Disclaimer:

Inazuma Eleven © Level-5

Alice in Wonderland © Lewis Carroll

Are You Alice? (Manga) © Ninomiya Ai, Katagiri Ikumi

Warning:

Ini fanfic super GAJE yang pernah saya buat. Selain itu, fic ini juga full AU, ultimate OOC (jadi jangan harap bakalan nemu Shuuya yang cool dan ganteng, atau Kazemaru yang baik hati, tidak sombong serta tidak pernah mencari masalah), dengan format garing krenyes tiada tara. Selain itu, cerita ini juga nggak serius (meskipun sebetulnya cerita ini harusnya serius QwQ). Uhm, ah... pokoknya saya nggak berharap terlalu banyak sama fanfic ini. Yah; anggaplah ini tulisan galau nan stress saya di kala nilai ujian Landasan Matematika cuma dapet nilai BC... OTL. *eh, jadi curhat ya?*

Tjatatan Ketjil:

Fanfic ini bakalan jadi fanfic yang cukup panjang, tapi nggak jelas kemana juntrungannya.


[PROLUSION]


"Perjalanan hidup manusia, merupakan misteri yang tak pernah mampu terkuak.

Tentang apa yang akan mereka hadapi.

Atau apa yang akan mereka lalui.

Apa yang telah mereka tinggalkan.

Apa yang mereka korbankan.

Dan apa yang mereka peroleh setelahnya."

.

.

.

Cerita ini hanyalah sebuah kisah belaka.

Tentang sekumpulan manusia,

Dari tempat dan waktu yang berbeda.

Mereka semua dikumpulkan di tempat yang sama.

Menjadi satu di dalam sebuah kereta.

Dengan latar belakang serta tujuan yang berbeda.

Mulai dari mereka yang memiliki alasan sederhana.

Ada juga yang memiliki alasan yang (sama sekali) tidak biasa.

Dan ada yang memiliki tujuan yang agung lagi mulia.

Hingga ada yang memiliki tujuan yang rendah serta hina.

.

.

.

Sebuah kisah yang dituliskan oleh manusia itu sendiri.

Dimana sejarah yang akan menjadi satu-satunya saksi—


玉葱語

TAMANEGIGATARI

—onion story—


Tik.

Tik.

"…Lima belas menit lewat tiga puluh tujuh detik," ucap sebuah sosok yang tengah sibuk mengamati gerak jarum detik yang ditunjukkan oleh jam saku miliknya. "Well, masih tepat waktu; akan tetapi… aku nyaris tidak percaya bahwa aku sudah menyia-nyiakan detik-detik berharga dalam hidupku…" sosok itu lalu memicingkan matanya, menatap objek visual di hadapannya dengan tatapan yang dingin dan juga menusuk. "…Hanya untuk duduk dan memikirkan cara bagus apa yang bisa kulakukan…" intonasi suaranya perlahan mulai melambat secara teratur, "untuk membunuh waktu… sampai kau, tiba. Di. Sini." Selesai berbicara, ia membuang muka dan melemparkan pandangannya ke sudut lain ruangan tersebut.

"Mohon maaf yang sebesar-besarnya, Paduka." Tunduk seseorang berpakaian serba hitam pada sosok bersinggasana di hadapannya. "…Pesta minum teh kali ini berlangsung lebih lama dari biasanya," sambung pemuda itu lagi.

"…Seperti biasa, jam milikmu itu payah," sosok Paduka itu lalu mengambil sebuah cangkir porselen yang terletak pada meja yang berada di dekatnya, kemudian mengetuk-ngetukan jarinya pada bibir cangkir tersebut.

"Tidak berguna," lalu ia membolak-balikkan cangkir tersebut, memperhatikan setiap detil pada permukaan, ukiran serta bagian dasar cangkir.

"..Dan sama sekali tidak bisa diandalkan." Tutur sang Paduka sambil tersenyum datar. Dan diakhiri dengan sebuah atraksi: melempar cangkir tersebut ke sembarang arah.

Prang.

Kemudian senyap.

( Jelas sekali bahwa saat ini suasana hatinya sedang tidak baik.)

Sang Paduka kembali membuka mulutnya. "Aku mulai bertanya-tanya, apakah ini bentuk kesetiaanmu padaku..."

"…Tentu saja, Paduka. Paduka dapat menjamin kesetiaan hamba pada Paduka." Jawab pemuda yang ditanya itu begitu tenang dan lancar.

"Terdengar seperti sebuah janji yang manis," balas sang Paduka sarkastis seraya tersenyum simpul.

"Izinkan hamba untuk membuktikannya, Paduka…"

Sosok tertinggi dalam teritori itu kemudian diam. Menimbang-nimbang sesuatu dari balik seutas eyepatch berlubang yang tak mampu menutupi salah satu iris jingga miliknya.

"Hm. Baiklah." Sang Paduka memperbaiki posisi duduknya. "…Kau pasti tahu mengenai rumor yang akhir-akhir ini sedang beredar…"

Jeda.

"..Kan?"

"…Tentu saja, Paduka." Respon pemuda itu cepat.

"Nah, kalau begitu… apa kau juga sudah tahu?" sang Paduka kini melirik pada sosok yang tengah membungkuk hormat di hadapannya tanpa sedikit pun mengubah posisi wajahnya. "…Tentang rumor yang kucing liar itu sebarkan...?" tanya sang Paduka kembali, dengan memberikan penekanan pada kata "liar".

Pemuda dengan tato di wajahnya itu hanya diam. Membiarkan penuturan selanjutnya selesai diucapkan.

"..Bahwa apa yang kita cari selama ini… mungkin saja sudah ditemukan."

Pemuda bertato itu tidak menjawab. Sementara itu seringai pada wajah sang Paduka kian melebar.

"…Alice."


[First Story: Are You Alice?]

"Down the Rabbit Hole"


"Na… na na na…" Seorang gadis kecil berkepang dua sedang bersenandung dengan riang.

Tangan mungil miliknya tengah sibuk menggoreskan warna-warna pada permukaan kertas yang kini sudah tidak lagi polos seperti semula.

Sret.. sret… sret…

"Yuuka, sekarang sudah malam. Ayo segera tidur," tiba-tiba saja sebuah suara menginterupsi aktivitas menyenangkan sang gadis kecil.

Jika diperhatikan dan didengarkan secara seksama, maka jenis suara dengan intonasi yang lembut dan penuh kasih sayang seorang kakak kepada adiknya ini, pastilah mengalir dari mulut seorang bocah SMP yang memiliki model rambut menyerupai tanaman bawang putih.

Gadis kecil yang dipanggil Yuuka itu tersenyum lebar tatkala melihat sosok yang sangat dikagumi dan disayanginya itu muncul dari balik daun pintu. "Onii-chan!" Anak itu menjerit senang, melepas krayon dari genggamannya dan melompat turun dari kursi yang ia duduki.

Sang kakak laki-laki mengelus lembut kepala sang adik seraya bertanya, "Hm?"

"Coba lihat, coba lihat…!" Yuuka memamerkan maha karyanya pada sang kakak. "Yuuka menggambar kelinci putih yang ada di dalam cerita Alice…!"

Pemilik rambut bermodel bawang putih itu memperhatikan kertas yang ditunjukkan sang adik kepadanya.

"Wah, gambarmu bagus sekali, Yuuka…!" Puji sang kakak tulus sambil tetap memberikan senyum terbaiknya.

Mendengarnya, sang adik terkikik gembira sambil sedikit merasa malu-malu.

"Oh ya, Onii-chan. Malam ini Yuuka mau mendengarkan cerita tentang Alice lagi, mau tidak Onii-chan membacakannya untuk Yuuka?" pinta gadis itu pada sang kakak sebelum ia pergi tidur.

…Yang tentu saja disanggupi oleh sang kakak yang menjawabnya dengan anggukan mantap.

"Horeee…!" Yuuka yang berteriak dengan senang serta merta menyeret tangan sang kakak; tak sabar ingin segera mendengar kisah tentang petualangan Alice di dunia ajaib yang akan dibacakan oleh kakak semata wayangnya itu.


Sang kakak memegang sebuah buku dengan sampul yang dipenuhi oleh gambar dan warna-warna yang cerah.

Ia membuka beberapa lembar halaman pertama, kemudian meluncurlah kata-kata yang terdapat di dalam buku tersebut melalui pita suaranya.

"Tahukah kau, di mana Negeri Ajaib itu?" Anak berambut bawang itu membawakan cerita tersebut dengan penuh penghayatan. Dan sang adik menyimak cerita yang dibacakan oleh kakaknya itu dengan seksama.

"Negeri Ajaib adalah tempat yang kau kunjungi dalam mimpimu. Tempat aneh dan menyenangkan, di mana segala sesuatu kelihatan tidak nyata. Di Negeri Ajaib-lah Alice bertemu Kelinci Putih."

Beralih ke halaman selanjutnya.

"Si Kelinci Putih sedang berlari melintasi padang rumput. Sebentar-sebentar dia melihat ke jam sakunya, sambil berkata, 'Aku terlambat, terlambat ikut upacara,'

Kelinci Putih masuk ke dalam pohon berlubang. Alice melihatnya, kemudian mengikutinya. 'Tempat yang aneh untuk mengadakan upacara,' pikir Alice mendorong tubuhnya masuk ke dalam lubang pohon.

Tetapi sebelum dia sempat bepikir lagi, dia terpeleset kerikil-kerikil putih yang licin. Dan dia pun terjatuh!"

Lembar berikutnya kembali dibuka. Menggambarkan Alice yang melayang jatuh di udara.

"Alice terjatuh ke dalam lubang, melewati lemari, kursi goyang, lampu, jam dinding dan cermin. 'Aneh, aneh!' kata Alice ketika tubuhnya melayang turun.

Ketika akhirnya dia mendarat di lantai, si Kelinci Putih sedang keluar melewati sebuah pintu kecil. Alice tidak bisa mengikutinya. Pintu itu terlalu kecil."

Sang kakak kemudian membuka halaman yang menggambarkan keadaan Alice ketika ia terjebak di dasar lubang tersebut. Lalu ia kembali membuka mulutnya, "Kasihan Alice! Dia sendirian di Negeri Ajaib, dan segalanya tampak tidak nyata. (Kau tahu, kan, bagaimana rasanya kalau kita sedang bermimpi!)

Dia bertemu binatang-binatang lain. Ya, binatang-binatang aneh yang bisa berbicara. Mereka ingin membantunya. Tetapi mereka tidak bisa membantu Alice menemukan si Kelinci Putih.

'Aku harus menemukan dia,' Alice membatin. Meskipun dia sendiri tak tahu kenapa. Maka Alice pun berkeliling di Negeri Ajaib, sendirian.

Akhirnya dia tiba di sebuah rumah mungil di tengah hutan. Warna rumah itu merah jambu. Pintu depannya terbuka dan—muncullah si kelinci Putih!

'Oh, kumisku!' katanya. Si Kelinci Putih kelihatan cemas. Kemudian dia mendongak dan melihat Alice yang sedang berdiri memandangnya.

'Mary Ann!' tegurnya tajam. 'Astaga, Mary Ann, sedang apa kau di sini? Jangan Cuma berdiri saja! Ambilkan sarung tanganku. Aku sudah sangat terlambat!'

'Tapi terlambat untuk apa? Itu yang aku…' pertanyaan Alice terputus.

'Sarung tanganku!' kata si Kelinci Putih tegas. Terpaksa Alice patuh mencarinya, walaupun dia tahu bahwa dia bukan Mary Ann!"

Jeda sejenak untuk mengambil napas sebelum cerita kembali dibacakan.

"Ketika Alice kembali, si Kelinci Putih sudah menghilang ke dalam hutan. Akhirnya Alice juga masuk ke dalam hutan. Mencoba mengikuti Kelinci Putih di Negeri Ajaib yang membingungkan.

Dia berjumpa dengan Tweedledee dan Tweedledum, pasangan yang aneh.

Lalu ia mengikuti pesta minum teh dengan Mad Hatter dan March Hare.

Hingga akhirnya ia bertemu dengan Cheshire Cat, si kucing belang yang bisa lenyap dari pandangan. Dia juga bertemu makhluk aneh—Jabberwock—yang matanya menyala di malam hari.

Mereka semua sangat baik, tetapi tidak bisa menunjukkan jalan kepada Alice, sampai:

'Ada jalan pintas,' didengarnya Cheshire Cat berkata. Maka Alice memutuskan untuk mengambil jalan pintas.

Jalan pintas itu melewati sebuah kebun. Para tukang kebun sedang sibuk mengecat mawar-mawar merah."

Kemudian diperlihatkanlah sebuah ilustrasi para tukang kebun—yang mengambil wujud berupa lembaran-lembaran kartu dengan wajah, tangan dan kaki layaknya manusia— tengah sibuk mewarnai mawar-mawar putih dengan cat berwarna merah yang mereka bawa.

"Mereka tampak sangat sibuk, sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Alice. 'Kita harus cepat,' kata mereka. 'Ratu hampir datang.'

Betul saja. Terdengar bunyi terompet dan teriakan:

'Beri jalan pada Queen of Hearts!'

Lalu muncullah iringan-iringan yang megah. Dan ternyata si peniup terompet untuk Ratu yang bewajah sangar itu adalah si Kelinci Putih. Dia kelihatan gagah sekali.

'Oh!' kata Alice. 'Karena inilah rupanya Kelinci Putih terburu-buru!'

'Siapa kau?' bentak Ratu. 'Apa kau bisa bisa bermain bola?'

'Aku Alice. Dan aku sedang berada dalam perjalanan pulang. Terima kasih atas undangan bermain bola, tetapi aku harus pulang.'

'Begitu!' teriak sang Ratu. 'Jadi dia tak mau ikut bermain! Penggal kepalanya!'

Tetapi Alice sudah bosan pada Negeri Ajaib dan segala sesuatu yang aneh.

'Puih!' katanya. 'Aku tidak takut kepada kalian. Kalian kan cuma satu pak kartu.'

Sambil berkata demikian, Alice berlari meninggalkan negeri mimpi, kembali ke tepi sungai, tempat di mana ia tadi tertidur.

'Hm,' katanya sambil menggosok-gosok matanya. 'Aku gembira kembali ke dunia nyata. Aku sudah bosan dengan Negeri Ajaib!'

…Selesai."

Halaman terakhir buku itu akhirnya tertutup. "Wah…!" seru Yuuka antusias. "Yuuka juga ingin pergi ke Negeri Ajaib!" ujarnya riang sambil memain-mainkan kedua kakinya.

Mendengar celotehan polos sang adik, pemuda berambut putih tulang itu hanya mampu tertawa lepas.

"Hahaha, kalau begitu, Yuuka harus segera pergi tidur," jawabnya demikian sambil mengusap lembut kepala adiknya.

Yuuka mengangguk semangat, kemudian membenamkan dirinya di balik selimutnya yang lembut, hangat dan nyaman. "Ng! Oyasumi, Onii-chan!"

"Oyasuminasai," balas sang kakak lembut. Anak berambut bawang itu lalu beranjak pelan dari kamar adiknya, kemudian melangkahkan kaki menuju kamar tidurnya sendiri.

Sesampainya di kamar, ia segera mengondisikan diri. Pintu ditutup, lampu dimatikan, dan selimut membalut tubuh.

Sebelum tidur, sepasang onyx milik anak lelaki itu menerawang sementara. Memandangi langit-langit kamar miliknya.

"Dunia ajaib…" batin anak itu. "Seandainya betul-betul ada, kira-kira… apa yang akan terjadi?" gumamnya tak jelas. Rupanya ia terbawa oleh isi cerita yang baru saja dibacakannya barusan.

Menyadari hal tersebut, anak itu menepis pertanyaan itu dari benaknya dan memutuskan untuk segera pergi tidur.

"Selamat tidur…"

Krieet…

Terdengar sebuah suara. Seperti suara dari daun pintu yang dibuka perlahan.

"…Hebat," pikir anak lelaki berambut bawang itu dalam keadaan kedua mata masih tertutup rapat. "Padahal baru saja aku memejamkan mata, tetapi sudah langsung memasuki dunia mimpi," ujarnya dalam hati dan ditunjukkan kepada dirinya sendiri.

Selang beberapa saat kemudian, terdengar suara-suara lain yang cukup gaduh, dan… terkesan begitu nyata bagi kedua gendang telinga sang anak sulung.

Drap drap drap drap drap!

Suara-suara tersebut berupa suara langkah kaki kecil yang tengah tergesa-gesa, seolah sedang berlarian secara tak karuan kesana-kemari.

Akhirnya anak itu menyimpulkan bahwa suara-suara tadi bukanlah berasal dari dalam mimpinya.

Shuuya—nama kecil anak itu—tetap memejamkan kedua matanya. Tetap (berusaha) fokus pada pendengarannya, menantikan perkembangan berikut yang diciptakan oleh suara yang ditimbulkan langkah kaki kecil tersebut.

"Hm, apa itu suara langkah kaki tikus?" pikirnya menerka-nerka makhluk apa yang (sekiranya) menimbulkan suara-suara gaduh tersebut.

Perlahan, suara gaduh itu terdengar semakin pelan sebelum akhirnya betul-betul lenyap dari pendengaran.

Suasana malam yang sunyi dan tenang kembali tercipta.

Akan tetapi, karena tiba-tiba saja merasa khawatir, bocah berambut bawang itu akhirnya memutuskan untuk bangkit dan membuka kedua matanya. Bermaksud untuk memeriksa keadaan sekitar rumah. Semoga saja yang tadi itu betul-betul suara langkah kaki tikus, bukan suara yang dihasilkan oleh pencuri yang berusaha menjebol masuk ke dalam rumah mereka, atau suara dari makhluk lain, semacam hantu, misalkan…

(Tik.

Tik.)

…Ah, sudahlah.

Shuuya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia memutuskan untuk menyisir keadaan di sekelilingnya. Didapatinya suasana kamar yang tenang dan gelap… tampaknya sama sekali tidak ada yang aneh selain—

Srak!

Deg!

…Selain sesuatu yang tampak bergerak (dengan gesit dan lincah) di dalam kamarnya. Shuuya sempat merasa terkejut dengan "sesuatu" yang tertangkap oleh kedua matanya barusan. Akan tetapi, pada akhirnya ia memutuskan untuk memastikan objek visual apa yang baru saja ia saksikan tadi.

Ia meraba-raba sekitarnya, bermaksud untuk mencari sesuatu yang dapat digunakannya untuk mempersenjatai diri (alih-alih untuk melindungi diri).

Didapatnya sebuah benda berbentuk memanjang, ringan dan lembut…

(…Kemoceng.)

Ah, tidak. Kemoceng sama sekali bukan benda yang efektif.

Lalu Shuuya meanjutkan kembali penelusurannya tanpa sedikit pun mengurangi kewaspadaannya. Tangannya terus meraba-raba benda apapun yang berada di sekitarnya, hingga…

Dug! Dug… dug…dug…

…Secara tidak sengaja, ia malah menjatuhkan sebuah bola sepak. Seluruh tubuhnya tiba-tiba saja menjadi kaku, seolah membeku.

"…Gawat," ucap Shuuya yang cukup menyesali kekuranghati-hatiannya itu.

Benar saja.

Sosok aneh tersebut tiba-tiba saja (seperti) melompat terkejut. Kemudian ia berlari tak karuan, menabrak beberapa properti yang tadinya tersusun rapi di dalam kamar Shuuya.

Hingga akhirnya, sosok itu bergerak melintasi areal yang dilalui oleh sedikit cahaya. Cahaya yang berhasil menyusup masuk melalui pintu kamar yang sedikit terbuka… entah sejak kapan.

Seingat Shuuya, tadi ia sudah menutup pintu kamarnya dengan rapat. Bahkan ia sendiri merasa sangat yakin bahwa ia juga sudah mengunci ganda pintu kamarnya itu.

Akan tetapi, sekarang bukan itu masalah utamanya.

Sosok itu sempat terdiam sebentar di areal yang dilalui oleh cahaya tadi. Dan demi rambut bawang yang sudah menolak hukum gravitasi sejak dirinya dilahirkan ke dunia, Shuuya nyaris tidak mempercayai penglihatannya sendiri pada malam itu.

"Tunggu—"ucapnya, shock. Keringat dingin dengan tertib mulai bercucuran dari wajahnya (yang mengimplementasikan ekspresi seorang bocah berambut bawang putih yang tengah terkejut mendengar sambaran petir yang menggelegar dari langit mendung berhiaskan arak-arakan awan berwarna kelabu).

Apa yang disaksikannya adalah seekor makhluk berbulu lembut berukuran sebesar kucing dewasa, bergerak dengan cara melompat-lompat dengan ekor membulat serta sepasang telinga yang pipih dan panjang yang terlihat menjuntai dari bagian kepalanya.

Berkumis panjang, bermata merah, berambut putih, bergigi tonggos.

Semua orang juga pasti sudah bisa menebak, apa kiranya makhluk lucu dan menggemaskan tersebut.

Ya, tidak lain dan tidak bukan, makhluk itu adalah seekor…

"T-tikus raksasa?" celetuk Shuuya keliru. Mungkin ia sedang ada banyak pikiran pada saat itu.

Makhluk itu kemudian melompat ke arah pintu, untuk menghilang bagai ditelan pintu.

Tersugesti, tanpa disadari, Shuuya mengekori makhluk tersebut dan mengikutinya keluar kamar.

"Hei!"

Begitu kakinya melewati ambang pintu, seharusnya telapak kakinya berpijak pada permukaan lantai.

Akan tetapi, sesuatu yang aneh malah terjadi…

"…Eh?"

Shuuya hanya sempat mengerjapkan matanya sekali, sebelum akhirnya ia kehilangan seluruh keseimbangan tubuhnya.

"Uwaaaaaaaah….!"

Dan merasakan sendiri sensasi diterpa oleh angin yang menyenangkan saat seseorang sedang terjatuh dari ketinggian yang tidak biasa.

"Uwaaaaaaaah….!"

Shuuya terjatuh ke dalam lubang, melewati lemari, kursi goyang, lampu, jam dinding dan cermin.

"Uwaaaaaaaah….!"

(Dan ia menyadari satu hal.)

"Aneh, aneh!"kata Shuuya ketika tubuhnya melayang turun.

(Untuk menyadari satu hal yang lain.)

"—Tunggu, kenapa aku jadi terdengar seperti Alice?" Rupanya Shuuya masih saja sempat berpikiran sampai ke arah sana.

"Uwaaaaaaaah….!"

Shuuya terjatuh ke dalam lubang, melewati bangku, rak sepatu, ember, kemoceng, pisau dapur, taplak meja, sedotan minuman, kaleng permen bekas, sendal jepit, kaus olahraga, tongkat bisbol, bola basket, panci, gelas, handuk, ban mobil, kaus kaki, botol, wajan, celengan, komputer, Menara Eiffel dan buku PR fisika.

"Uwaaaaaaaah….!"

Shuuya terjatuh ke dalam lubang, melewati pesawat, Lukisan Monalisa, ban renang, Nintendo Wii, kapal selam, raket, bola tenis, sepeda, papan tulis, kipas angin, PS2, benang wol, papan catur, boneka jari, buku PR fisika, dakimakura, telur paskah, sabun cuci, mobil remot kontrol, gantungan baju, sikat gigi, akuarium, oven, mesin fax, vas bunga, figma White Rock Sh**ter terbaru, Patung Liberty, garpu tala, grand piano, sikat, matryoshka, PSP Go, roket, kotak sereal, selimut, tongkat golf, tali tambang, pohon bonsai, buku PR fisika dan buku PR fisika.

"Uwaaaaaaaah….!"

Shuuya mulai merasa lelah dengan semua ini—

"Uwaaaaaaaah….!"

—dan ia juga sudah merasa lelah berteriak.

"…Rasanya seperti ada yang sengaja mempermainkanku," ucapnya dongkol, berharap bahwa perkataannya mampu menyinggung seseorang yang bertanggung jawab (penuh) atas seluruh kejadian yang menimpanya.

Akan tetapi pada kenyataannya, tubuhnya terus melayang jatuh di udara, seolah-olah dirinya dijebloskan ke dalam sebuah lubang yang tak berdasar.

Dan bocah berambut bawang kita yang satu ini, mulai mencemaskan masalah ini.

"Uwaaaaa—"

BRUK!

Tubuh atletis milik Shuuya sukses menubruk permukaan lantai dengan keras. Tentu saja tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa, akan tetapi satu-satunya hal ajaib yang terjadi adalah bahwa ia masih tetap hidup dan mampu mengaduh kesakitan meski sudah terjatuh dari ketinggian yang tergolong mematikan.

"Aw-aw-aw—adududuh…" Shuuya mengumpat pelan tanpa diketahui oleh seorang pun. "Di mana ini…?"

Apa yang menjadi pemandangan anak laki-laki itu sekarang merupakan pemandangan baru baginya. Dengan rambut model bawang putih yang sudah rusak akibat terjatuh tadi, kepalanya sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Tempat apa ini…?" Shuuya berkata untuk kedua kalinya. Sejenak ia tertegun, sejenak juga ia menyadari sesuatu. "Oh iya…!" bersamaan dengan itu, Shuuya mendongakkan kepalanya ke atas.

Dan ia menatap langit-langit yang begitu tinggi, sampai-sampai ia sendiri tidak tahu di mana letak langit itu sendiri menggantung. Hanya ada kegelapan yang menyelimuti sepanjang ia melihat ke atas.

Itu berarti, Shuuya tidak punya jalan lain selain berusaha sendiri mencarinya di dasar lubang yang aneh dan misterius ini.

Shuuya menyematkan jari-jarinya di dagu. "Hm," saat ini, ia sedang berpikir dengan keras.

"…Bagaimanapun juga, ia tidak boleh kehilangan sikap tenangnya, terutama di saat-saat yang gawat seperti sekarang."

Shuuya melangkahkan kaki sambil menatap jalan setapak yang dilaluinya. "Hm, hm…" kepala bocah berambut bawang itu bergerak naik-turun, menyetujui isi dari narasi tersebut.

"Di mana saat ini ia sedang tersesat sendirian di tempat yang jauh dan asing dari keluarganya. Sejenak perasaan takut akan tidak lagi bertemu dengan sanak saudara, kerabat serta keluarga terdekat menggerayangi batin bocah SMP berambut bawang itu."

Shuuya kembali menganggukkan kepalanya pelan.

"…"

Dan terdiam karena merasa dirinya diolok-olok oleh narasi yang tidak bertanggung jawab barusan.

"…Siapa itu?" Shuuya bertanya sebal. Sudah cukup ia dipermainkan oleh berbagai hal yang berada di luar kekuasaan dan kehendaknya seperti ini.

Seketika, dari udara yang kosong muncul sebuah seringai yang lebar. Disertai sepasang mata berwarna hijau yang menatap Shuuya dengan tatapan…antagonis? Seolah-olah makhluk itu hendak menerjang lalu menerkam Shuuya bulat-bulat.

"HUWAAAH!" Shuuya menjerit dan terlonjak kaget atas pemandangan yang nyaris membuat jantungnya copot itu.

Sepasang mata dan seringai itu tertawa jahil melihat respon terkejut Shuuya barusan. "Apa aku mengagetkanmu, hei… anak kecil?" katanya kepada Shuuya yang sedang mengelus dada sambil tetap berusaha mengatur napasnya secara teratur.

"Jangan bercanda, jelas saja…" jawab Shuuya betul-betul merasa dongkol. Ukh, apa kata Yuuka nanti, jika ia melihat kakak laki-laki kebanggaannya ini menjerit layaknya seorang anak perempuan seperti tadi. Dan Shuuya betul-betul menyesali kelalaiannya ini.

Sementara itu, penyebab seorang Shuuya kehilangan image cool-nya ini hanya terkekeh geli.

"Tidak seharusnya kau merasa seterkejut itu," ujar sosok yang bagaikan hantu di mata seorang Gouenji Shuuya itu. "Sebab ini adalah dunia ajaib; tempat aneh dan menyenangkan, di mana segala sesuatu kelihatan tidak nyata," tutur sosok itu menjelaskan.

Shuuya tertegun sejenak.

"Hei, jangan bilang kalau ini—"

"Selamat datang di Wonderland, negeri yang ajaib dan penuh keanehan." Bagaikan sebuah pertunjukan atraksi, sosok yang tadinya hanya terdiri dari sepasang mata dan seringai (yang terlihat menyebalkan di mata Shuuya), kini mulai menampakkan sebuah sosok yang sempurna.

Lengkap dengan tangan, kaki, wajah, telinga kucing, dan juga ekor.

Makhluk itu terkekeh sebelum kembali mengucapkan kalimatnya. "Baru kali ini bertemu Cheshire Cat?"

Shuuya belum melepas pandangannya dari makhluk yang menyebut dirinya sebagai 'Cheshire Cat' itu. Sejauh penglihatan Shuuya, sosok yang tengah bersandar pada dahan di atas pohon yang terletak tak jauh darinya itu, hanyalah sosok seorang anak laki-laki (yang jika dilihat sekilas, tampaknya usia mereka tak jauh berbeda) dengan model rambut yang (menurut Shuuya lagi,) sama sekali tak konsisten.

Botak atau berambut? Berambut atau botak?

Shuuya betul-betul tak habis pikir, ternyata ada juga model rambut yang terlihat lebih ajaib dibanding model rambut bawang putih miliknya itu.

"Ini.. betul-betul dunia ajaib…" Shuuya membatin.

"Hei, jangan memelototiku seperti itu…" tiba-tiba saja Cheshire Cat berbicara, mengembalikan kesadaran Shuuya—yang sempat melantur entah kemana—kembali pada dunia nyata. "Sekarang yang terpenting, ada satu hal yang ingin kutanyakan kepadamu," sambung Cheshire Cat lagi, akan tetapi kini ia bertanya dengan nada suara yang serius.

Shuuya menunggu.

"…Apa.. kau Alice?"


Continue to the next chapter:

"Let's Cut the Crap"


Nguok-Nguok, suara si Author sarap:

Oke, saya mau jujur di sini:

1) Cerita yang dibacain sama Shuuya itu, saya ambil dari buku cerita aslinya (terbitan versi Indonesia, tentu saja) dengan perubahan seperlunya. #ceileh

2) Judul chapter saya colong dari manga "Are You Alice?", soalnya saya lagi males mikir. Yah, meski temanya terinspirasi dari sana, tapi jalan ceritanya nggak bakalan sama. 8D

3) Ini fanfic ternggak serius yang pernah saya buat. Suwer. Habisnya saya nggak mikirin lagi apa si Shuuya terlalu 4l4y atau gimana. Hahah; pengennya sih fanfic ini jadi pelampiasan kegilaan dan kenggakwarasan saya, gitu. 8D

4) Euhm... buat Relinquish. Maaf. Baru jadi 1/30 karena saya tulis ulang. Habis draft yang sebelumnya s*c* banget sih. :'D

5) Akhir-akhir ini saya terlalu sering curcol. Hah... ("_ _)

6) Saya nggak ngecek typo lagi, soalnya males. HAHAHAHAHAHAHA.

7) Oh ya.. tulisan kanji di atas itu asal, jadi nggak tau bener atau nggak.. (Ada yang salah nggak, Gita-san? ;w;) Dan soal benda-benda yang Shuuya lalui pas dia lagi jatoh, itu..sengaja saya banyakin dan bikin lebay, cuma buat menuh-menuhin doang. ZEHAHAHAHAHAHAHA. 8DD

8) Baiklah, fanfic ini saya edit sedikit (cuma secara teknis doang kok, atas masukan 4869fans-nikazemaru , tehehe makasih ya! ^^), kemudian dialog Cheshire. Pas tubuhnya masih transparan, tulisannya saya miringin. Tapi pas wujudnya udah keliatan, the dialog back to normal. *halah preet*

9) Sudah ya... saya mau tidur dulu. Dadah...


Time for QUIZ!

Hayo, saya lagi nggak ada kerjaan, jadi main tebak-tebakan aja yuuk. Pertanyaannya gacel banget, saya aja tau (ya iyalah mbaak).

Q1: Siapa itu Cheshire Cat?

Q2: Kira-kira yang jadi Queen of Heats itu siapa yaa..? Dan siapa juga orang yang kayaknya disindir-sindir terus sama si Paduka yang satu ini?

Q3: Ada yang bisa nebak (atau tau), kira-kira BC itu nilai mutunya berapa? ._.

(Clue: A=4, B=3, C=2, D=1, E=0)

Nantinya setiap jawaban yang betul akan saya akumulasi, dan nanti yang dapet poin tertinggi bakalan dapet hadiah dari saya..

Hadiahnya apa? Hehe, rahasia dong. *nyisipin tanda hati di sini*

Oke, karena kayaknya basa-basinya nyaris menyaingi isi cerita ini sendiri, jadinya mau saya udahin dulu aja ya. See ya ASAP, and thanks for tha RnR! ^^