Fairy's Landing

.

Sebuah fiksi yang diilhami dari sebuah folklore Korea 'Fairy and The Woodcutter', manhwa berjudul Sonnyeo Ganglim - Faeries' Landing, di Indonesia disebut Jaka Tarub. Cerita dan penokohan dalam cerita ini hanyalah fiksi belaka dengan meminjam nama karakter dari member Vixx.

.

.

.

Chapter 1

Black out

.

.

"Sial."

Seorang pemuda berwajah masam menggerutu kesal ketika meninggalkan halaman sebuah rumah. Bergegas ia melangkahkan kakinya menjauhi rumah itu dengan penuh kesesalan. Menyesal akan kepindahannya dari kota yang telah lama membesarkannya lalu pindah ke desa kecil nan terpencil itu.

Jika saja ia tidak kalah taruhan dengan noona-nya itu...

Jika saja waktu itu dia tak menerima tawaran noona-nya untuk berpesta waktu itu, yang mana ia sendiri tak kuat untuk minum...

Jika saja ia tidak menerima tantangan noona-nya yang licik itu, menyebabkan dirinya dibuang ke tempat itu...

Atau jika dan jika yang lainnya.

Sungguh menggelikan. Seorang chaebol dari Teakwood, perusahaan terkemuka di Korea Selatan, terdampar secara mengenaskan di sebuah desa asing. Karena noona-nya.

Semuanya ini dimulai dari insiden hari jumat yang kelabu.

"Sial!" Gumamnya entah untuk yang berapa kalinya. Ia jadi bertambah kesal sendiri karena ingatan hari jumat itu sejenak melayang dalam pikirannya.

Satu jam yang lalu ia tiba di desa itu. Seonnyeo. Desa bidadari? Benar-benar nama yang aneh untuk sebuah desa. Ia memilih untuk tak menyebutkan nama desa itu setiap kali membicarakannya. Entah mengapa. Seperti ada hal yang membuatnya tak ingin terikat dengan desa itu. Lagipula ia hanya akan berada di situ selama sebulan. Setidaknya begitu maunya. Akan tetapi, satu bulan pun bukanlah waktu yang sebentar dan belum-belum ia sudah merasa berat untuk tinggal di tempat itu.

Bagaimana tidak?! Desa itu sangatlah terpencil. Kendaraan seperti mobil tidak bisa lewat di sana. Letaknya yang berada di perbukitan membuat setiap orang harus mendaki untuk mencapainya. Sinyal untuk telepon seluler pun jarang. Benar-benar desa yang jauh dari peradaban.

Yang lebih mengejutkannya lagi, ketika ia menjejakkan kakinya di villa, pantatnya ditabok oleh seorang nenek yang tak lain adalah pengurus rumah itu. Sang nenek cuma tertawa saja. Tentu saja karena yang nenek itu lakukan sebenarnya hanyalah salam perkenalan.

"Ouh..." Ia mengaduh seraya memegangi tengkuknya. Lalu mengedikkan bahunya, ngeri ketika mengingat-ingat kejadian tadi. Oh, ia sangatlah tidak menyukai skinship. Maka dari itulah ia kabur dari rumah itu. Mencoba menenangkan pikiran.

Laki-laki itu menghentikan langkahnya. Ia memandangi sekitarnya. Ternyata tanpa disadari langkahnya yang lebar menyebabkan pemuda jangkung itu telah sampai di tempat yang tidak ia kenal. Tempat ia berdiri sekarang dikelilingi oleh pepohonan. Sepertinya sedari tadi ia tak sengaja berjalan di jalan setapak menuju hutan di desa itu.

"Ini dimana?" Agak bingung, segera ia memutar badan dan berjalan ke arah sebaliknya untuk kembali lagi ke rumah. Semoga saja ia dapat kembali sebelum malam tiba. Sementara itu matahari di balik pepohonan nampak memancarkan cahaya orange. Ia harus bergegas kembali. Atau...

Bulu kuduknya merinding.

Ingatannya kembali ke villanya tadi. Sebelum akhirnya ia bertemu dengan nenek genit itu ia diantar oleh Manager Kim, pegawai perusahaannya.

Singkatnya dalam perjalanan menuju villa, Manager Kim bercerita mengenai legenda mengapa desa itu dinamai desa Seonnyeo. Warga desa menamainya begitu karena desa tersebut didatangi oleh bidadari. Menurutnya ada seorang warga desa yang mengaku pernah mendengar nyanyian bidadari dari dalam hutan. Dengan setengah tertawa, Manager Kim menyarankannya untuk tidak pergi ke hutan. Terlebih lagi di waktu malam.

Oh.

Sekarang dirinya sendirian di hutan. Benar atau tidak perkataan dari manager Kim, ia merasa harus meninggalkan hutan itu sebelum malam.

Tapi ini aneh sekali.

Semakin ia berjalan ke arah yang ia yakini sebagai jalan pulang, semakin nampak pepohonan yang tidak ada habisnya. Ia terheran. Rasanya tepi hutan masih jauh dari tempat ia berada sekarang.

Keadaan sekitarnya mulai gelap dan matahari tak terlihat lagi di balik pepohonan. Entah sudah berapa lama ia berjalan. Akan tetapi, ia tak juga keluar dari hutan.

Ia berhenti sejenak. Lalu mengusap peluh di keningnya. Pandangannya beredar pada pepohonan yang terhampar di hadapannya. Semua pohon terlihat sama. Mungkinkah dirinya hanya berputar-putar di tempat yang sama?

Perasaan tidak enak muncul dalam dirinya.

Jangan bilang aku...

Sedetik kemudian ia menyadari bahwa dirinya telah tersesat.

Sial.

Ia merogoh saku celananya untuk mengeluarkan smartphone-nya. Tidak ada sinyal. Ia mencoba berteriak, mencari pertolongan. Siapa tahu ada warga yang kebetulan berada di dekat situ.

Tidak ada balasan. Ia berteriak hingga suaranya serak. Tetap tak ada yang menjawab.

Tiba-tiba ia merasa gugup. Detak jantungnya meningkat. Lututnya terasa lemas. Berbagai pikiran buruk menghinggapinya.

Tidak. Tidak! Ia menggeleng dengan keras, membuang jauh bayang-bayang menakutkan yang menyelimuti benaknya.

Ia pasti bisa keluar dari hutan itu.

Seolah menyetujui sugesti barusan, ia menganggukkan kepalanya. Kemudian dengan mantap ia bangkit.

Hutan itu ditumbuhi oleh berbagai macam pepohonan, sesemakan, dan tanaman merambat. Pada sebuah tanaman berdaun lebar yang tidak terlalu tinggi, ia beri tanda. Fungsinya adalah menandai seandainya ia hanya kembali ke tempat yang sama.

Semakin lama ia berjalan, keadaan hutan semakin gelap. Takut tersandung atau tiba-tiba bertemu dengan hewan buas, ia nyalakan senter di ponselnya.

Cahayanya tak seberapa memang, tetapi cukup lah untuk penerangan.

Begitu pikirnya, sebelum akhirnya cahaya dari satu-satunya alat penerangan yang ia miliki itu dikalahkan oleh sekilas cahaya terang. Cahaya itu seperti kilat tanpa gemuruh. Si pemuda hanya mengerjap- kerjapkan matanya.

Barusan apa yang terjadi? Kilatan cahaya apa itu?

Masih terheran, ia mencoba mendekati asal cahaya itu. Langkahnya terhenti ketika ia melihat hamparan air yang luas.

Sebuah danau.

Dan suara gemercik air. Suara tersebut bukan timbul dari aliran air. Ada lima sosok yang sepertinya telah menimbulkan suara gemercik air itu. Sedangkan ia membeku di tempatnya berdiri, karena kelima sosok itu sepertinya bukan manusia.

Mereka melayang di udara.

Detik berikutnya ia dilanda ketakutan. Apa yang ia lihat barusan sepertinya bukan mimpi. Mereka benar-benar tidak menjejakkan kakinya di bumi. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah mematikan senter, lalu menunduk dan bersembunyi di sesemakan. Kakinya terasa lemas hingga tak mampu untuk berlari.

Ia mengintip dari sela dedaunan. Dalam temaram cahaya bulan purnama, matanya bisa menangkap apa yang sedang mereka kerjakan. Nampaknya mereka sedang bermain air. Salah satu dari lima sosok itu memercikkan air ke arah empat sosok yang lainnya.

Sebenarnya mereka ini makhluk apa? Apa mereka ini yang warga sebut bidadari?

Selagi berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepala si pemuda, salah satu dari sosok itu turun ke tepian danau, diikuti empat yang lainnya. Dalam temaram cahaya bulan purnama, si pemuda itu bisa melihat dengan jelas rupa sosok itu sekarang-setelah jaraknya menjadi lebih dekat.

Bagaimana ia harus menjelaskannya? Tampan? Kelimanya memiliki paras rupawan, kaki nan jenjang, tubuh proporsional, dan penampilan seperti manusia. Namun tampaknya para warga desa itu belum pernah melihat mereka secara langsung sehingga tak mengetahui bahwa mereka berwujud laki-laki.

"...benar-benar seperti surga. Mungkin ini alasannya para bidadari senior bilang tempat ini adalah surga di bumi." Sepintas si pemuda itu mendengar salah satu dari mereka yang berbicara dengan volume kencang.

Bidadari.

Sepertinya hal itu memang benar adanya.

Perasaannya jadi campur aduk. Tak tahu apakah ia senang atau takut. Bedebar-debar, gelisah, dan excited dalam waktu yang bersamaan. Dalam keadaan meringkuk di balik dedaunan, ia memicingkan matanya dan memasang telinga.

Kelimanya sedang bersenda gurau, terlihat dari cara mereka tertawa.

"Ayo, tunggu apa lagi!"

Si pemuda terperanjat tatkala salah satu dari mereka, satu-satunya yang berkulit tan, tiba-tiba berjalan mendekati tempat persembunyiannya. Oh, ia harus bagaimana? Napasnya tertahan. Jarak antara keduanya semakin menyempit.

Tiga langkah lagi.

Dua langkah.

Selangkah.

Tak disangka-sangka dia membuka jeogori-nya*, menanggalkannya, dan meletakkannya di tanah, beberapa inchi jaraknya dari tempat persembunyian si pemuda. Hal ini mengakibatkan tereksposnya kulit yang eksotis yang sedari tadi tersembunyi di balik bajunya. Tidak pucat seperti orang Korea pada umumnya, kulitnya kecoklatan juga tampak berkilauan, seperti permata Topaz*.

Saking gugupnya, si pemuda itu lupa untuk bernapas. Alhasil paru-parunya menjerit memohon diisi oksigen atau yang istilah sederhananya disebut cegukan.

"Hik!" Buru-buru ia membungkam mulutnya sendiri.

Sial, di saat seperti ini...

"Oh?" Ujar si bidadari tan.

"Ada apa hyung?" Tanya bidadari bersuara nge-bass.

"Sepertinya aku mendengar sesuatu." Ia menunjuk ke sesemakan tempat si pemuda sembunyi. "Asalnya dari situ."

Si pemuda menjerit dalam hati.

"Mungkin itu suara serangga." Timpal seorang bidadari yang paling bongsor. "Eh, hyung dari pada itu, bagaimana kalau kita bertaruh siapa yang paling lama bertahan dalam air. Tanpa mantra tentunya." Lanjutnya.

Berkat si bongsor, perhatian mereka teralihkan. Mereka pergi meninggalkan sesemakan. Si pemuda itu merasa lemas di sekujur tubuhnya. Tapi ia pikir ini kesempatan yang bagus. Selagi tak ada yang melihat, ia lari sekencang-kencangnya. Lari menjauhi danau itu. Akan tetapi hutan yang gelap membuat ia tak menyadari keberadaan akar pohon. Akibatnya ia tersandung kemudian jatuh membentur tanah. Pandangannya mengabur. Perlahan segalanya menjadi gelap gulita.

...

Putih.

Selimut-kasur-kamar. Pagi hari.

Dimana ini? Di Villa? Bukankah tadi aku tersesat di hutan? Yang tadi itu aku hanya bermimpi? Vivid dream?*

Masih kepikiran dengan mimpi barusan, benakku menerawang. Ah, kepalaku jadi sakit memikirkannya. Mungkin secangkir latte bisa membuatku rileks.

Wangi latte menguar ketika aku menuang evapored milk ke cangkir berisi kopi. Tentu saja latte lebih nikmat daripada alkohol. Dasar Taekwoon bodoh. Ah, memaki diri sendiri sepertinya tidak cukup.

Dini hari kemarin kuakui aku mabuk berat. Appa marah besar karena aku terlambat datang ke perusahaan dalam keadaan mabuk. Noona sialan. Padahal kemarin seharusnya aku mempresentasikan desain furnitur untuk proyek baru perusahaan. Kalau saja kemarin aku tak mabuk, aku tak akan berada di villa ini sekarang.

Dan barusan aku bermimpi. Mimpi yang rasanya seperti kenyataan. Benar-benar mimpi yang aneh.

Bagaimana bisa aku tersesat di hutan dan bertemu dengan bidadari? Hal seperti itu mustahil untuk menjadi kenyataan, bukan?

"Doryong-nim..."tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil. Doryong?*

Karena penasaran, aku menoleh ke arah pemilik suara. Alangkah terkejutnya aku begitu mengetahui yang memanggil barusan adalah bidadari semalam. Cangkir yang kupegang meluncur ke lantai. Pecah berkeping-keping.

Yang terjadi semalam itu nyata?

Lalu ini apa mimpi? Bagaimana aku bisa di sini?

Membingungkan. Kepalaku tambah pusing. Segalanya tampak berputar-putar. Yang kutahu selanjutnya adalah bau tanah.

...

Matahari telah menampakkan cahayanya di ufuk.

"Argh.." erang Taekwoon.

Perih dan nyeri menyerang pelipis kirinya. Ia terbangun dari lucid dream-nya*, berkat sakit di kepalanya itu dan juga sepasang tangan yang menggerayanginya.

"Dimana?!" Serunya. "Kau sembunyikan dimana bajuku?!"

Taekwoon terkesiap. Kerah kemejanya dicengkram oleh seorang lelaki berkulit sewarna topaz yang telanjang dada. Membuat Taekwoon sadar sepenuhnya.

.

Tbc...

.

[cerita ini juga dipublish di wattpad dengan judul yang sama. Kindly add/follow wattpad: chiiyeoji]

.

*)jeogori : bagian atas hanbok-baju tradisional korea.

Topaz : sejenis permata yang berwarna kuning kecoklatan.

Vivid dream : suatu kondisi dimana mimpi terasa dan terlihat jernih, detail dan jelas. Sehingga terlihat seolah olah mimpi itu nyata, bahkan lebih berwarna dari dunia nyata.

Doryong-nim : tuan muda, panggilan pada zaman joseon.

Lucid dream : sebuah mimpi ketika seseorang sadar bahwa ia sedang bermimpi.

.

Preview on next chapter (SPOILER)

.

.

"Sudah aku katakan sebelumnya kalau bukan aku yang mencurinya."

"Lalu mengapa kau ada di sana?"

.

"Tanpa baju itu aku tak bisa kembali ke khayangan."

"Kalau begitu janganlah kembali."

.

.

Sesosok laki-laki menyentuh jeogori yang terlipat rapi dalam sebuah kotak. Senyum penuh arti terulas di bibirnya. Apakah hyung bahagia di sana?