Entah apa yang aku pikirin waktu buat cerita ini. Semoga kalian suka, ya. Ini pertama kalinya aku buat drama.
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Chara : Naruto (25 tahun), Sasuke (27 tahun), Itachi (32 tahun)
Tokoh lainnya bakal dikenalin pas muncul nanti.
"Tidak apa-apa, Ibu. Aku sudah berjanji akan berjuang sampai tahun depan."
Air mata membanjiri pipi Kushina. Dia belum ingin melepaskan putra tercintanya. Sekarang putranya itu sudah menjadi milik orang lain dan harus pergi meninggalkannya, Kushina belum siap.
Minato merangkul bahu sang istri dan mengelusnya pelan. Seakan ingin meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja dan anak mereka akan bahagia dengan hidup barunya.
"Ibu, berhentilah menangis. Aku akan menjaga diri dan di sana pun aku tidak akan sendirian. Gaara pun berjanji akan menjenguk sesekali. Jika Ibu rindu, aku akan pulang kapan saja."
Kushina memeluk putranya sekali lagi sebelum melepasnya pergi. Minato pun memberikan pelukan singkat kepada Naruto dan mendoakan kebahagiaannya. Naruto melambaikan tangannya untuk terakhir kali sebelum memasuki mobil yang sejak tadi sudah menunggunya untuk membawanya ke rumah baru yang akan ditinggalinya selama setidaknya setahun kedepan.
"Aku pergi, Ibu, Ayah."
Semua berawal dari kunjungan Fugaku Uchiha beberapa minggu yang lalu. Naruto yang membukakan pintu saat itu karena dia baru saja keluar dari kamarnya yang terletak tidak jauh dari pintu depan. Naruto yang sehari-harinya memang memakai kimono terlihat sangat manis di mata sang Uchiha saat itu.
"Maaf mengganggu di saat libur seperti ini, tapi ada yang ingin saya sampaikan," mulainya.
"Tidak apa-apa, Tuan Fugaku. Anda sendiri sampai datang kemari pasti ada hal yang penting." Kedua keluarga memang mengenal satu sama lain. Hanya sekedar rekan bisnis, tidak lebih.
"Nyonya Kushina, apa Anda ingat dengan janji kakek buyut kita mengenai keluarga Uchiha dan Uzumaki? Saya datang mengenai hal itu."
Kushina mencoba mencerna maksud sang Uchiha dan setelah mengingat apa yang dimaksud dia menggelengkan kepala cepat. "Saya mengerti apa yang Anda maksudkan, Tuan Fugaku. Tapi maaf, saya menolaknya."
"Tidak bisakah kita mendiskusikannya dulu? Kedua putraku adalah pria yang baik dan juga perkerja keras. Mereka pasti dapat membahagiakan Naruto." Fugaku menoleh ke arah Naruto dan tersenyum padanya.
"Tidak. Bukan saya tidak percaya. Saya tahu kedua putra Anda adalah pria yang dapat diandalkan, tapi saya memiliki alasan lain yang tidak dapat saya sampaikan. Ditambah lagi perjanjian itu hanyalah keegoisan mereka saja. Saya tidak ingin menghancurkan kehidupan anak saya hanya karena permintaan bodoh dari orang yang sudah mati. "
"Apakah benar-benar tidak dapat dipertimbangkan? Saya berharap agar…"
"Tunggu sebentar," Naruto memotong. Sejak namanya muncul dalam perbincangan dia sudah tidak dapat menahan ingin mendapatkan penjelasan dari kedua orang yang sedang berdebat ini. "Apa yang sebenarnya yang kalian bicarakan? Dan kenapa aku dibawa-bawa? Ibu, ada apa ini?"
Kushina menatap mata anaknya bersalah. "Naru sayang, tidak ada yang perlu dijelaskan karena seperti Ibu bilang tadi semua itu hanya permintaan bodoh dari kakek buyutmu."
"Tapi Bu, aku ingin tahu." Naruto menatap Ibunya dengan kekukuhan hati. Kushina yang sangat mengenal kekeraskepalaan anaknya satu-satunya itu hanya menghela napas.
"Buyut Uzumaki dan Uchiha adalah sahabat dulunya. Mereka sudah menganggap satu sama lain seperti saudara sendiri. Untuk menjaga hubungan itu mereka berjanji akan mempersatukan keluarga mereka nantinya dalam ikatan pernikahan. Untuk tujuan itu mereka menceritakan hal ini kepada keturunannya. Bahkan saat kakek pindah ke Suna pun cerita ini terus disampaikan ke generasi setelahnya. Walaupun tidak akan bisa tercapai sesegera mungkin mereka berjanji bahwa setidaknya sampai keturunan keempat hal itu akan terjadi."
"Dan keturunan keempat itu adalah kau, Naruto," sambung Fugaku.
Naruto mengerutkan dahi. Dia berpikir keras untuk mencerna semua hal yang baru saja disampaikan padanya. Ini bukan masalah yang kecil dan dia harus memikirkannya baik-baik.
"Naru sayang, semua itu hanya keegoisan kakek buyut kita saja. Kau tidak perlu mengikutinya. Tuan Fugaku, saya mengerti keinginan Anda. Saya juga tahu tentang Uchiha dan janji mereka, tapi saya tidak peduli. Saya tidak akan mengorbankan anak saya hanya untuk.."
"Saya terima," Naruto tiba-tiba memotong. Fugaku, Kushina dan juga Minato yang sejak tadi ikut mendengar, menoleh ke arah Naruto. Mata birunya menatap yakin tapi juga lembut ke arah mata hitam Fugaku. "Saya menerima lamaran Anda, Tuan Fugaku."
"Benarkah?" Fugaku cukup kaget mendengar jawaban Naruto meskipun itu yang dia inginkan. Dia tidak menyangka bahwa Naruto akan menyetujui hal ini begitu mudah padahal ini baru pertama kalinya mereka bertemu.
"Tunggu dulu!" Kushina yang duduk di samping kiri Naruto menarik bahu sang anak dan membalikannya sehingga mereka pun saling berhadapan. "Naru sayang, apa kau mengerti dengan apa yang baru saja kau katakan?"
"Tentu saja, Ibu. Karena itu aku.."
"Tidak! Ibu tidak setuju!"
Naruto menarik tangan sang Ibu dari bahunya dan menggenggamnya. "Ibu, aku tahu apa yang aku lakukan. Aku menerima lamaran ini atas kemauanku sendiri. Lagipula Ibu bilang sendiri kalau kedua calonku dapat diandalkan jadi aku tidak perlu khawatir."
"Tapi Naru, itu tidak mungkin. Lagipula, kau ini kan.."
Naruto mempererat genggamannya membuat Kushina menghentikan kata-katanya. "Ibu, aku berjanji aku akan baik-baik saja." Naruto bukanlah tipe orang yang mengingkari janji, justru sebaliknya, dan Kushina mengerti itu. Dia telah kalah dalam perdebatan ini. Kushina pun mengangguk pelan dan melepaskan genggaman mereka.
Minato tidak berkata apa-apa karena dia tahu tidak ada yang dapat dia katakan untuk merubah situasi ini.
"Terima kasih sudah menerimanya, Naruto. Saya akan datang lagi bersama salah satu dari anak saya untuk pembicaraan lebih lanjut."
"Saya tunggu kedatangan Anda." Naruto tersenyum sangat manis kepada sang Uchiha.
"Nyonya Kushina, Tuan Minato, Anda memiliki anak yang sangat baik. Anda berdua pasti bangga padanya. Naruto, kau pasti akan menjadi istri yang baik kelak."
Naruto hanya tersenyum lagi mendengar pujian tersebut. "Terima kasih."
Itulah akhir kunjungan sang Fugaku Uchiha. Malam itu di kediaman Namikaze-Uzumaki lampu menyala lebih larut dari biasanya. Minato dan khususnya Kushina masih mempertanyakan keputusan anak mereka yang akan merubah sisa hidupnya nanti.
"Naru sayang, apa yang membuatmu menyetujui pernikahan ini?"
"Aku hanya ingin melakukan sesuatu sebelum aku pergi," jelasnya. "Mungkin saja ada yang bisa aku temukan di sana, sesuatu yang lain. Dan aku juga ingin melakukan sesuatu untuk keluarga ini, meskipun dengan cara mengabulkan permintaan dari orang yang sudah lama mati."
"Tapi tidak harus seperti ini, bukan? Lagipula mereka mencari istri sedangkan kau sendiri adalah laki-laki, sayang."
"Itu bukan masalah. Tuan Fugaku sepertinya salah paham dengan genderku, seperti halnya banyak orang."
Memang Naruto memiliki tubuh yang kecil untuk seukuran pemuda seusianya. Ditambah dengan wajahnya yang manis, rambut pirang yang dia biarkan tumbuh agak panjang sebahu, suaranya yang lembut dan kimono yang selalu dia kenakan sehari-hari. Tak heran jika banyak orang berpikir dia ini perempuan.
"Kau memang bisa menutupinya sekarang, tapi bagaimana setelah menikah nanti? Kau tidak bisa berpura-pura selamanya, Naru." Minato pun akhirnya menyuarakan pemikirannya.
"Aku akan memikirkan sesuatu. Sebenarnya aku sudah memiliki rencana untuk itu. Intinya, aku akan baik-baik saja."
"Kau benar-benar serius mengenai hal ini."
"Tentu saja. Aku berjanji akan bertahan di sana sampai tahun depan, jadi kumohon kabulkan permintaanku ini."
Dan hanya dalam waktu satu bulan, Naruto Namikaze telah berganti nama menjadi Naruto Uchiha. Naruto diijinkan untuk menghabiskan satu minggu pertamanya sebagai Uchiha bersama orang tuanya. Karenanya ini adalah hari pertama baginya tinggal bersama suami dan keluarganya.
Di kediaman Uchiha saat ini tinggal hanya empat orang saja. Fugaku sang ayah, Mikoto sang ibu, Itachi si sulung dan Sasuka si bungsu. Naruto akan menjadi anggota kelima mereka dengan status sebagai istri si bungsu Sasuke.
Butuh sekitar dua jam untuk sampai di kediaman Uchiha dan Naruto dengan santai menatap langit dari jendela mobil di bangku belakang. Hari ini dia memakai kimono berwarna merah, terlihat sangat cerah terutama dengan rambutnya yang berwarna pirang dan juga mata birunya. Kushina sengaja mendandaninya sebelum pergi dan dia terlihat sangat memukau bagi siapapun yang melihatnya.
Mobil pun berhenti dan terlihatlah sebuah rumah yang tidak begitu mewah namun cukup besar untuk ditinggali empat orang. Keluarga Uchiha memang keluarga terpandang namun Fugaku tidak ingin hidup dari kekayaan orang tuanya dan memutuskan untuk merintis karir dari awal dan membangun keluarganya sendiri. Saat ini bersama anak tertuanya dia membangun bisnis dengan tetap mempertahankan nama baik Uchiha.
Fugaku menekankan kepada kedua putranya bahwa orang-orang akan mengenal keluarga Uchiha karena kegigihan dan kejeniusan mereka, dan bukan semata-mata karena kekuasaan dan kekayaan. Karena itu mereka tidak suka berfoya-foya dan orang tetap menghormati nama Uchiha.
Di rumah inilah Naruto akan menjalani hidupnya selama setidaknya setahun kedepan. Pemuda manis itu pun melangkah keluar dari mobil dan mengamati bangunan di hadapannya. Dia menarik napas panjang dan menetapkan hati. Bel ditekannya dan tidak lama kemudian wajah ramah seorang wanita menyambutnya dengan hangat.
"Naru, akhirnya kau sampai! Semua sudah menunggumu, ayo kita masuk. Oh ya, mana barang-barangmu?"
"Itu sedang dikeluarkan dari bagasi." Naruto menunjuk sang supir taksi yang sedang mengeluarkan beberapa koper miliknya.
"Biar nanti barangmu Itachi dan Sasuke saja yang membawa masuk. Ayo ke dalam, kau pasti lelah."
"Terima kasih."
Mikoto, sang ibu dari kedua putra Uchiha itu pun menggandeng Naruto untuk memasuki rumah barunya. Berhubung ini hari minggu jadi mereka semua sedang ada di rumah. Mikoto memanggil kedua putranya dan meminta mereka untuk membawakan barang-barang Naruto ke kamarnya, dengan kata lain ke kamarnya dan Sasuke.
Naruto untuk pertama kalinya memasuki kamarnya yang akan dia tinggali bersama suaminya. Ruangan itu tidak terlalu luas namun cukup baginya untuk beristirahat. Ketika melihat tempat tidur berukuran king size yang berada di tengah ruangan, Naruto sedikit bergidik. Sebentar lagi dia harus terbiasa tidur dengan seseorang lain di sampingnya. Semoga saja Sasuke tidak akan meminta yang aneh-aneh.
"Bagaimana, kau suka kamar barumu?" Mikoto bertanya.
Kamar itu memiliki satu buah lemari besar yang diletakan berhadapan dengan tempat tidurnya. Di sebelahnya ada sebuah pintu yang Naruto yakin mengarah ke kamar mandi di ruangan itu. Di sisi lain ruangan terdapat sebuah meja kecil yang menghadap ke luar jendela dengan dua buah kursi yang terbuat dari kayu. Mikoto mengatakan semua benda yang ada di ruangan ini Sasuke sendiri yang membelinya.
Satu hal lagi yang ada di kediaman Fugaku Uchiha adalah semua benda yang ada di kamar mereka masing-masing adalah hasil jerih payah mereka sendiri. Fugaku tidak pernah membelikan satu hal pun untuk putranya selain untuk kebutuhan bersama sejak mereka SMU. Dengan begitu sejak dulu Itachi dan Sasuke tahu bagaimana sulitnya mencari uang dan tidak pernah menghamburkan uangnya untuk hal-hal yang tidak penting.
"Ya, tidak jauh berbeda dengan kamarku dulu. Hanya saja sekarang aku tidak akan tinggal sendiri."
Mikoto terkikik mendengar jawaban menantu barunya itu. "Ibu mengerti, kau pasti gugup dengan malam pertamamu. Tenang saja, Ibu tahu bagaimana rasanya dan percayalah semua akan baik-baik saja."
Mendengar kata 'malam pertama' membuat Naruto semakin bergidik tapi dia mencoba untuk tersenyum. Tak lama kemudian Sasuke masuk bersama Itachi dengan membawa koper-koper miliknya. Tidak ada percakapan lain yang terjadi setelahnya. Naruto pun ditinggal bersama Sasuke untuk membereskan barang-barang milik Naruto di kamar barunya itu.
Hari pertamanya di kediaman Uchiha dihabiskan dengan biasa saja. Mikoto mengajaknya berkeliling rumah dan memberikan beberapa benda sebagai hadiah dari mertua ke menantu. Naruto menerimanya dengan senang hati. Fugaku tidak terlalu banyak bicara, hanya memberitahunya beberapa sejarah Uchiha. Naruto tidak berbicara apapun dengan Itachi, tapi Uchiha sulung itu selalu melemparkan pandangan tidak suka kepadanya.
Waktu yang dikhawatirkan pun tiba. Malam dia bersama berdua dengan Sasuke. Naruto tahu apa yang harus dia lakukan dan apa yang harus dia katakan tapi dia tetap merasa gugup. Saat Sasuke memasuki kamar mereka Naruto membuka mulutnya untuk menyampaikan isi pikirannya namun Sasuke mengalahkannya dan berbicara duluan.
"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, tapi bagiku pernikahan ini hanyalah sebuah status. Sekarang kita sudah menjadi suami istri tapi hanya sebatas itu, tidak lebih. Jangan berharap aku akan menyentuhmu terlebih lagi melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Akan aku tekankan sejak awal, kita hanya suami-istri di depan publik, selebihnya kau bukan siapa-siapa bagiku. Kau boleh melakukan apapun yang kau mau di rumah ini dan kau pun boleh berhubungan dengan siapa saja. Tapi bukan berarti kau boleh mencoreng nama keluarga ini, ingat statusmu tetaplah istriku."
"Tentu saja."
"Aku tidak akan mengganggu kehidupannmu dan aku berharap kau pun melakukan hal yang sama dengan kehidupanku. Kita akan tetap tinggal bersama dan tidur bersama tapi jangan pikir aku akan melakukan sesuatu. Kita akan tetap memberikan informasi kepada satu sama lain tapi tidak akan mencampurinya. Semua yang kita lakukan hanya sebatas formalitas tapi tidak ada ikut campur soal perasaan. Aku tidak mengatakan bahwa kau tidak menarik atau tidak peduli padamu. Aku juga tidak membencimu, hanya saja aku tidak memiliki perasaan istimewa seperti itu kepada siapapun. Dan jangan terlalu berharap bahwa dengan seiring berjalannya waktu aku akan menaruh perasaan padamu. Apa kau mengerti?"
Naruto menatap kedua mata onyx milik suaminya itu dan senyum pun terbentuk di bibirnya. "Aku lega kau berpikiran begitu karena aku pun berpikiran sama. Aku berniat memberitahumu saat kau masuk tapi aku bersyukur kau mengatakannya duluan."
"Baguslah kalau begitu." Sasuke naik ke tempat tidur di mana Naruto sudah duduk di sisi lainnya sedari tadi. "Dengan begitu aku tidak perlu khawatir akan menghancurkan hati seorang gadis." Yang ada di pikiran Sasuke selama ini memang hanyalah keluarga Uchiha, karirnya, kakaknya dan ayahnya. Dia tidak pernah peduli dengan hal lain dan tidak pernah mencoba untuk mencari tahu.
"Bolehkah aku memastikan satu hal?"
"Apa itu?"
"Bolehkah aku tetap menjalankan tugasku sebagai istri dan juga menantu di rumah ini? Walaupun kau tidak menganggapku sebagai istri tapi bisakah kau menganggapku sebagai anggota keluarga ini walaupun itu hanya menumpang?"
"Tentu saja. Walaupun kubilang pernikahan ini hanya sebatas status, tapi bukan berarti kau tidak memiliki hubungan apa-apa. Kau adalah seorang Uchiha sekarang. Kau bagian dari keluarga ini, kau hanya bukan bagian dari hatiku. Setidaknya kita bisa memulainya sebagai teman."
"Terima kasih."
Mereka berdua pun berbaring di masing-masing sisi tempat tidur dan bersiap untuk beristirahat malam itu. Sasuke mematikan lampu dan menyelimuti dirinya.
"Selamat malam."
"Selamat malam, Sasuke."
