Being together

A/N: Shounen-ai, K+, Angst, Humanized, AU, Second Point of View

The Penguins of Madagascar © Tom Mcgrath/Eric Darnell – Nickelodeon/DreamWork

~~xxXxx~~

Disinilah kau sekarang berada, duduk termenung di bangku kebung binatang Central Park. Semua ingatan dirimu dan dirinya di taman ini masih begitu mentah bagi pikiranmu. Semuanya berawal di tempat ini, tapi kau tidak menyangka bahwa pertemuan spesial di tempat ini harus berakhir sebegitu menyesakkan. Kau ingat betul pertama kali kalian bertemu, tidak ada satu momen pun yang terlewat oleh ingatanmu.

~xXx~

Sebuah sore seperti hari ini, kau memutuskan untuk mengunjungi kebun binatang yang bisa dibilang terletak tidak begitu jauh dari apartemenmu. Kau ingat bahwa ide awal ke kebun binatang ini hanya untuk mencari udara segar setelah ujian kelulusan kuliahmu yang bagaikan parade tak berujung. Terus mengencani tumpukkan buku dan laporan-laporan tanpa sadar bahwa mereka adalah benda mati, ah, kau tahu kalimat itu bermakna harafiah. Tapi biarlah itu berlalu, kini waktunya bersenang-senang. Tentu tanpa kau sadari lagi, kini kau menabrak seseorang pria bertubuh tinggi. Sudah refleks setiap orang untuk melontarkan ucapan maaf, begitu pula dirimu. Ketika pandanganmu bertemu dengan dua buah mata yang bagaikan batu mirah bening, kau merasakan kedua pipimu memanas. Tidak, bukan malu karena telah menabrak, kau ingat alasan dirimu merona karena kedua mata indah itu menatapmu tajam seakan menelanjangimu. Tentu itu adalah sebuah perumpamaan.

"Ah, kau tidak apa-apa?" kau ingat betul bagaimana suara bariton itu tersesusun menjadi sebuah melodi indah di telingamu. Berlebihan, tapi apa boleh buat, kau memang sempat masuk jurusan sastra. Pikiranmu lagi-lagi dialihkan oleh si pria di depanmu ini.

"I-iya. Sekali lagi maaf." kau mengusap belakang kepalamu, menyunggingkan sebuah senyuman sebagai ekspresi bersalahmu. Ia yang kau tabrak tersenyum balik, entah kenapa kau mendapati senyumannya menyembunyikan sesuatu.

"Skipper."

"Eh?"

"Aku Skipper, kau?"

"P-Private." kau merutukki dirimu yang bisa-bisanya terbata-bata menyebut nama sendiri.

Perkenalan yang tidak disengaja itu berlanjut hingga kau telah lulus kuliah. Selama kau menunggu hasil ujianmu, tiap sore kau bertemu dengan pria bernamakan Skipper itu. Entah di kebun binatang seperti yang pertama kali, di taman, atau lainnya. Apakah itu tanda kalian dijodohkan atau tanpa kau ketahui, Skipper mengikutimu diam-diam. Kecurigaanmu itu bermula saat kau hendak pulang dari universitasmu dan merasa diikuti oleh seseorang. Dan saat kau sampai di depan apartemenmu, Skipper terlihat bersandar pada dinding sebuah gang yang tepat berada di sebelah tempat tinggalmu. Tapi hal itu kau asumsikan sebagai kebetulan belaka.

Kau ingat hari itu tepat dua minggu setelah kau dinyatakan lulus oleh universitasmu, saat itu dirimu yang berbalutkan syal akibat musim dingin berdiri di depan habitat pinguin yang terletak di kebun binatang Central Park. Sebuah pertanyaan terlintas di pikiranmu. Kira-kira apa pekerjaan Skipper? Simpel, bukan? Kau hanya tinggal bertanya kepada Skipper dan rasa penasaranmu akan segera meninggalkan benakmu. Oh, sayangnya fakta tidak sesederhana itu. Pas lima detik setelah pertanyaan itu terlintas, orang yang tadi ingin kau tanyakan menepuk pundakmu. Kau sambut dirinya dengan senyuman khas yang selalu merekah saat bertemu dengannya. Tanpa memikirkannya dua kali, basa-basi yang membuatmu penasaran keluar dari bibir mungilmu. Ya, basa-basi.

"Pekerjaanku?" kau membalasnya dengan sebuah anggukkan.

"Ya, bisa dibilang aku mengapdi pada negara." kau menggesturkan huruf O tanpa bersuara.

"Hei, katakanlah kau direkrut sebuah tim rahasia. Apa keahlianmu yang akan kau tunjukkan agar memuaskan si komandan?" kau refleks mengedipkan mata birumu beberapa kali, bingung akan pertanyaan yang menurutmu kompleks itu. Akan tetapi pertanyaan terkejutmu perlahan mencair ketika melihat senyum pada wajah lawan bicaramu.

"Aku memiliki ingatan fotografi, ya, kupikir itu mungkin bisa membantu." pandanganmu kini beralih pada empat ekor pinguin yang menatap balik dirimu.

"Selain itu?"

"Aku pernah belajar bela diri saat sekolah dulu di Indonesia, selama kurang lebih enam tahun." kini giliran Skipper yang memberimu tatapan terkejut. Hanya saja ekspresi itu cuma bertahan sekitar enam detik sebelum kembali kepada ekspresi monontonnya.

"Terkejutkah kau kalau kubilang kau kurekrut menjadi anggota timku?" senyuman hangat kini menjadi sorot utama pada paras pria tinggi berambut hitam acak di sebelahmu. Kau hanya bisa kembali memerah, rasa bahagia mendapat pekerjaan serta malu mendengarnya campur aduk dalam benakmu.

~xXx~

Kini itu semua hanya bisa menjadi kenangan, berhamburan bersama setiap butiran bening air yang menetes dari kedua bola mata birumu yang telah meredup. Isakkan memilukan mengiringi setiap tetesan yang mengalir turun pada pipimu yang sudah memerah sendari tadi. Kepalamu kau tundukkan, kedua tanganmu kau dekatkan pada dadamu. Dimana kau merasakan paru-parumu seakan ditekan oleh tenaga lain, sesak bukan main.

Dua jam yang lalu, kau sedang berada di markas tempat sekarang kau bekerja. Sudah dua tahun setengah sejak hari pertama kau direkrut oleh Skipper. Tapi kau baru menyadarinya dua jam yang lalu bahwa hubunganmu selama ini dengan Skipper tidak seperti yang kau inginkan. Tentu itu tidak akan sebegitu menyakitkan, hanya saja sifat blak-blakkanmu menghancurkan semuanya.

"Sk-Skipper."

"Ya, Private?"

"A-aku mencintaimu..." kau langsung menundukkan kepalamu, sekilas kau melihat adanya siratan rasa terkejut pada wajah Skipper.

"Terima kasih." kini giliran matamu yang membesar. Sebuah tangan besar milik orang di depanmu kau rasakan di atas kepalamu, mengusapnya pelan. Segera kau dongakkan wajahmu, kau ingat betul bagaimana wajah itu tersenyum hangat, senyuman yang mengiyakan pernyataanmu. Akan tetapi kau tahu ada yang beda, senyuman itu seakan berkata aku-juga-menyayangimu-sayang-hanya-sebatas-saudara padamu dengan nada mengejek. Terdengar kejam untuk menggunakan kata mengejek tapi memang kau sendiri yang mengakuinya bahwa itu cocok.

Kau tahu bahwa Skipper tidak mengatakannya langsung, tapi dari gerakan, tatapan, senyuman, hingga nada bicaranya mengatakannya. Jika dua tahun lebih sudah kau menjadi anggota tim Skipper, maka hampir tiga tahun kau sudah mengenal sosok Skipper. Tiga tahun sudah kau memendam perasaanmu kepada sang komandan. Semua itu hancur hanya dalam kurun setengah jam. Kau sadar dirimu cengeng, kau sadar dirimu masih senang bermanja terhadap sebuah harapan kosong. Yang paling menyakitkan adalah kau tahu konsekuensinya, namun kau tetap membiarkannya lepas dari sangkarnya. Apa boleh buat, kini kau hanya bisa memohon agar ingatan itu jatuh bersama dengan setiap air mata yang mengalir dari matamu, menginginkan agar semuanya lenyap.

~xXx~

Jauh dari tempat dimana kau duduk, seseorang berdiri pada bayang-bayang gerbang kebun binatang. Ia telah mengikutimu sejak kau pergi dari markas. Kau tidak tahu bahwa ini semua adalah kesalah pahaman. Ia yang kau kira sudah menghancurkan hatimu sebenarnya sendiri sedang meremukkan perasaannya. Kalian berdua sama-sama memendam perasaan untuk satu sama lain. Di satu sisi kalian begitu ingin memiliki hubungan lebih dari yang sekarang, di sisi lain kalian berdua takut akan kosekuensi yang kalau boleh aku bilang, terlalu mengada-ada. Namun apa daya aku hanyalah figur imajinasi yang menarasi keadaan kalian.

Not seeing that loving you, is what I was trying to do. – What Hurts The Most / Rascal Flatts

~~xxXxx~~

Author's note: Okeh, murni ngasal ini ide fanficnya. Jadi maaf saja bila abal-abal. Dan biar cepat, maaf apa bila ada typo, dan lainnya. Semoga mengerti apa yang saya maksud. Oh ya, kira-kira sebaiknya dilanjutin ke chapter dua atau ini jadi sekedar oneshot?