Chapter 1 ~Meet him~
Disclaimer : ©Masashi Kishimoto
Pairing : NaruSasu (Naruto x Sasuke)
Genre : Romance, Fantasy, Friendship, Yaoi, Shounen Ai
Warning : Multi chapters, Gaje, Typo, OOC, yaoi, dan hal absurd lainnya.
Note : If you dont like or hate this fanfic, Dont read!
.
.
.
.
.
.
Apa kalian pernah mendengar dongeng tentang Putri duyung? Aku pernah mendengarnya. Sewaktu aku kecil, aku membacanya di buku dongeng yang di belikan oleh ibuku, dan melihat tayangan kartun di tivi, bahkan di buku pelajaran sekolah pun dongeng itu selalu ada.
Kisah tentang seorang putri duyung yang ingin menjadi manusia karena jatuh cinta pada pangeran yang ada di daratan. Si putri melakukan berbagai macam cara agar bisa bersama dengan pangeran, termasuk menyembunyikan identitas aslinya.
Tapi aku tidak sama dengan anak seusia ku, yang percaya pada Santa Klaus yang membawa kado di hari Natal melalui cerobong asap rumah mereka, atau percaya pada peri gigi yang jika kita menaruh gigi kita yang telah tanggal di bawah bantal, peri gigi akan menukarnya dengan hadiah.
Teman-teman ku selalu mengatakan hal yang menurutku tidak masuk akal. Artinya, hal yang mustahil ada di dunia ini. Kakakku bahkan pernah berusaha membohongiku jika aku nakal, ibu peri tidak akan mau datang padaku. Tentu saja aku tidak percaya apa katanya, usiaku sudah 7 tahun dan aku sudah cukup dewasa untuk mengerti hal itu.
Suatu hari, kami sekeluarga pergi berlibur ke pantai dan berniat menginap di villa terdekat. Jangan salah sangka jika keluarga ku adalah keluarga kaya raya. Kami hanya keluarga sederhana yang kalau ingin jalan-jalan harus merental mobil. Tetapi hidup keluargaku cukup bahagia meskipun Ayah, Ibu, dan Kakak harus berkerja hanya untuk membeli obat-obatan dan perawatan jalanku.
Kami sekeluarga telah sampai di pantai dan memilih penginapan dengan onsen di dalamnya. Agak aneh memang, tapi tak apa lah.
Siang kami mandi di pantai sampai sore, lalu malamnya kami mengadakan acara barbeque dengan para pengunjung yang lain. Cukup ramai suasana di penginapan yang terbilang cukup 'sederhana' ini. Karena biasanya orang-orang akan memilih penginapan yang memadai, tapi untunglah masih ada onsennya.
Aku dan kakakku memutuskan untuk memisahkan diri dari para orang tua dan dengan tenang memakan sosis bakar kami berdua dengan melihat deburan ombak di malam hari. Dan seperti biasa, kakakku akan menceritakan sebuah dongeng untukku. Karena aku menghargai kakakku maka aku akan mendengarkan, sesekali menyahuti ceritanya.
Dongeng kali ini, kakakku memilih dongeng Ariel Si Putri Duyung. Aku tahu cerita ini, dan aku menyukainya. Bagaimana cerita tentang Si Putri yang melakukan apa saja karena manusia yang dicintainya. Bagaimanapun aku hanyalah anak kecil yang suka mendengarkan cerita dongeng yang menarik.
"Apa kau percaya pada duyung, Sasuke?" Tanya kakakku yang memandang lautan biru nan gelap di depan sana. Aku hanya mendongak menatap kakakku dan menggeleng.
"Tentu saja tidak, kak. Itu, kan, hanya dongeng." Sahutku. Kakakku terkekeh kecil dan tersenyum tipis. Aku menyerit ketika melihat kakakku yang tidak biasanya ini.
"Kau tahu? Di laut itu ada duyungnya, loh!"
"Tidak mungkin!"
"Jika benar-benar ada, bagaimana? Apa kau akan percaya?" Tanya kakakku lagi sambil menatap mataku dengan lembut.
"Itu tidak akan pernah terjadi,kak." Jawabku. Kakakku hanya mengada-ada. Padahal dia sudah dewasa tetapi masih percaya dengan takhayul seperti anak kecil. Tetapi aku bersumpah, melihat mata kakak yang memandang lautan dengan tatapan rindu.
Sayu dan bahagia. Sedih dan senang. Aku tidak tahu.
.
.
Aku menatap sekeliling dan berusaha bangkit dari futonku. Berjalan menuu jendela yang hanya dibatasi kaca tanpa di tutupi korden. Sepertinya aku terlalu pagi untuk terbangun. Mata hari belum sepenuhnya muncul tetapi aku melihat langit yang berwarna oranye.
Aku memutuskan keluar dari penginapan dan berjalan menuju bibir pantai. Ombak kecil yang menghampiriku menabrak kaki kecilku yang hanya memakai sendal jepit. Air dingin di pagi hari menusuk kulit kakiku bahkan sampai tulang di seluruh tubuhku.
Aku memeluk tubuhku makin erat karena angin pantai yang menusuk kulitku. Aku hanya memakai kaos tipis berlengan panjang, seharusnya aku bawa jaketku. Mungkin itu llebih baik.
Ketika itu, aku teringat tentang apa yang dibicarakan oleh kakakku. Tentang manusia setengah ikan. Duyung.
Aku penasaran. Apakah duyung itu ada?
Kakakku dnegan tatapan seperti itu menatap lautan dengan tatapan seperti mengharapkan sesuatu yang akan keluar dari pantai itu. Mungkinkah itu duyung? Apa itu betulan? Apa aku bisa bertemu dengannya? Seperti apa bentuknya? Apakah cantik sepperti yang ada di tv? Ataukah di luar ekspektasi?
Tanpa sadar, aku berjalan menuju tengah pantai. Sebenarnya aku sangat sadar, karena aku melihat sekelebat bayangan berwarna biru sebesar diriku di atas air walaupun hanya 1 detik. Mungkinkah itu duyungnya?
Aku terus berjalan sampai ke tengah. Melupakan jika laut itu tak berdasar.
Itu dia! Aku melihatnya lagi! Kali ini lebih jelas. Ekor itu besar berwarna biru. Aku yakin jika itu adalah duyung yang asli. Jika aku betula bertemu dengan duyung itu, aku bisa memamerkan pada semua orang.
Semakin aku berjalan ke tengah, semakin air naik ke atas dadaku. Air dingin menusuk kulitku kalah dengan rasa penasaranku. Sekelebat suara masuk ke telingaku seperti ada yang meneriaki namaku. Seperti suara Ayah, tapi aku ingin melihat duyung.
Tiba-tiba kakiku tidak lagi menginjak tanah dan langsung kebawah. Tanganku menggapai keatas untuk menghirup udara tetapi sulit. Aku tidak bisa berenang. Aku mulai ketakutan. Dadaku mulai berdebar kencang. Aku memanggil Ayah, Ibu atau kakakku dalam hati,berharap mereka akan menolongku. Aku takut lautan ini.
Gelap. Asin. Dan susuatu yang menghampiriku..
"Kau tidak bisa berenang! Kau tenggelam!"
Sosok itu berteriak padaku. Matanya biru sebiru lautan. Ekornya juga berwarna biru dengan sirip ekor yang panjang. Itu sangat sangat cantik. Lalu rambutnya seperti matahari. Benar-benar menyilaukan. Persis seperti di buku dongeng. Tetapi sepertinya duyung ini berjenis kelamin pria karena dia tidak memakai kerang di dadanya. Begitulah yang ku tahu.
Apa yang kakak bilang benar adanya!
Aku terdiam memandang sosok itu dengan kagum. Aku mengagumi duyung yang sebesar denganku. Tanpa kusadari mataku mulai menghitam dan nafasku tidak tersisa. Sosok itu lalu pergi dengan sangat cepat meninggalkanku. Setelah itu aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
.
.
Sasuke kecil membuka matanya perlahan saat dirasa sudah cukup baginya untuk tertidur. Sasuke kecil melihat sekeliling nya, kamar yang putih dan luas dan berbau obat. Kamar yang sudah sering ia kunjungi. Kamar rumah sakit.
Sasuke menatap sekeliling, ada kakaknya yang sedang membaca buku di kursi sebelah sofa yang ditempati oleh kedua orang tuanya untuk tertidur. Ah.. mereka lagi-lagi menginap di rumah sakit. Sasuke sering keluar masuk rumah sakit dan tak pernah tidak melihat keluarganya tidak ada di kamarnya.
Mereka selalu ada untuk Sasuke. Kadangkala Sasuke merasa tidak enak pada mereka, Sasuke kecil harus menjadi beban untuk mereka bertiga.
"Ibu." Panggil Sasuke dengan suara lirihnya. Itachi menoleh saat memdengar suara sang bungsu dan langsung melompat dari kursi memghampiri kasur yang digunakan untuk berbaringnya Sasuke.
"Sasuke? Kau sudah sadar?" Teriak Itachi. "Ayah, Ibu! Sasuke sadar!" Itachi langsung menekan tombol yang sudah di sediakan untuk memanggil doter dan perawat.
Fugaku dan Mikoto membuka matanya ketika suara Itachi terdengar menggelegar di kamar yang lumayan luas ini. Walaupun kamar nomor dua, untung saja tidak ada pasien lain yang menempati kamar ini.
"Sasuke, kau sudah sadar?" Suara Fugaku kini yang menggelegar di kamar ini. Suara derap langkah kaki yang begitu kuat langsung memasuki kamar, lalu dokter dari pasien Sasuke langsung memeriksa tubuh Sasuke kecil.
"Syukurlah kalau Sasuke sudah sadar. Tidak ada yang fatal pada Sasuke. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, jika Sasuke bisa sadar pagi ini, berarti Sasuke bisa pulang sore ini." Jelas sang dokter. Fugaku mengangguk paham dan mengucapkan terimakasih pada dokter, dokter dan para erawat lalu mengundurkan diri.
"Sasuke. Apa kau haus?" Tanya Mikoto menawarkan segelas air pada Sasuke. Sasuke meneguk air di gelas sampai tandas setelah Mikoto membantu Sasuke untuk duduk bersandar pada bantal yang di susun di belakang.
"Sasuke, Ayah ingin bertanya padamu." Tanya Fugaku serius dan menggenggam tangan kecil Sasuke. Sasuke kecil mengangguk setelah mengelap bibirnya yang basah dengan tangan kanannya.
"Apa yang Sasuke lakukan di tengah laut? Sasuke sendiri tahu itu berbahaya, bukan?" Tanya Fugaku lagi.
"Aku ingin bertemu duyung!" Seru Sasuke bersemangat.
"Duyung?" Tanya Mikoto. Sasuke mengangguk semangat.
"Kakak bilang di laut itu ada duyungnya. Aku ingin melihatnya! Apa kalian tahu? Aku-"
PLAAKK
Suara yang sangat menggelegar itu terdengar bahkan sampai di lorong rumah sakit. Pagi ini, Sasuke membelalakkan matanya saat Ayahnya sendiri menampar kuat kakaknya. Sasuke kaget setengah mati ketika melihat adegan kekerasan di depan matanya.
"A-ayah.." lirih Itachi.
"Kau ingin membunuh adikmu, hah?" Desis Fugaku. Itachi menyentuh pipinya yang berdenyut memerah dan menggeleng kepalanya. Matanya mulai berair merasakan sengatan yang luar biasa pada pipinya.
"Apa yang kau lakukan jika aku tidak melihat Sasuke, Itachi?" Desis Fugaku kembali. Itachi hanya diam memandang Ayahnya.
"Secara tidak langsung, kau hampir membunuh adikmu sendiri. Apa kau sadar apa yang kau lakukan?" Suara berat Fugaku mulai terdengar. Sasuke bahkan hampir menangis melihat kakaknya sedang di marahi Ayahnya.
"Apa yang kau katakan pada Sasuke?"
"A-aku pikir Sasuke tidak akan percaya tentang duyung yang aku ceritakan-"
"APA YANG KAU HARAPKAN PADA ANAK KECIL BERUMUR TUJUH TAHUN, HAH?" Sasuke tersentak ketika tiba-tiba Ayahnya membentak Itachi dengan suara lantang.
"Apa kau lupa kalau adikmu itu punya kelainan jantung, hah? Bagaimana jika Sasuke telat ditolong?" Lirih Fugaku. Itachi menunduk masih memegang pipinya. Air matanya mengalir ketika membayangkan jika Sasuke benar-benar mati karena kesalahannya.
"Aku minta maaf." Lirih Itachi.
"Minta maaf pada Sasuke!" Perintah Fugaku. Itachi langsung memeluk Sasuke dan menangis sesenggukan. Bersyukur Sasuke masih hidup dan sempat di selamatkan. Mengucap kata maaf berkali-kali marasa kesalahannya lah yang membuat Sasuke seperti ini. Sasuke hanya diam karena terkejut, lalu tangan kecil itu mengusap-usap punggung lebar kakaknya.
"Tapi, Ayah. Aku melihatnya! Duyung itu. Kakak tidak bohong." Ucap Sasuke masih mengusap punggung kakaknya.
"Tidak! Aku berbohong padamu Sasuke. Aku minta maaf." Ucap Itachi di tengah tangisannya. Sasuke menatap Ayahnya yang menatap kakaknya dengan pandangan yang sangat keras.
Mungkin untuk saat ini, Sasuke akan merahasiakan semua ini dari keluarganya. Tentang Sasuke yang pernah bertemu dengan Duyung yang asli.
.
.
Sasuke tersenyum tipis saat dirasanya pekerjaan yang ia kerjakan telah selesai sepenuhnya. Kanvas yang telah tertimpa berbagai cat warna warni telah berubah menjadi lukisan yang indah. Seekor duyung kecil yang selalu mengganggu tidurnya.
Dalam lukisan itu, Sasuke menggambar duyung yang selalu ada di imajinasinya. Sasuke dulu pernah ingat ketika masih kecil saat jalan-jalan keluarga di pantai, Sasuke hampir tenggelam dan keluarlah sosok duyung kecil di hadapannya.
Sasuke berfikir, itu mungkin hanyalah imajinasi seorang Sasuke kecil yang tengah berada di ambang kematian. Walaupun begitu, Sasuke selalu tidak ingin percaya bahwa apa yang di lihatnya itu hanyalah imajinasi anak kecil belaka. Sasuke berfikir jika suatu saat, Sasuke benar-benar bisa bertemu dengan duyung itu lagi.
"Lagi-lagi kau menggambar duyung, Sasuke-kun." Suara seorang wanita mengalun di belakang tubuh Sasuke. Sasuke tidak memedulikan suara itu dan langsung membereskan kekacauan yang ia buat di ruang seni di sekolahnya. Kalau sampai guru pembimbing tahu, maka habislah sudah.
"Apa karya yang ini yang akan kau kirim untuk lombamu?" Sakura memandangi lukisan Sasuke sejenak dan mengamati Sasuke yang sedang sibuk membereskan beberapa alat lukis yang lumayan banyak. Sasuke mengangguk.
"Dan pasti kau tidak akan menang, Sasuke-kun."
"Aku tahu." Ucap Sasuke menunju wastafel dan mencuci alat-alat lukisnya.
"Kalau kau tahu, bisakah kau menggambar sesuatu sesuai dengan tema perlombaan? Kau berbakat, Sasuke-kun. Kau pasti akan menang."
"Aku hanya menggambar apa yang aku suka." Jawaban Sasuke yang singkat membuat Sakura tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Sangat Sasuke sekali. Sakura menyentuh lukisan itu dengan lembut saat dirasanya sudah kering.
"Apa kau sadar, Sasuke? Kau selalu melukis duyung kecil yang memiliki ekor berwarna biru. Kenapa?" Tanya Sakura saat Sasuke tengah menaruh alat-alat lukis itu di rak kaca.
"Karena aku suka warna biru." Jawab Sasuke berjalan menuju lukisannya dan melepaskan kanvas itu dari kaki penyangga. Setelah di tutupi kain, Sasuke dan Sakura melangkah keluar ruang klub seni dan bermaksud untuk pulang ke rumah. Sasuke membawa lukisan itu untuk dipajang di kamarnya. Ini akan menjadi koleksi kesekian Sasuke.
"Aku tahu kau suka dengan warna biru. Tetapi kenapa duyungnya selalu kecil? Lalu dengan mata biru dan rambut pirang? Kenapa tidak kau lukis dengan warna yang berbeda? Contohnya dengan rambut warna ping dan ekor warna hijau? Itu bagus." Usul Sakura dengan semburat merah di kedua pipinya.
"Tidak tahu. Tanganku selalu menorehkan warna biru dan kuning di kanvas." Ucap Sasuke.
"Hei, aku ingin bertanya padamu. Sebenarnya duyung itu laki-laki atau perempuan?" Tanya Sakura yang sudah menukar uwabaki dengan sepatunya.
"Aku pikir dia laki-laki." Jawab Sasuke berlajan melewati loker sepatu dan keluar dari lingkungan sekolah.
"Hah? Kenapa?"
"Karena dia tidak pakai kerang di dadanya." Jawab Sasuke. Sakura mematung memandangi sang juara sekolah di hadapannya setelah memdengar jawaban tak masuk akal dari temannya ini.
"Sasuke-kun, dia masih kecil. Apa kau pikir dia perlu pakai kerang? Lagipula dia ikan bukan manusia." Sasuke ikut berhenti mendengar perkataan dari Sakura. Sasuke memandang Sakura dengan tatapan terkejut.
"Ta-tapi, rambutnya pendek. Pasti dia laki-laki." Elak Sasuke masih menatap Sakura yang mematung dengan ekspresi sulit di tebak.
"Dia masih kecil, Sasuke-kun. Rata-rata anak sekecil itu rambutnya pendek, bukan?"
"Kau benar. Mungkin saja dia tomboy. Lagipula dia sangat cantik." Gumam Sasuke yang tentu saja di dengar oleh Sakura. Sakura dan Sasuke kembali melanjutkan perjalanan pulang mereka dalam diam.
Sesekali Sakura melirik Sasuke yang dengan anehnya menunjukan senyum tipis itu tanpa adanya usaha keras dari Sakura. Biasanya Sakura selalu berusaha keras untuk membuat Sasuke tersenyum, tapi yang ini membuat Sakura sangat tidak nyaman dan gelisah.
"Sasuke-kun, mungkinkah orang itu orang yang kau sukai? Tidak aneh jika kau sedang menyukai seseorang lalu tanpa disadari kau selalu melukisnya." Lirih Sakura tapi tetap terdengar oleh Sasuke. Sasuke menerawang saat kejadian naas nan indah itu. Sakura bersumpah jika dia benar-benar melihat semburat merah muncul di kedua pipinya.
"Kau benar. Aku suka padanya." Pernyataan Sasuke membuat hati Sakura berdenyut dan sebisa mungkin ia mengeluarkan suara yang normal. Sasuke tida boleh tahu jika sekarang Sakura tengah menangis di dalam hati.
"Dimana kau pertama kali bertemu dengannya?"
"Pertama kali aku bertemu dengannya ketika aku masih kecil, sedang berada di pantai waktu itu. Aku sebenarnya tidak berniat kesana setelah bangun tidur, tetapi aku tetap kesana. Lalu saat itu aku melihat sosok anak berekor biru.. emmh.. menyapaku. Ia datang menyapaku dengan ekor duyung yang besar. Dia sangat cantik, tapi aku berpikir mungkin saja dia laki-laki karena tidak memakai kerang di dadanya." Sasuke terkekeh saat mengingat masa kelam itu. Saat dirinya hampir tenggelam dan bertemu sosok duyung itu.
"Suaranya? Seperti apa?" Tanya Sakura lagi.
"Suaranya seperti... Lagu?" Sasuke menatap Sakura dan kemudian terkekeh lagi.
"Kubilang apa, dia anak perempuan yang ingin berenang di pantai menggunakan ekor duyung yang ia punya. Tidak mungkin anak laki-laki mengenakan ekor seperti itu untuk berenang, kan?" Ucap Sakura masih melanjutkan jalan pulangnya.
Sasuke sebenarnya ingin percaya apa yang di ucapkan oleh Sakura, tetapi ingatan tentang duyung yang menghampirinya ketika hampir tenggelam dan meneriakinya, lalu kabur begitu saja dengan cepat membuyarkan gambaran tentang manusia yang Sakura gambarkan. Tidak mungkin manusia seperti itu.
Ekor itu terlihat sangat asli. Dia menatap Sasuke dengan mata terbuka, dadanya naik turun seperti sedang bernafas, kulitnya terlihat menyatu dengan ekornya. Sasuke yakin jika itu duyung asli.
Tetapi, selama sepuluh tahun ini, Sasuke tidak pernah bertemu dengannya lagi, walaupun Sasuke selalu ke pantai itu dua kali dalam setahun. Besok adalah ulang tahunnya yang ke 17. Orang bilang itu adalah umur ketika kau sudah menginjak dewasa. Sasuke ingin melihat duyung itu untuk yang kedua kalinya di umurnya yang spesial ini.
.
.
.
.
"Aku pulang!" Seru Sasuke membuka pintu rumah yang tidak terlalu besar itu.
"Selamat datang, Sasuke." Mikoto menjawab sapaan dari Sasuke. Sasuke duduk di depan meja makan saat Mikoto menyuruhnya untuk duduk disana. Mikoto lalu mengeluarkan kue berbentuk bulat menyerupai tomat dan di letakan di depan Sasuke.
"Selamat ulang tahun, sayang." Ucap Mikoto dengan senyum semangat. Tetapi apa yang di dapat Mikoto adalah tatapan heran dari anak bungsunya untuknya.
"Kenapa, sayang?" Tanya Mikoto dengan hati-hati.
"Ulang tahunku kan besok, bu." Ucap Sasuke. Mikoto tersenyum dan mengangguk.
"Ibu tahu. Ibu hanya ingin memberikannya sekarang padamu. Apa kau suka?" Tanya Mikoto. Sasuke mengangguk dan tersenyum. Menyendok kue berbentuk tomat itu dan memakannya. Kue buatan ibunya memang selalu sesuai seleranya. Tanpa sadar Sasuke menyendok terus kue itu hampir tandas.
"Apa kau besok akan pergi ke sana?" Tanya Mikoto. Sasuke mengangguk mantap. Mikoto menghela nafasnya ketika mendapat jawaban yang sama. Mikoto melihat kanvas yang tertutupi kain berwarna putih. Mikoto semakin sedih saat mengetahui jika anaknya belum sepenuhnya 'sembuh' dari 'khayalan' yang dibuatnya.
"Apa ibu boleh melihat lukisanmu?" Tanya Mikoto. Sasuke mengangguk dan menyerahkan lukisan itu pada Ibunya. Mikoto membuka kain penutup itu dan takjub melihat sosok duyung kecil yang berada di tengah lautan. Masih sama seperti lukisan-lukisan yang selalu Sasuke bawa pulang.
Duyung kecil berekor biru yang sangat indah. Entah kenapa Mikoto makin sedih melihat Sasuke sekarang.
Sasuke dulu menceritakan apa yang terjadi ketika ia tenggelam. Katanya, ada duyung kecil yang menghampirinya sebelum kesadarannya hilang. Mikoto berpikir jika itu adalah imajinasi seorang anak yang berada di ambang kematian. Anak kecil selalu melihat sesuatu yang menurutnya nyata tetapi sebenarnya itu tidak ada.
"Sasuke, apa kau akan ke pantai itu besok?" Sasuke mengangguk. Mikoto menghela nafasnya. Mikoto tidak pernah berani melarangnya. Karena dulu Fugaku marah besar dan melarang Sasuke untuk ke pantai itu, alhasil Sasuke berakhir di rumah sakit selama tiga hari hanya karena berteriak pada Ayahnya jika Sasuke ingin tetap ke sana. Mikoto tidak memiliki keberanian itu. Tetapi sekarang Sasuke sudah besar dan dia harus melepaskan teman khayalannya itu dari kepala Sasuke.
"Sasuke, bisa Ibu minta tolong padamu." Ucap Mikoto. Sasuke telah menghabiskan kue buatan ibunya dan menatap Ibunya dengan tanda tanya di wajahnya.
"Apa, bu?"
"Tolong jangan kesana lagi." Pinta Mikoto. Sasuke menatap heran ibunya.
"Maksudnya?"
"Maksud Ibu, jangan lagi ke pantai—"
"Apa maksud Ibu?" Potong Sasuke saat kalimat Mikoto belum sepenuhnya selesai.
"Tolong jangan kesana—"
"Apa yang Ibu maksud?" Suara Sasuke lebih meninggi satu oktaf dari yang sebelumnya. Masih menatap wajah Ibunya dengan tatapan 'pura-pura bodoh'nya tetapi dengan wajah yang keras.
"Hentikan, Sasuke!" Mikoto berteriak di depan Sasuke dengan air mata yang mengalir. Sasuke masih tetap dengan pendiriannya memasang wajah keras setelah melihat Ibunya menangis.
"Apanya?"
"Itu Cuma khayalan bodohmu saja! Duyung itu tidak ada! Apa kau paham, Sasuke?" Lirih Mikoto masih menangis. Sasuke diam menatap wajah Ibunya yang basah.
"Apa kau memberikan obat tidur di kue ini?" Tanya Sasuke mengintimidasi Ibunya. Mikoto menggeleng tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Setelah itu Mikoto membelalakkan matanya melihat jari Sasuke mulai menyogok tenggorokannya sendiri bermaksud untuk mengeluarkan apa yang di masukannya barusan.
"Hentikan! Apa yang kau lakukan?!" Teriak Mikoto sambil menahan tangan anaknya menyogok tenggorokannya lebih dalam lagi. Tetapi Sasuke juga tidak mau kalah, walaupun ia lemah tetapi Sasuke tidak ingin kalah dari ibunya. Sasuke sesekali berhasil menyogok tenggorokannya tetapi tidak berhasil muntah. Sasuke semakin panik. Jika ia tidur sampai besok, maka sia-sia apa yang direncanakan nya jauh-jauh hari.
Sasuke ingin ke pantai itu di hari ulang tahunnya.
"Tidak ada obat tidur di dalamnya, Sasuke!" Teriak Ibunya.
"BOHONG!" Sasuke kini memukul perutnya, Mikoto kembali menahan tangan Sasuke apapun yang Sasuke perbuat pada dirinya sendiri. Keringat dingin mulai muncul di wajah Sasuke, ekspresi panik juga muncul di wajah Sasuke. Sasuke benar-benar ingin ke pantai itu besok, bagaimanapun caranya. Tapi bagaimana jika Sasuke tertidur panjang seperti sebelumnya?
"Tenanglah, Sasuke!" Mikoto terus berteriak dan menahan pergerakan apapun dari Sasuke. Suara pintu terbuka terdengar dengan suara 'Kami pulang!' dari Fugaku dan Itachi. Fugaku dan Itachi membelalakan matanya saat Sasuke seperti tengah memukul perutnya sendiri. Fugaku dan Itachi berlari menuju mereka berdua. Disaat Mikoto lengah melihat suami dan anaknya pulang, Tangan kanan Sasuke dengan keras menyodok tenggorokannya dengan keras.
HOEKK!
Muntahan itu akhirnya keluar. Tetapi tidak banyak. Sasuke menggeleng dengan wajah paniknya. "Belum cukup!" Katanya. Tangan itu kembali menyodok tenggorokannya tetapi di gagalkan oleh Itachi. Sekarang sudah ada tiga orang yang menahannya. Sasuke berontak dan berteriak saat tubuhnya di tahan oleh tiga keluarganya. Mikoto masih menangis melihat Sasuke yang seperti ini. Hanya karena duyung bodoh itu, anaknya jadi seperti ini.
"Biarkan aku pergi besok, Ibu! Aku akan jadi anak yang baik setelah dari pantai. Aku janji!" Teriak Sasuke masih berusaha melepaskan penahanan yang dilakukan keluarganya. "LEPASKAN!" Teriakan Sasuke makin menjadi-jadi. Itachi menciba berbicara dengan kalimat yang menghibur tetapi tidak bisa. Sasuke tidak mau mendengar apapun kecuai diperbolehkan untuk pergi ke pantai itu.
"Ahh!" Seketika Sasuke berhenti berontak dan tubuhnya jatuh ke lantai. Ekspresi kesakitan muncul di wajahnya dengan meremas dadanya. Lagi-lagi sakit yang sangat menyiksa seperti ini. Rasanya mau mati. Tapi Sasuke tidak boleh mati sebelum bertemu duyung itu. Dengan tenaga yang tersisa, Sasuke menggapai tangan Ibunya.
"Biarkan aku—ughh—ke pantai.." Lirih Sasuke sambil menahan Sakit. Setelah itu, kegelapan menyelimutinya.
.
.
Tanggal 24 Juni, dan Sasuke masih ada di ranjang rumah Sakit.
"Kenapa Sasuke belum bangun juga, Dok? Ini sudah hari ketiga. Biasanya Sasuke hanya tertidur satu hari saja, kenapa Sasuke belum bangun juga?" Tanya Fugaku saat Dokter telah memeriksa kondisi Sasuke yang masih koma.
"Aku sangat berharap kalian bertiga mendengar ucapanku beberapa minggu yang lalu. Tapi kenapa sampai hal seperti ini terjadi lagi? Apa kalian lupa jika Sasuke memiliki jantung yang lemah? Dia juga depresi hebat. Apa yang kalian lakukan?" Ketiganya diam saat sang Dokter tengah memarahi mereka.
"Sudah aku bilang, kan? Jika Sasuke menginginkan ke pantai itu, biarkan saja dia. Sasuke itu tidak gila. Jangan menganggap Sasuke itu gila. Hanya karena Sasuke percaya bahwa duyung itu ada bukan berarti Sasuke itu gila." Ucap sang Dokter.
"Tetapi, jika dia ke sana setiap dua kali setahuni sambil menatap laut seperti menunggu sesuatu yang mustahil, sebagai Ibunya aku tidak bisa diam saja." Bela Mikoto.
"Ibu, Sasuke hanya memandang laut. Dia tidak pernah membuat dirinya atau orang lain dirugikan hanya memandang laut. Tes yang pernah kita lakukan juga tidak menunjukan kalau Sasuke itu gila. Kalau begitu saya permisi. Ingat untuk tidak membuat Sasuke tidak berpikir terlalu berat." Dokter itu pergi setelah mengucapkan kalimat-kalimat yang sering di dengar oleh mereka bertiga. Dalam lorong rumah sakit ini, di depan kamar di bungsu, Fugaku menatap tajam ke arah Istrinya.
"Sepertinya kau lebih tahu apa yang kau lakukan, Istriku. Dengan memberikan obat tidur dosis tinggi pada Sasuke? Sepertinya kau yang gila." Ucap Fugaku menekan setiap kata-katanya.
"Aku lelah." Ucap Mikoto. Fugaku membelalakkan matanya.
"Kalau kau begitu lelah menghadapi anakmu yang gila itu, maka pergilah dan jangan pernah menemui Sasuke lagi." Desis Fugaku menatap tajam Mikoto. Mikoto balik menatap tajam Fugaku dengan berani.
"Apa ini artinya cerai?" Tanya Mikoto. Itachi menggelengkan kepalanya tidak setuju atas keputusan sepihak ini tanpa persetujuan dirinya dan Sasuke.
"Terserah. Aku akan pergi. Aku juga sudah lelah berakting menghadapi anakmu yang penyakitan dan gila itu. Selamat tinggal." Mikoto pergi meninggalkan mereka berdua di lorong rumah sakit.
"Ibu!" Itachi yang bermaksud mengejar ibunya, di tahan oleh Fugaku. "Siapa yang kau pilih? Aku atau dia?" Tanya Fugaku dengan tatapan tajam. Itachi menatap kepergian Ibunya dengan sedih dan menatap mata Ayahnya yang tajam tapi tegas.
"Aku memilih berada di samping Sasuke." Lirih Itachi.
.
.
Sasuke membuka matanya perlahan. Ruangan putih adalah hal yang pertama kali dilihatnya. Dadanya langsung berdenyut sakit ketika sadar jika dia berada di rumah sakit, itu artinya dia telah melewatkan hari ulang tahunnya. Sasuke ingin menangis saat ini juga.
Sasuke melihat kakak dan Ayahnya sedang tertidur di sofa. Air matanya mengalir ketika ia tidak melihat Ibunya. Sebelum terbangun, ia bermimpi jika Ibunya lelah dengannya. Keluarga yang bukan keluarga kaya raya harus bersusah payang mencari uang untuk anaknya yang penyakitan, akhirnya Ibunya pergi meninggalkan dirinya, kakaknya, dan Ayahnya. Padahal Sasuke menyukai kue buatan Ibunya.
"Kakak." Panggil Sasuke. Itachi terbangun karena mendengar suara yang memanggil dirinya, lalu langsung melompat karena melihat Sasuke telah siuman. Fugaku yang jadi terbangun tiba-tiba karena gerakan dadakan yang diciptakan oleh Itachi ikut kaget dan melompat menghampiri Sasuke. Itachi melihat ada air mata yang mengalir turun dari mata Sasuke. Itachi mengusap air mata itu dan tersenyum.
"Sekarang tanggal berapa?" Tanya Sasuke. Itachi menatap kalender yang tak jauh berada dengannya yang menggantung di dinding kamar rumah sakit.
"Tanggal 25." Jawab Itachi. Air mata Sasuke kembali turun dan secepat kilat Itachi mengusap air mata yang turun itu. "Apa kau ingin ke pantai? Kau bisa ke pantai besok. Kita bertiga akan pergi ke sana. Bagaimana?"
"Bukan tanggal 25." Lirih Sasuke. Itachi mengangguk paham.
"Aku tahu. Tapi tidak apa-apa, kan? Kami bertiga akan pergi besok." Ucap Itachi memenangkan.
"Kenapa bertiga?" Tanya Sasuke. "Ibu dimana?"
Fugaku menatap lembut Sasuke dan mengusap kepalanya. "Hanya bertiga. Tidak apa-apa kan?" Tanya Fugaku. Sasuke menatap Itachi dan Fugaku bergantian.
"Aku bermimpi Ibu meninggalkan ku karena aku gila." Ucap Sasuke. Fugaku dan Itachi menggeleng keras.
"Kau tidak gila, Sasuke. Ibumu hanya... Bosan dengan kita. Dia ingin keluarga baru—"
"Dan punya anak yang sehat secara fisik dan mental." Potong Sasuke saat kalimat Itachi belum terselesaikan. "Aku tahu."
.
.
.
.
Tanggal 26 Juni, Sasuke sekeluarga benar-benar berangkat ke pantai yang dimaksud. Tanggal 26 di luar rencana Sasuke sebenarnya, tetapi Sasuke ingin sekali ke pantai itu. Walaupun ini yang kesekian kalinya Sasuke ke pantai ini hanya untuk melihat duyung itu, Sasuke tahu itu mustahil, tetapi Sasuke hanya ingin menatap laut yang membawanya bertemu dengan duyung yang membuat jantungnya selalu berdebar.
Sasuke sempat berpikir jika duyung yang dilihatnya dulu adalah imajinasinya, tetapi perasaan yang tak tertahankan untuk menatap laut itu membuat Sasuke kembali percaya jika suatu saat Sasuke benar-benar bisa melihat duyung 'imajinasi'nya itu.
Setelah sampai di laut itu, seperti biasa ramai layaknya pantai pada umumnya. Sasuke celingak-celinguk untuk mendapatkan tempat yang strategis agar bisa menatap laut. Setelah dapat, Sasuke berlari ke tengah pantai dan berdiri di bibir pantai. Membiarkan sepatunya basah karena ombak kecil yang menghampirinya.
Fugaku dan Itachi mengeluarkan seperangkat alat piknik seperti karpet, kursi lipat dan payung besar untuk duduk disana. Dan tak lupa tas besar berisi handuk dan cemilan.
"Kalau seramai ini, duyungnya tidak akan keluar." Itachi menghampiri Sasuke dan mulai memasang payung besar di tempat Sasuke berdiri. "Apa tidak terlalu pinggir kita gelar di tempat ini, Ayah?" Tanya Itachi pada Ayahnya yang melipat kursi lipatnya yang dibawa dari mobil untuk bisa di duduki nantinya.
"Sudah, tidak apa-apa." Ucap Fugaku melanjutkan pekerjaannya. Itachi mengangguk dan menatap punggung Sasuke yang masih berdiri menatap laut di depannya.
"Sasuke?!" Panggil Itachi.
"Aku tahu." Ucap Sasuke. "Dia tidak akan keluar. Tidak akan pernah."
Itachi dan Fugaku saling menatap dengan raut sedih. Itachi membawa Sasuke untuk duduk di kursi lipat itu memakan cemilan yang dibawanya. Seharian memandang laut sudah menjadi rutinitas Sasuke selama 10 tahun ini. Jarang kesini membuat Sasuke selalu merindukan pantai ini.
.
.
Sasuke terbangun dari tidurnya di dalam mobil. Mereka memutuskan untuk tidur di dalam mobil karena uang mereka tidak cukup untuk menginap di penginapan. Tabungan Fugaku dan Itachi telah habis untuk membayar perawatan Sasuke di rumah sakit ketika Sasuke koma saat itu.
Sasuke membuka pintu mobil dan membiarkan pintu mobil itu tidak tertutup. Langit di saat subuh masih gelap dan angin di pantai subuh juga sangat dingin. Sasuke mengeratkan jaketnya saat angin pantai mulai menusuk kulitnya.
Sasuke berjalan menuju bibir pantai dengan kaki telanjang. Saat telapak kaki itu bersentuhan langsung dengan pasir pantai, dingin mulai menusuk kaki Sasuke sampai sekujur tubuh. Air pantai di pagi hari juga terasa dingin. Tanpa Sasuke sadari, Sasuke telah lama berdiri memandangi lautan sampai langit berubah menjadi terang.
Sasuke melangkah menuju tengah laut dan terus melangkah. Dulu, ketika Sasuke melihatnya, Sasuke hampir tenggelam. Apa jika Sasuke sengaja tenggelam, dia akan keluar?
Sasuke menggeleng kepalanya mengenyahkan pikiran buruknya. Jika Sasuke benar-benar tenggelam seperti dulu, itu akan menyusahkan Ayah dan Kakaknya lagi. Tabungan mereka berdua pasti sudah habis untuk membayar perawatannya.
Sasuke kembali memandang laut yang berada di depanya. Dan Sasuke bersumpah jika ia melihat ekor ikan berwarna biru di atas air, walaupun hanya sekelebat tetapi Sasuke yakin jika itu duyung yang dilihatnya waktu kecil dulu.
"Tunggu!" Teriak Sasuke berjalan menuju ke tengah laut. Berlari dan berteriak memanggil duyung itu. Dan tanpa sadar Sasuke jatuh kedalam laut. Sasuke lupa jika disana adalah akhir dari tanah yang bisa di pijaknya dan terlebih lagi, Sasuke tidak bisa berenang.
Sasuke panik dan menggapai-gapai ke atas. Berusaha untuk menggapai sesuatu walaupun itu mustahil. Asin dari air laut mulai memasuki tenggorokannya, dadanya sesak disaat udara mulai menipis di paru-parunya. Di saat itulah, seekor Duyung besar datang padanya. Menyentuh kedua pipinya dan menciumnya.
Tidak, lebih tepatnya, duyung itu seperti meberikan nafas buatan untuk Sasuke. Setelah di rasa Sasuke kembali masih bisa bertahan lebih lama karena nafas buatan itu, Sasuke menatap duyung yang mirip dengan yang Sasuke lihat dulu.
Bedanya duyung itu besar. Ekornya biru dan memantulkan cahanya matahari di setiap sisiknya. Badannya kekar berwarna tan eksotis. Rambutnya pirang pendek, dan matanya... Biru.
Duyung itu menatap Sasuke dengan raut wajah khawatir. Berenang di hadapan Sasuke sambil menahannya agar tidak tenggelam, membawanya keatas untuk mendapatkan udara. Setelah sampai di atas air, Sasuke menghirup udara dengan kasar, lalu menatap duyung yang... Tampan.
Dia tampan. Dan dia laki-laki. Bukan perempuan. Karena sampai sekarang Sasuke tidak melihat kerang di dada duyung itu.
Sasuke menahan tangan duyung itu untuk menatapnya lebih lama lagi.
"Namamu!" Teriak Sasuke. Dengan senyuman dan masih dengan wajah terkejut karena berhasil kembali bertemu dengan duyung itu, Sasuke makin mengeratkan pegangannya pada tangan duyung itu.
"Maaf." Ucap duyung itu. "Jangan bilang keluargamu bahwa kau bertemu—"
"Namamu!" Teriak Sasuke kembali. "Namaku Sasuke. Siapa namamu?" Sasuke menatap duyung itu dengan penuh harap. Duyung itu sesekali melirik mobil yang berada jauh disana dengan raut khawatirnya. Diam sejenak dan menatap wajah yang selalu di sukainya.
Wajah yang selalu duyung itu suka.
Wajah yang selalu ia lihat dua kali setahun.
"Naruto." Lirih duyung itu. Senyuman mengembang di sudut bibir Sasuke.
"Apa kita bisa bertemu lagi?" Tanya Sasuke dengan semangat. Duyung yang bernama Naruto itu tidak menjawab. Masih menatap wajah Sasuke dengan wajah khawatir. Lalu suara yang terdengar sangat jauh terdengar di telinga Naruto. Dengan kecepatan kilat, Naruto melepaskan genggaman Sasuke dan kabur dari sana. Naruto lupa jika Sasuke masih berada di tengah laut dan tidak bisa berenang.
Di lepas tiba-tiba seperti itu membuat Sasuke terkejut dan kembali tenggelam. Tangannya menggapai atas untuk menggapai sesuatu. Tetapi Sasuke ingat jika baru saja duyung itu pergi menjauh. Sekuat tenaga, walaupun Sasuke tidak bisa berenang,Sasuke mencoba untuk mengejar duyung itu. Bagaimanapun caranya. Tetapi nafas di paru-parunya telah menipis.
Setelah itu duyung itu kembali lagi. Masih dengan raut khawatir, Naruto membawa Sasuke yang sudah tak sadarkan diri ke tepian. Di sana sudah ada Ayah dan kakak dari Sasuke yang meneriaki nama Sasuke. Mereka berdua terkejut ketika melihat manusia setengah ikan, tengah membawa salah satu keluarganya. Mereka berdua terkejut atas apa yang dilihatnya. Dan Naruto mengutuk dirinya sendiri yang sudah memperlihatkan dirinya pada manusia.
Tetapi jika tidak begitu, Sasuke akan mati tenggelam.
"Sasuke!" Teriak Fugaku saat mendapati anaknya bersama dengan duyung. Makhluk mitologi yang sangat terkenal itu. Ternyata benar-benar ada dan Fugaku melihatnya.
"Jantung anakmu tidak berdetak." Ucap duyung itu saat membaringkan Sasuke di atas tanah. Fugaku dan Itachi panik bukan main saat mendengar suara duyung itu keluar. Dengan wajah panik, duyung itu mencoba menenangkan Ayah dan kakak dari Sasuke.
"Aku akan menolongnya." Ucap duyung itu. Tangannya menyentuh kepala Sasuke dengan wajah yang mengeluarkan raut konsentrasi yang dalam. Tak lama Sasuke bangun dengan batuk dan mengeluarkan air dari mulutnya.
"Sasuke!" Histeris Fugaku dan Itachi saat Sasuke kembali terbangun. Itachi dan Fugaku kembali menatap Duyung yang kembali kelautan tanpa pamit. Dengan kecepatan kilat, Naruto berenang tanpa melihat kebelakang, Naruto masih mendengar teriakan terimakasih yang diberikan untuknya.
Untuk beberapa hari kedepan, kemungkinan Naruto hanya akan berada di kasurnya.
.
.
.
.
Sasuke menatap lukisan yang ia lukis beberapa hari yang lalu. Wajahnya menyerit ketika sedang memeriksa apa yang kurang dari lukisannya. Seharusnya sih tidak ada yang kurang walaupun sudah selesai. Walaupun gambar di atas kanvas yang Sasuke buat tidak sempurna, tetapi, Duyung yang bertemu dengannya lebih dari kata sempurna. Sasuke tidak mungkin bisa menggambar Duyung itu dengan sempurna.
"Duyungnya berbeda?" Tanya Sakura muncul dari belakang Sasuke dengan tiba-tiba. Sasuke sedikit tersentak ketika Sakura muncul dengan tiba-tiba saat Sasuke sedang melamunkan Duyung itu.
"Kenapa?" Tanya Sasuke dengan mood yang tidak bagus. Sebenarnya mood Sasuke tidak pernah bagus jika berada di samping makhluk pink ini. Makhluk yang berisik dan merepotkan, lebih cocok untuk mendapat gelar makhluk mitologi daripada Duyung.
"Tidak biasanya saja. Biasanya Duyung yang kau gambar itu masih kecil." Jelas Sakura yang masih menatap lukisan Sasuke dengan seksama. Entah kenapa, Duyung yang digambarkan oleh Sasuke ini sangat tampan. Mungkin jika Sakura benar-benar bisa bertemu, Sakura akan langsung jatuh cinta.
"Duyungnya sudah tumbuh." Singkat Sasuke. Sasuke bangkit dan mulai membereskan alat-alat lukis dan berjalan ke arah wastafel. Mencuci semua alat yang digunakannya tadi. Setelah bersih, Sasuke mmenaruh semua alat-alat lukis itu pada rak kaca.
"Entah kenapa, dia sangat tampan, Sasuke." Komentar Sakura tersenyum masih memandangi lukisan buatan Sasuke.
"Aku tahu."
"Maksudku, kenapa kau tidak menggambar putri duyung? Kalau putra duyung itu agak tidak biasa.. jika laki-laki yang melukisnya." Ucap Sakura sambil melirik Sasuke takut-takut jika ucapannya malah menyakitinya. Sakura menegang ketika Sasuke menghentikan gerakannya. Sepertinya apa yang di dipikirkan oleh Sakura tepat sasaran.
"Jadi... Maksudmu.. kau melukiskan seseorang yang kau suka—diatas kanvas. Selama ini? Dan dia laki-laki?" Sakura kembali menatap lukisan yang Sasuke selesaikan. Memandang dengan seksama wajah duyung yang digambarkan oleh Sasuke.
"Apa salah?" Suara Sasuke kemudian terdengar ketika keheningan sempat terjadi diantara mereka. Sakura meremas rok sekolahnya.
"Salah!" Seru Sakura. "Itu salah Sasuke-kun!" Suara gebrakan yang diciptakan Sasuke saat menutup pintu lemari itu membuat Sakura sedikit tersentak.
"Kupikir ini bukanlah urusanmu." Sasuke membawa lukisan itu dengan kasar dan berjalan keluar dari ruangan seni. Pulang ke rumah adalah pilihan terbaik daripada bersama dengan gadis menyebalkan itu.
Sasuke tahu itu salah, tapi tidak perlu di katakan dengan keras. Semakin Sasuke sadar jika perasaannya salah, semakin Sasuke mencintai Duyung itu. Mencintai Naruto.
Sebenarnya Sasuke masih bingung dengan hatinya, ia belum pernah bertemu secara resmi, mengobrol dengan Naruto, hanya bertemu dengannya dua kali, ia juga tidak tahu seperti apa Duyung itu. Apakah dia baik? Jahat? Atau bagaimana kehidupannya? Sasuke tidak pernah tahu. Tapi hanya dengan mengingat wajah Naruto membuat wajahnya memanas.
Sasuke sampai dirumah menjelang magrib. Sasuke dan keluarganya yang tersisa mulai membiasakan diri hidup tanpa Mikoto. Sasuke mengangkat alisnya ketika mendapati Itachi tengah bergelut di dapur.
"Kau sudah pulang?" Tanya Sasuke. Mendengar suara Sasuke, Itachi menoleh kebelakang menatap Sasuke dan tersenyum.
"Harusnya aku yang tanya padamu kan?" Itachi terkekeh dan kembali melanjutkan masaknya. "Aku membuat omurice. Sebentar lagi jadi. Duduklah. Walaupun terlalu cepat untuk makan malam, sih." Lanjutnya. Sasuke duduk dan menaruh lukisannya yang terbalut kain di atas kursi di sebelahnya.
Setelah omurice itu jadi, Itachi membawa dua piring omurice itu ke atas meja. Sasuke dan Itachi menyantap omurice yang masih hangat.
"Lukisan barumu?" Tunjuk Itachi pada benda persegi panjang yang ada di sebelah Sasuke di sela makannya. Sasuke mengangguk membenarkan. "Boleh aku melihat?"
Sasuke memberikan lukisan itu pada Itachi dan Itachi membukanya. Memandang takjub pada lukisan yang Sasuke buat dengan sangat indah. Itachi kagum dengan bakat yang Sasuke punya, lukisan yang Sasuke buat terlihat sangat nyata. Itachi sungguh masih ingat wajah Duyung yang ia temui dengan Sang Ayah saat Sasuke tenggelam.
Mengingatkan pada Duyung yang juga tampan yang Itachi temui saat itu. Di pantai yang sama, Itachi bertemu dengan Duyung berambut merah. Badan yang kekar dengan ekor berwarna oranye, ekor itu sangat besar tapi sangat indah. Setiap sisiknya terlihat berkilau.
Itachi menceritakan pengalaman pertamanya saat bertemu dengan Duyung pada Sasuke dan Fugaku. Mereka berdua mendengar dengan antusias. Mereka tidak tahu apa mereka menjadi manusia yang beruntung karena dapat melihat Duyung atau malah tidak.
"Apa kau jatuh cinta padanya?" Tanya Itachi tiba-tiba membuat Sasuke tersedak dan terbatuk. Sasuke menyambar air yang ada di sebelah kirinya dan meneguknya dengan kasar dan tandas.
"HAH?! Apa maksudmu?!" Ucap Sasuke setelah selesai dari adegan tersedaknya. Itachi terkikik melihat reaksi yang lucu dari Sasuke. Tebakannya tidak salah, tepat sasaran. Karena Itachi melihat semburat merah merayapi seluruh wajah Sasuke.
"Aku pikir Duyung itu punya pesona yang bisa memikat hati manusia yang melihatnya. Bukan Cuma dirimu yang yang merasa tertarik, tapi aku juga begitu." Jelas Itachi tersenyum.
"Kakak juga?" Tanya Sasuke. Itachi mengangguk.
"Rasanya, aku benar-benar ingin bertemu dengannya lagi. Tapi sepertinya aku kurang beruntung." Itachi kembali melanjutkan makannya yang tadi sempat tertunda karena obrolan mereka. Sasuke menatap Kakaknya yang seperti benar-benar mengharapkan agar bisa kembali bertemu dengan Duyung yang diceritakan oleh Itachi.
Yah.. Sasuke hanya ingin yang terbaik untuk Kakaknya.
.
.
.
.
Sasuke berjalan sambil menenteng tas sekolah di tangan kanannya. Sekarang Sasuke tengah menuju rumah sakit tempatnya rutin Check up di RS. Ikebukuro, Tokyo. Biasanya setiap hari senin dua minggu sekali setelah pulang sekolah, Sasuke selalu berangkat sendiri.
Sebenarnya ini adalah cek kesehatannya yang pertama kali sejak kejadian di pantai itu. Sasuke merasa dirinya makin sehat, dan tidak gampang lelah. Ternyata benar ya? Orang yang sedang jatuh cinta itu membuat seseorang menjadi semakin semangat dalam menjalani hidupnya—walaupun seseorang itu sakit. Seperti dirinya.
Ternyata, Naruto yang membuatnya seperti ini. Tanpa Sasuke sadari, ia tersenyum sendiri saat berjalan.
'Apa aku mengigau?' Batin Sasuke mengenyahkan pikiran berlebihan Sasuke. Sebaiknya Sasuke fokus pada cek kesehatannya hari ini.
Cek itu seperti biasa. Melalui berbagai rangkaian cek tubuh, dan ronsen. Biasanya hasilnya akan diberikan oleh Rumah sakit beberapa hari kemudian. Tetapi kenapa Sasuke dipanggil ke ruang dokter saat Sasuke akan segera pulang?
Sasuke mengetuk pintu ruang dokter dan mendapat sahutan dari seseorang yang berada di dalam. Sasuke menyapa dengan sopan dan masuk kedalam. Dokter mempersilahkan duduk didepannya dan menghela nafasnya.
"Ternyata, ini penting!" Ucap Dokter itu. Sasuke menaikan sebelah alisnya kurang paham atas perkataan Dokter. "Aku butuh keluargamu datang kesini. Bisakah kau memanggilnya?"
'Eh? Apa sepenting itu harus memanggil Kakak dan Ayah? Apa penyakitku semakin parah?' Batin Sasuke. Sasuke hanya mengangguk dan menuruti apa kata Dokter.
Sasuke meraih handphonenya yang berada di dalam tasnya dan mulai menekat tombol panggil pada kontak Ayahnya. Setelah itu Sasuke memanggil Kakaknya. Sebenarnya Sasuke merasa merepotkan mereka berdua, mereka harus izin di tengah pekerjaan mereka hanya demi Sasuke. Sasuke merasa kalau ia semakin hari semakin merepotkan.
Cukup lama Sasuke menunggu di ruang ini, hampir satu jam Sasuke belum kedatangan dua keluarganya itu. Sepertinya semakin susah untuk Itachi dan Fugaku mendapat izin dari kantor mereka, karena mereka terlalu sering izin hanya untuk Sasuke. Dan Dokter, selagi menunggu keluarga dari Sasuke datang, Dokter masih harus memeriksa beberapa pasien yang ingin di periksa.
Sudah hampir lewat satu setengah jam, Dokter dan dua keluarganya itu masuk keruangan mereka. Sasuke melihat amplop coklat yang lumayan lebar ada di tangan Dokter. Sasuke tahu, itu pasti hasil Rontgen dari Sasuke.
Setelah Sang Dokter mempersilahkan Fugaku dan Itachi duduk, Dokter membuka amplop itu dan memperlihatkan pada Fugaku dan Itachi yang ada di depannya. Sasuke hanya berdiri dibelakang Itachi sambil meremas pundaknya pelan. Itachi membawa tangan Sasuke pada tangannya. Menyalurkan ketenangan, seperti mengatakan bahwa Semuanya akan baik-baik saja.
"Lihat baik-baik" Ucap Dokter mempersilahkan Fugaku dan Itachi melihat hasil Rontgen dari Sasuke. Sasuke menatap gambar jantungnya sendiri dan hanya bisa memiringkan kepalanya, dia tidak tahu apa-apa tentang penyakitnya, sebenarnya. Ia hanya harus tidak boleh lelah dan rajin minum obat oleh Ayahnya. Itu saja.
"Kelainan yang dimiliki oleh Sasuke adalah Congenital Heart Disease, itu adalah Penyakit jantung bawaan. Pada kasus Sasuke disini, Sasuke mengalami Transposisi arteri besar (TAB), itu seperti di mana terjadi gangguan pada pembentukan arteri jantung dan paru. Lalu pada kedua arteri tersebut bertukar posisi sehingga darah yang miskin oksigenlah yang dipompakan ke seluruh tubuh. Anda berdua sudah pernah mendengar saya pada penjelasan penyakit dari Sasuke bukan?"
Fugaku dan Itachi mengangguk paham. Sedangkan Sasuke mengangguk ikut-ikutan paham.
"Lalu pada masalah Sasuke sekarang—sebenarnya tidak ada masalah yang terjadi pada Sasuke." Ucap Dokter membuat Fugaku dan Itachi menyerit.
"Maksud Dokter?" Tanya Fugaku. Dokter menghela nafas berat.
"Kami sudah berdiskusi pada beberapa dokter yang ada di sini, kami juga sudah mengambil CT scan dua kali. Kami juga sudah memeriksa Sasuke kembali tadi. Dan hasil yang kami dapat tetap sama. Tapi bagaimanapun yang kita lihat ini adalah kenyataan." Jelas Sasuke membuat dada Sasuke berdebar.
"Sebenarnya ini cukup aneh untuk percaya bahwa ini kenyataan. Pasalnya, pada arteri jantung Sasuke—" Sang Dokter menunjuk pada gambar Rontgen jantung Sasuke. "—kedua arteri itu awalnya tidak pada posisi yang sebenarnya. Terdengar tidak normal, bukan? Tetapi sekarang, Jantung Sasuke layaknya jantung orang normal." Penjelasan dari Dokter membuat Fugaku, Itachi, dan juga termasuk Sasuke memiringkan kepalanya ke kanan.
"Normal?" Kata Sasuke. Dokter mengangguk.
"Aku tidak tahu keajaiban apa yang datang padamu, Sasuke. Tapi yang dapat aku sampaikan padamu adalah bahwa kau telah sembuh pada penyakitmu. Jantungmu sudah Normal. Kau sudah tidak memiliki kelainan lagi. Kau sudah bisa beraktivitas layaknya orang Sehat." Dokter berdiri dan mengulurkan tangannya dihadapan Sasuke.
"Selamat. Aku nyatakan kau telah sembuh." Lanjut Dokter.
Sasuke mengedipkan matanya beberapa kali. Dokter sempat kebingungan karena ekspresi yang muncul pada Sasuke adalah bukan wajah bahagia. Yah.. Dokter bisa mengerti kali ini. "Tapi tetap, kau harus tetap mlakukan pemeriksaan rutin seperti biasa, kalau kau sudah benar-benar aku nyatakan Sembuh secara resmi, aku akan mengeluarkan surat kesehatanmu. Mengerti, kan, Sasuke?"
Sasuke masih tidak tahu apa yang terjadi hari ini. Sepertinya Sasuke terlalu mengkhayal terlalu jauh memikirkan Naruto, Sasuke jadi menghayal yang tidak-tidak.
.
.
Sasuke, Fugaku, dan Itachi masuk kedalam rumah dengan ekspresi wajah yang sama seperti dirumah sakit. Saat disana, mereka bertiga hanya mengangguk paham, membuat Dokter hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya pada keluarga ini.
Biasanya, jika Dokter menyatakan bahwa pasiennya telah sembuh, keluarga pasien biasanya menangis, atau tertawa, atau mengucapkan terimakasih atau apapun itu. Yah.. Dokter itu juga manusia. Dia mengerti perasaan keluarga Sasuke yang mendengar ketika Sasuke dinyatakan sembuh pada kelainan bawaan itu.
Sepertinya Fugaku, Itachi, dan Bahkan Sasuke sendiri terlalu Shock atas kabar yang Domter berikan.
Sasuke duduk di sofa ruang tengah dan meremas dadanya. Apa yang dikatakan Dokter masih terngiang-ngiang di kepalanya. Sasuke dinyatakan sembuh, itu artinya Sasuke sudah sembuh...
,Kan?
"Ayah?!" Panggil Sasuke saat Ayahnya menandaskan air putih dalam botol yang ia ambil dari dalam kulkas.
"Sasuke, tenanglah." Ucap Fugaku menghampiri Sasuke. Meremas erat kedua pundak anak bungsunya itu, menatapnya dengan tidak percaya dan—
"Ayah yang harusnya tenang." Ucap Sasuke. Fugaku memeluk Sasuke dan menangis dalam diam. Itachi yang melihat itu ikut memeluk Sasuke dari belakang dan ikut menangis. Sasuke yang diperlakukan seperti itu dengan tiba-tiba membuatnya lupa jika hari ini adalah hari bahagia untuknya.
Untuk keluarganya. Dan untuk kehidupannya.
.
.
.
.
Naruto mengepakan ekor birunya lebih cepat dari biasanya, karena ia tengah terlambat ke sekolah. Salahkan kakaknya yang tidak membangunkannya pagi tadi, kalau kakaknya telah pulang dari pekerjaannya nanti, akan Naruto hajar karena berani beraninya membuat Naruto—Sang Pangeran Colorful tail High School terlambat masuk sekolah.
Naruto mendengar suara lonceng dari kejauhan dan semakin memacu renangnya. Air saat iniblumayan hangat, karena air disini hangat, maka hari ini adalah hari yang baik. Maka dari itu Naruto tidak boleh terlambat.
"Maaf, pak." Teriak Naruto saat menerobos gerbang sekolahnya yang hampir tertutup oleh satpam di sekolahnya. Naruto langsung memasuki gedung yang berada di bawah laut dan menuju lantai 3, Kelas 2-1.
Naruto menghela nafasnya ketika telah duduk di bangkunya. Menaruh tas di bawah mejanya dan duduk menghadap kedepan saat Kurenai Sensei sudah masuk kedalam kelas.
"ssshhhtt... Naruto! Tidak biasanya kau telat. Kenapa?" Bisik teman sebangkunya. Memiliki ekor berwarna coklat muda dengan rambut yang juga coklat. Ber name tag Inuzuka Kiba di tasnya saat ingin mengeluarkan buku dari dalam tas.
"Si Sialan Kurama itu mengerjaiku. Ia mengganti alaramnya. Sialan sekali. Akan aku balas nanti." Bisik Naruto sambil marah-marah. Kiba mengangguk mengerti akan tingkah kakak-beradik itu. Memang tidak pernah akur.
Kurama yang juga berada di Campus Colorful Tail ini, hanya saja berada di gedung sebelah, juga terkenal akan ketampanannya. Sama seperti Naruto, Sang adik yang terkenal di sekolahnya. Begitupun tentang ketidak akuran antara Naruto dan Kurama, Para dosen pun sudah bosan akan kejahilan yang selalu dilakukan Naruto pada kakanya di kampus. Tapi seperti yang kabar angin sampaikan, Kurama juga menyayangi Naruto. Membuat Naruto yang mendengarnya jadi merinding disko.
"Jangan terlalu macam-macam pada Kakakmu, Naruto. Dia akan lulus tahun ini, biarkan dia berkonsentrasi pada pelajarannya." Bisik kiba pura-pura mendengarkan penerangan yang Kurenai Sensei terangkan di depan. "Para Dosen di kampus sudah tidak peduli lagi jika kau termakan jebakanmu yang kau buat sendiri." Lanjut Kiba.
"Kali ini jebakanku akan berhasil. Lihat saja." Desis Naruto membuat Kiba memutar matanya. Jengah akan sikap Naruto yang masih saja tidak menyerah akan kegagalan yang ia buat sendiri. Temannya yang satu ini selalu buat masalah tetapi kenapa populer, sih? Terkutuklah para Duyung dan Ketampanannya.
.
.
Naruto berenang dengan santai menuju gedung kampus Kurama. Saat ini masih jam Istirahat, masih sempat untuk membuat Kakaknya itu jera. Saat sudah memasuki gedung Kampus, Naruro merasakan jika Sirip Ekor bawahnya seperti ditahan oleh seseorang yang membuatnya tidak bisa berenang. Saat Naruto menoleh kebelakang, Naruto melihat Sesosok Gadis Duyung yang menyeritkan keningnya marah pada Naruto.
"Karin-Nee!" Jerit Naruto. Naruto berusaha menggoyangkan ekornya tetapi rasanya percuma. Cengkeraman tangan dari Karin tidak bisa membuat Naruto lari—apalagi yang Karin pegang adalah siripnya, dan itu menyakitkan. Jika sirip ekor Naruto yang indah dan berkilau itu robek, akan sangat lama sembuh dan Naruto kesulitan berenang.
"Kenapa kau disini, anak nakal?!" Ucap Karin yang masih memegang ekor Naruto. "Jangan buat keributan di gedung kampus yang tenang ini! Kurama sedang ada kelas. Jangan buat yang macam-macam!"
"Kurama-Nii sudah melakukan hal keji padaku. Dia mengganti alarm ku sehingga aku hampir telat ke sekolah." Bela Naruto pada dirinya sendiri. Sambil berdesis menahan sakit karena siripnya masih ditarik oleh kembaran Kurama. "Karin-Nee, sakit." Melas Naruto.
Karin melepaskan ekor biru itu dan Naruto langsung mengelus ekor yang indah nan cantik itu. "Aduhh..! Itu sakit, tahu!" Teriak Naruto masih mengelus sirip ekornya. Memang Karin akui bahwa Sirip ekor adiknya itu besar dan lebar, anggun dan berwarna biru, seperti Ayahnya. Minato Namikaze.
"Kalau terjadi apa-apa pada adikmu yang tampan ini bagaimana?! Dasar kakak yang jahat." Ucap Naruto berenang dengan cepat keluar dari gedung kampus. Terpaksa Naruto menahan ide menjahili Kurama ini untuk lain waktu. Untuk sekarang, Naruto harus menghindari Monster berekor dan berambut Merah yang sedang mengamuk. Sama seperti Ibunya. Uzumaki Kushina.
"Huh! Dasar adik bodoh!" Ucap Karin melihat Adiknya mulai menjauhi pekarangan kampus. "Kau juga, Kurama!" Bentak Karin pada Kirama yang ternyata bersembunyi di balik pilar yang lumayan besar itu. Kurama terkekeh dan mengacungkan lambang Peace ️ pada Jarinya.
"Bisakah kau tidak iseng pada Naruto? Kau ini sudah dewasa, tahu!" Ucap Karin yang mulai berenang memasuki Gedung kampus. Kurama mengikuti dibelakang Karin.
"Apa salahnya bermain-main sedikit? Kau juga jadi adik harus nurut padaku—"
"APA?!" Potong Karin saat Kurama belum menyelesaikan kalimatnya. "Aku harus menurutimu?! Apa aku gila karena harus menuruti 'seorang kakak' yang berlagak?! Maaf sekali!" Ucap Karin yang langsung masuk kedalam kelasnya karena memang sebentar lagi Dosen yang akan mengajar datang.
Kurama menaikan sebelah alisnya karena dua adiknya itu tidak ada yang nurut padanya. Ataukah Kurama jarang mengaca, jadinya ia tidak pernah menyadari kesalahan yang selama ini ia lakukan untuk menjahili dua adiknya itu.
Biarlah! Yang penting, Kurama bahagia.
.
.
.
.
Sasuke menatap baju olahraga yang dia genggam di tangannya. Beberapa temannya sedang mengganti seragam sekolahnya dengan training di kelas, karena sebentar lagi pelajaran olahraga akan dimulai.
"Sasuke?!" Panggil Neji yang sudah berada di hadapan Sasuke. Sasuke mendongak dan kembali menatap baju training itu. "Kau ingin ikut olahraga? Kenapa kau bawa baju seragam training?"
Sasuke menarik nafasnya perlahan, dan mengeluarkannya dengan perlahan. "Aku akan ikut." Mantap Sasuke. Sasuke berdiri dan mulai melepaskan kancing seragamnya dan mulai menggantinya dengan training.
"Apa kau serius, Sasuke?" Tanya Neji khawatir. Bagaimanapun Neji sangat tahu bagaimana kondisi Sasuke.
"Tentu saja." Sekali lagi Sasuke memantapkan niatnya. Beberapa temannya ada yang bertanya padanya, bahkan ada yang memaksanya untuk ringgal dikelas karena Gai Sensei pasti mengerti, tetapi Sasuke tetap bersikeras untuk ikut pelajaran olahraga hari ini.
"Tapi, Sasuke, Kau benar-benar serius? Tidak perlu dipaksakan jika kau benar-benar ingin olahraga. Kesehatanmu itu—"
"Kau berisik sekali, Neji!" Desis Sasuke. Neji membuka mulutnya tetapi menutupnya kembali. Menghela nafas tanda menyerah menghadapi Sasuke.
"Tapi, Sasuke, kalau kau lelah saat olahraga nanti, jangan memaksakan dirimu, oke?!"
"Aku tahu itu."
Karena kekeras kepalaan Sasuke yang ngotot ingin ikut pelajaran olahraga, akhirnya semua teman sekelasnya termasuk Neji menuruti Sasuke.
Setelah sampai di aula, wajah Sasuke terlihat sangat tertarik pada bola berwarna oranye yang ada di pinggir lapangan. Dari dulu sekali, Sasuke sangat ingin mencoba olahraga basket. Sekaranglah saatnya Sasuke akan bisa bermain olahraga itu.
"Anuu.. Sasuke-kun." Gai Sensei menatap Sasuke yang ikut pada barisam paling depan. Bisik-bisik terdengar dari para siswi yang membicarakan tentang Sasuke yang nekat memasuki aula olahraga. Apalagi mengikuti pelajaran dari Gai Sensei yang terkenal keras.
"Sasuke-kun, apa kau ingin mengikuti pelajaranku?" Tanya Gai Sensei. Karena setahunya, Sasuke sudah dilarang oleh Ayahnya untuk diikutkan pelajaran olahraga. Bahkan kakak dari Sasuke sampai mengancam jika Gai Sensei sampai memberi izin pada Sasuke untuk ikut pelajaran olahraga.
"Aku ingin ikut. Aku ingin main basket." Jawab Sasuke dengan mantap. Gai Sensei menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bagaimanapun Gai Sensei harus menghentikan niatan Sasuke untuk mengikuti pelajaran olahraga.
"Umm.. Apa tidak kau pertimbangkan lagi? Kalau kau ketahuan ikut olahraga, aku akan dihajar oleh Ayahmu, loh. Kau—"
"Kalau itu—" Sasuke memotong kalimat Gai Sensei. "—Ayah sudah memberi izin." Bohong Sasuke. Sebenarnya Fugaku masih was-was pada Sasuke, sebenarnya Fugaku juga belum memberikan izin pada Sasuke saat Sasuke meminta izn untuk mengikuti pelajaran olahraga hari ini. Tapi Sasuke sangat-sangat ingin bermain basket.
Benar-benar ingin. Ketika Dokter mengatakan padanya bahwa Jantungnya sudah normal, Semangat Sasuke yang awalnya padam jadi menggebu-gebu. Sasuke pikir ini adalah kesempatan yang sangat bagus. Sasuke bisa memimpikan untuk mengikuti kompetisi basket antar sekolah.
"Benarkah?" Selidik Gai Sensei. Sasuke mengangguk mantap. Gai Sensei meraih ponsel yang berada di saku celana trainingnya dan menekan tombol panggil pada nomor kontak Ayah dari Sasuke. "Aku akan bertanya pada Ayahmu untuk memastikan. Untuk berjaga-jaga kalau kau tidak membohongiku." Lanjutnya.
Untuk berjaga-jaga jika Sasuke kembali membohongi Gai Sensei seperti waktu lalu. Mengatakan bahwa Sasuke mendapat izin untuk mengikuti pelajaran olahraga di lapangan tetapi ternyata bohong. Gai Sensei harus menghadapi kemarahan dari Ayah Sasuke karena membuat Anaknya kelelahan.
Membuat tubuh Sasuke membiru dan harus di bawa ke Uks. Untungnya tidak terjadi hal yang serius, tetapi yang namanya penyakit tetap saja penyakit. Gai Sensei menyadari kesalahannya waktu itu, dan dia tidak berniat mengulang kembali kesalahan yang sama. Bagaimanapun kesehatan Sasuke saat pelajaran olahraga ini berada di tangannya.
Sasuke membelalakkan matanya dan menyambar ponsel dari telinga kiri Gai Sensei dan menutupnya saat panggilannya terlanjur tersambung. Jantung Sasuke berdebar saat mendengar suara Ayahnya sejenak. Kalau ketahuan bisa gawat, walau sangat mengetahui kondisi Sasuke sekalipun, Fugaku bisa sangat keras padanya.
"Ternyata kau bohong, ya?" Gai Sensei menghela nafasnya dan mengambil kembali ponselnya yang tadi direbut oleh Sasuke. "Dengar, Sasuke-kun! Aku akan keras padamu. Tolong mengertilah dirimu sendiri, jangan berpikiran bahwa dirimu lemah lalu kau ingin membuktikan bahwa kau itu tidak lemah. Kalau kau begitu keras kepala itu juga akan mempengaruhi tubuhmu. Kau pasti sangat paham pada dirimu sendiri."
"Bukan begitu." Lirih Sasuke. "Aku hanya ingin ikut bermain. Hanya mendribel saja, atau mengoper pada pemain yang lainnya. Hanya itu saja, Sensei. Kalau Ayah aku yang akan mengurusnya. Aku mohon."
"Maaf, Sasuke-kun. Aku tidak bisa mengizinkanmu." Gai Sensei menggeleng menolak permintaan dari Sasuke. Sasuke menyerit tidak suka memandang Gai Sensei. Sasuke berpikir jika Gai Sensei hanya berlagak seperti Sensei yang tegas, padahal Gai Sensei hanya tidak ingin menerima ceramaham maut dari Ayahnya.
"Aku tidak peduli." Sasuke berusaha melawan. Sasuke sudah merasa sembuh, jika Gai Sensei memaksanya, Sasuke sudah pasti bisa melawannya. Sasuke diam berdiri saat Gai Sensei berusaha membawanya ke pinggir lapangan.
Kekeras kepalaan Sasuke bisa sangat merepotkan ternyata. Gai Sensei menghela nafas ketika merasa usahanya akan sia-sia. Lagipula ia harus cepat memulai pelajaran jika tidak waktunya akan habis hanya untuk membujuk Sasuke.
"Baiklah. Aku izinkan. Tetapi, kalau kau merasa lelah pastikan kau bilang padaku, aku sangat mohon padamu untuk yang satu itu. Apa kau mengerti, Sasuke-kun?" Sasuke mengangguk mengerti walaupun wajahnya masih memasang ekspresi masam.
"Kuharap kau mengerti." Gai Sensei menghela nafasnya dan memulai memimpin pemanasan sebelum memulai tes permainan basket satu persatu anak. Akan sangat memakan waktu, karena itu Gai Sensei harus cepat.
Di belakang Sasuke, Neji tetap mengikuti pemanasan yang diinstruksikan oleh Gai Sensei, tetapi matanya terus tertuju pada Sasuke yang juga ikut bergerak mengikuti instruksi dari Gai Sensei. Neji pernah membawa Sasuke ke Uks karena mengikuti pelajaran dari Gai Sensei, padahal baru pemanasan. Tetapi Sasuke sudah ambruk.
Neji yang dengan paniknya melihat Sasuke ambruk di depan matanya, tanpa basa-basi langsung menggendong Sasuke sampai ke Uks, sempat panik karena perawat yang biasanya ada di Uks tidak ada, Neji malah langsung menghubungi ambulance tanpa pikir panjang. Walaupun Sasuke selamat, tetapi Neji tetap khawatir.
Untuk kali ini, Neji akan berjaga-jaga jika Sasuke ambruk lagi, Neji akan bisa langsung menangkap tubuh Sasuke.
Sesi pemanasan telah terlewati, Neji hanya melihat Sasuke berkeringat sedikit tetapi rasa lelah belum ada di wajahnya. Ternyata Sasuke benar-benar berusaha untuk olahraga basket kali ini. Neji tahu kalau Sasuke menyukai Basket, tetapi hanya bisa melihat dari kejauhan ketika teman-temannya bermain basket, itu pasti menyakitkan.
Maka dari itu, Neji tidak berhenti tersenyum ketika Gai Sensei menyebut namanya kedalam tim untuk bermain basket. Pasalnya, Sasuke juga tersenyum lebar saat Sasuke diizinkan bermain dalam tim. Sesaat bisik-bisik dari para Siswi terdengar, karena Sasuke selalu memasang ekspresi dingin, datar, dan tidak bersahabat, tiba-tiba terpesona saat Sasuke menampilkan senyuman untuk pertama kalinya.
Neji juga berterimakasih pada Gai Sensei karena namanya berada dalam tim yang sama dengan Sasuke.
.
.
Itachi berlari dari kantornya menuju tempat sekolah Sasuke. Sangking paniknya mendengar dari Ayahnya kalau Sasuke sepertinya akan mengikuti pelajaran olahraga hari ini membuat Itachi lupa jika kantor Itachi sampai sekolah Sasuke itu lumayan jauh.
Ayahnya menceritakan jika dirinya mendapat panggilan dari Guru olahraga Sasuke tetapi langsung ditutup. Itu terlalu aneh sampai akhirnya Fugaku terpikir jika Sasuke yang menyambar ponselnya Gurunya dan mematikannya dengan sepihak. Menunggu tidak mendapat telepon lagi dari Guru itu membuat Fugaku berpikir jika Sasuke pasti mendapat izin dari Guru itu.
Fugaku lalu menyuruh Itachi untuk menengok Sasuke di sekolahnya, karena Fugaku harus mengikuti meeting di kantor.
Bagaimanapun Itachi tidak ingin kejadian yang seperti dulu terulang kembali. Itachi bersumpah, jika terjadi apa-apa dengan Sasuke, Itachi akan menghajar Guru olahraga itu.
.
.
Dalam tim ini, Sasuke sedikit sedih karena perannya didalam tim kurang mendukung. Saat bola berada di tangannya, lawan dengan mudah merebutnya, padahal Sasuke baru ingin maju kedepan dan mencetak poin, tetapi ternyata lebih sulit dari yang dibayangkan.
Tiga teman timnya kurang mempercayai Sasuke untuk menyerahkan bola di tangan Sasuke. Tetapi Sasuke ikut bahagia ketika timnya lebih unggul poin daripada tim lawan. Sasuke juga terus mendapat teriakan dukungan dari para siswi, membuat Sasuke tidak menyerah dalam mencetak poin.
Sasuke melihat lawan yang menghampirinya lengah dan dengan gesit Sasuke berhasil merebut bola yang berada di tangan musuh. Sasuke berlari menuju ring musuh dengan mendribel dan mengopernya pada Neji ketika kode Neji disampaikan untuk Sasuke. Neji yang berada di bawah ring musuh langsung menerima operan dari Sasuke dan melakukan Slam dunk dengan sangat apik.
Tim sasuke kembali mencetak poin.
Kedua tim kembali bermain dengan gesit dan cepat. Sasuke tidak bisa selalu berlari dan hanya berdiri di tempat. Karena, jujur saja, Sasuke sedang kelelahan. Tetapi Sasuke masih ingin main, setidaknya dia ingin mencetak poinnya sendiri.
Neji menghampiri Sasuke saat Neji kembali mencetak 3 poin. "Aku akan menmberikan bolanya padamu, saat itulah gunakan kesempatan yang kau miliki." Sasuke mengedipkan matanya saat Neji menghampirinya hanya untuk mengatakan hal itu.
Sasuke berlari dan menghalau salah satu tim lawan yang memegang bolanya, dengan tangan yang lemah, Sasuke berusaha merebut bolanya, tetapi lawannya terlalu kuat sehingga saat berusaha menerobos pertahanan yang Sasuke buat, Sasuke terjatuh dengan cukup keras.
Semuanya berhenti ketika Sasuke dengan cepat kembali berdiri. Melihat tim lawan yang lengah karena kaget melihat Sasuke terjatuh, Sasuke menggunakan kesempatan itu untuk merebut bolanya dan mengopernya pada Neji dan Neji kembali melakukan Slam dunk yang sangat keren.
"Sasuke, kau tidak apa-apa? Kau tadi terjatuh sangat keras, aku minta maaf. Aku tidak sengaja mendorongmu." Ucap anak yang tadi menjadi duel one on one Sasuke Sebentar.
"Aku tidak apa-apa. Kita lanjutkan." Sasuke berlari ke pinggir lapangan. Berusaha menjawa ringnya sendiri. Sasuke semakin kelelahan, tetapi pertandingan belum berakhir, Sasuke juga belum mencetak poin.
Saat salah satu lawan mendekati ring Sasuke dan Sasuke merasa jika lawannya itu ingin melakukan Slam Dunk, Sasuke melompat dengan setinggi yang ia bisa, lalu tangan kanannya dengan sekuat tenaga memblok bola dan berhasil. Bola itu menyentuh tanah dan Sasuke langsung mengambil alih bola itu.
Suara teriakan pendukung untuk tim Sasuke semakin ramai. Karena ini adalah pertama kalinya Sasuke membatalkan serangan Slam dunk dari lawan.
Gai Sensei menghitung mundur waktu yang sebentar lagi akan habis. Dengan kesempatan ini, walaupun tim Sasuke akan menang walau Sasuke tidak menembak, ternyata Sasuke ingin sekali menembak.
Dengan sisa kekuatan yang ia miliki, Sasuke menembak dari jarak jauh dan melompat. Semua orang menahan nafasnya ketika bola itu melayang diudara. Dan Sasuke benar-benar merasa bahwa jantungnya berdebar-debar ketika Bola itu masuk kedalam ring dengan mulus.
Tim Sasuke menghampiri Sasuke dengan teriakan kemenangan dengan 3 skor terakhir hasil ciptaan Sasuke. Sasuke ikut berteriak ketika Akhirnya ia bisa juga menembak dengan tepat. Para siswi dengan wajah memerah karena melihat Sasuke yang tertawa karena kemenangan pertamanya didapat dari pertandingan pertamanya.
Melompat dan berpelukan seperti sebuah tim yang Sasuke impikan. Ini benar-benar menyenangkan.
"Kakak!" Teriak Sasuke sampai melihat kakanya berdiri jauh di depan pintu aula yang terbuka dengan tangan menyilang. Bersidekap dengan mata yang menatap tajam Sasuke. Gai Sensei yang baru sadar akan kehadiran Sang Kakak dari Sasuke menahan nafasnya ketika ketahuan jika Sasuke melakukan olahraga berat.
Begitupun dengan Sasuke, yang sedang memikirkan seribu alasan untuk mengelak pertanyaan dari Itachi.
"Aku tidak menerima alasan apapun, anak nakal!" Itachi menghampiri Sasuke dan menggeplak kepala Sasuke. Sasuke mengaduh dan mengelus kepalanya yang terkena ciuman maut dari tangan kakaknya.
"Ta—tapi, aku bisa bertahan sampai akhir pertandingan. Walau hanya 10 menit, sih." Sasuke membela diri ketika Itachi semakin menatap tajam dirinya.
"Aku bilang, aku tidak menerima alasan!" Itachi menatap dada Sasuke yang naik turun dengan sangat cepat. Seperti dugaannya, walaupun Sasuke dinyatakan sembuh, Sasuke yang jarang olahraga akan kelelahan ketika harus mengikuti olahraga yang berat. Karena basket adalah olahraga yang berat.
"A—anu.. Kakak Sasuke, kan? Maaf membiarkan Sasuke ikut olahraga, ini salahku tidak bisa membiarkan Sasuke duduk melihat di lapangan." Neji mengajukan diri dan membungkuk di hadapan Itachi. Itachi menyeritkan keningnya saat melihat ada orang asing yang sepertinya ingin membela Sasuke.
"Kalau begitu kau lari memutari lapangan 50 kali agar bisa merasakan apa yang Sasuke rasakan." Ucap Itachi.
"Kakak!"
"Eh? 50 kali?" Neji mengangkat kepalanya dan melihat ekspresi wajah Kakak Sasuke dengan takut.
"Sudahlah. Jangan dipikirkan, Neji."
Itachi menghampiri Gai Sensei dan mengobrol tentang Sasuke. Sasuke menatap Kakaknya yang sepertinya tidak akan ambil pusing untuk masalah ini, Sasuke menghela nafas panjang dan lelah lalu duduk di pinggir lapangan. Begitu melelahkan sampai membuat jantung Sasuke berdebar.
Tetapi, walau jantungnya berdebar tidak terasa sakit seperti sebelumnya. Tidak terasa sesak seperti sebelumnya. Sasuke merasa dirinya sangat ringan dan lega.
"Minumlah." Neji menyodorkan botol air isotonik kepada Sasuke. Sasuke menyambar botol itu dan langsunng menegaknya sampai tandas. Neji tersenyum saat Sasuke melakukan hal yang dianggapnya lucu. Setelah Itachi mengantarkan pesan dari Ayahnya untuk Sasuke, Itachi pamit pulang dan kembali bekerja.
Sasuke pikir, Itachi akan memarahinya dan menyeretnya pulang. Ternyata Kakaknya lebih pengertian daripada Ayahnya. Itchi hanya datang untuk melihat Sasuke yang berkeringat karena olahraga, itu bagus.
"Kau pasti kelelahan, ya?" Neji kembali menyodorkan botol isotonik miliknya saat dirasa Sasuke masih kurang minum. Sasuke kembali menerima minuman Neji dan kembali menegaknya, walaupun tidak habis seluruhnya.
"Terima kasih." Sasuke menyerahkan botol itu pada Neji. "Lelah, tapi menyenangkan." Lanjut Sasuke. Neji dan Sasuke berada di pinggir lapangan melihat tim perempuan yang sedang bermain di lapangan.
"Kau cukup kuat juga untuk pertandingan pertama." Ucap Neji. "Tapi harusnya kau tidak membohongi semua orang kalau kau tidak kelelahan. Kalau kau tidak kuat katakan saja pada kami." Ucap Neji tersenyum saat mengatakan itu pada Sasuke. Tetapi senyuman itu luntur ketika Sasuke menatapnya dengan tajam.
"Sa—Sasuke?"
"Bisakah kau tidak selalu meganggapku lemah? Aku tidak selemah itu untuk kau jaga. Ah, apa kau dipaksa oleh Ayahku untuk melakukan ini semua?" Neji menggeleng kasar tidak menyetujui ucapan dari Sasuke.
"Tidak ada yang menyuruhku. Aku tulus ingin menjagamu." Ucap Neji. Sasuke menghela nafas tidak peduli lalu memandang langit-langit aula. Entah kenapa Sekelebat bayangan Naruto tiba-tiba lewat dikepalanya.
Apa yang Naruto biasa lakukan? Apa yang Naruto makan? Apa Naruto butuh sekolah? Pertanyaan itu sebenarnya selalu terngiang-ngiang di kepala Sasuke. Sasuke ingin bertemu dengan Naruto lagi. Apa harus menunggu lima bulan lagi? Itu terlalu lama.
"Hahh... Aku ingin berenang." Desah Sasuke yang terdengar oleh Neji. Neji mengedipkan matanya saat Sasuke mengatakan ingin berenang.
"Kau ingin berenang, Sasuke?" Tanya Neji. Sasuke mengalihkan pandangannya ke Neji dan mengerutkan keningnya. "Kau ingin berenang?" Tanya Neji sekali lagi. Sasuke mengangguk ragu.
"Aku ragu." Ucap Neji. "Apa boleh kau berenang? Berenang itu sangat melelahkan, loh. Tapi kalau kau diizinkan oleh Doktermu, aku akan mengajarimu berenang."
"BENARKAH?!"
Neji mengedipkan matanya beberapa kali, terkejut dengan apa yang baru saja Neji dengar. Suara menggelegar dari Sasuke membuat telinga Neji berdenging, lalu wajah antusis Sasuke tidak lebih dari 5 centi jaranya dengan wajah Neji. Membuat dada Neji berdebar jika mengingat Neji selalu menyukai orang ini.
"Kau terlalu dekat." Neji menjauhkan wajah Sasuke dari wajahnya. "Dan terlalu antusias."
"Apa benar kau akan mengajari aku berenang?" Neji mengangguk.
"Benar. Tapi kau harus dapat izin Dokter yang selama ini memeriksamu." Ucap Neji. Sasuke mengangguk menyetujui. Tersenyum tipis dan kembali memandang para siswi yang masih bertanding di lapangan.
Kalau Sasuke sudah bisa berenang, niatny ingin belajar menyelam. Jika dirnya sudah bisa menyelam, untuk menemukan Naruto mungkin memungkinkan untuknya. Tapi itu pasti membutuhkan waktu yang lama. Tapi masih ada 5 bulan lagi untuk belajar dari awal. Sasuke rasa itu lebih dari cukup.
Tanggal 23 Januari. Sasuke akan menjemput Naruto.
.
.
.
.
.
Tsuzuku
Hei.. hei.. hei.. hei.. heiii... (Bacanya sambi nyanyi) 😄
Kembali lagi bersama saya... AruoChan dengan Fanfiction baruuuuuu yang bertajuk DUYUNG... Jreng jreng jreng jrengggggg...
Yahhh... Fanfic baruuuu... Maap kalo ngebosenin ya.. sebenarnya pengen baanget buat cerita yang ada duyung duyungnya gitu, dan sebenarnya aslinya pengen buat one shoot doang. Tapi keterusan 😂
Ko ini cerita gk tamat tamat yak? Akhirnya jadiin multi chapter aja. Kayaknya juga tamatnya bakal lama. Jadi semuanya mohon review fav dan follow buat dukungannya ya... 😁
