Back to Jimin hyung, Jebal

(Kookmin)

.

.

Drabble project with author iusernem

Semua yang berubah itu akan terasa asing, semua yang asing itu akan terasa tidak nyaman. Terlebih setelah terbiasa dengan kebiasaan itu, membuat kerinduan terhadap kebiasaan itu semakin dalam sesudah kebiasaan itu berubah menjadi sesuatu yang tidak biasa, menciptakan keasingan yang menjadi tidak nyaman.

Jungkook, sudah terlalu terbiasa dengan seorang Park Jimin disekitarnya sehingga membuatnya menjadi asing setelah hyung terbaiknya itu berubah jauh. Membuat Jungkook tidak nyaman dengan semua itu.

.

.

.

.

Gelap itu mengambil kendali penuh tanpa hiasan bintang-bintang kecil ataupun parcaran sinar rembulan sehingga langit malam itu terlihat sangat membosankan. Sama dengan sausana hati Jungkook.

Ia benar-benar bosan dengan keadaannya sekarang. Bukan dengan keadaan grup mereka, tapi dengan hubungan pribadinya bersama hyung kesangan semua member, Jimin.

Semua tahu bagaimana baiknya seorang Park Jimin. Bahkan Army yang hanya melihat dari depan kamerapun percaya bahwa Jimin itu sangat baik dan peduli kepada orang lain, tanpa mempedulikam dirinya terlebih.

Jimin itu bukanlah seseorang yang akan menghawatirkan dirinya sebelum menghawatirkan orang lain. Ia terlalu ceroboh untuk mempeduikan orang lain sehingga menomor duakan kepeduliannya terhadap dirinya sendiri. Tak jarang Yoongi mengomel akibat ulah sikapnya itu.

Jungkook mengusap wajahnya kasar. Membuang nafas berat entah sudah keberapa kali sejak setengah jam yang lalu ia berdiri di beranda kamarnya dan sang ketua grup, membiarkan angin malam musim dingin membelai kulitnya yang hanya dilapisi kaos hitam tipis.

Ia kambali mengangkat kaleng bir yang menjadi temannya sejak ia berdiri disana, dan berdecak kesal saat menyadari kaleng itu sudah kosong.

Jungkook melangkah kedalam. Bukan untuk menyerah akan angin yang sudah terlalu membelukan tulang-tulangnya, tapi menyeret langkahnya kedapur kalau-kalau masih ada lagi bir yang tersimpan didalam lemari pendingin. Sejak kapan bocah itu candu dengan minuman beralkohol.

Ia berhenti sebelum kakinya benar-benar mengantarkannya sampai kedapur. Seseorang yang sedang berdiri di beranda dorm mereka itu tanpa sengaja terekam oleh pandangannya. Sebelah sudut bibir Jungkook terangkat membentuk seringai mencemooh akibat orang itu. Ia mengurungkan niatnya kedapur dan memilih untuk memutar langkahnya menuju tempat orang itu.

"Apa dengan berhubungan dengannya menularkanmu sikap buruknya?" Jungkook bersuara. Membuat seseorang yang sejak tadi berada di beranda itu memutar pandangnnya menatap Jungkook, kemudian membulatkan matanya. Seolah sedang tertangkap basah telah melakukan sesuatu yang salah, dan ia memang sedang melakukan hal yang salah sekarang.

Cepat-cepat laki-laki berambut blonde itu mematikan api rokok yang diapit oleh dua jari sebelah kirinya.

"Kau tidak harus mematikannya hanya karena tertangkap basah olehku, Jimin hyung" Jungkook tersenyum. Mengerakan tangannya untuk meraih kotak rokok yang berada di genggaman kanan Jimin.

Tapi yang lebih tua cepat-cepat menepisnya.

"Apa yang kau lakukan?" Ia menatap berang kepada Jungkook.

Jungkook tersenyum. Setidaknya ia boleh merasa sedikit bahagia bahwa Jimin masih memarahinya karena mencoba untuk berbuat salah. Omong-omong kemana saja sikap peduli terhadap orang lain khas Park Jimin itu belakang ini.

"Kau melarangku, hyung?" Seolah memastikan. Apakah Jimin memang sedang melindunginya sekarang ini atau hanya sebagai kemunafikan takut dimarahi oleh member lain karena membiarkan Jungkook menghisap nikotin itu.

"Kenapa kau keluar tanpa memakai Jaket? Apa kau bocah yang harus diberitahu bahwa ini sedang musim dingin?" Tak menjawab pertanyaan Jungkook. Jimin malah melemparkan pertanyaan peduli seakan ia adalah ayahnya Jungkook.

Jungkook tersenyum. Lebih tepatnya sedang mencemooh sikap Jimin yang sedang sok peduli itu.

"Apa lagi sekarang ini? Cara lain dari kemunafikan Park Jimin? Wow!"

Jimin berkerut. Tak paham dengan maksud ucapan Jungkook barusan. Sejak kapan bocah itu menjadi sekurang ajar itu terhadapnya. Selama ini Jungkook memang sering tidak sopan, tapi tidak untuk menjadi kurang kurang ajar seperti sekarang ini.

"Ada apa denganmu, Jungkookie?"

"Yang ada apa itu kau Park Jimin!"

"Oi perhatikan bicaramu bocah. Jangan sesukamu hanya karena aku mebiarkanmu selama ini"

"Ck!" Jungkook mendecih didalam tawanya. Sekarang Jimin memintanya untuk dihormati. Benar-benar seseorang yang penuh dengan sopan-santun. Atau, hanya kain penutup sementara dari sikap munafiknya sebelum kain itu disibakan.

"Mianhamnida, Hyungnim" Jungkook berbicara sangat formal. Namun lebih terkesan mengolok-olok di telinga Jimin.

"Jungkook berhenti. Apa kau bocah lima belas tahun yang masih suka mengolok-olok seperti ini?"

"Itu sudah berlalu sejak lima tahun yang lalu. Seharusnya yang berhenti itu kau, hyung" Wajah Jungkook menegang. Tatapannya terlihat serius tanpa main-main lagi. Jimin paham dengan kemarahan anak itu sekarang. Ia bukan mencoba untuk kembali menjadi bocah lima belas tahun lagi, tapi sedang menampar Jimin dengan sikapnya dan menyuruh Jimin untuk sadar.

"Tidak bisa" Suara Jimin memelan.

"Ada Yoongi hyung sekarang" Sambungnya.

"Sialan!" Jungkook mengumpat. Ia tak peduli lagi siapa yang sedang bicara dengannya sekarang. Masa bodoh dengan sopan-santan, sekalipunpun seandainya yang berada dihadapannya saat ini adalah ayahnya, Jungkook akan sama mengeluarkan kata keramat itu.

"Harusakah kau memperjelasnya?" Jungkook tertawa. Bukan benar-benar tertawa, tapi menertawakan Jimin.

"Aku tidak pernah memintamu untuk membalas perasaanku, Hyung. Tidak peduli kau sudah memiliki Yoongi hyung, ataupun kau belum memiliki siapa-siapa, itu urusanmu. Dan tentang perasaanku ini adalah urusanku"

"Bagimana mungkin aku tidak peduli jika itu tentang dirimu, Jungkook"

"Itulah masalahnya! Kau terlalu peduli dengan orang lain sampai kau mengabaikan dirimu sendiri. Bahkan kau tidak sadar telah melukai orang lain dengan kepedulianmu yang berlebihan itu. Brengsek!"

Jimin ingin memukul bocah tanpa sopan-santun didepannya itu. Tapi ia tidak memiliki keberanian yang bisa membuat bocah itu berhenti berucap. Sekuat apapun keinginan untuk melakukan kekerasan agar bocah itu berhenti, sekeras itu pula hatinya berteriak untuk melarangnya.

"Berhenti naïf, Hyung. Dan bersikaplah seadanya. Aku merindukan Park Jimin yang dulu. Park Jimin yang manis dan penuh senyuman. Kau boleh peduli dengan orang lain, tapi jangan lupakan dirimu"

Jungkook berlalu. Mencoba menghentikan perbedeban mereka yang tidak akan pernah abisnya jika keduanya sama-sama bertahan dengan emosinya masing-masing. Lagi pula, ia tidak setega itu untuk lebih mendorong Jimin yang sudah berada ditepi jurang.

"Sial! Bocah itu sudah jauh lebih dewasa dariku sekarang" Jimin tersenyum. Bangga dengan Jeon Jungkook adik kesayangnnya. Golden maknae grup mereka yang telah jauh cinta kepadanya, sayang ia tidak bisa membalas perasaan Jungkook.

-END-