Gadis berseragam putih biru itu melangkah terburu-buru keluar dari pintu kelas, dan segera menuruni tangga menuju gerbang sekolah begitu bel pulang berbunyi. Ia berhenti di dekat gerbang, dan membuka ponselnya—jemari kurusnya bergerak cepat mengetikkan sesuatu.

Oi, nebeng dong.

Dikliknya pilihan 'send' begitu ia selesai mengetik pesan singkat tadi. Lima menit kemudian, ponselnya pun bergetar, menandakan telah ada balasan masuk.

Ywdh. Gw nunggu di depan gang y.

Ia mengetikkan balasan lagi.

Cepetan, ntar ank2 keburu pd turun. Gw males klo disangka kta pcrn.

Tak sampai lima menit, kali ini ponselnya kembali bergetar lagi.

Woles.

Gadis berambut pirang itu memasukkan ponselnya kedalam tas tanpa mengetikkan balasan lagi. 'Dasar', ia mendecakkan lidah dalam hati—tanpa menyadari alasannya mengatakan kata itu barusan.


Analogi Hujan

Genre: Friendship/Romance

Rate: T

Ringkasan cerita: Dan di tengah tetes hujan yang menggema di telinganya, ia menyadari—mungkin tak selamanya kalau mereka akan tetap bertahan seperti ini, hanya sebatas teman dekat untuk satu sama lain.

Naruto (c) Masashi Kishimoto

Warning: AU. Cerita (sok2) mirip FTV, OOC, bahasa percakapan anak SMA, alur cepat, romance ngaco.


.

Mereka berdua memang tidak pacaran. Gadis itu—dan teman laki-lakinya tadi, hanya sebatas teman masa kecil yang dekat satu sama lain. Tapi gadis berkuncir empat itu tahu betul, kalau anak cowok bermuka ngantuk yang sedang memboncenginya saat ini memang memiliki tampang yang lumayan serta otak yang encer, sehingga ia terbilang cowok yang cukup populer diantara siswi-siswi di sekolahnya.

Angin yang berhembus kencang di jalan raya meniup rambut gadis yang tengah dibonceng itu, membuat helai-helai pirangnya yang (kelihatannya) tak disisir tadi pagi jadi tambah kusut. Ia mengambil ikat rambut yang tersimpan di sisi depan tasnya, dan segera menguncir rambutnya asal.

"Woy, jangan ngebut-ngebut dong!" gerutunya pada teman di depannya yang sedang memboncenginya saat ini. Si pengendara hanya terkekeh pelan di balik helm, sebelum menanggapi dengan santai.

"Enggak terlalu kok, tenang aja, Temari."

"Enggak dari hongkong! Ini mah udah ngebut banget, Shikamaru," protesnya keras kepala. Anak cowok di depannya hanya mendecakkan lidah tidak sabar menghadapi penumpang bawel di belakangnya ini.

"Ini udah gak terlalu ken—"

"Pelanin gak! Kalo gak, gw cekik lu dari belakang nih," ancamnya sadis. Sang pengendara terkekeh menanggapi reaksi panas dari penumpang di belakangnya itu, sebelum memelankan laju motornya. Delapan tahun berteman dengan anak perempuan yang diboncenginya saat ini memang merupakan latihan kesabaran yang lumayan efektif.

Sepuluh menit kemudian, mereka telah sampai di rumah masing-masing. Sang anak perempuan turun duluan, karena rumahnya memang berada beberapa rumah lebih dulu dibanding rumah anak laki-laki tadi.

"Makasih! Besok nebeng lagi ya," katanya sambil melambaikan tangan pada teman yang mengantarnya tadi begitu turun. Yang dipanggil hanya menghela napas panjang dibalik helm, pertanda besok ia sudah bersiap-siap mental untuk menghadapi ocehan bawel lagi yang datang dari penumpang di belakang.

'Merepotkan..' gumamnya dalam hati, sebelum menstarter lagi motornya.


.

Mereka memang berbeda jauh seratus delapan puluh derajat. Sabaku no Temari yang anak pertama dari tiga bersaudara memiliki sifat tegas, tak sabaran, agak cuek, dan sedikit blak-blakan. Berbeda dengan Shikamaru Nara si anak tunggal yang lebih dewasa dan tenang, meski tak terlalu suka mengambil resiko. Meskipun sifat mereka begitu berbeda, keduanya yang sudah berteman sejak masih Sekolah Dasar terbilang dekat satu sama lain—hampir seperti kakak-adik.

Tentu saja dengan Temari yang berkepala dingin dan tegas sebagai peran 'kakak'nya, sementara Shikamaru yang meskipun lebih kalem tapi sifatnya masih agak amburadul dan terkenal dengan sifat malasnya yang ampun-ampunan itu mendapat peran 'adik'.

Ctek, ctek. Dor.

Bunyi tombol PSP yang ditekan-tekan ramai memecah keheningan di ruang tamu sepi itu. Saat ini, pemuda berambut jabrik yang tengah duduk mengangkat kaki santai di sofa sedang memainkan Resident Evil entah level keberapa untuk memecah kebosanan. Kedua orangtuanya belum pulang, sehingga ia bisa terbebas dari omelan ibunya untuk beberapa saat.

Beberapa menit kemudian, ponselnya yang tergeletak di meja berdering. Ia segera mengangkatnya. Ternyata dari Karura-san, ibunya Temari.

"Halo Tante, ada apa?" kata pemuda itu setelah mematikan PSP-nya.

"Shikamaru? Temari lagi ngerjain PR ya disana?"

Pemuda berambut jabrik itu mengangkat alis. "Temari? Enggak kok Tante," balasnya setengah bingung.

"Oh, Tante kira Temari lagi minta ajarin PR lagi sama kamu. Dia gak ada dirumah daritadi. Kamu bisa tolong cariin ga?"

Pemuda itu terdiam sesaat. Dalam hati ia merasa agak malas, tapi ia tak bisa menolak, tentu saja.

"Oke, Tante."

"Makasih ya," dan sambungan di seberang pun segera ditutup.


.

Gadis berkuncir empat itu tengah berjongkok sambil memainkan tumpukan sampah di depannya dengan sebatang lidi. Asap yang pekat membubung ke udara, diselingi dengan bau plastik terbakar.

Matanya menatap setengah melamun ke tumpukan sampah di depannya dengan ekspresi tak tertebak. Sejurus kemudian, ia merasakan kehadiran seseorang di dekatnya, dan segera menoleh ke belakang.

"Shikamaru? Ngapain lu disini?" Tapi sedetik kemudian, ekspresinya berubah begitu melihat benda kecil yang bertengger di mulut temannya.

"..Shikamaru? Lu ngerokok?"

Yang dipanggil menurunkan benda berasap itu dari mulutnya, sebelum berbicara dengan ekspresi tetap tenang. "Temari, lu main tabunan lagi? Haduh, dasar. Dicariin tuh sama nyokap lu, katanya lu disuruh pulang."

Gadis berambut pirang itu mengerutkan alis.

"Jangan ngalihin pertanyaan gue. Buang rokok di tangan lu itu," katanya tajam. Lidi di tangannya kini telah sepenuhnya terabaikan. Ia bangkit, dan berdiri berhadapan dengan temannya.

Ekspresi Shikamaru tak berubah. Tapi diturutinya kata-kata temannya tadi. Rokok yang masih belum terbakar sampai setengah itu melayang, jatuh ke tumpukan sampah yang tengah terbakar di dekat mereka.

"Sejak kapan? Gue ga nyangka."

Pemuda berambut jabrik itu tersenyum. "Lu harusnya ga boleh tahu tentang ini, tapi kayaknya gue kelepasan ngerokok di depan lu."

"Sejak kapan lu begitu?" Kedua alis Temari kini saling bertautan.

Pemuda di depannya menghela napas ringan. "Belum lama sih. Ada sekitar tiga bulanan."

Kedua mata hitam milik gadis berkuncir empat itu kini telah sepenuhnya melebar. "Tiga bulan lu bilang belum lama? Bodoh. Berhenti dari sekarang, sebelum lu kena bengek."

Pemuda berambut jabrik itu menghela napas seakan mengatakan 'merepotkan..' dalam hati. Tapi ia tak mengucapkan apa-apa.

Gadis berambut pirang itu jadi salah tingkah sendiri. "Bukannya gue sok-sok ngatur lu atau apa, cuma..gue ogah aja kalo salah satu teman gue ada yang jadi bengek. Kan gak elit aja kesannya," ia mengemukakan alasan paling logis yang muncul di kepalanya. Tanpa sadar, kedua pipinya bersemu merah samar. Entah kenapa.

Pemuda berambut jabrik itu masih diam. Tanpa disangka-sangka, ia membalikkan badannya, dan berjalan meninggalkan gadis di belakangnya duluan.

Sejurus kemudian, ia berhenti. Mereka berdua kini terpisah dalam jarak dua meter. Shikamaru menoleh ke belakang, ke arah temannya yang masih terdiam di dekat tempat pembakaran sampah itu.

"Kita sama, Temari. Kita sama-sama nyari pelarian, kan? Lu menemukan pelarian lu dengan cara kecanduan main tabunan, sementara gue menemukan pelampiasan gue dengan cara ngerokok." Ia memberi jeda, sebelum melanjutkan.

"Kita ini sama-sama orang yang gak mau ngakuin kalo mereka itu punya masalah, Temari."

Gadis berkuncir empat itu terdiam, kata-kata yang tadi sudah tertata rapi di kepalanya mendadak mengabur seperti kepingan puzzle yang belum disusun.

"Mungkin." Ia tersenyum. "Mungkin kita emang sama, Shikamaru."

Bunyi langkah kaki dari sandal jepit yang dipakai Shikamaru memecah keheningan di tempat itu. Ia telah berjalan beberapa meter meninggalkan gadis di belakangnya, sebelum ia berhenti dan menolehkan kepalanya lagi tanpa disangka-sangka.

"Oh ya—makasih udah merhatiin gue tadi."


.

.

Bersambung.

.

*tabunan: sampah yang ditumpuk, kemudian dibakar.

.

.

A/N: Percobaan pertama saya bikin highschool-romance untuk memenuhi suatu Challenge. Gyaah, hasilnya jadi drama gaje (mudah2an gak alay sih) kayak gini. 0_0 #gigitpensil

Temari dan Shikamaru nya beneran OOC banget disini, ya? Mana bahasanya (sok2) gahul gitu lagi. Gyaah. 0.o #dikipas Temari

Terima kasih sudah membaca. Komentar, jika berkenan? :P