~Shooting Star~
Disclaimer : Naruto bukan punya saya, kecuali Masashi Kishimoto-sensei ikhlas mewariskannya pada saya :D
Rated : T
Pair : SasuNaru
Warn : OOC, gaje, 4laY, lebay, typo, tolong jangan flame, don't like don't read..
~"~"~
Chapter 1. Terpuruk
"apa kau pernah melihat bintang jatuh?"
"sangat indah.."
"sungguh menakjubkan.."
"kau akan terperangah melihatnya.."
"kau ingin terus melihatnya"
"lain kali akan kuajak kau melihatnya.. aku janji!"
~"~"~
Naruto melangkah gontai menuju kamar rawatnya yang terletak di ujung koridor. Dia berjalan tertatih-tatih dengan disokong kayu penyanggah. Terlihat seseorang keluar dengan terburu-buru dari kamarnya, orang itu Minato Namikaze, ayahnya.
"kamu kemana saja? Semuanya khawatir mencarimu", tegur Minato dengan tampang khawatir yang didramatisir lalu memapah anaknya masuk ke kamar sambil sesekali melirik wajah anaknya yang terlihat sendu dan kecapekan.
Di dalam kamar Kushina dan Deidara menunggu dengan raut wajah cemas yang tak kalah dramatis dari Minato. Kecemasan mereka berubah menjadi khawatir melihat Minato masuk memapah Naruto yang terlihat sangat buruk. Kushina maju menghampiri anaknya dan mengambil alih tubuh Naruto dari Minato dan membantunya ke tempat tidur.
"kamu kemana saja sayang? Kaa-san kan khawatir," bulir-bulir air mata jatuh menetes ke tangan Kushina.
"Kaa-san mending Naru-chan dikasih istirahat dulu deh, liat mukanya tuh capek banget," Deidara mencoba menenangkan hatinya dan hati ibunya yang sangat cemas memikirkan nasib pemuda dengan raut wajah tanpa ekspresi itu.
Naruto tak mengatakan apa pun, sesaat kemudian dia telah tertidur dan terbuai mimpinya.
"hei kau sudah janji padaku, kapan kau akan membawaku melihatnya?" Naruto merasa kesal dan memaksa pada pemuda di sampingnya.
Pemuda bermata onyx itu tersenyum lalu mengusap lembut rambut Naruto, "kalau saatnya sudah tepat, akan kubawa kau melihatnya"
"kapan? Aku butuh kepastian" rengek Naruto seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan.
Naruto terbangun dari mimpinya bersama pemuda dengan kulit putih dan rambut hitam kebiruan yang terlihat seperti pantat ayam itu. "aku ingin segera melihatnya,'' pinta Naruto dalam hati.
"ada apa sayang" Kushina yang sejak tadi menunggui Naruto terlihat cemas melihat anak bungsunya yang mengigau seperti merengek. Naruto hanya menggeleng dan ingin segera tertidur kembali agar bisa bermimpi bertemu pemuda itu. Naruto memejamkan matanya, 10 menit kemudian dia masih tetap tak bisa tidur. Kushina tertidur di samping ranjang Naruto dengan guratan kelelahan yang terpancar jelas di wajahnya, sudah 5 hari dia di rumah sakit menunggui Naruto dan tak sedetik pun dia meninggalkan anaknya itu. Kushina sangat khawatir dan sangat protektif pada Naruto sejak insiden kecelakaan 2 bulan yang lalu yang menyebabkan Naruto jadi murung dan tak pernah tersenyum sampai sekarang. Kata psikiater keluarga Namikaze, Sakura Haruno yang merupakan teman sejak kecil dari Naruto dan Deidara, Naruto mengalami shock berat atau bisa juga dikatakan post-traumatic syndrome disease atas kejadian 2 bulan lalu yang menyebabkan Naruto amnesia parsial, yaitu keadaan dimana seseorang akan kehilangan sebagian dari ingatannya. Memori Naruto sejak usia 15 tahun hingga 2 bulan yang lalu hilang, akibatnya Naruto tidak ingat apapun kejadian yang dialaminya saat umur 15 tahun hingga kecelakaan. Tak ada yang tahu kecelakaan macam apa yang dialami Naruto, hanya Naruto dan Tuhan lah yang tahu.
Keadaan jiwa Naruto benar-benar sangat tidak stabil sejak insiden itu. Dia tidak bicara pada siapapun sejak sadar dari komanya, 1 bulan yang lalu. Hal itu membuat Kushina sedih dan sangat mengkhawatirkannya. Naruto hanya mengurung diri di kamarnya dan menolak untuk masuk sekolah. Tidak ada aktivitas yang dilakukannya selama di rumah selain menatap keluar dari jendela kamarnya.
Naruto kembali masuk rumah sakit 5 hari yang lalu karena keadaan tubuhnya melemah. Sebenarnya tidak ada kerusakan yang fatal di bagian tubuhnya secara fisik. Dokter mendiagnosis bahwa selain Amnesia Parsial, Naruto juga mengalami masalah kejiwaan. Kushina sangat sedih saat mendengar penuturan dokter tentang anaknya itu, namun dia berusaha kuat dan tabah menerima keadaan anaknya saat ini. Emil percaya anaknya akan sembuh dan kembali ceria seperti sebelumnya.
"kau! Kenapa menghilang terus? Kapan kau akan menepati janjimu, Teme?" Naruto merengek pada pemuda yang berdiri memandanginya di bawah pohon akasia yang rindang. Dan entah kenapa Naruto merasa telah mengenal pemuda itu dengan sangat baik, dan dia memanggil pemuda itu Teme tanpa perasaan canggung.
"itu tergantung padamu, Dobe"
Naruto tidak terganggu akan ucapan pemuda bermata onyx itu, seolah panggilan itu sudah biasa didengarnya.
"apa yang harus kulakukan?" Naruto menatap pemuda itu penuh harap.
"kau harus sembuh dulu"
"aku sudah sembuh, aku sehat" Naruto memperlihatkan tubuhnya yang sehat pada pemuda itu dan tersenyum lebar.
"ragamu mungkin tidak sakit, tapi jiwamu butuh pertolongan" pemuda itu menghilang ke balik pohon akasia meninggalkan Naruto yang terperanjat dengan ucapan pemuda yang selalu tersenyum lembut kepadanya itu.
"jiwaku butuh apa?"
Naruto kembali terperanjat dari tidurnya. Nafasnya memburu seakan dia telah melakukan lari maraton 5 km, jantungnya berdegup kencang, wajahnya memerah. Namun, keadaan itu hanya berlangsung beberapa saat dan Naruto kembali tanpa ekspresi. Mata birunya mulai menjelajahi kamar rawatnya yang senyap, dia mendapati semua penghuni kamar itu sedang lelap. Minato dan Deidara sedang melepas lelah mereka di atas sofa yang terletak di sudut ruangan dengan gaya tidur duduk yang tetap menampakkan sosok "stay cool" ala clan Namikaze. Kushina juga tidur dalam posisi duduk dengan kepalaya di atas kasur Naruto da kedua tangannya dilipat sebagai penyangga kepala. Naruto membuka helaian rambut Kushina lalu memperlihatkan wajah sendu dan ekspresi lelah yang membuat Naruto terhenyak da memandang Kushina lebih dalam lagi. Dia merasa bersalah telah membuat ibunya khawatir sampai tidak menjaga kondisinya sendiri. Sinar di wajah Kushina memudar karena dirundung duka tentang anak bungsu yang sangat disayanginya.
"maaf mama" Naruto berbisik masih kekeuh dengan wajah datarnya lalu mengalihkan pandangan ke arah Minato dan Deidara yang sama-sama menampakkan sinar kelelahan dari wajah masing-masing. "maaf juga Too-san, Nii-chan"
Naruto lalu berjalan gontai keluar kamar, hal yang selalu dia lakukan saat malam. Naruto menuju atap rumah sakit di lantai 10, angin di lantai 10 memang cukup kencang apalagi di malam hari. Naruto bergidik kedinginan namun tetap berjalan menuju ketepian. Naruto memandang kagum ke wajah desa KonohaGakure yang dipadati pemukiman warga dan gedung-gedung pencakar langit, dari setiap bangunan itu terpancar cahaya lampu yang membuat pemandangan menakjubkan. Naruto memandangi langit dan menemukan banyak bintang yang berkedip di atas sana.
"siapa kau, Teme?" Naruto berusaha bertanya pada bintang. Tak ada jawaban, bukan karena tidak tahu atau tidak mau menjawabnya, namun karena tidak bisa. Naruto sadar dia harus mencari jawaban itu sendiri, tapi bagaimana? Naruto merebahkan tubuhnya ke lantai yang berdebu, masih tetap memandangi bintang dan berharap dia bisa menemukan jawaban dari pertanyaanya itu. Namun tetap saja bintang tak bisa menjawabnya. Entah karena rasa putus asa atau kelelahan, Naruto akhirnya tertidur di bawah naungan kerlip bintang.
~"~"~
T
B
C
...
maaf agak pendek un..
hehehe saya masih pemula banget..
jadi mohon bantuannya dengan mereview chapter ini..
semoga chapter depan lebih panjang :v
