Title: About Us

Genre: Romance. Friendship.

Rate: T

Cast: Jung Yunho, Kim Jaejoong, Shim Changmin, Kim Junsu, and Park Yoochun.

YunJaeYooSuMin with YunJae couple.

Pairing: of course YunJae

Disclaimer: Saya cuma pinjam nama. Yunho milik Jaejoong dan Jaejoong milik Yunho. Plot is mine.

Warning: AU. OOC. BL. Typo.

.

a/n: anneyoong~ saya dateng bawa oneshot. Ide ff ini terlintas begitu saja karena rasa kangen yang teramat sangat pada momen-momen DBSK berlima dan tentunya momen kemesraan YunJae. Happy reading~ :)

.

[About Us]

.

Perpisahan..

Tak seorangpun menginginkan hal itu menimpa diri meski pertemuan-perpisahan sebenarnya adalah hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan. Namun tetap saja, hal itu menggoreskan luka tak kasat mata yang membekas di diri Jung Yunho. Grup yang dipimpinnya harus mengalami perpisahan yang bisa dibilang menyakitkan.. atau lebih tepatnya perpecahan, mengingat mereka berpisah tidak secara baik-baik.

Kebersamaan mereka selama lebih dari 6 tahun ternyata tak cukup untuk menahan ketiga orang itu... tiga –mantan– membernya. Wae? Apa ada yang salah dengan dirinya dan Changmin hingga mereka memutuskan untuk pergi? Pergi jauh tanpa bisa dijangkaunya lagi.

"Arrrgh.." Yunho mengerang seraya mengacak rambut kemudian memijit pelipisnya. Selalu saja begini. Mereka bertiga harus bertanggung jawab atas sakit kepala yang menderanya tiap kali memikirkan perpecahan grupnya 3 tahun lalu.

"Gwaenchana, hyung?"

"Eoh.. Changmin ah," Yunho menoleh pada namja tinggi yang berjalan menghampirinya kemudian mengambil tempat duduk tidak jauh darinya, "Aku tak pernah sebaik ini sebelumnya." Lanjutnya seraya tersenyum dipaksakan.

'Mungkin aku sudah tampak sangat kacau sekarang hingga ia bertanya seperti itu.'

"Jadwal kita hari ini sudah selesai, hyung."

"Mmh." Gumam Yunho singkat seraya melirik Changmin yang menatapnya dengan alis mengernyit, 'Benar bukan dugaanku? Anak ini pasti bingung mendapatiku yang bertingkah bak remaja labil.. tiba-tiba mengerang dan membuat diri sendiri tampak kacau, padahal acara kami hari ini tak memiliki hambatan berarti.. malah terbilang sukses.' Batinnya lagi.

"Aku pulang duluan ya, hyung." Changmin bangkit berdiri,kemudian keluar ruangan setelah Yunho mengucapkan 'hati-hati di jalan' padanya.

Klap.

Yunho tak melepaskan pandangannya dari punggung Changmin hingga magnae itu benar-benar hilang di balik pintu.

Shim Changmin. Satu-satunya orang yang memilih untuk tinggal.. tak mengikuti keputusan konyol ketiga hyung-nya. Yunho bahkan tak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika Changmin juga pergi.

Mata musangnya kemudian mengarah ke sekitar. Mengeksplor ruang belakang panggung tempatnya berada yang masih dipenuhi staff. Banyak orang, tapi Yunho merasa sepi. Entahlah.. seperti ada ruang kosong dalam salah satu sisi hatinya yang bahkan tak seorang pun Yunho izinkan masuk ke dalamnya. Meski merasa nyaman dengan apa yang dijalaninya sekarang, tak dapat dipungkiri bahwa Yunho ingin ketiga orang itu kembali... pada dirinya dan Changmin, mengisi kembali ruang kosong yang memang hanya Yunho sediakan untuk mereka.

Meraih ponselnya, Yunho memilih untuk memeriksa jadwal hari esok yang ada dalam galeri foto. Orang pelupa seperti Yunho harus menaruh perhatian khusus pada hal-hal seperti ini. Meski sudah memegang hard-copy jadwalnya, ia mengambil potret jadwal itu. Setidaknya kapanpun memegang ponsel, ia akan ingat pada jadwal padatnya.

Clik.

Setelah membaca baik-baik jadwalnya esok hari, Yunho meng-klik salah satu foto dalam galerinya. Entah kenapa tangannya tergerak menyentuh potret dirinya bersama 4 orang itu. Dongbangshinki dengan formasi lengkap.

Yunho menutup ketiga orang dalam foto itu dengan salah satu tangannya.. hingga hanya tampak dirinya dan Changmin, "Haha. Konyol.." ucapnya seraya tertawa miris. Kemudian dengan segera menjauhkan tangannya dari layar dan menatap foto itu lekat, "Begini lebih baik."

Refleks ujung bibir hati itu tertarik menciptakan lengkungan. Yunho sendiri bingung kenapa ia bisa tersenyum tiba-tiba seperti itu. Bahagia. Padahal setiap kali tanpa sengaja melihat foto ketiga mantan membernya, hanya luka yang ia rasa.

Menghela napas sejenak, Yunho menutup galeri dan beralih pada menu 'Messaging' pada ponselnya. Dan tampaklah beberapa pesan yang dikirimkan Jaejoong padanya saat mereka tak lagi bersama. Pesan yang hanya dibacanya sekali ketika sampai di ponselnya, namun tak dihapus hingga sekarang ini.

Yunho mengetikkan sesuatu pada kolom 'Reply' di bawah pesan-pesan tersebut. Mungkin ini saatnya berdamai pada diri sendiri dan menerima kenyataan yang ada. Ya.. Yunho memutuskan untuk tak lagi menyalahkan siapapun atas perpecahan grupnya. Tuhan selalu punya rencana indah lain di balik kejadian menyakitkan yang menimpa kita bukan?

.

~yunjae~

.

Aku ke rumahmu sekarang.

"Yunho yah..?"

Pesan yang baru saja masuk ke ponsel Jaejoong membuatnya terkejut hingga merasa ia sedang bermimpi sekarang. Sebenarnya isi pesan itu sangatlah sederhana mengingat banyak teman Jaejoong yang memang sering bertandang ke rumahnya. Tapi ini Jung Yunho. Namja tampan mantan teman satu grupnya yang tak dapat dipungkiri telah merebut hatinya. Hmm.. Jaejoong juga tak mengerti kenapa dan kapan perasaan tak wajar itu datang. Cinta memang tak terprediksi.

SET

Tiba-tiba Jaejoong bangkit dari ranjang queen size yang sedari tadi memanja punggung ber-tatto-nya. Kenapa juga ia hanya diam memandangi pesan yang dikirim Yunho?Bukannya bersiap agar bisa menyambut pujaan hatinya dengan penampilan sebaik mungkin. Tidak hanya pesannya, kau bahkan akan menikmati wajah tampan sang perngirim pesan itu sebentar lagi, Kim!

Ppaliwa! Seru Jaejoong pada diri sendiri. Ia harus benar-benar siap dalam waktu secepat mungkin mengingat gedung TV tempat TVXQ baru saja melakukan perform mereka cukup dekat dengan rumahnya.

Jangan tanyakan bagaimana ia tau. Kim Jaejoong adalah stalker sejati TVXQ–ani, Jung Yunho.

.

~yunjae~

.

Klek.

Dingin. Hal pertama yang Jaejoong rasakan ketika hawa dari dalam lemari es menerpa wajah cantiknya. Namja itu sedang mencari kudapan yang akan ia sajikan kepada tamunya malam ini. Sebenarnya Jaejoong ingin membuat kudapan dengan tangan terampilnya, tapi waktunya benar-benar tidak cukup.

"Ah.." Jaejoong menarik keluar strawberry shortcake dari dalam lemari es. Kue lembut dengan taburan stroberi melimpah di atasnya, juga rasanya yang tidak terlalu manis. Yunho-nya pasti sangat suka. Hihi.

Segera ia memukul-mukul pelan bibir cherry-nya dengan tangannya yang bebas, merutuki benda merah kenyal yang baru saja melontarkan ke-possessive-an.

Jangan bodoh, Kim! Yunho belum pernah sekalipun menjadi milikmu. Meski sentuhan sayang sering kalian lakukan, tapi hanya kau yang berdebar-debar. Jangan lupakan satu hal.. Yunho menyentuhmu hanya karena senang, bukan karena benar-benar mencintaimu seperti kau mencintainya...

Jaejoong mengingatkan dirinya sendiri. Ia tak boleh terlalu berharap pada cinta yang salah ini. Cukup mencintai dalam keterdiaman, mungkin hanya itulah yang bisa dilakukannya untuk saat ini.

Namja cantik itu melirik jam dinding. Pukul 8.30 malam. Harusnya 30 menit lalu Yunho sudah sampai. Satu jam lebih Jaejoong menunggu sejak pesan itu sampai ke ponselnya. Apa Yunho hanya bermaksud mengerjainya? Aah tidak, tidak. Tidak mungkin seperti itu kan? Mengirim pesan untuk pertama kali setelah perpisahan mereka hanya untuk mengerjainya? Hell no! Bahkan Yunho sangat sibuk untuk hanya sekedar memikirkan hal seperti itu.

"Apa jangan-jangan dia tidak tau rumahku?" Jaejoong mengangguk-angguk. Pertanyaan kedua terdengar lebih logis. Dan tentu saja jawabannya 'iya'. Jaejoong belum pernah memberitahukan alamat rumah barunya pada Yunho, bagaimana namja itu bisa tau.

Bodohnya kau, Kim.

Segera setelah meletakkan sepiring strawberry cake di atas meja di hadapannya, Jaejoong mengambil ponsel yang sedari satu jam yang lalu tak disentuhnya. Terlalu sibuk menyiapkan diri untuk bertemu si tampan. Haha.. Yunho benar tampan bukan?

Mengetikkan pesan balasan berisi alamat rumahnya.

TING TONG

"Eoh.." Jaejoong melirik pintu depan. Ada yang datang.

Apa itu Yunho? Tapi.. alamat rumah barunya baru saja selesai diketik dan dikirim, jadi.. mungkin itu temannya yang lain. Jaejoong berharap siapapun yang datang tak mengganggu acaranya dengan Yunho nanti.

Cklek.

DEG

Wajah kecil dengan mata seperti musang. Jangan lupakan tatapan lembut namun juga tajam yang seakan bisa melemaskan persendian. Akhirnya.. setelah 3 tahundoe eyes itu kembali bersitatap dengan mata musang Yunho.

"A–a nneyong.."

"Aku baru saja mengirimkan alamat rumahku.."

Lain Yunho lain Jaejoong. Namja tampan bermata musang itu menyapa dengan gugupnya, sedang Jaejoong berbicara dengan lancar namun tatapannya seperti kosong.

"Oh. Aku tau dari temanku yang juga mengenalmu. Aku langsung menanyakan padanya alamat rumah barumu sejak pertama kali kau pindah."

"..."

"Ma–maaf. Apa aku membuatmu begitu terkejut?" Yunho memperhatikan Jaejoong yang masih di hadapannya namun pikiran sudah terbang jauh entah kemana.

"Jae?"

"..."

Menggerak-gerakkan tangannya tepat di depan wajah Jaejoong, Yunho berseru cukup keras "Jaejoong ah."

"Eh.. oh.. ah.. ma–maaf." Jaejoong tersadar dari keterkejutan dan keterpanaan pada wajah tampan di hadapannya. Setelah memukul-mukul pelan kepalanya sendiri, namja cantik itu membungkuk sedikit kemudian menghadapkan tubuhnya ke samping, memberikan ruang untuk tamunya masuk.

"Masuklah."

"Ne. Gomawo." Yunho melangkahkan kakinya. Menapak pada lantai bersih rumah salah satu mantan membernya. Hmm 'mantan'... Yunho tak ingin menggunakan istilah itu lagi mulai sekarang. Tadi sudah dikatakan bukan bahwa bagaimanapun Yunho ingin ketiga orang itu kembali?

'Jadi.. haruskah kusebut calon member? Ah.. tidak, tidak. Dari dulu sampai sekarang, mereka tetaplah memberku.'

Yeah.. Yunho mengangguk pasti. Saatnya menghilangkan kecanggungan yang sedang terjadi.

"Waah.. apa itu kue stroberi? Kelihatannya enak.."

Aaah.. tampak bodoh. Jelas-jelas itu kue lembut yang ditaburi banyak stroberi.. dan Yunho tau bahwa kue itu bernama strawberry shortcake, salah satu makanan favoritnya –tentu saja karena ada buah merah yang sedikit asam itu.

Ucapan Yunho yang sepertinya sedang berusaha untuk menghilangkan kecanggungan itu terdengar sangat konyol, mengundang kekehan kecil dari Jaejoong.

"Nee itu kue stroberi, untukmu." Jawabnya seraya memberikan senyum manis.

"Aah.. gomawo. Aku akan menghabiskannya dengan cepat."

Menarik kursi dan duduk di atasnya, Yunho lalu mengangkat garpu dan menusukkannya di atas strawberry shortcake yang seakan sedang memanggil-manggilnya untuk cepat dinikmati.

Hap.

Nyam.

'Ah. Mashitta~'

.

~yunjae~

.

Dinding kokoh yang sempat tercipta antara kedua kubu telah sedikit terkikis. Kedua wakil dari masing-masing kubu itu baru saja selesai menonton film. Benar-benar menghilangkan kecanggungan diantara mereka. Menyembuhkan luka tak kasat mata yang sempat tertoreh di diri Yunho. Perkataan bahwa Tuhan telah menciptakan rencana indah setelah kejadian pahit terbukti. Yunho benar-benar merasa bahagia saat ini, merasa lengkap... seperti menemukan potongan puzzle-nya yang belum sempurna.

"Jae, aku lapar.."

"Eoh.. kau ingin makan apa?"

"Eum... kimchi jiggae?"

"Arra. Tunggulah." Jaejoong bangkit dari duduknya.

"Maaf merepotkanmu."

"Tidak sama sekali, Yunho yah." Balasnya sembari tersenyum kemudian berlalu menuju dapur.

Yunho tersenyum menatap punggung yang menjauh itu. 'Tak berubah', pikirnya. Ia ingat.. ketika Jaejoong bilang akan selalu membuatkan makanan untuknya kapanpun ia minta. Benar-benar member yang paling mengerti dirinya.. seperti belahan jiwa, aniya?

Tap tap tap.

Yunho berjalan pelan menuju dapur, menatap intens Jaejoong yang memunggunginya. Punggung sempit itu bergerak-gerak, mengingatkannya akan masa lalu.. ketika ia dengan nyamannya memandangi Jaejoong yang sedang memasak. Tangan putih pucat itu pasti sedang bergerak terampil mengolah bahan makanan.

Kim Jaejoong.. dari belakang pun kau tampak indah.

Kluk kluk.

Yunho mengangguk-anggukkan kepalanya mantap. Ia memutuskan bahwa apa yang selama ini dipikirkannya adalah salah.. atau benar? Entahlah, Yunho sendiri bingung dengan apa yang selama ini ada di pikirannya.

Selama ini Yunho mengira sesuatu yang bergejolak dalam dirinya tiap kali berdekatan dengan Jaejoong karena... yeah, hanya sekadar member yang ia sangat sayangi. Perhatian lebih yang Yunho tunjukkan ia pikir hanya sebagai balasan untuk Jaejoong yang memang paling memperhatikannya, paling mengerti dirinya. Ternyata setelah merenungkan baik-baik dengan pertimbangan matang.. didukung rasa tak nyaman yang bercokol tiap kali melihat Jaejoong terlalu intim dengan orang lain, Yunho menyadari bahwa hal bergejolak itu memiliki arti lain yaitu.. –bolehkah ia sebut– cinta?

Perlahan, Yunho berjalan semakin mendekati Jaejoong... bak pencuri yang hendak menerjang korban buruannya.

'Hmm.. pencuri ya? Sepertinya itu sebutan yang tepat untukku sekarang. Aku memang ingin mencoba mencuri hatinya malam ini.'

Apa? Kalau dia tak ingin memberikannya? Tentu saja akan ia berikan, toh aku memang ingin merebutnya secara paksa, bukan memberikan pilihan 'iya' atau 'tidak' untuk Jaejoong mau menyerahkan hatinya. Itu harus, hahaha.

Jiwa evil yang dipinjam dari Changmin 'sang raja setan' seketika menguasai diri Yunho malam ini. Kim Jaejoong, harap berhati-hati!

GREP

"Jaeehh.." sapa Yunho seduktif, menghembuskan napas pelan yang masuk ke lubang telinga yang berada tepat di depan bibir hatinya.

Dapat Yunho rasakan tubuh kurus dalam rengkuhannya bergetar. Tangan putih itu juga tampak mengeratkan pegangan pada meja di hadapannya. Tak berubah, telinga masih menjadi salah satu titik sensitif Jaejoong.

Menggigit bibir bawahnya, Jaejoong menjauhkan wajah menawannya dari Yunho. Tak ingin namja tampan itu melihat mata Jaejoong yang dapat dipastikan kini tampak sayu. Untung saja Jaejoong bergerak cepat.. sehingga Yunho tak melihat bibir ranum merah merekah yang tampak basah akibat gigitanitu. Kalau tidak, mungkin mereka akan menambah koleksi orang-orang berotak yadong yang mengagungkan adegan percintaan di dapur!

"Ne, Yunho yah?" Jaejoong membalas sapaan Yunho dengan suara senormal mungkin. Sial! Menahan desahan ketika keadaan sangat mendukung seperti ini ternyata sulit.

"Ani." Jawab Yunho membuat Jaejoong sweatdrop.

Helloooow! Jaejoong benar-benar sudah mepersiapkan hatinya untuk mendengar apa yang ingin dikatakan namja yang sedang memeluknya dari belakang itu. Ternyata hanya kata 'ani' yang tidak berarti apa-apa. Hatinya semakin jengkel kala hidung Yunho mengusel(?) tulang belikat pundaknya. Oh ayolah, Jung.. berhenti berbuat yang aneh-aneh sekarang! Apa kau ingin di koran pagi besok ada headline news mengenai seorang uke yang menggagahi seme?

Set.

Apalagi kali ini? Jaejoong menghela napas pendek, memasrahkan apapun yang akan terjadi. Setelah mematikan kompor, Jaejoong menolehkan wajahnya ketika tangan Yunho yang menarik dagunya seakan memaksa ingin doe eyes-nya menatap mata musang itu.

Hasel Yunho menutup. Perlahan wajah kecilnya mendekat. Jaejoong, dengan kepercayaan yang masih setengah-setengah ikut memejamkan doe eyes-nya seakan terhipnotis oleh sosok di hadapannya. Ini.. mimpi yang sangat indah, batin Jaejoong tak berani banyak berharap.

Cup.

Cherry lips dan bibir hati menyatu dalam waktu cukup lama. Hanya saling menempel. Membiarkan kedua bibir berbeda bentuk itu saling mengenali rasa masing-masing.. berharap dapat terbiasa nantinya karena mungkin mereka akan sering bertemu.

"Eumh.."

Pertahanan Jaejoong runtuh sudah. Desahan lolos begitu saja tanpa bisa ditahan kala Yunho mulai menggigit bibir bawahnya. Tak mau kehilangan kesempatan, segera namja tampan itu menelusupkan lidahnya ke rongga mulut Jaejoong dan mengabsen setiap gigi di dalamnya. Dan dalam sekali sentak Yunho menarik pinggang Jaejoong hingga dada mereka bersentuhan.

Saling memagut. Bertarung lidah. Panas. Penuh gairah. Seakan tak ada lagi hari esok.

Lima menit lamanya bercumbu, akhirnya kebutuhan akan oksigen terpaksa melepaskan tautan bibir mereka.

Sret. Sret.

Yunho mengelus lembut permukaan bibir Jaejoong yang kini tampak bengkak dan basah. Tak lupa tatapan intens dilayangkan ke wajah menawan di hadapannya. Tangan Yunho kemudian mengarah ke dada Jaejoong yang terekspos karena kaos v-neck yang dikenakan, turun perlahan ke perut rata Jaejoong dan menarikan jari-jarinya seduktif.

"Berhenti disitu." Pekik Jaejoong ketika tangan Yunho terus turun dan hampir menyentuh pusakanya, "Kau yakin?" Lanjutnya dalam bentuk pertanyaan seraya memberikan tatapan menuntut.

"Aku tak pernah seyakin ini dalam hidup."

"Hyaaa!" Refleks Jaejoong mengalungkan tangannya ke rahang kokoh kala Yunho menariknya ke dalam gendongan ala bridal.

"Makananmu bagaimana, beruang?"

Cup.

Lagi. Kedua bibir itu menyatu, hanya saling menempel.

"Aku sudah menikmati menu pembukanya, sekarang beralih ke menu utama~"

.

~yunjae~

.

Matahari semakin tinggi. Sinarnya mengintip melalui celah yang tercipta karena gorden yang tak menutupi kaca jendela dengan sempurna, membuat sepasang doe eyes mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.

"Sudah bangun?"

Jaejoong segera menolehkan kepala ke kiri dimana ada pemilik suara berat yang baru saja bertanya padanya. Mereka bertatapan lama. Saling mencoba menenggelamkan dalam pesona masing-masing. Tak ada yang bicara, hanya tawa renyah yang akhirnya terdengar.

"Kenapa kau tertawa?" tanya Yunho usai menghentikan tawanya.

"Kau sendiri kenapa tertawa?"

"Hei, aku bertanya duluan."

"Aish.. arra, arra." Jaejoong mengalihkan pandangan ke langit-langit kamarnya. Menerawang. Senyumnya tak lepas meski kini tatapannya berubah sendu. "Kita.. sudah melakukan 'itu'. Aku hanya ingin menghibur diri, sebelum nanti aku benar-benar hancur ketika kau menyesal."

"Menyesal?"

SET

Yunho menolehkan kepala Jaejoong secara paksa untuk kembali menatapnya. Memandang tajam wajah menawan di hadapannya. "Kau pikir semalam aku melakukannya tanpa pertimbangan? Aku bahkan sudah memikirkannya berkali-kali. Jangan kau kira aku hanya main-main, Jaejoong ah!"

Suara Yunho meninggi. Dada namja itu naik turun menahan emosi. Jaejoong hanya menatapnya datar. Takut memang, tapi ia sudah terbiasa. Mereka sering bertengkar dulu. Bahkan Yunho lebih menyeramkan ketika mereka berdebat mengenai perpisahan grup.

"Arraseo~ mianhae.."

Terpaku. Yunho tak dapat berkata apapun lagi setelah kata 'maaf' keluar dari mulut Jaejoong. Benar-benar tak berubah. Ketika Yunho sudah meledak-ledak seperti api, Jaejoong akan menjadi air untuk memadamkannya.

Kini Yunho yang mengalihkan pandangan ke langit-langit kamar. Gejolak dalam dadanya berangsur-angsur hilang.

"Jangan berpikir seperti itu lagi."

"Ne.."

"Aku benar-benar mencintaimu."

"Aku tau. Kau sudah berkali-kali mengatakannya semalam."

"Karena itu aku tak akan menyesal."

"Hmpt.. ne~ kau kenapa sekarang cerewet, eoh?" senyum tercetak di wajah putih Jaejoong. Namja cantik itu masih memandangi intens tubuh telentang di sampingnya yang sama sekali tak mengarahkan pandangan ke arahnya, kemudian bangkit dan memposisikan diri bertelungkup di atas tubuh polos Yunho. Bunyi 'buk' terdengar samar ketika Jaejoong menempelkan telinga kanannya tepat di atas dada kiri Yunho. Dapat ditangkap olehnya suara debaran jantung namja di bawahnya.

"Jantungmu berdetak sangat cepat. Apa kau sakit?"

"Kenapa kau menanyakan hal konyol itu lagi, eoh?"

"Aku hanya ingin tau apakah jawabannya sama."

"Tentu saja beda. Karena saat itu aku belum menyadari perasaanku."

"Hmm.. sekarang, bolehkah aku tau kenapa tadi kau tertawa?"

"Aaah. Itu. Wajah jelekmu saat bangun tidur benar-benar lucu."

"Mwo?!"

"Eits.. mau kemana?" dengan cepat Yunho menarik pinggan ramping Jaejoong, menahan pergerakan sang namja cantik yang hendak menjauh dari tubuhnya, "Biarkan seperti ini sedikit lebih lama lagi."

"Hmm~" Jaejoong berpura-pura memasang ekspresi jengkel, kemudian menenggelamkan kepalanya di dada Yunho.

Wangi. Jaejoong menyukainya.

Ring~ ring~ ring~

"Ponselku." Ujar Yunho seakan menjawab kebingungan Jaejoong yang tampak asing dengan nada dering yang berbunyi. Namja tampan itu kemudian menggapai ponselnya yang ada di atas meja nakas samping ranjang tanpa kesulitan karena tangan panjangnya. Melihat layar yang berkelip-kelip menampilkan nama sang penelepon yang sangat ia kenal, Yunho menyerahkan ponselnya pada Jaejoong. Meski tak mengerti apa maksud Yunho, Jaejoong tetap menerima ponsel itu dan menempelkannya ke telinga.

"Yeoboseyo.."

"..."

Jaejoong menatap penuh tanya pada Yunho, yang hanya dibalas senyuman maut oleh namja tampan itu.

"Yeoboseyo?" lagi Jaejoong menyapa karena sang penelepon sama sekali tak bersuara, dengan volume lebih tinggi mengira penelepon itu tak menjawab tadi karena tak mendengar sapaannya.

"Ja–jaejoong hyung?"

"Oh. Changmin.."

"Ini.. benar ponsel Yunho hyung kan?"

"Ne~ kau tidak salah kok. Yunho.. menyuruhkuuuh menjawab telepoonh–yak! Singkirkan bibirmu dari leherku, Jung Yunho! Aku.. enghh—"

Yunho menghentikan kegiatannya menciumi leher Jaejoong, kemudian merebut ponsel itu.

"Aku tidak lupa kok. Sebentar lagi aku akan berangkat. Tunggulah. Terima kasih sudah repot-repot menelepon. Bye, Changmin ah."

PIP

"Hehe.."

"Hentikan cengiran bodohmu itu! Cepat mandi.. aish, kenapa tidak bilang? Kukira kau tak ada jadwal hari ini." Jaejoong bangkit dari posisinya, menggebuk-gebuk(?) pelan tubuh Yunho memerintahkan untuk segera pergi ke kamar mandi.

"Aww. Ne, ne.. yak! Sakit, Jae.." Yunho memandang melas Jaejoong. Serius.. walaupun pelan, tenaga Jaejoong tidak main-main!

.

~yunjae~

.

Yunho baru saja selesai dari acara mandinya yang berlangsung selama lebih dari satu jam. Menghadirkan gerutuan kecil dari Jaejoong yang sedang meletakkan sepiring nasi goreng(?) ke atas meja tepat di hadapan Yunho yang tengah duduk manis.

"Kau bilang sebentar lagi akan berangkat tapi mandimu seperti beruang hibernasi saja. Habiskan sarapanmu dan cepat pergi!"

"Kau mengusirku?" Tatapan melas Yunho layangkan pada Jaejoong. Tangannya yang hendak menyendok nasi goreng buatan Jaejoong menggantung begitu saja di udara.

"Kalau iya, kenapa?"

"Aiih.. teganya~ disitu terkadang saya merasa sedih..."

"Hmpt.. mwoya? Lelucon apa yang sedang kau mainkan eoh? Tsk."

Yunho hanya tersenyum menanggapi Jaejoong yang kini sedang menahan tawa. Kemudian melanjutkan makannya yang bahkan belum dimulai.

Jaejoong terus memandangi Yunho selama namja tampan itu makan. Sampai sesaat setelah selesai, Jaejoong segera beranjak dari duduknya dan menghampiri Yunho. Memperhatikan dengan seksama tubuh Yunho yang kini terbalut kaos berkerah yang memang telah Yunho siapkan di mobilnya, memastikan tak ada noda atau debu yang akan mengganggu kesempurnaan penampilan namja bermata musang itu.

"Memastikan aku benar-benar tampak tampan, eh?"

Tak langsung menjawab, Jaejoong memberikan tatapan iritasi tingkat akut pada Yunho. "Ish. Aku hanya ingin memastikan pakaianmu benar-benar bersih dan rapi."

"Hmm.. ne~ gomawo..."

Dengan gerakan cepat Yunho menarik Jaejoong ke dalam pelukan erat. Hangat. Tubuh kecil Jaejoong begitu pas dalam rengkuhannya.

"Aish.. cepatlah berangkat. Changmin sudah lama menunggumu.."

Dengan tenaga babon yang ia punya, Jaejoong mendorong kuat tubuh Yunho, menyembunyikan wajah putihnya yang ia yakini telah dihiasi rona kemerahan. Jung Yunho brengsek. Dalam waktu kurang dari 24 jam mampu membuat Jaejoong merasa seperti orang gila.

"Begitu sulitnya aku bisa sampai sini dan kau mengusirku begitu saja, eoh?"

Sulit? Jaejoong jadi teringat semalam. Ia menunggu Yunho hingga hampir jamuran karena tak kunjung datang padahal jarak yang ditempuh harusnya cukup dekat. Bagaimana bisa ia lupa menanyakan itu?

"Memang apa yang menyulitkanmu?"

"Aku tertangkap basah oleh fans ketika turun dari mobil saat sampai di depan rumahmu."

"Mwo? Lalu?" Tanya Jaejoong penasaran.

"Aku bilang padanya ia bisa mendengar sesuatu yang menyenangkan jika menyelinap masuk ke rumahmu."

"Mwoya?!" Jaejoong membelalakkan mata doe-nya, tidak percaya akan apa yang dikatakan namja itu. Apa Yunho sudah gila? Batinnya tak habis pikir.

"Pasti dia sedang mandi darah sekarang karena suara desahanmu malam tadi."

"Jung Yunhooooo!"

Bugh. Bugh. Bugh.

"Apa kau gila? Ani, kau memang sudah gila!"

Bugh. Bugh. Bugh. Bugh.

Tubuh tak berdaya Yunho yang mau tak mau harus menerima pukulan keras dari Jaejoong membuat tempat mereka berada kini tampak seperti TKP kasus KDRT.

"Ya! Jaejoongie.. hentikan. Aku cuma bercanda."

Bugh. Bugh.

""Semalam otakmu ditaruh mana, eoh? Apa kau sudah menukarnya dengan milik taepoong?!"

Bugh. Bugh.

Jaejoong seolah menulikan diri, terus saja memukul Yunho membabi buta seperti orang kesetanan.

Bugh. Bugh. Bugh. Bugh.

"Ya! Hentikan. Sakit..."

Set.

Seketika Jaejoong menghentikan pukulan mautnya melihat Yunho yang benar-benar tampak kesakitan. Apa ia memukulnya terlau keras? Ah masa bodo. Salahnya sendiri membuatku hampir terkena serangan jantung! Batin Jaejoong kesal.

Melihat betapa berantakan penampilan Yunho sekarang, Jaejoong menghampirinya kemudian merapikan pakaian dan rambutnya.

"Kau benar-benar kuat. Aku pasti tampak seperti korban gempa bumi sekarang."

"Salahmu sendiri."

"Aish.. maaf, maaf. Aku kan hanya bercanda."

"Beecandamu keterlaluan. Kau mau membuatku mati muda, eoh?"

"Tentu saja tidak. Aku tidak ingin kehilanganmu."

"..."

Hening.

Jaejoong menghentikan pergerakan tangannya dari aktivitas merapikan penampilan Yunho, kemudian menatap mata musang itu. Hendak mengeluarkan suara untuk membalas ucapan Yunho, namun seakan tercekat di tenggorokan. Pikirannya pun tiba-tiba blank. So..

Loading please pake banget!

10 detik..

20 detik..

Hingga 60 detik kemudian.. Jaejoong memalingkan wajahnya yang kini benar-benar seperti tomat busuk(?).

"Jangan menggombal. Ini masih pagi.." ujar Jaejoong pada akhirnya, kemudian kembali berkutat pada pakaian yang dikenakan Yunho, memastikan benar-benar rapi.

"Kalau malam boleh?"

Kembali, Jaejoong mengarahkan tatapan iritasi tingkat akut pada Yunho, "Kau mau kupukul lagi?" tanyanya mengancam seraya mengepalkan tangan tepat di depan wajah Yunho.

Ring~ ring~ ring~

"Itu pasti Changmin." Ucap Yunho malas, membiarkan Jaejoong yang mengangkat teleponnya.

"Yeoboseyo, Changmin ah."

"..."

"Hmm~ ne, ne, ne.." tampak Jaejoong mengangguk-anggukkan kepala setelah diam sebentar menunggu sang penelepon menyelesaikan ucapannya. "Akan kupastikan dia berangkat sekarang atau kutendang selangkangannya! Hmm.. ne."

Wajah Yunho pucat pasi mendengar ucapan Jaejoong pada Changmin aka sang penelepon. Selangkangan.. tendang.. itu artinya 'aset berharga'. Andwae!

Yunho mengambil langkah seribu, merebut ponselnya dari genggaman Jaejoong, kemudian mengecup sekilas cherry lips milik namja cantik itu sebelum benar-benar pergi.

Jaejoong hanya bisa memasang tampang cengo dan menghela napas lelah. Serius, Yunho benar-benar menguras emosinya pagi ini.

.

~yunjae~

.

Yunho turun dari mobilnya dengan senyum menawan tak lepas dari wajah kecilnya. Membuat leader TVXQ itu semakin tampak mempesona. Ah, betapa beruntung orang yang bisa memilikinya. Setidaknya begitulah pemikiran beberapa yeoja yang kini melihatnya (Author sok tau, haha.. tapi emang Jaejoong beruntung kan? eh)

Melihat Changmin yang sedang melipat tangan di depan dada, Yunho menghampirinya dan menampakkan cengiran bodoh ketika tepat berada di hadapan Changmin. Ia memasang tampang menyesal yang dibuat-buat.

Changmin memperhatikan Yunho dimulai dari bawah.. terus ke atas, kemudian menaikkan satu alisnya. "Kau.. bertemu dengan Jaejoong hyung pagi ini?"

"Aku menginap di rumahnya semalam."

"Mwoya? Kenapa hyung tidak bilang?"

"Bilang? Maksudnya?"

"Aku juga ingin ke rumah Jaejoong hyung."

"Tapi kupikir kau—"

"Aku rindu masakan Jaejoong hyung."

Sedikit terkejut namun sudah dapat diduga. Yunho pikir Changmin akan marah ketika tau ia kembali berhubungan dengan mantan member mereka. Mengingat Changmin yang berada dalam mode 'anger combo' pada ketiga hyung-nya itu akibat perpisahan mereka tiga tahun lalu.

Tiga tahun.. bukan waktu yang sebentar. Lebih dari cukup untuk membolak-balik isi hati manusia, benar kan?

Changmin mendekatkan wajahnya pada Yunho, berbisik tepat di telinga namja itu, "Lain kali ajak aku, hyung. Atau akan kusebar rekaman ketika Jaejoong hyung mendesah tadi." Dan namja tiang itu kabur secepat kilat dengan kaki panjangnya.

"Mwo? Ya! Shim Changmin!"

Sial! Changmin mengancamnya. Dasar evil.

.

~yunjae~

.

GREP

"Yuun.."

"Hmm?"

"Lepaskan. Aku sulit bergerak."

"Mmh. Aku rindu—"

"Dan menyalurkan rasa rindumu itu dengan mengganggu acara masakku?!"

Perempatan siku-siku mulai tampak di dahi Jaejoong. Ia paling tidak suka.. jika acara masaknya diganggu, sekalipun itu adalah pujaan hatinya.

"Yun, kuah sup ini panas sekali lhoo.. baru saja mendidih."

"Aku tau. Uapnya yang panas menerpa wajah tampanku."

"Lalu apa yang akan terjadi ya jika kuahnya yang mengenai wajah tampanmu?"

"Hmm~ molla.." jawab Yunho santai. Sebenarnya ia menyadari aura gelap yang menguar dari tubuh Jaejoong yang berada dalam rengkuhannya, tetapi ancaman hanya di mulut saja. Namja pujaan hatinya tak akan sampai hati untuk melakukan hal seperti itu.

"Yunho hyuuung.. jangan mengganggu Jaejoong hyung atau cacing-cacing di perutku ini akan melakukan demo karena tak segera dimanjakan oleh 'kasih sayang'."

"Kau dengar? Jangan coba-coba membuat yang mulia Shim Changmin marah dan berhenti memelukku, Jung."

"Jangan dengarkan dia, boojaejoongie."

"Haaah.. aku lebih memilih untuk mendengarkannya."

"Aaarggghh.. cacing-cacing ini sudah mulai menggerogoti organ dalamkuuuu.."

"Aish..Nee, neee, magnae." dengan penuh ketidakikhlasan Yunho melepaskan rengkuhannya di pinggang Jaejoong, "anakmu benar-benar cerewet."

"Anakmu juga, pabbo." Jaejoong menghela napas lega. Meski tak memungkiri ia sangat senang dengan perlakuan Yunho, tapi namja tampan itu memeluknya terlalu erat kali ini. "Kau kan yang mengakuinya sebagai anak bungsu." Lanjutnya seraya mengangkat panci sedang berisi penuh sup buatannya. Kemudian ia berjalan menuju meja makan tempat Changmin berada dengan Yunho mengikuti dari belakang.

Tring.

Changmin mengangkat sendok dan sumpit ke udara, kemudian dengan semangat 45 mulai menikmati sup yang baru beberapa detik terhidang di atas meja. Jaejoong tak kuasa menahan senyum melihat kelakuan Changmin.. haah rasanya ia rindu.

"Changmin masih food monster seperti dulu." Ujar Jaejoong seraya berjalan kembali menuju dapur untuk mengambil menu lain yang ia masak.. dengan tetap Yunho mengikuti dari belakang.

"Memang tidak ada yang berubah, Jae. Bagaimanapun keadaannya, aku dan Changmin masihlah orang yang kau kenal dulu."

Jaejoong menghentikan langkahnya. Menatap dalam ke mata musang Yunho mencari kesungguhan dari ucapan namja itu.

"Wae? Apa aku salah?"

"Ah.. aniyo." Jaejoong tersenyum tipis kemudian melanjutkan langkahnya. Beberapa kali ia dan Yunho bolak-balik dapur-ruang makan demi memindahkan santap malam mereka.

Ketika semua menu telah terhidang di atas meja makan, Yunho memandanginya penuh minat. Tidak ada bedanya dengan Changmin. Namja tiang itu bahkan sudah mendaratkan sendok dan sumpitnya ke semua menu yang ada.

"Eu kyang kyang!"

Embfruuuuh...

Terdengar sesuatu yang amburegul(?) keluar dari mulut Changmin, makanan yang belum sempat ditelan itu bahkan ikut keluar akibat keterkejutan Changmin karena mendengar suara tawa familiar seseorang yang sudah lama tidak ia dengar.

Selanjutnya terdengar langkah kaki bersamaan dengan suara lumba-lumba –lagi.

"Jaejoong hyuuung~"

"Yak! Junsu hyung. Tak bisakah sekali saja kau tidak melantunkan suara lumba-lumbamu itu?" Changmin berkacak pinggang sambil menatap kesal Junsu yang balik menatapnya dengan mata membelalak dan mulut ternganga. Ekspresi yang ditunjukkan Yoochun pun tak berbeda. Sungguh miris(?).

"Jinjja. Kau membuatku membuang-buang makanan." Changmin masih saja ngedumel(?) ketika tak mendapati respon dari Junsu seraya memunguti makanan yang baru saja disembur(?)nya dan memakannya lagi (-_-').

"Chaangmeeaaaaaaan.." akhirnya setelah beberapa detik Junsu tersadar dari keterngangaannya dan menghambur memeluk Changmin. Namun karena berat badan Junsu yang di atas rata-rata, punggung Changmin terpaksa mencium lantai dan tertindih beban berat(?). Keadaan diperparah dengan Yoochun yang melibatkan diri dalam acara peluk-pelukan alay MinSu di lantai.

"Yak! Jauhkan diri kalian dari tubuh suciku!"

Jaejoong yang baru memahami keadaan karena keterlambatan berpikirnya (#plakk), menggenggam tangan Yunho yang ternyata memasang ekspresi tak jauh berbeda dengan Yoochun dan Junsu tadi, kemudian meremat tangan besar itu lembut.

"Seperti yang kau bilang, tak ada yang berubah. Kami masih Jaejoong, Junsu, dan Yoochun yang kau kenal dulu."

"Kau.. sengaja mengundang mereka kesini?"

"Ne. Wae?"

"Aku.. belum mempersiapkan diri untuk bertemu mereka."

Kali ini pegangan Jaejoong naik ke lengan Yunho dan menghadapkan tubuh manly itu ke arahnya. Jaejoong menatap dalam ke mata musang Yunho, "Tak ada yang perlu kau persiapkan, Yunho. Hadapi mereka seperti biasa."

Yunho balas menatap Jaejoong, kemudian bibir hatinya menyunggingkan senyuman.

"Jaejoong hyuung.. kenapa lumba-lumba ini bisa berada di sini?" Changmin bertanya seraya memberikan tatapan protes ke arah Jaejoong ketika telah selamat dari pelukan maut YooSu.

"Siapa yang kau maksud lumba-lumba, heh? Harusnya aku yang bertanya apa yang kau lakukan di sini? Kupikir kau tak ingin berurusan lagi dengan kami."

"Aku diajak Yunho hyung."

"Kau yang memaksaku untuk mengajakmu, magnae." Yunho membenarkan perkataan Changmin.

"Aaaah... kau pasti sangat merindukanku sampai-sampai memaksa Yunho hyung untuk mengajakmu kesini."

"Mwoya?! Dalam mimpimu saja, bebek hyung."

"Yak! Kali ini siapa yang kau panggil bebek hah? Dasar tiang jemu—eph!"

Perkataan Junsu terhenti karena Yoochun membungkamnya dengan tangan besarnya, "Yunho hyung. Tangkapan besar. Bantu aku membawa lumba-lumba ini ke tepian."

Tak berubah, sejak dulu Yoochun memanglah yang paling peka diantara mereka berlima. Namja dengan jidat luas itu pasti merasakan kecanggungan yang memenuhi ruangan tempat mereka berada dan sedang berusaha untuk mencairkan suasana.

Sadar akan maksud Yoochun, Yunho melebarkan senyumannya kemudian menghampiri Junsu. Menarik kaki namja bersuara melengking itu untuk menyeretnya.

.

~yunjae~

.

[OMAKE]

Ruang tengah kediaman Jaejoong yang biasanya rapi dan tertata apik kini tak ada bedanya dengan kapal pecah, seakan tempat itu baru saja diserang tsunami. Tampak seseorang terbangun dari tidurnya.

Kruyuuuuk~

"Emm.. pantas aku terbangun tengah malam. Cacing-cacing dalam perutku membutuhkan kasih sayang." Gumam orang tersebut. Mata bambinya kemudian mengarah ke sekeliling dan tak mendapati keempat orang yang ia ingat berbaring bersamanya di ruangan ini.

"Kemana mereka?"

"Eengh~ Yuun.."

Brrrrr...

Tubuh Changmin seketika menggigil seakan sedang berada di tempat dengan titik suhu terendah ketika mendengar suara yang amat dikenalinya, Jaejoong... sedang... men-de-sah?

Shit! Changmin meringis, 'kecilkan volume suaramu, hyung.'

"Pssst.. Changmin."

Terdengar suara seperti bisikan. Kepala Junsu menyembul dari suatu ruangan dan tangan namja itu melambai-lambai mengisyaratkan Changmin untuk mendekat padanya. Magnae itu menurut saja.

"Lebih baik bergabung bersama kami daripada telinga sucimu itu ternoda." Junsu kembali berbisik seraya mengarahkan telunjuknya ke layar besar yang menunjukkan tulisan Start Game. Di depan layar tersebut ada Yoochun yang sedang menikmati cemilan malamnya.

Malam ini.. akan menjadi malam yang panjang bagi kelima orang itu.

END