Naruto © Masashi Kishimoto

Maydaysignal © White Apple Clock

Elements © EXO's song: Mama

Rate: T

Chapter: 1, The Watch

Genre: Supernatural, Sci-Fi

Main Character: Temari, Hyuuga Neji Slight!ShikaTema

Warning:AU, OoC, typo, gaje, dll.

DLDR!

Enjoy!


Shikamaru adalah senior-nya Temari.


Temari POV

"Athena!"

Seseorang memanggil namaku. Membuat kaki ini berhenti melangkah menapaki koridor sekolah yang sedikit ramai. Teal-ku menangkap sosok yang kukenal. Berdiri tak jauh dariku, melambaikan tangannya penuh semangat berusaha mengambil atensiku.

Aku melihat Agenor–pemuda tersebut–hanya memberikan respon terkejut. Pasalnya, ia tak pernah mengunjungi tempatku. Apalagi, ia menampakkan dirinya yang asli.

Aku menghampirinya dengan tatapan heran. Pemuda yang memiliki surai coklat panjang yang terawat itu hanya tersenyum menyambut kedatanganku menghampirinya di tengah-tengah alumni sekolah yang sedang mengadakan kunjungan ke sekolahku.

"Tumben. Ada apa?" tanyaku. Sembari menunggu jawaban dari pertanyaanku, aku menyantap sesuap buah Pepaya potong yang kubeli beberapa menit lalu.

Agenor hanya diam. Riuh suasana lalu-lalang seakan menjawab pertanyaanku. Merasa tak puas, aku menyodorkan pertanyaan lagi. "Kenapa kau seperti ini?"

Aku menatapnya top-to-toe. Sneakers putih, celana panjang coklat jahe, serta baju bergaris hitam-putih dengan simbol phoenix-dragon melekat di jas kebangsaan kami. Sekali lagi Agenor hanya diam dan menatapku tajam. Amethyst indah miliknya seakan ingin menusukku. Hei, apa-apaan itu? Mendadak mood ceriaku hari ini berubah menjadi sedikit kesal.

"Kenapa kau diam saja, huh? Ohya, jangan memanggilku dengan 'Athena'! Kau tahu namaku tercatat sebagai Sabaku Temari di ijazah seluruh tingkatan sekolah yang sudah kujalani–untuk SMA ini, sedang kujalani," tukasku.

Hening. Atensi para alumni sejenak beralih padaku yang sedikit mengeluarkan emosi sehingga menaikkan volume suara. Setelah keadaan kembali normal, aku melihat Agenor menghela nafas kemudian berujar, "maydaysignal, Athena."

Sekejap mataku membola.

A-apa katanya? Maydaysignal?

I-ini gawat!

"Ma-maksudmu, A-Agenor?" tanyaku tergagap. Tak menyangka mendapatkan berita ini. Lagi, Agenor menghela napasnya ditambah dengan memijat pelipisnya pelan. Astaga, sungguh aku tak tahu apa yang terjadi sekarang!

"Lebih baik kau baca pesan dari direktur pagi ini. Aku yakin kau belum membacanya sampai sekarang." Agenor menarikku pelan menjauhi keramaian. Mengintimkan percakapan yang sangat privacy.

Melihat ekspresi Agenor yang aku tak tahu lagi mendefinisikannya seperti apa, aku menekan tombol kecil di jam tanganku. Sepersekian detik kemudian muncul sebuah layar transparan berwarna hijau toska, menampilkan beberapa informasi yang tak terbaca pagi ini.

Aku melihat daftar pesan masuk itu. Pesan terpenting dari direktur terletak di nomor 4 dari atas. Langsung aku menyentuhnya, kemudian menampakkan wajah tua berkharisma di panel layar.

"Sabaku Temari. Kode nama, Athena. Divisi Kesehatan dan Penyembuhan. Elemen, healing dan teleport. Status, anggota inti Die sechs. Melapor untuk menerima tugas." Seperti tradisi, mengenalkan identitas di depan direktur sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu.

"Athena. Maydaysignal. Ingat, kode maydaysignal. Tingkat berbahaya, 80 persen. Ada pergerakan mencurigakan dari mafia terbesar, Black Crows. Perhatikan sekitarmu, mereka mengincar seseorang yang berada satu daerah dengan daerah pengawasanmu. Ini tanggung jawabmu, Athena. Nyawa anak itu di tanganmu."

"Tu-tunggu dulu! Aku bahkan tak mengetahui korban yang terlibat di kasus ini, bagaimana aku bisa melindunginya?" tanyaku dengan heran. Gila, ini gila!

"Aku tahu kau masih meninggalkan bekas jejak-jejak elemen lamamu yang sudah pindah ke adik kembarmu. Jika perlu, kau bisa berdiskusi dengan adikmu itu. Mengingat dia sekarang yang lebih andal dari kakaknya. Aku mengatakan hal seperti ini karena informasi tentang keluarga anak itu sangatlah tertutup rapat," Hatake Kakashi–Sang Direktur–menjeda kalimatnya sejenak. Deru napas terdengar samar, kemudian beliau melanjutkan yang terhenti.

"Bahkan mengetahui pergerakan baru Black Crows pun beberapa minggu setelah rencana mereka ini. Terlebih, sebelum itu mereka sudah mengunci rapat-rapat informasi keluarga tersebut. Dengan susah payah–bahkan sampai mengorbankan satu nyawa anak buahku–akhirnya kita mendapatkan informasi meskipun itu sangatlah minim."

Aku memiringkan sedikit kepalaku, mengamati sebuah gambar jam tangan berwarna hijau yang terpampang di layar. Kemudian menikmati sejenak potongan-potongan Pepaya-ku.

"Simpan gambar itu, dan amati. Aku memberimu waktu 2 hari untuk mengidentifikasi dan mencari informasi. Aku akan menghubungimu di 2 hari ke depan, di jam yang sama. Jalankan misi ini sekarang."

PIP!

Layar tersebut menghilang. Menampakkan kembali rupa Agenor yang menatapku datar. Ia menatapku dengan tatapan bagaimana-?

"Lagi, aku di beri misi yang berat." Aku menghela napas dengan kasar. "Kau mau membantuku?"

Agenor tersenyum lebar kemudian mengangguk setuju. Menularkan lengkungan bibirnya padaku–aku ikut tersenyum juga pada akhirnya. Kemudian, pikiranku terlintas pada satu hal yang sedari tadi menungguku.

"Agenor, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa kau berpakaian seperti ini, hah? Kau mau di tendang sama Hatake-sama?"

Yang ditanya malah terkekeh. "Aku sudah mendapat izin darinya. Lagipun, gadis-gadis disini lumayan juga. Jadi, apa salahnya kalau aku menunjukkan kehebatanku disini?" Kemudian evil-laugh dengan puasnya.

Aku memukulnya pela sembari mengumpat ringan. "Kau ini! Simbol Die sechs dan elemenmu bukan untuk menangkap tatapan mempesona wanita. Tapi menangkap kriminalitas."

Kamipun tertawa, kemudian keheningan kembali mengikuti. Hingga akhirnya suara berat pemuda keturunan Korea itu memecahkan atmosfir keheningan sekitar, "sebaiknya kita bekerja sekarang. Lebih cepat lebih baik, hm?"

Aku mengangguk, "tapi sebelum itu ada yang perlu kuselesaikan."

Aku melangkah meninggalkan Agenor sendirian di koridor sekolah. Bayang-bayangnya berbaur dengan alumni-alumni yang masih betah di sekolahan. Begitu ramai, sampai-sampai napasku sesak hanya mendapatkan sesenti jarak untuk melangkah. Hingga akhirnya sesuatu menarikku keluar dari keramaian.

"Jangan lupa bertransformasi sekarang, tunjukkan kalau kau tak bisa diabaikan–"

Bisa kurasakan Agenor menarik tubuhku mendekat dengannya, menipiskan jarak seraya berbisik dengan lembut. Seakan tak ingin seseorang selain kami mendengarnya.

"–dan tunjukkan pada seseorang yang dulu mencampakkanmu di kerumunan sana, kalau kau sangat kuat untuk membalas apa yang dia lakukan padamu."

Sekali lagi, aku terbelalak kaget. Sungguh, aku tak menyangka Agenor mengatakannya di saat seperti ini. Terkutuk sikap arogan Agenor! Ugh, entah kenapa wajahku memanas sekarang.

"Ti-tidak perlu! Aku bukanlah sepertimu yang memanfaatkan dunia kerja untuk pamor semata," gerutuku pada Agenor. Sementara dia hanya menghela napasnya dengan tangan terlipat di depan dadanya.

"Terserahmu," tuturnya acuh sebagai akhir dari percakapan kami.

Aku kembali melangkah, melenggang pergi meninggalkan tubuh tegap yang masih berdiri kokoh di tempatnya. Lagi, aku harus melewati kerumunan itu dan melihat wajahnya yang pepat. Oh astaga! Aku benar-benar membencinya.

Sial, benar-benar sial. Dalam hati aku mengutuk dengan kasar mereka yang berkumpul di depan pintu ruangan. Apa mereka tidak tahu kalau koridor ini dipakai sebagai akses menuju suatu tempat, bukan berkumpulnya sebuah koloni manusia? Aku tak mengerti.

Yang pasti, aku bertemu dengan Si Muka Pepat itu. Sempat bertatapan, iris mata sempat bertubrukan. Abu-abu bertemu teal. Menimbulkan tarikan-tarikan magnetis yang menjalar hingga ke denyut jantung. Mempercepat pompa jantung yang perlahan semakin menggila.

Lihat, lihatlah! Tatapan mengantuk itu aku sangat membencinya. Wajah malasnya begitu buruk–seperti buruk rupa. Kuapannya begitu menjijkkan. Juga rambut hitamnya bagaikan nenas busuk. Sekejap aku menunduk ke bawah, memutuskan jalinan masa lalu yang seketika terputar dalam kenangan. Ajaib ya, hanya dengan bertatapan membuka segalanya yang telah kukubur dalam-dalam.

PUK!

ZRET!

Tuhan, sudah beberapa kali aku terkaget hari ini? Demi Atlantis yang sudah tenggelam, aku yakin kali ini pasti Agenor menggangguku lagi. Hanya sekali tepukan di pundak, semua berubah. Semua yang telah kupertahankan untuk menjaga image dengan sederhana luluh juga. Sialan.

Rambut kuning keemasan sepunggung tergerai, kemeja putih polos, tali pinggang kecil, celana panjang biru donker, dan jas dokter yang menjuntai hingga lutut. Lengkap dengan aksesoris–berupa simbol unicorn-keyhole dan simbol kebanggaan anggota Die sechs. Gambaran diriku yang asli. Terima kasih Agenor telah mentransformasikanku.

Terima kasih.

Aku menggeram pelan. Perlahan aku membalikkan badan, memberikan deathglare mahadewa kepada Agenor. Sial, seharusnya dia mengerti di jam seperti ini dan di tempat seperti ini aku berkewajiban untuk mengenakan seragam sekolahku. Aku berkacak pinggang. Menatap pemuda yang lebih tinggi dariku dengan tatapan emosi yang menusuk.

Sementara yang ditatap hanya mengendikkan bahunya. Raut acuh tak acuh itu ingin kutinju hingga ia terpental beberapa meter. Dengan santainya ia bertanya, "apa salahnya memperkenalkan diri?"

Dan aku ingin mengoyak bibirnya yang tengah menyunggingkan seringai tipis andalannya.

Pada akhirnya aku hanya bisa menghela napas untuk meminimalisir emosi yang ada. Sejenak netraku bergerak liar di sekitar–mengamati keadaan. Semua mata tertuju pada kami. Geez, ini memalukan! Bahkan sempat tertangkap olehku ekspresi terkejutnya yang tak tau mau didefinisikan seperti apa. Yang pasti, ia tak menyangka gadis yang pernah mengisi hidupnya kini telah berkembang. Bagaikan bunga Sakura yang menguncup, kini tengah bermekaran dengan indahnya. Dalam hati kurapalkan beberapa kalimat yang membuat aku menyadari betapa arogannya diriku.

"Merasa menyesal, eh?" Aku membatin disusul evil-laugh yang menggema dalam sanubari.

Kembali untuk menyelesaikan permasalahan sepeleku ini pada Agenor–Hyuuga Neji nama aslinya. Lagi menghela napas, kemudian mulutku terbuka hendak mengucapkan beberapa patah kata. "Akan kubalas kau, Neji."

POOF!

Diriku menghilang menembus dimensi ruang dan waktu. Berusaha kabur dari keramaian untuk menghindari rasa malu yang ada. Terlebih, aku mempunyai misi yang harus ku kerjakan.


TBC


Keep or delete? Review, please?