"Hoams~" Sakura memutuskan untuk mencuci mukanya di kamar mandi.

Saat ia hendak membuka pintu kamar mandi itu, seseorang keluar dari dalamnya. Dengan kepulan asap karena air panas yang digunakannya membuat Sakura harus menatap lebih lama sehingga mendapati sosok aslinya.

Tetesan air yang membasahi rambutnya, handuk kecil yang menutupi pundaknya, dan sebuah lagi handuk menutupi daerah 'pribadi'nya. Sakura membulatkan mata saat menyadari siapa itu. Rohnya seakan dipaksa memasuki lagi alam sadarnya.

"Kyaa…mmph~"

Mulut Sakura dibekap seketika. Tubuhnya dihempaskan ke dinding dan mendapat kuncian. Kini yang berada di hadapannya adalah sosok teman masa kecil yang sudah tumbuh menjadi seorang pria dewasa yang tampan.

"Kau…" Sasuke sengaja menggantungkan kalimatnya sambil menatap tajam.

Wajah mereka terlalu dekat hingga Sakura bisa merasakan nafas hangat Sasuke menerpa permukaan kulitnya. Aroma segar yang menguak dari tubuh atletis Sasuke membuat jantungnya tak hentinya berdetak cepat.

"Sebegitunya bernafsu padaku ya?" seringai pun muncul di sudut bibir Sasuke.

.BLUSH!.

Muka Sakura sudah mencapai tahap merah sempurna. Matanya seakan berputar karena tak tahan mengenai debaran jantungnya yang kelewat cepat. Ia belum siap untuk melaksanakan misi secepat ini.

"Eh…?"

Saking tak kuatnya menahan pesona seorang Uchiha, akhirnya Haruno muda ini pun jatuh lunglai ke dalam pelukan Sasuke. Sedangkan Sasuke hanya bisa mengerutkan dahinya bingung melihat wajah pingsan Sakura yang merona merah.

-ooOoo-

Sakura kini sedang menggembungkan pipinya. Sedangkan Sasuke menatapnya dengan datar.

"Sepertinya Sakura sedang tidak nafsu makan ya?" seorang wanita paruh baya nampak sibuk memenuhi meja makan dengan masakan yang dibuatnya.

"Baguslah. Itu bisa mengurangi sedikit lemak di tubuhnya yang bulat itu." Timpal Sasuke. Sakura semakin merengut dibuatnya.

Semua yang duduk mengelilingi meja makan itu hanya tertawa renyah melihatnya. Saat ini Sakura tengah berada di kediaman Clan Uchiha. Kenapa bisa demikian? Karena semalam saat mereka tengah duduk menikmati malam bulam purnama bersama, Sakura tertidur di bahu Sasuke.

Merasa tak tega membiarkan Sakura begitu saja, ia memutuskan untuk membawanya pulang ke rumah. Bahkan keluarganya pun sempat kaget melihat Sasuke dengan gaya bridal style-nya sedang menggendong Sakura. Tapi karena Clan Uchiha dan Haruno memang sempat dekat, jadi mereka mengizinkannya.

Semalaman pula Sasuke memandangi wajah tidur Sakura yang damai. Mengingatkan mereka akan kenangan masa kecil bersama. Ketika emerald Sakura tak memancarkan kesedihannya.

"Hey Sakura."

Panggilan Sasuke tak membuat Sakura menolehkan wajahnya. Ia tetap berjalan meninggalkan Sasuke di belakang. Melihat hal itu Sasuke hanya mendesah pasrah. Akhirnya ia pun memilih untuk pergi.

"Oyyyy~! Sakura-chaaann~!"

Kali ini Sakura mendapatkan panggilan lain. Dan kali ini pula ia menoleh. Naruto sedang melambaikan tangannya dari balik kaca coffee shop. Di sampingnya sudah ada Ino, Sai, dan Hinata.

Sakura pun perlahan menghampiri mereka dan menempatkan posisinya duduk di bangku kosong yang ada.

"Ada apa ini? Pagi-pagi sekali kalian berkumpul seperti ini." Tanya Sakura. Tak lama seorang pelayan menanyakan pesanan Sakura, dan tentu saja Sakura memesan Cherry juice kesukaannya.

"Seharusnya aku yang bertanya, ada apa ini pagi-pagi kau bisa jalan berdua dengan Uchiha?" kali ini mulailah pertanyaan interogasi Ino.

Sakura tak bisa mengelak lagi, ternyata mereka melihat Sakura dan Sasuke bersama tadi. Mau tak mau Sakura mulai menceritakannya, tapi setelah ia menyeruput jus kesukaannya itu.

"Aku menginap di rumahnya." Jawaban Sakura membuat mereka hampir tersedak dengan minumannya.

"A…Apa?! Kau serius?! Jadi kau sudah melakukannya?!" Ino terlihat menggebu-gebu. Yang lainnya hanya bisa meneguk ludah menunggu jawaban apa lagi yang akan keluar dari mulut Sakura.

"Belum lah!"

"Akh~! Kenapa? Kenapa? Kenapa?"

"Ino!" Sakura sungguh tak tahan kalau sahabat pirang satunya itu sudah mulai 'kepo'.

"Sayang sekali… tapi ya sudahlah. Kita kan baru saja memulainya. Ngomong-ngomong apa kalian sudah menentukan pasangan masing-masing…?" Naruto mencoba menengahi.

"Kalau aku tak usah ditanya~" Ino segera menggandeng lengan Sai yang berada di sebelahnya.

Ino dan Sai memang sudah menjalin hubungan belum lama ini. Semua diawali karena mereka pernah menjalankan misi bersama, pulang-pulang Ino memberi kabar kalau dirinya dan Sai sudah resmi jadian.

Sakura sendiri tak habis pikir, bagaimana bisa kau jadian saat sedang menjalankan misi? Bukankah biasanya dalam misi itu mementingkan keselamatan terlebih dahulu. Harusnya suasana yang mendominasi adalah ketegangan, dan mana bisa keromantisan muncul di sana? Yah, mungkin ia akan mengetahuinya nanti.

"Kalau kau Hinata?" Naruto kini menolehkan perhatiannya ke Hinata. Sudah bisa ditebakkan seperti apa raut muka Hinata sekarang?

"Aku…aku…aku…."

.PEEEESSSHH~.

Kebulan asap(?) keluar dari kedua telinga Hinata. Mukanya pun terlihat merah matang. Naruto yang melihatnya langsung panic, sedangkan Sakura, Ino, dan Sai hanya terdiam sweat drop melihatnya.

Di samping hubungan NaruHina yang sepertinya masih sangat panjang itu, Ino melirik ke arah Sakura.

"Hey Sakura, kalau kau… apa sudah memutuskannya?" Ino berbisik pelan sambil menyolek pundak Sakura.

Sakura menyelesaikan juice-nya sampai tetes terakhir. Ia terdiam sambil mencoba menelan cherry juice itu perlahan. Sementara Naruto sedang berusaha menyadarkan Hianta, dan Ino mengintrogasi Sakura. Sai nampak jauh lebih tenang.

"Kau tahu sendiri jawabannya kan…Ino." Sakura memalingkan kembali pandangannya ke luar jendela kafe itu.

Saat itu juga tanpa disadari Sakura seseorang menyeringai, rencana untuk memporak-porandakan hidup gadis merah muda itu telah tersusun rapi dalam otaknya.

-TBC-


Nah readers~
Apakah fic ini gaje~

kalau begitu berilah kami kritik anda agar selanjutnya Fic ini gak makin gaje~
.

Salam hangat,

Keep doing my Best!

Shera.